Page 5 of 8 FirstFirst 12345678 LastLast
Results 61 to 75 of 118
http://idgs.in/44138
  1. #61
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    3. Darsijem mengaku tiba di Lubang Buaya pada pagi hari tanggal 30 September 1965. Keesokan harinya, ia ikut melakukan penganiayaan dan penembakan terhadap Soeprapto. Pada saat itu ia melihat dua orang yang lain sudah mati. Darsijem mengaku melihat korban yang berjaket coklat (Pierre) ditembak oleh Cakra, AURI dan Pemuda Rakyat. Sesudah mati, Pierre diseret orang berbaju hijau ke dalam sumur. Menurut Darsijem, Djamilah adalah pemimpin penganiayaan itu.

    4. Henni mengaku anak buah Sukiman, anggota Pemuda Rakyat. Ia melihat dua tawanan datang. Dua berpakaian daster (kimono) dan sarung, satu celana pendek, satu lagi hanya memakai sarung. Yang cuma memakai sarung diiris-iris. Henni turut mengiris-iris tangannya dan memberi air jeruk nipis. Henni menusuk perut Soeprapto hingga ususnya terburai keluar. Djamilah lalu menembak Soeprapto. Bersama dua orang kawannya, Henni mengaku mencongkel mata dua tawanan, lalu membungkus bola mata tawanan yang memakai kimono dengan daun pisang. Henni melihat, ketika dimasukkan ke dalam sumur, tawanan yang mengenakan kimono dipotong tangannya hingga batas pundak, yang mengenakan sarung dipotong kakinya sampai paha.

    5. Endah datang ke Lubang Buaya pada tanggal 30 September 1965 pagi. Tanggal 01 Oktober, ia melihat Pierre, Parman dan Soeprapto dibawa ke lokasi. Semua dikawal pasukan Cakrabirawa. Soeprapto dibawa ke balai pengobatan, ditanyai oleh Cakrabirawa. Ia mendengar bunyi pertanyaannya: "mengapa Bapak, seorang jenderal, tak memikirkan rakyat ? beras mahal dan rakyat kelaparan, apa tindakan Bapak ? Dia mendengar Soeprapto menjawab: 'Saya juga memikirkan, tapi bagaimana ?' kemudian terdengar Soeprapto dipukuli beramai-ramai dengan popor senapan. Ini semua terjadi di dekat sebuah lubang kecil.

  2. Hot Ad
  3. #62
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    6. Saijah, umur sekitar 16 tahun, mengaku bekerja di dapur. Lalu, ia dipanggil oleh orang-orang berbaju loreng, katanya disuruh melihat jenazah-jenazah. Ia sempat mengaku mengiris-iris Soeprapto. Tapi, kemudian buru-buru berkata tak tahu dan tak melihat apa-apa. Catatan: kesannya memutarbalikkan kata-kata, penuh kepura-puraan. Perlu diperiksa ulang.

    7. Ani mengaku melihat truk datang pada pagi hari tanggal 01 Oktober 1065, menurunkan seorang berpakaian daster, seorang berpakaian sarung, dengan mata tertutup dan tangan terikat kain merah. Seorang lagi berpakaian hitam (maksudnya mungkin coklat) dengan tangan terikat. Kemudian, pada pukul 06.00 pagi, ia melihat tawanan yang mengenakan daster ditembak dibelakang rumah. Dia mendengar seorang wanita (Aisah atau Djamilah) berkata 'ini darah kabir' lalu melihat muka tawanan yang mengenakan sarung penuh dengan darah

    8. Tarju pada sekitar pukul 07.00 tanggal 01 Oktober 1965 melihat tawanan yang mengenakan daster. Tangannya terikat di belakang. Juga, ia melihat tawanan yang mengenakan pakaian coklat. Cuma, yang terlihat bagian badan atasnya saja karena dikerumuni orang banyak, ditendang-tendang orang berbaret hijau berbaju loreng. Tarju juga melihat Soeprapto dalam kondisi berdarah-darah mukanya. Ia melihat Djamilah yang tangannya berlumuran darah berkata 'inilah darah kabir'. Dan seorang laki-laki berkata, 'orang-orang yang sudah mati ini adalah orang-orang kabir' ...

    kabir = kapitalis birokrat

  4. #63
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    9. Sariningsih alias Ny. Hardjono istri seorang guru penghuni rumah di sebelah sumur Lubang Buaya. Suaminya, Hardjono, anggota Pemuda Rakyat. Sariningsih mengatakan, di Lubang Buaya telah dilakukan tujuh kali pelatihan oleh anggota-anggota AURI. Ia sendiri ikut dalam Angkatan ke 5. Menurut Sariningsih, pasukan Cakrabirawa datang ke Lubang Buaya pada tanggal 30 September 1965 pkl. 14.00. Pagi hari 1 Oktober 1965, ia mengaku melihat tawanan berbaju putih yang tangannya terikat ditanyai oleh Iman dan Kasman. Di rumah mertuanya, Sariningsih juga melihat tawanan yang berbaju coklat dengan tangan terikat dan muka berlumuran darah. Disitu, ia juga melihat seorang tawanan yang telah mati dan dipotong kemaluannya (Sutoyo), seorang tawanan yang berbaju hijau yang telah dicongkel matanya. Ia takut melihatnya. Catatan banyak hal-hal yang tidak mau dikatakan. Sukar berpikir.

    10. Soekarni janda tanpa anak berusia 42 tahun, anggota Gerwani. Pernah mendapat latihan di Cipete, Jakarta, antara lain bongkar pasang senjata, tapi belum pernah menembak. Pada 30 September 1965 diajak kawan-kawan ke Lubang Buaya untuk arak-arakan. Sampai di Lubang Buaya, ia mendapat tugas di dapur. Ia tidur di kemah. Subuh tanggal 01 Oktober 1965, ia sama sekali tidak mengetahui suasana. Ia pergi ke sungai, mendengar letusan senjata, lalu pergi bersembunyi ke dapur. Ketika suara letusan semakin kerap terdengar, ia pergi kemah dan tak keluar hingga tanggal 02 Oktober. Catatan : pandai memutar balikkan fakta. Amat disangsikan keterangannya mengenai latihannya di Cipete.

  5. #64
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    11. Tjitjih binti Hadimi, anggota Gerwani , seorang buruh pabrik tepung. Bersama kawan-kawannya pergi ke Lubang Buaya karena ada panggilan dari Ketua RK yang juga anggota Pemuda Rakyat bahwa akan ditempatkan dan diadakan sukarelawan di Lubang Buaya. Pada 1 Oktober 1965 pagi-pagi, ia melihat seorang mengenakan sarung sudah menjadi jenazah. Ia tidak melihat kejadian-kejadian lain karena bertugas di dapur. Ia mengaku takut mendengar suara tembakan. Ia merasa menyesal memilih Gerwani.

    12. Marsijem, suaminya pensiunan veteran. Tanggal 29 September 1965 dipanggil Sulami ke DPP Gerwani untuk menjalani tugas atas permintaan AURI. Bersama sepuluh orang lain, pukul 19.00 diangkut dengan truk ke Lubang Buaya. Diturunkan di kebun karet. Disana, ia melihat banyak orang berseragam hijau. Oleh Sulami, mereka dibawa ke sebuah rumah gedek, diserahkan ke seorang wanita bagian penjahitan. Setelah itu, Sulami meninggalkan mereka.

    Mereka disuruh menjahit hingga pukul 22.00. Jahitan-jahitan itu merupakan bendera-bendera kecil merah-putih. Tanggal 30 September, mereka bangun pagi 07.00 dan melihat tentara berbaju loreng, baret merah, menyandang senjata. Marsijem mengaku hanya melanjutkan pekerjaan menjahit bendera, ia selesai sekitar 100 buah.

    Tanggal 01 Oktober pagi, Marsijem dibangunkan oleh wanita Pemuda Rakyat berseragam hijau. Wanita itu berkata,"Bangun, bangun, Pak Prapto sudah kepegang." Marsijem lalu keluar, melihat Soeprapto yang berbaju piyama duduk di kursi di ruang P3K dan dijaga 5 orang berbaju hijau. Tangannya diikat ke depan dengan kain. Marsijem lalu meninggalkan ruangan itu, kembali ke tempat menjahit. Dari situ, ia mendengar orang-orang (laki-laki dan wanita) bernyanyi-nyanyi. Setelah itu, ia mendengar tiga kali tembakan dan melihat jenazah diangkut dengan tandu melewati tempatnya. Oleh Pemuda Rakyat dikatakan, itu adalah Soeprapto. Setengah jam kemudian, ada lagi jenazah diangkut melewati tempat Marsijem. Orang-orang mengatakan itu adalah Parman. Yang mengangkutnya adalah orang-orang berbaju loreng. Pada pukul 11.00, mereka diantar ke Jakarta dengan truk.

    13. Wasirah istri Sumadi, seorang guru SD dan juga kerja di NV Mantrusi. Ia tak mau bicara, cuma mengatakan pemeriksaan pertama terlalu berat. Ia terpaksa mengaku dalam proses verbal karena takut.

  6. #65
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    14. Dedeh, 26 tahun, bekerja di PKD Djaja. Pada 30 September disuruh berkumpul di DPP Gerwani. Kira-kira pukul 16.00 - 17.00 diangkut ke Lubang Buaya. Disana diterima seorang kapten AURI, lalu diangkut ke tempat menjahit oleh Ibu Hardjo, pimpinan bagian jahitan. Ia kebagian tugas menjahit bendera. Pada 1 Oktober, Dedeh bangun pada pukul 06.30, mendengar cerita dari Eni dan para PR bahwa Jenderal Yani sudah dibunuh dirumahnya. Di sekitarnya terlihat Cakrabirawa berbaret merah dan PR berbaju loreng. Ia juga mendengar dari mereka bahwa ada jenderal-jenderal lain ditembak disitu. Dedeh menanyakan, mengapa jenderal-jenderal itu dibunuh. Dijawab oleh para Cakra: 'para jenderal itu tidak memperhatikan bawahannya, dia hanya mementingkan diri sendiri.' Dari orang-orang di sekitarnya, Dedeh mendengar jenderal-jenderal itu dimasukkan dalam sumur.

  7. #66
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Beberapa jam setelah pengangkatan jenazah para korban dari sumur Lubang Buaya, Mayjen Soeharto membentuk tim otopsi. Tim ini merupakan gabungan Tim Kedokteran ABRI dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

    Selain Arif Budianto (FKUI), yang waktu itu dokter termuda di dalam tim, anggota lain antara lain Prof. Soetomo Tjokronegoro (FKUI), Brigadir Jenderal Prof. Roebiono Kertapati (Direktur RSPAD dan patolog), dr. Frans Pattiasina (patolog dari RSPAD) dan dr. Ferry Liauw Yan Siang (FKUI). Dari nama tersebut diatas, tinggal Arif dan Ferry yang masih hidup.

    Menurut Prof. Dr. Arif Budianto (dulu bernama Liem Joe Thay), hasil otopsi ternyata tidak seperti yang diberitakan mass media. Orang yang dulunya lebih dikenal sebagai itu adalah dokter ahli forensik yang merupakan anggota tim yang menangani tujuh jenazah pahlawan itu.

    inilah penuturan prof. arif ...

    Hari itu 4 Oktober 1965, sekitar pukul 20.00 datang satu truk dengan lebih dari 20 tentara ke rumah saya, di kawasan kampung angus, gelondongan, glodok, kota. waktu mereka datang, ibu saya kaget setengah mati. ibu pikir saya dijemput karena terlibat gerakan komunis. waktu itu kan sedang gencarnya pembersihan.

    tidak tahunya, tentara itu membawa surat dari prof. soetomo tjokronegoro. dalam surat itu disebutkan saya diminta datang ke rspad gatot subroto untuk membantu beliau memeriksa mayat tujuh pahlawan yang terbunuh pada 30 september.

    jadilah, setelah saya berpakaian, saya berangkat dengan truk itu ke rspad. waktu itu suasana jakarta sangat mencekam. jam malam juga masih berlaku dan di beberapa tempat ada pos penjagaan. kami diharuskan berhenti dan pengantar-pengantar saya menyebut satu kata sandi. dan, setiap berhenti di satu pos, baik yang menjemput saya maupun yang di pos, siap-siap mengokang bren-gun nya.

    saya waktu itu takut sekali. itu truk tentara yang pakai terpal; dan saat itu saya duduk di depan. untunglah, semuanya berjalan dengan lancar dan kami sampai dengan selamat di rspad gatot subroto. saya masih ingat pasukan yang menjemput saya bukan rpkad [resimen para komando angkatan darat], tapi pasukan kostrad [komando cadangan strategis angkatan darat].

    ketika saya sampai di kamar otopsi rspad, disana sudah ada profesor saya, soetomo dan senior saya yang lain dari forensik fkui, dr. ferry liauw yan siang. kelulusan saya dan dr. ferry cuma beda lima bulan. saya ditunjuk dr. soetomo untuk membantu dia karena memang dia kami inilah yang paling senior. saya malah paling muda diantara mereka. dr. ferry lulus lima bulan lebih dulu dari saya. saya lulus dari fkui tahun 1957 dan setelah itu langsung mengambil spesialis forensik.

    di kamar otopsi, saya melihat, secara umu, kondisi mayat memang sudah membusuk. memang tidak berulat, tapi kulit arinya sudah ngelotok. tidak juga terlalu kembung, tapi sedikit berlendir dan kulitnya kekuningan. semua mayat masih berpakaian lengkap seperti yang dipakai terakhir. itu sebabnya tim kami mendata benda-benda yang melekat di tubuh mayat.

    saya memeriksa mayat pertama mulai dari giginya. diantara dua gigi serinya, juga gigi taringnya, ada gigi kecil dan aneh. itu kelainan, namanya mesio dentist. saya melihat keanehan itu. lalu, saya tanyakan ke dokter angkatan darat, dokter giginya, adakah yang punya gigi begitu. dia langsung bilang, 'oh. ini jenderal yani!'

    ketika memeriksa mayat jenderal yani ada satu hal yang saya paling ingat. bola matanya sudah copot dan mencelat keluar. itu terjadi karena, ketika dimasukan ke sumur, kepalanya lebih dulu. di dasar sumur itu ada air, jadi kepalanya terendam disana.

    saya juga masih bisa mengenali pakaian jenderal yani. dia mengenakan pakaian piyama loreng-loreng biru-putih-biru. kemeja piyamanya penuh pecahan kaca. dia kan ditembak di depan pintu kaca rumahnya. itu sebabnya sisa pecahan kacanya masih berhamburan kemana-mana. selain mayat ahmad yani, saya memeriksa jenazah m.t. haryono.

  8. #67
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    kami bekerja sepanjang malam itu sampai dini hari. di ruang otopsi itu digunakan dua buah meja otopsi. kami tanyakan waktu itu, apakah mayat para jenderal akan diotopsi lengkap atau tidak. para jenderal yang hadir, termasuk pak harto, bilang tidak usah.

    tentang pak harto, sewaktu kami sedang sibuk-sibuknya melakukan otopsi, beliau juga datang. ada beberapa jenderal yang masuk ke ruangan otopsi saat itu. pak harto tidak bicara apa-apa ketika itu; dan saya juga tidak sempat memperhatikan karena saya sedang sibuk bekerja. yang saya ingat, saya sedikit mengangkat kepala mayat yang sedang saya periksa dan baru sadar pak harto ada diruangan. dia mengenakan battle dress (pakaian tempur). kabarnya, rspad dari malam sampai pagi dijaga ketat pasukan kostrad. tapi, kepada kami tidak ada tekanan apa pun, khususnya kepada saya. itu sebabnya saya berani bicara seperti itu kepada rekan-rekan yang lain.

    di luar, kami sudah mendengar berita yang menyeramkan soal kondisi penis korban. karena itu, kami melakukan pemeriksaan yang lebih teliti lagi tentang hal ini.

    tapi, apa yang kami temukan malah kondom di kantung salah satu korban yang bukan jenderal. ada juga korban yang ditemukan tidak disunat. kami periksa penis-penis para korban dengan teliti. jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada. kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. itu faktanya.

