Results 1 to 7 of 7
http://idgs.in/10947
  1. #1

    Join Date
    Nov 2006
    Posts
    30
    Points
    71.30
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Post [artikel]HATI-HATI PERADANGAN HATI

    sumber : http://www.indomedia.com/intisari/19...r/hepattis.htm

    Radang hati yang paling populer memang hepatitis A dan B. Namun belakangan muncul jenis-jenis lain yang kemudian mendapat nama secara alfabetis sesuai dengan urutan waktu penemuannya. Sampai saat ini jenisnya sudah sampai hepatitis G. Masing-masing punya ciri, namun rata-rata gejalanya sama. Umumnya bisa menjurus ke kondisi sirosis dan kanker hati jika tidak ditangani secara tuntas. Apalagi pada para carrier (pembawa virus tanpa menunjukkan gejala sakit). Sayangnya, vaksin yang ada baru bisa mencegah terjangkitnya hepatitis B. Meski begitu, peluang untuk sembuh dari berbagai penyakit ini masih terbuka, apalagi cangkok hati pun mulai dimungkinkan.

    Gejala orang terkena penyakit hepatitis itu mirip sekali dengan gejala flu. Simak saja keluhan Pak Hamid (51), badannya terasa lemas dan letih, perut kembung, kurang nafsu makan karena mual, malah kadang kala sampai muntah. Semula dokter mengira ia hanya menderita gangguan lambung atau flu saja. Namun selang beberapa hari setelah diberi obat keluhannya tidak juga berkurang - malah bola mata putihnya menjadi kekuningan dan air seninya kemerahan.

    Atas permintaan dokter, Hamid segera periksa darah ke laboratorium. Ternyata hasilnya menunjukkan, ia terserang penyakit hepatitis (peradangan hati) akut yang disebabkan oleh virus. Itu ditunjukkan dengan catatan hasil lab bahwa kadar bilirubin total meningkat, padahal normalnya di bawah 1 mg%, serta SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase) pun di atas normal. SGOT normal 17 - 20 IU, SGPT normal 15 - 17 IU.

    Bila hati meradang, organ itu tidak mampu mengeluarkan serta mengatur bilirubin dengan baik, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Peningkatan bilirubin ini yang membuat air kencing berwarna kemerahan (ada yang bilang mirip air teh kental) dan bola mata serta kulit bersemu kekuningan.

    Ternyata Hamid terinfeksi virus hepatitis B (VHB) karena dari hasil pemeriksaan darah diketahui kadar HBs Ag (Hepatitis B surface antigen) dan Igm antiHbc ternyata positif. Ya, sudah. Mau tak mau Hamid harus mempertimbangkan mennjalani pengobatan dan istirahat total di rumah sakit selama beberapa hari.

    Berbahaya bila menjadi kronis

    Pak Hamid bertanya-tanya, bagaimana dari mana ia bisa sampai terkena virus hepatitis B?

    Penularan hepatitis B bisa melalui bermacam-macam media atau cara. Bisa lewat barang yang tercemar VHB sesudah digunakan para carrier positif atau penderita hepatitis B, seperti jarum suntik yang tidak sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat gigi, bahkan jarum bor gigi. Atau, yang terbanyak, akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita dan akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHB.

    Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan dialisis ginjal ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena penyakit hepatitis B. Sebab, mereka sering berurusan dengan transfusi darah.

    Yang tergolong kelompok rawan lainnya yaitu mereka yang bekerja di laboratorium atau ruang darurat rumah sakit, dan kamar mayat. VHB memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHB, penularan bisa terjadi.

    Pikir punya pikir Pak Hamid ingat, tak lama sebelum jatuh sakit ia memang iseng-iseng memasang tato nama pada salah satu lengannya. "Itukah biang keladinya?" pikirnya.

    Sekitar 40% penderita hepatitis, demikian hasil penelitian para ahli, tidak tahu bagaimana atau kapan mereka terinfeksi virus ini. Sebab, gejala baru muncul beberapa minggu atau bulan setelah kemasukan virus. Pada hepatitis akut, gejalanya memang jelas. Tapi pada hepatitis kronis, gejalanya sangat samar dan baru muncul jelas setelah organ hati dalam keadaan cukup parah.

    Karena itu perlu dijaga agar hepatitis B jangan sampai menjadi kronis. Yang sering kali terjadi, setelah 2 - 3 bulan mendapat serangan hepatitis B akut dan kesehatan penderita tampak membaik, pemeriksaan kadar HBs Ag dalam darah menunjukkan hasil negatif. Ia pun senang karena mengira sudah sembuh. Padahal belum tentu. Karena itu cek darah seharusnya terus dilakukan sebab sekitar 10% penyakit hepatitis B bisa menjadi menahun. Dalam hal ini, tubuh tidak membentuk antibodi terhadap VHB. Virus tetap ngendon di dalam hati sehingga penderita menjadi carrier positif.

    Penderita baru dinyatakan sembuh total jika anti-HBs menjadi positif atau reaktif. Kalau itu yang terjadi, penderita tidak akan mendapat lagi serangan penyakit tersebut. Karena itu menjadi penting, jangan sampai penyakitnya berkembang menjadi kronis. Sebab, penderita semacam ini berisiko tinggi untuk menderita sirosis hati atau bahkan kanker hati di kemudian hari.
    Sirosis bandel

    Lalu apa yang terjadi kalau berkembang menjadi sirosis hati? Pada seluruh bagian hati akan terbentuk jaringan-jaringan ikat serta tonjolan-tonjolan regenerasi, sehingga struktur jaringan hati menjadi kacau. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain muntah darah karena terjadi varises di tenggorokan (esofagus) atau lambung.

    Bendungan aliran darah tidak ditimbulkan oleh tonus sekitar esofagus tapi akibat terjadinya gangguan sirkulasi masuknya darah ke hati. Hati yang mengalami sirosis sering memacetkan saluran interseluler yang berfungsi menyaring darah yang mengalir ke sana. Akibatnya, aliran darah melalui hati tidak lancar serta pembuluh vena melebar. Inilah yang menyebabkan terbentuknya tonjolan-tonjolan pembuluh vena pada esofagus atau lambung. Kalau pembuluh itu pecah, darah akan keluar melalui mulut atau dubur.

    Dengan obat-obatan tertentu dokter selalu mengupayakan jangan sampai terjadi varises, agar penderitaan tidak semakin parah. Walaupun fungsi hati penderita sirosis bisa berangsur-angsur membaik kalau dirawat dengan baik, tapi tidak lagi sempurna karena organ hati terlanjur mengkerut.

    Pengalaman seperti itu dimiliki Pak Kifli (61) yang menderita sirosis sejak April 1996. "Saya sudah tujuh kali muntah darah," keluh Kifli yang pernah mengidap hepatitis B akut pada 1970. Ia mengaku lengah memantau kesehatan livernya lantaran selalu disibukkan oleh kegiatan bisnisnya. Akibatnya, penyakitnya menjadi kronis. "Rasa mual dan kembung yang sering saya rasakan, saya anggap hanya gangguan perut biasa," ceritanya. Suatu saat tiba-tiba ia muntah darah. Ternyata, ia menderita sirosis hati cukup serius.

    "Sekarang saya tidak aktif bekerja lagi, karena harus banyak beristirahat," tambahnya. Ia sangat mengurangi garam dan lemak dalam menu makanan sehari-hari. Ia lebih banyak minum jus buah apel dicampur wortel serta air rebusan temulawak. Dari pemeriksaan terakhir dinyatakan, tonjolan-tonjolan pada hatinya sudah berkurang, hanya rasa kembungnya masih sering timbul.

    Menurut para pakar penyakit hati, ada lebih dari satu juta carrier hepatitis B (terutama ras Vietnam dan ****) di AS. Sekitar 200.000 di antaranya berlanjut menjadi kronis, sirosis, bahkan kanker hati. Penelitian lain sekitar tiga tahun lalu menyatakan, lebih dari satu miliar penduduk dunia terinfeksi VHB, dan 80% di antaranya tinggal di Asia Pasifik. Yang paling banyak terserang adalah penduduk ras kulit kuning. Mengapa demikian, belum bisa dijelaskan.

    Hal ini diakui pula oleh Prof. dr. H. Ali Sulaiman Ph.D., pakar penyakit hati dari RS Cipto Mangunkusumo, sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. "Penyakit ini memang kecenderungannya lebih banyak pada orang di Asia, terutama Asia Tenggara, Korea, dan **** serta Afrika," katanya. "Namun tentu tidak menutup kemungkinan terjadi pada ras kulit lain."

    Menurut Sulaiman, prevalensi pengidap VHB sekitar 5% - 15% di Jawa. Di beberapa tempat di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, bahkan mencapai 20% - 25%. Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat pengidap hepatitis B sekitar 10 - 15 juta atau sekitar 5 - 7,5% dari 200 juta penduduk.
    Carrier aktif dan nonaktif

    Seperti sudah disebut di depan, hepatitis B bisa ditularkan oleh pembawa virus (carrier, yakni orang yang menderita hepatitis namun tidak menunjukkan gejala apa pun. Dalam darah seorang carrier biasanya telah terkandung VHB lebih dari enam bulan. Anak yang pernah terinfeksi VHB pada masa balita, 25% - 50% akan menjadi carrier aktif seumur hidup. Kalau tidak terdeteksi sejak awal, dikhawatirkan kelak si anak akan lebih mudah terkena sirosis atau kanker hati. Bayi memang rentan terhadap VHB dari ibu carrier aktif, karena penularannya bisa melalui plasenta atau saat persalinan.

    Namun selain bersifat sehat atau asimtomatik (tak menunjukkan adanya gejala), carrier atau pembawa virus itu ada yang bersifat aktif maupun nonaktif. Untuk mengetahuinya, perlu pemeriksaan laboratorium. Kadar HBs Ag seorang carrier pasti positif. Kalau kemudian setelah diteliti kadar HBe Ag-nya negatif, berarti tidak menularkan VHB lagi, dan jika HBV DNA-nya negatif, berarti tidak terjadi pengembangbiakan virus. Ini yang disebut carrier sehat. Kendati begitu, seorang pengidap HBs Ag tidak diizinkan menjadi donor darah serta donor plasma, organ tubuh, jaringan, ataupun ******.

    Bukan barang asing lagi penularan hepatitis B kini bisa dicegah dengan vaksinasi. Orang yang telah memperoleh vaksinasi hepatitis B, diharapkan dalam darahnya terkandung anti-HBs sehingga tidak akan terkena penyakit ini. Namun, bagi penderita hepatitis B, suntikan vaksin ini tidak ada gunanya. Bayi yang lahir dari ibu carrier sementara si bayi bukan carrier, mutlak harus diberi vaksinasi agar tidak tertular dari ibunya.

    Pelaksanaan vaksinasi hepatitis B dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama, diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Kedua, setelah bayi berusia satu bulan. Terakhir, ketika berusia 5 - 6 bulan. Efek sampingan suntikan vaksin ini berupa sedikit demam. Kini vaksin hepatitis B (terutama untuk bayi) bisa didapatkan di Puskesmas di seluruh pelosok tanah air.

    Bagaimanapun, seorang carrier aktif tidak bisa hidup seenaknya tanpa terus dipantau kesehatannya. Mengkonsumsi minuman beralkohol, rokok, serta obat penenang atau bius, harus di bawah pengawasan dokter.
    Hepatitis C lebih bandel

    Ihwal penyakit peradangan hati, yang paling populer memang hepatitis B. Namun dalam dunia medis sudah diketahui beberapa jenis hepatitis, yang dinamai secara alfabetis yakni hepatitis A sampai dengan hepatitis G. Gejala penyakit-penyakit tersebut mirip satu sama lain.

    Hingga saat ini, baru hepatitis B yang dapat dicegah melalui vaksinasi. Sementara hepatitis C, yang belakangan banyak dibicarakan karena kebandelannya, belum. Padahal setelah seseorang dinyatakan sembuh dari penyakit hepatitis C akut dan terbentuk antibodi positif C dalam tubuhnya, kemungkinan penyakitnya menjadi kronis malah sangat besar. Rupanya, formasi antibodi tubuh dalam merespons virus (seperti pada imunitas infeksi viral lain) tidak berlaku pada VHC. Soalnya, tidak seperti virus hepatitis B, VHC dalam tubuh berubah sifat dengan meninggalkan sifat aslinya. Agen hepatitis C berupa virus dengan ukuran 50 nm (nano meter). Masa inkubasinya sangat bervariasi, 2 - 26 minggu, bisa juga lebih.

    Dua puluh tahun lalu, VHC lebih dikenal sebagai virus non-A, non-B (penyakitnya pun lalu disebut hepatitis non-A, non-B). Baru pada tahun 1989 virus ini diidentifikasi dan pada tahun 1990 tes antibodi (anti-VHC) mulai dilakukan di seluruh dunia guna membantu menyingkap penderita hepatitis C ini.

    Umumnya, virus hepatitis C terdeteksi dari hasil tes darah yang menunjukkan kadar enzim hatinya tinggi. Atau, saat seseorang dites sebagai donor darah, tampak adanya antibodi hepatitis C positif. Hepatitis C akut gejalanya sama seperti hepatitis lain. Sedangkan yang kronis sangat samar, paling-paling hanya seperti orang sakit maag ditambah kondisi badannya cepat letih.

    Diprakirakan 85% dari 150.000 orang yang terinfeksi VHC setiap tahun di AS, berkembang menjadi hepatitis C kronis. Sekitar 50% kasus yang terinfeksi akan menjadi kronis dan 20% menjadi sirosis hati. Di Indonesia, menurut Sulaiman, angka hepatitis C cenderung terus meningkat karena kini lebih banyak dan cepat terdeteksi lewat pemeriksaan check up. "Darah transfusi bagi penderita penyakit darah seperti demam berdarah, thalasemia atau untuk kepentingan pembedahan, memang semula hanya diteliti pencemarannya oleh VHB saja, belum VHC," kata Sulaiman. "Kini kami harus lebih waspada."

    Penularan VHC pada dasarnya sama seperti VHB, tapi dalam kenyataan di negara berkembang seperti Indonesia, VHC tidak hanya ditemukan di lingkungan masyarakat dengan tingakt sosio- ekonomi lemah, tetapi di semua lapisan masyarakat. "Selain faktor higienitas, tertukar atau saling pinjam barang pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dapat menjadi penyebab lain, walaupun penularannya tidak semudah virus hepatitis B," tambah Sulaiman.

    Sementara itu di Jepang, di mana faktor higienitas sangat diperhatikan, selain memang kecenderungan ras, faktor homoseksualitas (penularan melalui luka pada ****), kebebasan seks (penularan melalui selaput lendir), morfinis (suntikan), menjadi penyebab utama.

    Kapan saat awal terkena hepatitis C, sulit ditentukan. Yang jelas, hepatitis C kronis terus berkembang secara perlahan-lahan dalam kurun waktu cukup lama (20 - 30 tahun sampai timbul gejala sirosis nyata). Di Indonesia, penyakit ini mulai banyak diteliti awal tahun 1990-an.

    Seperti juga hepatitis B, penderita hepatitis C juga berpotensi menderita kanker hepatoseluler (kanker hati), yakni jenis kanker primer hati. Munculnya kanker tidak bisa dipastikan, mungkin sampai 20 - 30 tahun setelah terinfeksi virus tersebut. Penderita kanker hati karena VHC, biasanya menderita hepatitis kronis atau sirosis hati sebelumnya.
    Basmi dengan interferon

    Seperti VHB, VHC juga dicoba dibasmi dengan interferon alfa-2b. Dokter biasanya memberikannya seminggu tiga kali selama enam bulan. Setelah enam bulan diobati, menurut ahli AS, 40% menunjukkan perbaikan kadar ALT (serum alanine aminitransferase). Namun dari angka tersebut, 60% kambuh kembali setelah pemberian interferon dihentikan. Jadi, hanya sekitar 10 - 15% yang benar-benar dikatakan sembuh. Mengutip penelitian Dr. L. Lesmana dkk. dari RSCM, Sulaiman menyatakan, setelah pemberian dosis tiga juta unit interferon rekombinan alfa-2b secara subkutan (di bawah kulit) selama 24 minggu (setiap minggu diberikan tiga kali), diperoleh hasil pada 29 pasien sebagai berikut:

    * respons lengkap pada 15 kasus( 50%).
    * respons parsial pada 6 kasus (22%).
    * tak ada respons pada 6 kasus (22%).
    * 4 kasus kambuh setelah 6 bulan (17%) dari yang responsif.
    * dari 25 kasus, 2 kasus( 8%) anti-VHC-nya bisa hilang.

    Hasil itu cukup menggembirakan. Sedangkan penelitian Lino dkk. (1994) memperlihatkan, dosis sampai 9 - 10 juta unit, diberikan setiap hari selama 2 - 4 minggu, dilanjutkan seminggu tiga kali, hasilnya semakin baik. Menurut Sulaiman, memang masih sulit mengatakan dengan tepat hasil pengobatan dengan interferon ini. Penderita hepatitis C yang harus disuntik sampai 144 kali pun belum bisa dijamin kesembuhannya. Padahal, sekali injeksi menghabiskan sekitar Rp 100.000,- atau lebih!

    "Timing pemberian interferon harus tepat," tegas Sulaiman. "Kalau virusnya sedang 'ngumpet', akan percuma hasilnya. Jadi, sewaktu dites virusnya sedang aktif (kadar SGOT-SGPT tinggi), bisa langsung 'ditembak' dengan interferon. Dengan begitu hasilnya menjadi lebih responsif. Sebab, pada saat tepat ini imun tubuh menyadari bahwa virus sebagai musuh, bukan teman."

    Penderita bisa saja diobati untuk kedua kalinya. Efek sampingan sementara dari pemakaian interferon antara lain adanya rasa seperti sakit flu, depresi, sakit kepala, dan nafsu makan berkurang. Efek sampingan seperti gejala flu ini sebenarnya bisa dikurangi dengan minum obat penurun panas.

    Interferon memang bukan tanpa efek sampingan lain karena, selain efek sampingan sementara, dikhawatirkan dapat mendesak sumsum tulang sehingga timbul masalah pada sel darah putih dan platelet (trombosit). Sebab itu, selagi mendapat pengobatan interferon, jumlah sel darah putih, platelet, dan enzim hati perlu terus dipantau. Sebenarnya, biopsi hati (pengambilan jaringan hati tanpa pembedahan) perlu dilaksanakan sebelum pengobatan, agar tingakt kerusakan hati diketahui dengan tepat.
    Virus D sampai G

    Belakangan, banyak ahli menyinggung munculnya virus-virus hepatitis lainnya yakni D, E, F, dan G, walaupun prevalensi kejadiannya masih terbilang langka. Seorang ahli AS menyatakan, perkembangbiakan VHD memerlukan dukungan VHB. Artinya, hepatitis D baru dapat muncul akut bahkan menjadi sirosis pada carrier hepatitis B. Sebab itu, kombinasi hepatitis B dan D dikatakan lebih ganas. Di negara-negara maju, pengidap hepatitis D yang terbanyak di kalangan pemakai obat bius (drugs).

    Sedangkan hepatitis E masih lebih jarang penderitanya. Tapi sifat virusnya seperti virus hepatitis A (lihat boks) yang gampang ditularkan melalui makanan atau minuman tercemar. Di negara-negara sedang berkembang, banyak wanita hamil terserang hepatitis E dan sulit disembuhkan.

    Seperti hepatitis A, hepatitis E tergolong ringan dan dapat disembuhkan secara total. Namun anehnya, pada wanita hamil sering kali hepatitis E menjadi ganas. Livernya secara mendadak mengkerut seperti mengalami sirosis. Di Indonesia VHE pernah mewabah di Sintang, Kalimantan Barat, pada 1987.

    Akan halnya virus hepatitis F dan G, belum banyak diteliti dan masih sangat jarang penderitanya di Indonesia. Tapi sifatnya mirip dengan VHB dan VHC, yakni bisa menjadi kronis dan ganas.
    Istirahat dan makan seimbang

    Hepatitis tipe apa pun yang diidap, mensyaratkan penderitanya untuk beristirahat cukup dan berobat secara teratur. Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi seimbang. Makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam. Pengurangan konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah akumulasi cairan dalam rongga peritoneal serta mencegah pembengkakan pergelangan kaki. Penderita juga tidak dilarang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral sepanjang belum terjadi kerusakan hati. Untuk mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga, hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter.

    Sementara penderita sirosis hati perlu melakukan disiplin ketat dari segi makanan, pengontrolan penyakit, maupun kegiatan sehari-hari. Olahraga yang disarankan hanya sebatas jalan kaki. Dengan disiplin ketat ini diharapkan keadaan hati akan membaik.

    Penularan virus hepatitis huruf mana pun memang sulit dielakkan. Sebab itu, pemeriksaan darah di lab secara periodik tidak ada salahnya dilakukan agar virus yang diam-diam nyelonong cepat diketahui sedini mungkin. Penyakit bukan untuk ditakuti tapi sedapat mungkin dicegah. Dengan hidup teratur dan higienis, makan makanan seimbang, mudah-mudahan daya tahan tubuh mampu menendang datangnya virus-virus bandel ini! (Nanny Selamihardja/G.Sujayanto)

  2. Hot Ad
  3. #2
    tin-ton's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Milan-Net
    Posts
    3,609
    Points
    5,059.88
    Thanks: 2 / 8 / 8

    Default

    Duh kk gwe pusing bacanya

    Tapi klo di imunisasi waktu kecil ada kemungkinan tertular gak pas dewasa?

    Atau kita musti re-imunisasi setiap brp thn sekali ?
    diapus sama yang punya

  4. #3
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    like hell i'm reading the story. disingkatin aja

  5. #4
    -LichKing-'s Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Pondok Gede, Bekasi.
    Posts
    2,334
    Points
    2,709.50
    Thanks: 18 / 51 / 37

    Default

    susah wa biasanya kalo baca2 artikel yang "Singkat Padat dan jelas" tapi uda kubaca semua lho....
    Jadi momod ga usa ngemis cendol.

  6. #5
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    thx for the info. akhirnya selse jg *_*

  7. #6
    -[N]o[S]-'s Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    Alone In The Dark With My Shadow.......
    Posts
    1,090
    Points
    1,315.60
    Thanks: 0 / 3 / 3

    Default

    Iya nih, gw jg mau tanya:

    1, sama kaya si tinton, gw udah pernah imunisasi, tapi masi mungkin kena ga yah??
    2, gw kalo ke dugem kan sering "minum", ama "neken", skarang "neken"nya dah kurang, tapi "minum"nya yang gak isa kurang.. Nah pertanyaannya, apa yg nyebabin "minum" jadi hepatitis?? kan denger2 kalo sering "minum" isa kena hepatitis??
    lagi ga pengen pake siggy --a

  8. #7
    MimiHitam's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Posts
    9,242
    Points
    16,524.95
    Thanks: 14 / 58 / 42

    Default

    1, sama kaya si tinton, gw udah pernah imunisasi, tapi masi mungkin kena ga yah??
    biasanya sih kaga. tapi Tuhan yg nentuin. siapa tau jebol ato apa

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •