Dari sekian banyak subjek populer yang sering ditanyakan adalah mengenai dejavu. Dejavu berasal dari bahasa perancis yang artinya “pernah melihat”, secara umum dideskripsikan sebagi perasaan seseorang dimana dia merasa pernah melakukan/mengalami/melihat apa yang baru saja dilakukan. Mulai dari membaca novel, atau bercengkrama dengan teman di suatu tempat. Apa yang terjadi sebenarnya pada saat mengalami dejavu? Bagaimana mungkin seseorang dapat merasa pernah mendatangi suatu tempat yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya?

Dalam penjelasan pseudoscience dan supranatural, dejavu sering dikaitkan dengan beberapa hal seputar dimensi lain, kemampuan terawang, dan kehidupan sebelumnya, hingga reinkarnasi. Bagaimana dengan penjelasan rasional dan ilmiah?

Jika kita teliti lebih lanjut, dejavu bukan terfokus pada apa yang dialami tapi merupakan ‘perasaan aneh’ yang dialami seseorang. Perlu diketahui bahwa memori manusia bekerja dengan cara asosiasi. Kita mengingat hal hal baru dengan cara mengaitkannya dengan apa yang sudah kita ingat sebelumnya. Kita tentu pernah secara tiba tiba mengingat sesuatu, seperti ketika kita mengingat nama seseorang saat kita sedang melihat membaca majalah. Atau bagaimana huruf K mengingatkan kita pada pulau Sulawesi. Ini menunjukkan bahwa memori kita memang bekerja secara asosiatif. Pada fenomena dejavu, terkadang apa yang kita barusan alami memicu sebuah fragmen di masalalu yang serupa namun gagal teridentifikasi sehingga yang tersisa hanyalah ‘perasaan pernah mengalami’ hal tersebut.

Proses dejavu merupakan proses aktivitas kimia pada syaraf otak yang memungkinkan munculnya perasaan ‘pernah mengalami’. Pada umumnya setiap aktivitas terekam pada memori sementara selagi otak secara konstan mengakses memori jangka panjang sebagai pembanding. Layaknya prosesor pada komputer yang mengakses hardisk dan ram. Adakalanya pada saat mengakses memori jangka panjang (memori lampau) muncul sebuah persamaan pola yang tidak bisa diingat secara penuh untuk menampilkan informassi lebih lanjut. Ini akan menimbulkan sensasi ‘pernah mengalami’.

Mereka yang memiliki penyakit epilepsi dilaporkan lebih sering mengalami dejavu. Ini dikaitkan dengan temporal lobe (bagian dari cereblum otak sebagai pemroses memori jangka pendek) yang tidak berfungsi secara normal pada saat serangan. Wilder Penfield sejak tahun 1955 mencoba menstimulasi temporal lobe dengan sengatan listrik. Diantara banyak gejala yang muncul sekitar 8% dari subjek mengaku mengalami dejavu.

Taiminen (2001) melaporkan hasus dimana beberapa pasien mulai mengalami dejavu secara lebih sering, setelah smengkonsumsi obat yang mengandungamantadine dan phenylpropano;amine secara bersamaan untuk meredakan gejala flu. Terjadinya proses dopaminergic yang bersumber dari obat obatan tersebut membuat Taiminen menyimpulkan bahwa dejavu muncul sebagai akibat dari proses hyperdopaminergic dalam area mesial temporer pada otak.

Referensi:
Caroll, Robert Todd, 2003 “The Skeptic Dictionary”, John Wiley & Son, New Jersey.

Alcock, James E. 1990. Science and Supernature: A critical apraisal of Parapsycology. Prometheus Books

Bancaud, J; Brunet-Bourgin (1994). “Anatomical origin of dejavu and vivid memories in human temporal lobe epilepsy.” Brain: a journalof neurology 117 (pt 1)

VirKill

http://virkology.wordpress.com/2011/02/20/dejavu/