Menyongsong Pemilu 2009
Seberapa pentingkah pemilu bagi anda?
Barangkali pertanyaan sederhana inilah, yang pada saat ini tengah menjadi kajian banyak kalangan.
Persiapan pemilihan umum (pemilu) tahun 2009 bisa jadi tidak sebaik Pemilu 2004.
Sekarang, bayangkan jika pemilu mendatang digelar April 2009. Hitungan dari sekarang, waktu yang tersedia kurang dari tiga tahun. Lalu, apakah cukup waktu dua tahun (setelah KPU terbentuk) untuk mempersiapkan Pemilu 2009?
Siapa dan bagaimanakah capres serta cawapres pilihan anda ?
Lalu siapa saja yang akan mencalonkan diri sebagai capres dan wapres?
Kandidat pemilu:
Susilo Bambang Yudhoyono
Megawati
Sutiyoso
Hamengku Buwono X
Wiranto
Hidayat Nurwahid
Dien Syamsudin
Agung Laksono
Ratna Sarumpaet
Berita terkait:
Cari Cara Melumpuhkan Kompetitor
(berpolitik.com): Tiap pemilu selalu ganti undang-undang. Tujuannya tak lain agar sistem dan prosedurnya bisa menguntungkan. Tak heran jika kemudian parpol begitu sengit mempertengkarkan pasal demi pasal.>
(berpolitik.com): Tiap pemilu selalu ganti undang-undang. Tujuannya tak lain agar sistem dan prosedurnya bisa menguntungkan. Tak heran jika kemudian parpol begitu sengit mempertengkarkan pasal demi pasal.
Terakhir, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang melemparkan wacana tentang perubahan cara menyoblos. Menurut Kalla, sistem coblos gaya Indonesia dianggap sudah ketinggalan jaman. Dia lantas mengusulkan agar proses memilih diganti dengan cara menulis nama kandidat atau partai politik yang jadi pilihannya.
Menurut Kalla, mayoritas pemilih di Indonesia tidak buta huruf. Berdasar data Departemen Pendidikan Nasional, hanya tujuh persen rakyat pemilik hak pilih yang buta huruf. Jumlah itu pun diperkirakan turun menjadi lima persen pada 2009. "Memang ada lima persen orang yang buta huruf. Tapi, saya yakin, dia tidak buta angka. Buktinya, dia bisa belanja pakai uang dan tidak keliru nominalnya," katanya sebagaimana dikutip media massa.
Dibalik alasan penghematan yang bisa dilakukan KPU, tak sedikit yang mencurigai adanya motif tersembunyi dibalik usulan tersebut. Tepatnya, Golkar ditengarai punya agenda terselubung. Tapi, apa tepatnya? Hasil studi kuantitatif yang dilakukan Aris Ananta dkk terhadap hasil pemilu 1999 lalu bisa memberi sedikit jawaban. Menurut Ananta (2003), secara keseluruhan Golkar memperoleh banyak suara dari pemilih yang berpendidikan SMA ke atas. Diperkirakan, kecenderungan ini tak terlalu berubah pada pemilu 2004 dan juga pada pemilu 2009.
Selain soal cara penyoblosan, juga berkembang wacana untuk mengurangi jumlah kursi yang diperebutkan pada tiap daerah pemilihan. Jika sebelumnya tiap dapil memperebutkan 3-12 kursi, pada pemilu 2009, PDIP dan Golkar mengusulkan agar jumlah kursinya dikurangi menjadi 3 - 6 kursi saja. Jika ini yang terjadi, bisa dipastikan jumlah partai politik yang bakal lolos electoral threshold bakal berkurang drastis dari 7 partai politik menjadi 3-5 partai politik saja.
Terkait dapil ini, sebelumnya Golkar juga pernah melansir gagasan mengenai perbanyakan jumlah daerah pemilihan (dapil). Jika pada pemilu 2004 hanya ada 69 dapil, pada pemiu 2009 mendatang mereka sempat mengusulkan jumlah dapil tiga kali lipatnya. Jika dapil diperbanyak maka cakupan wilayah pemilihannya semakin kecil. Jadi, sekadar contoh, bila sebelumnya satu kursi DPRD tingkat II merupakan akumulasi suara di 3 kecamatan kelak dengan usul Golkar ini satu kursi DPRD cukup diperebutkan dari 1 kecamatan saja.
Berita baiknya, keterhubungan antara pemilih dengan calon legislatif bakal lebih rapat sehingga layanan konstituensinya juga bisa lebih baik.Berita buruknya, perbanyakan dapil secara teoritis hanya akan menguntungkan partai-partai besar seperti Golkar dan juga PDIP. Yang paling dirugikan adalah partai-partai yang mempunyai konsentrasi suara terbatas di sebuah daerah saja seperti PKB yang kerap disebut sebagai "partai Jawa Timur".
Verifikasi Sebagai Alat Penjegal?
Bagi partai-partai baru, momoknya terkait persyaratan partai politik dan penetapan Electoral Threshold. Menyangkut persyaratan, ada tendensi untuk menghambat masuknya para pesaing, lebih spesifik lagi pesaing yang mungkin menggrogoti suara partai yang sudah eksis. Dalam konteks inilah, umpamanya, pernyataan Ketua Panitia Khusus UU Parpol Ganjar Pranowo bahwa pemerintah harus segera melakukan verifikasi terhadap parpol sudah mendaftar ke Depkum HAM dinilai sebagai upaya menjegal partai-partai berhaluan nasionalis. Jika verifikasi dilaksanakan saat ini, bisa dipastikan beberapa partai pecahan PDIP seperti Partai Demokrasi Pembaruan bakal tak lolos verifikasi. Apalagi, partai pecahan ini kini justru terbelit konflik internal.
Sejauh ini, pemerintah sepertinya enggan melakukan verifikasi karena menganggap landasan hukumnya masih digodok DPR sebaliknya Gandjar menganggap pemerintah masih tetap bisa memakai UU 12 Tahun 2003. Selain soal landasan hukum, pemerintah juga beralasan pelaksanaan verifikasi saat ini bakal memboroskan uang negara. Ini terutama terjadi jika persyaratan parpol dalam UU yang baru berbeda dengan UU yang ada saat ini.
Masih terkait verifikasi, sejumlah partai politik baru punya permintaan agar verifikasi cukup dilakukan satu kali. Pertimbangan mereka, pelaksanaan verifikasi satu kali akan menghemat uang negara. Yang tak disebutkan, verifikasi satu kali akan lebih memudahkan mereka dan sekaligus menghemat uang mereka juga. Sebaliknya, sejumlah pentolan partai yang kini eksis berkilah verifikasi dua kali dimaksudkan agar partai-partai baru tak terlalu berat menjalani prosesnya. Jika disekaliguskan, dalam hal ini hanya dilakukan oleh KPU, partai-partai baru dinilai bakal kesulitan. Soalnya, persyartan parpol sebagai badan hukum dipastikan bakal lebih ringan ketimbang persyaratan sebagai peserta pemilu. Logika elit partai yang sudah eksis, dua tahapan verifikasi ini memudahkan partai baru.
Bagi partai-partai eks 2004 yang tak lolos electoral threshold juga berkembang wacana bahwa mereka semestinya tak mesti menjalani verifikasi kembali. Sebaliknya, partai-partai yang lolos threshold bersikeras parpol yang tak lolos ET harus kembali mejalani verifikasi kecuali kalau mereka melakukan penggabungan sebagaimana kelak akan diatur dalam UU politik yang baru.
Begitulah, hari hari ke depan, kita sepertinya bakal disuguhi kontestasi yang makin alot. Masing-masing partai politik bakal mengeluarkan jurus yang menguntungkan dirinya dan sekaligus memperlemah posisi pesaingnya. Tapi, karena ini politik, dapat dipastikan mereka bakal melakukan kompromi. Kita tunggu saja.
http://www.berpolitik.com/static/int...news_8678.html
Bagaimana menurut ANDA
Referensi:
* http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilu_2009
Share This Thread