  9. #68
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    satu lagi, soal mata yang dicongkel. memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot, bahkan ada yang sudah kotal-katil. tapi, itu karena sudah lebih tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa. saya sampai periksa dengan seksama tepi matanya dan tulang-tulang sekitar kelopak mata, apakah ada tulang yang tergores. ternyata tidak ditemukan.

    ketika saya dan prof. roebiono sedang memeriksa salah satu mayat, saya melihat di dadanya ada peluru yang kelihatan ngumpet agak di permukaan kulit. prof roebiono lalu bilang 'itu ambil saja, nantu gue tutupin!' dia tutupin saya sama badannya, lalu saya ambil peluru itu sambil sedikit mencungkil. lalu, saya serahkan ke prof roebiono. entahlah, sekarang peluru itu ada di mana. saya juga lupa dari tubuh siapa peluru itu saya ambil.

    kalau dikatakan sama sekali tida ada penyiksaan itu juga tidak betul. mayat-mayat itu ditembaki berkali-kali. pergelangan mayat haryono malah jelas sekali hancur karena bebatan perekat yang direkat kuat-kuat dan diikat sejak dari lubang buaya. saya tak percaya, mayat yang dijatuhkan ke sumur bisa hancur pergelangan tangannya dan telapak tangan seperti itu. kepala mayat jenderal soetojo pecah. itu juga kami tidak bisa bilang karena penyiksaan, karena kami tak ada disana. tapi, yang jelas itu luka tembak. seluruh korban memang ada, namun, karena kondisi mayatnya sendiri sudah busuk, kami tak bisa bedakan lagi apakah kondisi mayat sesudah mati atau sebelum mati.

  10. #69
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    seperti dikatakan tadi, kami sampai was-was setelah selesai memeriksa mayat karena kami tidak menemukan penis yang dipotong; sehingga waktu membuat tulisan visum, semua anggota fim forensik ini ketakutan. bagaimana ini dilakukan ? sementara itu, diluar sudah berkembang sangat santer cerita-cerita yang tidak benar dan terlalu dilebih-lebihkan soal kondisi mayat perwira.

    saya sebagai yang termuda di kelompok tim forensik cukup tahu diri. saya bicara paling akhir, setelah senior-senior saya. waktu itu, saya bilang, ini adalah tugas negara. bolehlah kami anggap negara adalah wakil dari yang maha kuasa. karena itu, kebenaranNyalah yang harus dikemukakan. kalau sampai itu yang dipersalahkan, biarlah kami yang tujuh orang ini masuk penjara. tapi, saya yakin itu tak mungkin terjadi. kenapa ? karena, saya yakin itu tak mungkin terjadi. kenapa ? karena, kami melakukan yang benar. hal yang benar itu memang tak pernah terungkap di surat kabar di sini, tapi di koran-koran amerika pernah diungkapkan kebeneran ini.

    buat saya, selama melakukan otopsi, saya belum mendengar pemberitaan yang luaran itu. saya murni bekerja objektif. objektifitas saya seratus persen. cuma, saya tidak tahu anggota yang lain. saya baru tahu berita-berita itu waktu selesai tugas di dini hari tanggal 05 oktober, kami duduk di ruangan besar di rspad membicarakan hasil tadi.

    setelah selesai diperiksa, semua mayat itu dimasukkan ke dalam peti dan dibawa ke markas besar angkatan darat yagn di jalan veteran. mula-mula saya dibawa ke kostrad dulu, yang berada di depan gambir. upacara berlangsung di markas besar angkatan darat. setelah itu saya pulang. jadi, saya melakukan otopsi dari malam 4 oktober sampai pagi 5 oktober 1965.

  11. #70
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Kalau benar bahwa hasil otopsi para jenasah tidak menunjukkan bekas-bekas penyiksaan seperti pemotongan penis, barangkali ada semacam propaganda media massa untuk mempengaruhi persepsi publik. Dengan demikian muncul sebuah thesis tentang peran media massa terhadap keberhasilan Mayjen Soeharto menyapu G 30 S, PKI, dan (akhirnya) membersihkan lawan-lawan politiknya.

    Target pertama propaganda media massa adalah RRI (Radio Republik) yang waktu itu menjadi sarana komunikasi monologal yang primer. Sepanjang hari Jumat, 1 Oktober, RRI beberapa kali menyiarkan pengumuman dari Untung CS yang masing-masing cuma berselang beberapa jam. Pukul 07.00 ada siaran tentagn tindakan yang diambil terhadap Dewan Jenderal. Kemudian Pukul 09.00 ada siaran lagi tentang pembentukan Dewan Revolusi. Pukul 13.00 muncul berita dari Brigjen Sabur bahwa Presiden Soekarno dalam keadaan selamat. Tiga-empat jam kemudian, muncul lagi berita tentang keputusan kenaikan pangkat militer yang turut serta dalam G 30 S. Dan setelah maghrib, ketika RRI sudah dikuasai RPKAD, gantian Soeharto "mengudara" untuk menenangkan masyarakat sembari mengabarkan bahwa dirinya mengambil alih komando AD.

    Pemberitaan sepotong-sepotong - mirip breaking news itu - sebetulnya cukup questionable. Mengapa Untung dan Dewan Revolusinya tidak mengumumkan terlaksananya operasi G 30 S, pengumuman Dewan Revolusi, pemberitaan bahwa Presiden Soekarno dalam keadaan aman - tidak dalam satu paket berita ? Bisa saja, pemberitaan yang sepotong-sepotong itu memang untuk membuat masyarakat bingung, dan terpaku di depan radio masing-masing untuk mendengarkan perkembangan situasi berikutnya. Dengan demikian, kelompok putsch dapat melancarkan skenario yang telah dipersiapkan.

    Hari-hari berikutnya, tampak jelas media massa cetak di tanah air berada dalam genggaman Soeharto. Berita-berita penganiayaan para jenderal di Lubang Buaya, tentu saja merupakan konsumsi pers yang paling disukai. Hot News semacam itu, apalagi dikemas seiring dengan opini publik yang terbentuk mirip dengan bola salju, pasti akan membuat koran mana pun menjadi best-seller.

    Kalau benar institusi pers telah menjadi alat propaganda, apa keuntungan yang diharapkan oleh Mayjen Soeharto dan kawan-kawan ? Tentu, pers dimaksudkan sebagai pembentuk opini publik. Kalau sudah tercipta, berarti tinggal mendesak Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Ketika Bung Karno terjebak dalam ambiguitas atau sikap yang mendua, Mayjen Soeharto tidak segan-segan mengambil inisiatif sendiri - misalnya tampak pada sikap penolakannya terhadap pengangkatan Soekarno atas Mayjen Pranoto sebagai pimpinan AD; serta "provokasi" terhadap sidang kabinet 11 Maret 1966 yang melahirkan Supersemar.

  12. #71
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    BUNG KARNO TERLIBAT ?
    Tidak sedikit orang menduga, Bung Karno terlibat G 30 S. Alasannya, dia ada di Halim Perdanakusuma - hanya beberapa ratus meter dari sarang pemberontakan - pada sepanjang hari 01 Oktober 1965. Argumen yang menuding keterlibatan Bung Karno dalam peristiwa G 30 S memang cukup lemah. Bagaimana mungkin dia terlibat coup d'etat atas kekuatannya sendiri ?

    Sebetulnya, lemahnya tuduhan keterlibatan ini bukan terletak pada "siapa yang diuntungkan". Sebab, kalau G 30 S berhasil (dan tidak dihujat rakyat), Presiden Soekarno mendapat keuntungan berupa kontrol penuh atas AD dan perubahan konstelasi politik yang memperkuat kedudukannya.

    Kelemahan tuduhan ini adalah: kalau memang Bung Karno terlibat, mengapa dia tidak memberi dukungan kepada G 30 S - misalnya dengan kesediaan namanya dicantumkan dalam Dewan Revolusi ?

    Kesimpulan sementara: Soekarno tidak mengetahui gerakan ini, tetapi berusaha melindungi PKI (sebagai institusi) dengan maksud agar tidak terjadi pertumpahan darah diantara sesama unsur pembentuk NASAKOM, obsesi politiknya ...

  13. #72
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Soekarno tidak memiliki alibi. Dia memang ada di Halim pada hari yang naas itu, bersama para pimpinan kup. Sikap dan pernyataan-pernyataan Soekarno sendiri yang bertentangan dengan pendapat umum ketika itu (yang menuding PKI sebagai pelaku utama G 30 S), ikut memperkuat asumsi keterlibatan Bung Karno.

    Malam 1 Oktober 1965, Soekarno menginap di tempat kediaman Dewi. Pagi harinya ia dibangunkan dan diberitahu penembakan yang terjadi pada malam itu. Ia hendak menuju istana, tetapi setelah mendengar adanya "pasukan liar" di Medan Merdeka, ia mengubah tujuah ke rumah istrinya yang keempat, Haryati. Dari sanalah kemudian ia bertolak menuju Halim. Tiba di Halim pukul 09.00 pagi dan berjumpa dengan tokoh-tokoh lain, termasuk pimpinan PKI DN. Aidit, Men/Pangau Omar Dhani, Dan Brigif I/Jaya Kolonel A. Latief dan Pangkopur Kalimantan Brigjen Soepardjo.

    Patut diingat, Supardjo telah meninggalkan tugasnya tanpa izin selama beberapa hari. Dia adalah Komandan Pasukan Tempur ke - 4 Tentara Strategis AD yang secara struktural berada dibawah KOSTRAD pimpinan Mayjen Soeharto. Pagi-pagi sekali tanggal 01 Oktober 1965, Supardjo mencari Presiden di Istana Merdeka, tetapi karena tidak berhasil menemui Presiden, ia kemudian terbang dengan helikopter ke Halim.

  14. #73
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Pada perjumpaan pertama dengan Presiden Soekarno di Halim, Brigjen Supardjo melapor mengenai kejadian-kejadian semalam. Setelah menerima laporan itu, Presiden menepuk-nepuk punggung Supardjo.

    Sepanjang hari yang bersejarah itu, Presiden Soekarno berunding dengan Brigjen Supardjo, Waperdam II Leimena, dan Men/Pangau Omar Dhani. Anehnya, Aidit menghindari ambil bagian dalam tiap pembicaraan meja bundar dengan pemimpin-pemimpin kup dan penasihat-penasihat yang lain, tetapi berbicara dengan mereka secara pribadi.

    Berdasarkan laporan Supardjo, Presiden Soekarno mencoba memperkirakan arah perkembangan hari itu. Dari Leimena, penasihat yang loyalitasnya tidak diragukan, dia mencoba mengukur reaksi-reaksi yang mungkin timbul akibat kehadirannya di Halim dan untuk menentukan langkah selanjutnya.

    Petang harinya Presiden Soekarno mengambil tindakan berupa pengeluaran Perintah Harian yang menyatakan, Ia mengambil alih kepemimpinan AD ditangannya sendiri. Lalu dia mengangkat Mayjen Pranoto sebagai penanggung jawab semua urusan administrasi harian AD. Di petang yang sama, Mayjen Soeharto menawarkan kepemimpinan AD kepada Nasution, tetapi ditolak oleh Nasution.

    Perintah Harian Soekarno tidak digubris Mayjen Soeharto. Melalui corong RRI, yang direbut pasukan RPKAD dari tangan gerombolan Untung, Mayjen Soeharto mengumumkan pengambilalihan komando AD ditangannya.

    Isu penggempuran Halim oleh pasukan KOSTRAD membuat situasi Halim mencekam. Malam hari, pada pukul 22.00, Soekarno berangkat ke Istana Bogor atas saran pembantu setianya , J. Leimena. Sebelumnya, ia menolak rekomendasi Omar Dhani untuk terbang ke Madiun. Supardjo terbang ke Madiun. Aidit sendiri kemudian terbang ke Yogyakarta, sampai ia tertangkap tentara di Boyolali pada bulan November 1965 dan akhirnya ditembak mati.

    Sejak 01 Oktober 1965, kontrol sudah lepas dari tangan Presiden Soekarno. Secara de facto, rejim Soekarno sudah berakhir. Tanggal 03 Oktober 1965, setelah beberapa kali mengirim ajudan untuk mengambil Mayjen Pranoto gunda diberi mandat sebagai pimpinan AD, akhirnya Soekarno menyerah. Ia memberikan juga mandat itu kepada Soeharto.

    Presiden Soekarno semakin lemah manakala pada tanggal 14 Oktober 1965, ia "terpaksa" mengangkat Soeharto sebagai Panglima Tertinggi. Dua hari kemudian, jabatannya disahkan. Setelah itu, nama Pranoto hilang dari pentas. Kelak, ia dijebloskan ke tahanan militer (tahun 1966) dan baru pada tahun 1981 dibebaskan .

  15. #74
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Presiden Soekarno: "Aku Memang Lagi Memikirkan Pembubaran PKI"
    Bagaimana sesungguhnya sikap Bung Karno terhadap Gerakan September 1965 ? mari kita simak pidatonya pada Sidang Kabinet tanggal 06 Oktober 1965 sebagaimana dicatat oleh Oei Tjoe Tat :

    "Jangan ragu-ragu dan khawatir saya dalam pengaruh Dewan Revolusi. Saya tidak akan tunduk padanya. Ben je gek dat ik mijn kabinet laat demisioneren(1). Geharewar(2) ini supaya ditenangkan dulu, baru kemudian diadakan politieke oplossing(3). Saya tetap akan menjalankan revolusi met julie(4), dengan kabinet ini. [i]Mijn chief concern, is het behoud van de Republiek en de Revolutie(5). Saya minta agar para Menteri berpikir seperti Presiden ... "

    "Veroordeel de wreedheid(6), tetapi Revolusi harus diselamatkan ... dan koreksi pun telah dilakukan. Misalnya, pelatih-pelatih AURI sudah ditangkapi ... "


    1. Gila kalau aku membiarkan kabinetku didemisionerkan.
    2. Hingar-bingar
    3. Pemecahan Politik
    4. Dengan kalian
    5. Kepentingan utama saya adalah kelangsungan Republik dan Revolusi
    6. Adililah kekejaman

  16. #75
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    Di Istana Bogor sebulan kemudian, tepatnya tanggal 06 November 1965, dalam Sidang Paripurna Kabinet ke II setelah G 30 S, Presiden juga melontarkan ucapan sebagai berikut :

    Ben je bedonderd dat ik mijn kabinet laat demisioneren(1). Aku tahu, setelah menganalisa, siapa sesungguhnya yang berkaok-kaok, mendeak-desak aku agar mendepak Soebandrio, yang tidak bersih dari penunggangan! Jangan ikut membakar-bakar, jangan turut latah berkaok-kaok ... Semua orang ada cacatnya. Walau bagaimana pun saya akan tetap pertahankan Soebandrio sebagai Waperdam I di Kabinet. Ia Menlu-ku yang paling gigih menghadapi Nekolim! ...

    Musuh terbesar bagi Nekolim: RRT di Utara, Indonesia di Asia Tenggara. Indonesia dan Soekarno-nya is the greatest and dangerous spot in Southeast Asia(2), maka taktik mereka: Pisahkan Tiongkok dari Indonesia, yang sekarang sudah benar-benar mulai jadi kenyataan! JOnes, Dubes Amerika Serikat di Jakarta, telah memberi 150 juta rupiah untuk memperkembangkan the free world ideology(3). Ada surat penyerahan dan surat tanda terima di tangan saya. Pecunia non olet, geld stinkt niet(4). Jangan masuk perangkap Nekolim. Anders kunnen wij onze Revolutie wel oprollen(5).

    Catatan:
    1. Brengsek, masa kubiarkan kabinetku didemisionerkan
    2. tempat terbesar dan berbahaya di Asia Tenggara
    3. ideologi dunia bebas
    4. uang tidak berbau
    5. kalau tidak, gulung tikarlah Revolusi kita

Page 5 of 8 FirstFirst 12345678 LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •