VIVAlife – Berbalut kaus oblong putih, celana cokelat muda, dengan kalung berliontin di lehernya, Aaron Craze hadir di Hotel Le Meridien, Jakarta, dua pekan lalu. Malam itu dia unjuk kebolehan di meja yang sarat alat masak.

Nama Aaron Craze mungkin jarang didengar di sini. Tetapi ia adalah seorang chef tenar. Namanya melambung sejak menjadi juara di program Jamie Oliver dan Rude Boy Cooks. Sebagai hadiahnya, ia diberi kesempatan membuka pub dan restoran The Cock Inn. Selain membawakan acara Rude Boy Food, yang membahas jajanan pinggir jalan, Aaron juga pernah menulis buku resep Italia 'Aaron Cooks Italian'.

Kunjungannya ke Indonesia adalah sebagai bagian dari tur ‘Aaron Craze: Rude Boy Cooks’. Selain unjuk kelihaian masakannya, Poached Barramundi with Yellow Darwin sauce and Pak Choi. Craze juga berbagi cerita pengalamannya yang pahit, saat di London, Inggris, pada 40 tamu yang hadir di jamuannya malam itu.

Gonta-ganti pekerjaan

Craze tak pernah menyangka kalau dirinya akan menjadi chef. Dalam hidupnya ia tak pernah bermimpi menjadi juru masak. Dia sempat bekerja serabutan untuk menghidupi istri dan dua putrinya. “Saya akan lakukan apapun untuk membiayai hidup,” ujarnya. Pekerjaan terakhirnya adalah penjual karpet.

Pada 2007, hidupnya berubah drastis. Ketika itu istrinya, Nicci, diam-diam mendaftarkan dirinya ke ajang kompetisi memasak yang digelar oleh Jamie Oliver. Bahkan, sang istri menuliskan namanya Harun, bukan Aaron Craze.

Tanpa pengalaman di industri makanan, dan hadir menjadi pemenang utama mengejutkan semua orang. Craze tentu bangga jadi juara di kompetesi itu. Tapi, ada yang lebih penting dari sekadar bertanding. “Aku bahagia bukan karena jadi juara, tapi karena aku bisa berikan kehidupan yang layak buat anak-anak,” ujarnya. Itu semacam pencapaian tertinggi dalam hidupnya.

Broken home

Belajar dari masa kecil, menjadi alasan Craze ingin memberikan kehidupan terbaik bagi dua putrinya. Lahir dari keluarga yang kurang beruntung di barat London, Craze putus sekolah pada usia muda 15 tahun. Ia pernah mendapatkan pekerjaan dengan upah rendah sebagai buruh pabrik, dan tukang kebun di pemakaman Mortlake.

“Dahulu ayah saya adalah pemabuk,” ujarnya. Untuk bertahan hidup, dia harus melakoni berbagai jenis pekerjaan mendapatkan uang.

Masa kecil yang pahit membuat dia berbeda dengan celebrity chef lainnya. Mereka bisa mendapatkan pendidikan layak untuk bisa mewujudkan cita-citanya. Sedangkan, Craze baru mengenal bahan-bahan dapur dan teknik memasak, saat dia mengikuti ajang lomba masak-memasak. Craze masih mengingat jelas, senjata andalan hanyalah pisau. Yang ia tahu hanya bagaimana memotong makanan bukan mengolahnya.

Craze sadar, dia punya bakat memasak ketika ia mendapat pelatihan dari Jamie Oliver. Mulai saat itu, ia menghabiskan waktunya 16 jam sehari, untuk terus mengasah kemampuannya mengolah makanan.

Meski begitu, Craze tak pernah mengaku minder dengan kehidupan masa lalunya. Pengalaman hidup bertemu banyak orang membuat dirinya mudah bersosialisai dengan siapa pun. “Inilah yang membuat saya tak gugup saat harus masak di depan orang banyak, meski itu untuk pertama kali.”

Anak-anak: inspirasi

Craze mendapatkan semangatnya dari dua putrinya. “Anak-anak adalah inspirasi saya. Lelaki 35 tahun itu mengatakan rela menghabiskan waktu belasan jam di dapur setiap hari, agar dua malaikat kecilnya, Lea dan Molly, bisa senang hidupnya.

Sukses menjadi seorang celebrity chef, dia tak berharap dua putrinya itu mengikuti jejak hidupnya. Tapi dia sadar, anak sulungnya Lea, mulai gemar membaca buku resep dan memasak pasta.

"Lea tumbuh dengan cepat. Ia bisa memasak sendiri seperti tanpa berpikir. Berbeda dengan adiknya, Molly, yang pemalas dan kerjanya cuma makan mie," cerita Craze sambil tersenyum. Mengetahui ayahnya mampir ke Asia, Molly pun meminta oleh-oleh mie.

Masak di atas roaller coaster

Enam tahun berprofesi menjadi chef, pecinta masakan Italia ini punya banyak pengalaman seru. Mulai dari masak dengan teknik ekstrem, dan tak pernah dibayangkan semua orang, hingga berhadapan dengan para selebritis dunia.

Hal paling gila dilakukannya adalah memasak telur mata sapi di atas roaller coaster. “Saya tak menyangka jika akan memasak di ketinggian 100 kaki,” ujarnya. Aksi ini ia lakukan, ketika dia terlibat Big & Fresh Eggstreme. Roaller coaster dipilih karena dirinya ingin menunjukkan kepada orang-orang, bahwa memasak telur adalah hal menyenangkan yang dapat dilakukan di mana saja. “Saya hanya memakai wajan dengan pemanas untuk membuatnya.”

Ada banyak pengalaman lain yang menarik selama enam tahun dia menjadi chef. Craze, misalnya, pernah menjadi tim masak untuk kru konser bintang rock Bon Jovi. Ada insiden yang tak dilupakannya: tabung gas meledak, dan asap memenuhi area VIP. Ini pengalaman memalukan sekaligus berharga.

Ia juga bercerita, tak pernah mengalami kendala dalam memasak. Tapi berhadapan langsung dengan selebritis Hollywood, kerap membuat dirinya panik dan gugup. Hal ini pernah ia rasakan saat baru memulai kariernya,

"Waktu itu Jamie pernah mengadakan jamuan makan di mana saya memasak makanannya. Tamu-tamu yang hadir membuat saya kaget dan panik. Banyak artis-artis Hollywood yang datang seperti Robert De Niro, Brad Pitt, dan Leonardo Di Caprio."

Hadiah dikembalikan

Cerita paling menarik saat nasib Craze berubah gara-gara istrinya, Nicci, mendaftarkannya berpartisipasi dalam reality show "Jamie Chef", yang difilmkan di sebuah restoran di timur London oleh koki terkenal di dunia, Jamie Oliver. Restoran ini didirikan di bawah yayasan sosial bernama "Fifteen".

Jamie melatih dan mengembangkan ketrampilan kuliner anak-anak dan remaja yang kurang beruntung. Aaron lulus dari "Fifteen" dengan hasil cemerlang, ia disebut sebagai calon penerus Jamie, dan sebagai hadiah dari keberhasilannya mengikuti kompetisi ini, ia dianugerahi £ 120.000 mendirikan sebuah bisnis dan lisensi untuk sebuah pub senilai £ 00.000.

Menjadi jutawan dalam waktu terbilang singkat, tak membuat Craze tergiur dengan kemewahan. Ia lebih memilih belajar masak di Italia dibandingkan harus menjalani kehidupan di pub. Bagi dia, mengolah pub bukanlah hal mudah. “Saya harus belajar manajemen,” ujarnya. Dia tak terlalu mengerti hal itu, jadi dengan berat hati pub itu akhirnya dikembalikan pada Oliver.

Alasan lain yang membuat Craze mengembalikan pub itu adalah masa kecilnya. Hidup dengan seorang ayah pemabuk membuat dirinya trauma dengan minuman keras. “Ia harusnya menjaga saya, bukan menghabiskan waktu di pub.”

Salah satu acara yang dibawakan Craze dalam Asian Food Chanel adalah “Rude Boy Food.” Tema ini dipilih karena kecintaannya pada ‘jajanan’ pinggiran’. Bahkan dia sempat meminta orangtua temannya membuatkan makanan jenis itu.

Baginya, kuliner pinggir jalan mencerminkan dirinya, di mana tak perlu banyak aturan dalam teknik penyajian. Rasanya enak dan kerap cocok di lidah publik. “Siapapun bisa memasak makanan pinggir jalan tanpa harus jadi chef," ujar Chef Aaron. (umi)

http://life.viva.co.id/news/read/423...-pinggir-jalan