PDA

View Full Version : Alopesia, Mahkota Mulai Berguguran



Trademaks
08-07-07, 21:45
RAMBUT tidak hanya mahkota bagi wanita, juga pria. Buktinya, banyak pria berkepala botak mencoba beragam cara untuk menumbuhkan rambut.

Pernah nonton film Samson and Delilah? Samson yang perkasa dikisahkan hilang kekuatannya setelah sang kekasih, Delilah, secara sembunyi-sembunyi memotong rambutnya. Kendati mungkin ”kurang masuk akal”, tersirat kesan betapa rambut juga bisa menjadi kebanggaan bagi seorang pria.

Lalu, bagaimana jika karena faktor-faktor tertentu, seseorang harus kehilangan sebagian atau seluruh rambutnya? Kondisi kebotakan atau alopesia tentu harus disikapi bijaksana dan bila perlu dicari akar penyebabnya agar bisa diatasi sebelum bertambah parah. Alopesia paling sering terjadi di kulit kepala.

Kejadiannya bisa berlangsung secara bertahap sampai seluruh kulit kepala kehilangan rambutnya (alopesia totalis) atau hanya berupa bercak-bercak di kulit kepala. ”Kebotakan ada yang disebabkan faktor internal, penyakit metabolik, dan faktor eksternal, seperti produk perawatan rambut yang tidak tepat dan penggunaan bahan-bahan kimia,” ujar ahli dermatologi dari Rumah Sakit Umum (RSU) Bekasi dr Bambang Dwipayana SpKK.

Faktor internal, menurut Bambang, terkait aspek genetik dan hormon androgen. Itu sebabnya kaum pria biasanya memiliki pola kebotakan khusus karena berhubungan dengan hormon testosteron. Kebotakan yang diturunkan umumnya terjadi akibat kegagalan tubuh dalam membentuk rambut baru, bukan karena kehilangan rambut berlebihan.

”Kebotakan lebih sering terjadi pada pria, sedangkan wanita biasanya hanya pembawa bakat (resesif). Menurunnya kebotakan, terutama disebabkan kombinasi gen. Misalnya, separuh dari ayah dan separuh lagi dari ibu sebagai pembawa bakat,” ujarnya. Sejumlah penyakit metabolik dan autoimun juga bisa menjadi biang kebotakan.

Sebut saja alopecia areata, penyakit yang disebabkan kesalahan sistem imun (pertahanan tubuh). Normalnya, imunitas melindungi tubuh dari infeksi dan serangan penyakit. Namun, pada kasus alopecia areata, sistem imun justru menyerang folikel rambut yang merupakan tempat tumbuhnya rambut. Akibatnya, rambut di beberapa area kepala menjadi sangat mudah berguguran.

Bahkan pada kasus yang parah, pasien bisa kehilangan seluruh rambut di kepala, wajah, dan badan. Ketombe, infeksi jamur, infeksi berat seperti tifus serta pengobatan kanker dengan kemoterapi dan radioterapi juga bisa menimbulkan kerontokan rambut. ”Kendati bersifat sementara, kalau tidak ditangani dengan baik, bisa saja menjadi permanen, seperti pada pengidap lupus yang terlambat diobati,” papar Bambang.

Tren perawatan dan pewarnaan rambut yang kian canggih juga turut andil dalam mempercepat kerusakan rambut, terutama bagi mereka yang alergi terhadap unsur bahan kimia dalam produk perawatan rambut. Awalnya, bisa jadi hanya kering dan patah-patah, tapi kemudian penggunaan berlebih bisa menyebabkan akar rambut menjadi rapuh dan rontok sejak di akarnya.

”Orang harus waspada jika kerontokan sudah lebih dari 100 helai rambut per hari. Mungkin diperlukan penanganan khusus sebelum bertambah parah,” ungkap Bambang. Lantas, bagaimana menyiasati agar jangan sampai terjadi kerontokan atau kebotakan? Umumnya kaum wanita lebih ”jago” dan lebih telaten dalam hal merawat rambut. Namun, yang terpenting kenali faktor pemicunya.

Kadar stres yang tinggi bisa berpengaruh pada hormon. Perilaku sehari-hari yang mungkin tampak sepele juga bisa jadi biangnya, antara lain menyisir rambut terlalu kuat, terlalu sering mengecat rambut, penggunaan hairspray dan hairdryer berlebih, serta paparan sinar matahari.

”Pahami juga jenis dan tipe rambut Anda. Kalau tipis dengan akar yang rapuh, sebaiknya jangan sering gonta-ganti sampo dan hindari menyasak rambut. Perhatikan juga batas maksimal panjang rambut, misalkan ada orang yang rambutnya mudah rontok jika sudah lebih dari sebahu,” papar spesialis okupasi dan pengajar FKUI dr Hendrawati SpKK.


referensi : http://www.okezone.com/