Results 1 to 4 of 4
http://idgs.in/309116
  1. #1
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default Masuknya Islam di Bumi Cendrawasih

    Masuknya Islam di Bumi Cendrawasih

    Masuknya Islam ke Nusantara ternyata menyimpan banyak cerita menarik di setiap daerahnya, tidak terkecuali di bumi Papua. Bumi Papua telah sejak lama dikenal dalam rangkaian bumi Nusantara. Catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua sesungguhnya sudah sangat lama. Disebutkan, Islam datang ke Papua melalui jalur-jalur perdagangan, sebagaimana satu bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara.

    Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok: tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini, jelas belum tuntas, tidak hanya karena kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada. Teori umum perihal kedatangan Islam di Asia Tenggara dikatakan terjadi melalui tiga cara: pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan; kedua, melalui dakwah para dai dan yang datang dari India atau Arab dan sengaja untuk melebarkan syiar; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan.



    Masa antara abad ke-14 dan ke-15 memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara. Masa itu ditandai dengan hegemoni Majapahit sebagai kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang mulai pudar. Sezaman dengan itu, muncul zaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalan perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam berlangsung masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

    Sebagai kerajaan tangguh pada masanya, kekuasaan Majapahit meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Nagarakretagama, sebagai wilayah yurisdisnya. Keterangan mengenai hal ini disebutkan sebagai berikut:

    Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul.
    Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur.

    Dari keterangan yang diperoleh dalam pustaka klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa bahwa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah "Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Kedua tempat itu berada di Kaimana, Fakfak. Data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit, sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit. Bumi Papua, dalam teks Majapahit, dikenal sebagi sumber buah pala yang utama di antara pulau-pulau lainnya. Selain itu berdasarkan tradisi lisan ditemukan fakta tentang kehadiran mubalig dari Aceh bernama Abdul Ghaffar di Fatagar Lama, Kampung Rumbati, Fakfak.

    Menurut Thomas W. Arnold, seorang orientalis berkebangsaan Inggris, dalam The Preaching of Islam, setelah Kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan, sejak zaman baru itu pengaruh Kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.

    Menurut FC Kama, seorang misionaris, berdasarkan sumber teks tertulis Kerajaan Majapahit, Islam bahkan telah berkembang sejak abad ke-14 dan ke-15 di Papua, sezaman dengan berkembangnya Islam di Ternate dan Tidore. Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku. Thomas Arnold memberikan catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “… beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku."

    Tentang masuk dan berkembangnya syiar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian ...."

    Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke-17, atau dua abad lebih awal dari masuknya Kristen Protestan yang pertama kali di daerah Manokwari pada 1855, yaitu ketika dua orang misionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan misionarisasi di sana. Juga, masuknya Islam ke Papua tidak lepas dari periode dakwah yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda dari Aceh pada abad ke-17 dan ke-18.

    Catatan serupa tertuang dalam buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku Irian Jaya, hal. 20 (sebuah wadah sosial milik misionaris), menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam Nagarakretagama, yang disusun pada abad ke-14, ditulis tentang kekuasaan Kerajaan Majapahit, di mana tertera dua nama wilayah di Irian yakni Onin dan Seran. Lebih lanjut dijelaskan oleh Periplus: “Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari Pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.”

    Pengaruh ras Austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore, dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan, pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di Raja Ampat, di Sorong, dan di seputar Fakfak dan wilayah Kaimana.

    Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari
    wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-15. Sejumlah tokoh lokal bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

    Bukti tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih masih terjaga sampai hari ini dalam bentuk tradisi lisan, yakni cerita dari mulut ke mulut. Selain itu terdapat living monument yang lain berupa makanan Islam yang dikenal di masa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di pemukiman kuno di Desa Saonek, Lapintol, dan Beo di Distrik Waigeo. Belum lagi bukti-bukti tekstual berupa naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya di beberapa masjid kuno.

    Sejarah Masuknya Islam di Fakfak yang disusun oleh Tim Ahli dari Pemerintah Daerah Fakfak tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam masuk di Fakfak pada 8 Agustus 1360 dengan kehadiran mubalig Abdul Ghaffar asal Aceh di Fatagar Lama, Kampung Rumbati, Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh Putra Bungsu Raja Rumbati XVI (Muhammad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw). Mubalig Abdul Ghaffar berdakwah selama 14 tahun (1360 – 1374) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan dimakamkan di belakang Masjid Kampung Rumbati pada 1374.

    Dalam perjalanannya, penyebaran Islam di tanah Papua dalam berbagai penelitian ilmiah telah menunjukkan, bahwa wilayah Semenanjung Onin di Fakfak di tanah Papua merupakan salah satu wilayah sentuhan batas akhir dari proses penyebaran Islam di dunia. Ini berarti, penyiaran Islam tidak berhenti di Filipina dan atau Maluku seperti yang diduga selama ini, akan tetapi di Semenanjung Onin, Kabupaten Fakfak. Di tempat ini masih dapat ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan berbagai ukuran. Yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab; sedangkan keempat kitab lainnya, salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadis, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1912 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari Kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba, pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur.

    Selain itu, terdapat peninggalan berupa Masjid Patimburak yang didirikan di tepi Teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe. Pada masa itu, tahun 1870, Islam dan Kristen telah menjadi agama yang hidup berdampingan di Papua. Ketika kedua agama tersebut masuk ke wilayahnya, Raja Wertuer tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena permasalahan kepercayaan. Maka ia membuat sayembara untuk “menantang” misionaris Kristen dan imam Muslim untuk mendirikan tempat ibadah masing-masing. Sebuah masjid didirikan di wilayah Patimburak, sedangkan gereja dibangun di wilayah Bahirkendik. Dalam sayembaranya Raja menetapkan tempat ibadah yang paling awal selesai dibangun akan diakui sebagai tempat ibadah dan agama resmi kerajaan beserta rakyat Wertuer. Sayembara pun selesai setelah masjid di Patimburak lebih dahulu selesai sehingga sesuai janjinya Raja Wertuer I memeluk agama Islam diikuti oleh rakyatnya. Bahkan Raja ini kemudian bertindak menjadi imam salat dengan mengenakan pakaian kebesaran berupa jubah, sorban, dan tanda pangkat di bahunya. Masjid Patimburak, yang memiliki kubah mirip gereja Eropa pada masa lalu dan memiliki interior-dalam mirip masjid yang didirikan para wali di Jawa, sampai saat ini masih dapat disaksikan di tepi Teluk Kokas.


    Masjid Patimburak di tepi Teluk Kokas, Kabuten Fakfak, Provinsi Papua Barat

    Dalam masyarakat Fakfak jarang terjadi pertentangan yang disebabkan permasalahan perbedaan keyakinan agama. Slogan adat “satu tungku tiga batu” telah lama berkembang di sini, yang bermakna bahwa kehidupan rakyat Fakfak ditopang oleh tiga agama yaitu Islam, Kristen Protestan, dan Katolik. Tiga batu yang dimaksud adalah ketiga agama tersebut yang bersatu sehingga menopang tungku agar tidak timpang.

    Dalam masyarakat juga berkembang seni sawat, yaitu orkes musik dengan tetabuhan yang terdiri dari rebana, tifa, seruling, dan gong kecil. Seni sawat tersebut pada masa lampau menjadi alat dakwah para dai. Penduduk pribumi yang memutuskan menjadi Muslim juga disambut dengan perayaan musik sawat tersebut sampai hari ini. Tifa jelas merupakan alat musik asli Papua, sedangkan rebana dan seruling dibawa oleh para dai Muslim ke Papua. Syair-syair berisi kata-kata dakwah dialunkan dengan tetabuhan yang sungguh dinamis itu.

    Berdasarkan keterangan di atas jelaslah, masuknya Islam ke Papua tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini didukung oleh jalur perdagangan di sekitar Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni Kerajaan Bacan.

    Kepustakaan
    “Islam Di Tanah Papua” [online] http://djokonug.blogspot.com/2009/01...nah-papua.html. 25 Juli 2010.
    “Islam di Papua, Sejarah yang Terlupakan” [online] http://ristu-hasriandi.blogspot.com/...erlupakan.html 23 Juli 2010.
    “Situs Makam Islam di Papua” [online] http://www.inilah.com/news/read/tekn...slam-di-papua/ 22 Juli 2010.
    “Sejarah Islam Suku Dani Balim Wamena” [online] http://www.mail-archive.com/reformas.../msg02216.html 22 Juli 2010.
    “Rekonstruksi Sejarah Islam Papua” [online] http://susiyanto.wordpress.com/2008/...h-islam-papua/ 25 Juli 2010.
    “Islam di Papua, Fenomena Mempesona” [online] http://www.kajianislam.net/modules/w...ena-mempesona/
    24 Juli 2010.

    http://www.wacananusantara.org/0/707...mi-cendrawasih

  2. Hot Ad
  3. The Following User Says Thank You to MimiHitam For This Useful Post:
  4. #2

    Join Date
    Sep 2009
    Location
    follow @JoyNathanK
    Posts
    6,023
    Points
    915.90
    Thanks: 529 / 464 / 322

    Default

    makasih ya infonya pak mimihitam yang comeback, apalagi info dan bahan2 nya lengkap berbobot abis

  5. #3

    Join Date
    Jul 2010
    Location
    Jakarta
    Posts
    116
    Points
    200.10
    Thanks: 9 / 7 / 6

    Default

    Wah bacaan baru nih, selama ini cuma tau penyebarang agama di daerah pulau jawa. Bagian pulau lain paling cuma sekedar karena itu tempat pertama penyebaran. Menarik sekali, mungkin bisa diunggah tentang agama lain yang masuk di Indonesia, atau mungkin agama lokal? Soalnya selama ini tidak pernah dibahas disekolahan, paling cuma di kasi tau animisme dan dinamisme.

  6. #4
    Luckybringer's Avatar
    Join Date
    Sep 2009
    Posts
    1,419
    Points
    247.50
    Thanks: 38 / 18 / 14

    Default

    Wih artikel nya bagus mimi...

    welcome back ya di idgs forum >.<......

    keren nih lengkap bgd infonya.....

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •