Results 1 to 8 of 8
http://idgs.in/256333
  1. #1

    Join Date
    Oct 2008
    Posts
    830
    Points
    885.10
    Thanks: 1 / 6 / 6

    Default Edit Org punya comment y

    Kebanggaan
    Ada dua hal yang buat saya bangga pada papaku. Pertama dia seorang anggota
    Densus 88.

    Papa terlihat gagah, baik dalam pakaian tempur yang memakai topi baja, maupundalam pakaian dinas harian yang dilengkapi baret berwarna ungu. Papa telah bertempur membantai ******* seperti Noordin M Top.

    Kebanggaanku kedua adalah dengerin bunyi siulnya. Hampir semua warga di Kelapa Gading tempat ayah dan ibuku menyewa sebuah rumah apartement mengenal dan juga menyukai suara siulnya. Banyak lagu yang dia mainkan lewat siulnya. Namun yang paling aku sukai adalah siulnya saat memainkan lagu Poco-Poco.

    Begitu suara siulnya selalu berbunyi setiap malam bahkan saat hujan atau gerimis, saat dia pulang dari kantornya menaikki motor Harley Davidsonnya.

    Kegiatan setelah papa berada di ruang tamu rumah kami, yang sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga dan ruangmakan, sudah hafal di luar kepalaku. Papa akan duduk di kursi tua yang sudah jelek di ruang tamu itu. Kemudian memanggilku untuk membukakan sepatu dinasnya. Membuka tali sepatunya yang bolong-bolong.

    Lalu memijat kakinya. Malam hari tugasku pula menyemirkan sepatunya. Menggosok pistol ayah untuk dipakai ayah bertugas besok pagi. Tugas rutin itu kulakukan dengan senang hati dari dulu sampai sekarang.

    Aku bangga pada papaku yang menjadi anggota Densus88, pasukan tempur kepolisian. Bangga pada siulnya yang mempersona, terutama saat mendendangkan lirik lagu Poco-poco.

    Tapi itu dulu sekali. Saat aku masih duduk di bangku SMP. Sekarang, sejak aku SMA, terutama ketika ujian akhir, kebanggaan pada sosok papa yang gagah dalam pakaian dinas hilang. Kebanggaanku pada siulnya yang berbunyi di sore atau malam hari saat dia pulang bertugas, tak peduli apa lagi lagu yang dia siulkan, hilang . Yang tersisa adalah perasaan benci dan marah.

    Penyebabnya adalah pembicaraan ayah dan ibu di suatu malam.

    Hari sudah malam, hujan yang turun sejak sore masih belum selesai. Karna besok ada ulangan ilmu pasti, saat itu aku masih belajar di kamarku, dengan penerangan lampu gelap. Dari kamar ayah dan ibu, yang hanya tertahan dinding papan dengan kamarku, pelan-pelan kudengar ibu menangis. Kemudian kata-kata ibu yang diucapkan perlahan.

    “Aku tidak minta baju atau perhiasan. Aku tahu gaji papa kecil. Tapi, uang yang saya terima habis untuk bayar sewa rumah, membayar uang sekolah dan sesekali memberi Rahman uang jajan. Sisanya untuk makan hari demi hari tak cukup. Walaupun hanya untuk beli minyak lampu, ikan asin, minyak goreng, tahu dan tempe. Saya harus utang di warung tetangga. Tahun demi tahun seperti itu tentu gak baik untuk pertumbuhan anak. Saya tahu papa menyuruh saya berhemat. Tapi uang yang akan dihemat itu benar yang tak ada,” ujar ibu.

    Lama tak ada suara. Kemudian kudengar papa menarik nafas panjang dan berat. Bangkit dari tempat tidur.

    “Uang mana lagi yang harus aku berikan selain gaji? Aku tak pandai dan tak mau memeras masyarakat untuk meminta uang. Aku juga tak bisa menangkap orang-orang yang menyelundupkan getah ke Singapura. Aku bukannya tak tahu gajiku tak mencukupi untuk kehidupan kita. Tapi aku tak punya keahlian lain untuk mencari tambahan,” kata ayah perlahan.

    PIKIRANKU selalu bingugn oleh pertengkaran ayah dan ibu malam itu. Aku kemudian mulai membanding-bandingkan kehidupan kami dengan kehidupan beberapa orang anak anggota Densus88 teman papa, yang sama-sama satu SMA denganku. Aku tak perlu datang ke rumah mereka untuk melihat perbedaan. Cukup melihat keseharian mereka di sekolah. Dari sana sudah bisa terlihat perbedaan yang mencolok antara kehidupan keluarga kami dengan mereka.

    Paling tidak ada tiga orang anak Densus88 yang sama-sama sekolah denganku. Dua lelaki, satu wanita. Pangkat ayahku dengan ayah mereka setara. Kalau di ketentaraan sama-sama berpangkat kopral. Mereka ke sekolah memakai sepeda. Sementara aku harus berjalan kaki menempuh jarak tiga kilometer dari rumah ke sekolah. Namun yang paling mencolok adalah pakaian. Baju atau celana yang kupakai pasti ada tambalannya. Kalau baju ditambal pada krah bahagian leher, kalau celana pada bahagian pantat. Mereka tak pernah sekalipun kulihat memakai pakaian yang bertambal.

    Dari perbedaan itu ada perasaan tak bagus mengenai ayah, yang menyelusup diam-diam ke dalam hatiku. Aku berpikir ayah pasti mempunyai gaji lebih dari gajinya. Sebagaimana teman-teman sepasukannya, yang anaknya satu sekolah denganku. Perasaan tak bagus itu hari demi hari mengumpul menjadi perasaan benci. Akibatnya, jika sore-sore kudengar alunan siulnya di ujung apartemen di mana kami tinggal, aku segera membereskan buku. Menyelusup lewat pintu belakang. Cabut ke rumah teman atau ngeluyurdan begadang di Pasar Bawah atau di Pasar Pusat.

    Hal itu kulakukan untuk menghindari pekerjaan rutin yang kini membuat dadaku sesak. Membuka sepatu dan kaos kaki ayah, kemudian memijati kakinya. Malamnya menyemirkan sepatu lars, kopelriem dan membrasso bahagian kuningannya sampai berkilat. Kini, untuk menghindar dari pekerjaan yang tak kuinginkan itu aku sering tidur di rumah teman dengan alasan belajar, karena ujian akhir sudah dekat.

    Kendati semuanya bohongku belaka. Yang kulakukan adalah menghindar dari rumah, karena dongkol dan marah pada ayah. Namun ibu ternyata mengetahui alasan perubahan sikapku. Bahwa aku jarang di rumah karena tak ingin membuka sepatu dan memijit kaki ayah. Wanita berhati tabah dan penuh kasih sayang itu menasehatiku agar tidak meneruskan perlawanan diam-diamku kepada ayah. Aku tidak menolak tapitidak pula mengiyakan nasehat ibu. Sampai suatu malam, waktu itu kami bertiga sedang makan.

    Di meja ada telur dadar, ada tempe goreng, ada tumis kangkung dan tahu. Wuah mewah benar. Belum tentu sekali setahun dapat makan semewah ini di rumah kami. “Kalau lulus aku masuk masuk kedokteran di Padang…” ujarku tanpa kata pembukaan apapun. Ayah dan ibu menatapku.

    “Bagus… belajar yang rajin,” kata ayah pendek, sambil menyuap.

    Sambil mengunyah aku melanjutkan, bahwa kalau lulus tes untuk masuk ke kedokteran harus membayar sejumlah uang.

    Saat kusebutkan jumlah uang yang wajib dibayar pada saat mendaftar setelah lulus testing, tangan ayah yang akan menyuap terhenti tiba-tiba. Dia bertukar pandang dengan ibu. Kendati peristiwa itu hanya sesaat, namun aku melihatnya dengan jelas. Setelah itu ayah kembali makan.

    Hanya saja, biasanya dia makan sampai dua kali bertambah.Kali ini tak sekalipun. Perkataanku tentang jumlah uang yang harus dibayar untuk bisa menjadi mahasiswa kedokteran seperti mematahkan selera makannya. Aku tak peduli, yang jelas keinginanku sudah kusampaikan. Sebagai seorang ayah dia harus memenuhi kewajibannya.

    Aku sendiri sebenarnya tak peduli dengan sekolahku. Jangankan soal bisa atau tak bisa masuk kedokteran, bagaimana lulus ujian saja tak kupikirkan. Ketidak-pedulian itu dapat dilihat dari aktifitasku sehari-hari. Dalam seminggu paling tidak ada dua atau tiga hari aku bolos sekolah. Aku lebih suka keluyuran denganBoby, teman sekelasku yang ayahnya bekerja di Kantor Pajak. Mereka tinggal di rumah dinas di Komplek Janur Elok,sekitar satu kilometer dari rumahku.

    Hidup keluarganya tak cuman kaya, tapi melimpah ruah. Aku sering nebeng minjam baju, celana atau sepatu Boby.

  2. Hot Ad
  3. #2
    Jin_Botol's Avatar
    Join Date
    Aug 2007
    Location
    Jakarta "Kota 3in1"
    Posts
    1,111
    Points
    1,058.00
    Thanks: 30 / 38 / 24

    Default

    itu ceritanya mmg putus ato gmn y?
    Gemini, The Two-Facets Personality

  4. #3

    Join Date
    May 2009
    Posts
    69
    Points
    82.00
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    ini sambungan atau cuma gini doang???bingung soalnya...banyak yang janggal...

  5. #4
    True_Thunder's Avatar
    Join Date
    Jul 2007
    Location
    PertiGa'an Deket SMP Kha-ShoeS
    Posts
    521
    Points
    677.90
    Thanks: 1 / 1 / 1

    Default

    Sabar kk,

    Smuanya akan ad indah pada waktunya...

    Yakinlah...

  6. #5
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    ini judulnya emang kek gini apa gimana ya ?

    trus ceritanya emang putus ya??


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  7. #6

    Join Date
    Oct 2008
    Posts
    830
    Points
    885.10
    Thanks: 1 / 6 / 6

    Default

    judul set up sndiri..lanjutan cr8 sndiri di imaginasi kan hahahaha

  8. #7
    open_closed's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Indonesia Raya
    Posts
    848
    Points
    1,088.90
    Thanks: 1 / 0 / 0

    Default

    ha..?
    pake imajinasi sendiri ?
    ga seruu dong...
    --aa
    Percayalah pada keajaiban tetapi jangan tergantung padanya

  9. #8

    Join Date
    Oct 2008
    Posts
    830
    Points
    885.10
    Thanks: 1 / 6 / 6

    Default

    justru seru ad bnyk cerita hahaha..ntr klo ad wktu gw bkin kelnjutannya deh hahaha

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •