Page 2 of 28 FirstFirst 12345612 ... LastLast
Results 16 to 30 of 417
http://idgs.in/730445
  1. #16

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 15
    gagah di dunia kang‐ouw untuk menjaga keselamatannya." Perubahan hebat
    pada diri kakek itu. Kini senyumnya bahkan lenyap dan mulutnya
    menyeringai penuh sikap mengejek, matanya berkilat‐kilat dan suaranya
    berubah kaku, ketus dan memandang rendah. "Anak‐anak kurang ajar!
    Apakah Si Tua Bangka Kui Bho Sanjin yang mengutus kalian?" "Guru kami
    tidak tahu‐menahu tentang ini. Kami kebetulan berada di daerah ini dan
    mendengar akan Sintong yang terancam bahaya, maka kami melihat
    Locianpwe lalu sengaja hendak bertanya. Tentu saja kalau Locianpwe tidak
    menghendaki Sin‐tong, kami pun sama sekali tidak kurang ajar dan kami
    mohon maaf sebanyaknya." "Aku memang menuju ke Hutan Seribu Bunga.
    Mengapa kalian menyangka bahwa aku akan mencelakai Sin‐tong?" Tiga
    belas pendekar Bu‐tong‐pai itu makin tegang. Kakek ini sudah mulai berterus
    terang, maka tiada salahnya kalau mereka bersikap waspada dan berterus
    terang pula. "Siapa yang tidak mendengar bahwa Pat‐jiu Kai‐ong sedang
    menyempurnakan ilmu iblis yang disebut Hiat‐ciang‐hoat‐sut (Ilmu Hitam
    Tangan Darah)?" Tiba‐tiba Kwat Lin berseru sambil menudingkan telunjuk
    kirinya ke arah muka kakek itu. Para suhengnya terkejut, akan tetapi ucapan
    telah terlanjur dikeluarkan dan memang dalam hati mereka terkandung
    tuduhan ini. Ilmu Hiat‐ciang hoat‐sut adalah semacam ilmu hitam yang hanya
    dapat dipelajari oleh kaum sesat karena ilmu ini membutuhkan syarat yang
    amat keji, yaitu menghimpun kekuatan hitam dengan jalan menghisap dan
    minum darah, otak dan sumsum anak‐anak yang masih bersih darahnya!
    Tentu saja bagi seorang yang sedang menyempurnakan ilmu iblis ini, Sintong
    mempunyai daya tarik yang luar biasa, karena darah, otak dan sumsum
    seorang bocah seperti Sin‐tong yang ajaib, lebih berharga dari darah, otak
    dan sumsum puluhan orang bocah biasa lainnya!. Tiba‐tiba kakek itu tertawa
    lebar. Hah‐hah‐hah‐hah, memang benar! Dan satu‐satunya bocah yang akan
    menyempurnakan ilmuku itu adalah Sin‐tong! Dan aku bukan hanya suka
    minum dan menghisap darah, otak dan sumsum bocah yang bersih, juga aku
    bukannya tidak suka bersenang‐senang dengan perawan cantik seperti
    engkau, Nona!" "Singggg! Singggg...!" Tampak sinar‐sinar berkilauan ketika
    pedang yang tiga belas buah banyaknya itu bergerak secara berbarengan dan
    tiga belas orang pendekar itu telah mengurung si Kakek yang masih tertawatawa.
    "Heh‐heh, kalian mau coba‐coba main‐main dengan Pat‐jiu Kai‐ong?
    Sayang kalian masih muda‐muda harus mati, kecuali Nona manis. Andaikata
    Si Tua Bangka Kui Bhok Sanjin berada disini sekalipun, dia juga tentu akan
    mampus kalau berani menentang Pat‐jiu Kai‐ong!" "Serbu dan basmi iblis
    ini!" Twa‐suheng itu berteriak dan mereka sudah menerjang maju dengan
    bermacam gerakan yang cepat dan dahsyat. Tiba‐tiba kakek itu
    mengeluarkan suara pekik yang dahsyat, pekik yang disusul dengan suara
    tertawa menyeramkan. Suara ketawa ini bergema di seluruh hutan, sehingga
    terdengar suara ketawa menjawabnya dari semua penjuru, seolah‐olah
    semua ***** dan iblis penjaga hutan telah datang oleh panggilan kakek itu.
    Hebatnya, suara pekik dan tertawa itu membuat tiga belas orang pendekar
    itu seketika seperti berubah menjadi arca, gerakan mereka terhenti dan

  2. Hot Ad
  3. #17

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 16
    untuk beberapa detik mereka hanya bengong memandang kakek itu dan
    jantung mereka seolah‐olah berhenti berdenyut. Twa‐suheng mereka yang
    bermuka gagah perkasa itu segera berseru, "Awas. Saicu‐hokang (Ilmu
    menggereng seperti singa berdasarkan khikang)!" Seruan ini menyadarkan
    para sutenya dan sumoinya. Mereka cepat mengerahkan sinking sehingga
    pengaruh Saicu‐hokang itu membuyar. Pedang mereka melanjutkan
    gerakannya. "Sing‐sing.... siuuuut.... trang‐trang‐trang..Heh‐heh‐heh!"
    Gulungan sinar pedang‐pedang yang menyambar ke arah tubuh kakek dari
    berbagai jurusan, dapat ditangkis oleh gulungan sinar tongkat hitam yang
    telah diputar dengan cepatnya oleh Pat‐jiu kai‐ong. Para pendekar Bu‐tongpai
    itu terkejut ketika merasakan betapa telapak tangan mereka menjadi
    panas dan nyeri setiap kali pedang mereka tertangkis tongkat. Hal ini
    menandakan bahwa Si kakek benar‐benar amat lihai dan memiliki tenaga
    sakti yang amat kuat. Juga tongkatnya yang kelihatan butut dan hitam itu
    ternyata terbuat dari logam pilihan sehingga mampu menahan ketajaman
    pedang di tangan mereka, padahal semua pedang di tangan Cap‐sha Sin‐hiap
    adalah pedang‐pedang pusaka yang ampuh. "Ha..ha..ha, inikah Ngo‐hengkiam
    (Ilmu Pedang Lima Unsur) dari Bu‐tong‐pai yang terkenal? Ha..ha, tidak
    seberapa!" Sambil menggerakan tongkatnya menangkis setiap sinar pedang
    yang meluncur datang, kakek itu tertawa dan mengejek. "Bentuk Sin‐kiam‐tin
    (Barisan Pedang Sakti)!" Teriak si Twa‐suheng melihat betapa kakek itu
    benar‐benar amat tangguh sehingga semua serangan pedang mereka dapat
    ditangkis dengan mudahnya. Tiba‐tiba tiga belas orang pendekar itu
    merobah gerakan mereka, kini mereka tidak lagi menyerang dari kedudukan
    tertentu, melainkan mereka bergerak mengurung dan mengelilingi kakek itu,
    sambil bergerak berkeliling mereka menyusun serangan berantai yang susul
    menyusul dan yang datangnya dari arah yang tidak tertentu. Diam‐diam
    kakek itu terkejut. Sejenak dia menjadi bingung. Kalau tadi mereka itu
    menyerangnya dari kedudukan tertentu, biarpun gerakan mereka tadi
    berdasarkan Ngo‐heng‐kiam, namun dia sudah dapat mengenal dasar Ngoheng‐
    kiam dan dapat menggerakan tongkat secara otomatis untuk
    menangkis semua pedang yang dating menyambar. Akan tetapi sekarang,
    sukar sekali menentukan dari mana serangan akan dating, dan gerakan
    mengelilinginya itu benar‐benar mendatangkan rasa pusing. Marahlah Pat‐jiu
    Kai‐ong. Tadi dia ingin mempelajari ilmu pedang Bu‐tong‐pai dan
    memperhatikan para pengeroyoknya sebelum membunuh mereka. Akan
    tetapi setelah mereka menggunakan Sin‐kiam‐tin dia tahu behwa mereka
    kalau dia tidak cepat mendahului mereka, dia bisa terancam bahaya. Tidak
    disangkanya bahwa Si Tua Bangka Kui Bhok San‐jin, ketua dari Bu‐tong‐pai
    dapat menciptakan barisan pedang yang demikian lihainya. Tiba‐tiba terjadi
    perubahan pada diri kakek ini. Tangan kirinya berubah menjadi merah sekali,
    merah darah! "Hati‐hati terhadap Hiat‐ciang Hoat‐sut!" Si Twa‐suheng
    berseru keras ketika melihat perubahan warna tangan kiri kakek itu. Pat‐jiu
    Kai‐ong tiba‐tiba mengeluarkan pekik yang amat dahsyat, lebih dahsyat
    daripada tadi dan tubuhnya mendadak membalik, tongkatnya menyambar

  4. #18

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 17
    dibarengi tangan kiri merah itu mendorong ke depan. "Prak‐prak...dessss!"
    Tiga orang pengeroyok menjerit dan roboh, dua orang dengan kepala pecah
    oleh tongkat, sedangkan seorang lagi terkena pukulan jarak jauh Hiat‐ciang
    Hoat‐sut, roboh dan tewas seketika dengan dadanya tampak ada bekas lima
    jari merah seperti terbakar, bahkan bajunya robek dan hangus. Itulah Hiatciang
    Hoat‐sut, pukulan maut yang mengerikan. Padahal ilmu itu masih
    belum sempurna, dapat dibayangkan betapa hebatnya kalau kakek ini
    berhasil menghisap darah, otak dan sumsum seorang bocah ajaib seperti Sintong!.
    Sepuluh orang pendekar Bu‐tong‐pai terkejut dan marah sekali.
    Mereka melanjutkan serangan dengan penuh semangat dan penuh dendam.
    Namun kembali Pat‐jiu Kai‐ong memekik dahsyat sambil bergerak
    menyerang, dan kembali tiga orang lawan roboh dan tewas. Serangan ini
    diulanginya terus, tidak memberi kesempatan kepada para pengeroyoknya
    untuk membebaskan diri. Empat kali terdengar dia memekik dahsyat seperti
    itu dan akibatnya, dua belas orang diantara Cap‐sha Sin‐hiap dari Bu‐tong‐pai
    itu tewas semua, tewas dalam keadaan masih menggurungnya dan yang
    masih hidup tinggal The Kwat Lin seorang! Hal ini memang disengaja oleh
    Pat‐jiu Kai‐ong dan kini sambil tersenyum mengejek dia menghadapi Kwat
    Lin. Dapat dibayangkan betapa perasaan dara itu melihat dua belas orang
    suhengnya telah tewas semua! Dua belas orang suhengnya yang selama ini
    berjuang sehidup semati dengannya, kini telah menjadi mayat yang
    bergelimpangan di sekelilingnya, seolah‐olah mayat dua belas orang itu
    mengurung dia dan Pat‐jiu Kai‐ong yang berdiri tersenyum di depannya.
    "Iblis busuk, aku akan mengadu nyawa denganmu!" Kwat Lin berseru
    mengandung isak tertahan. "Haiiiit.....!" tubuhnya melayang ke depan,
    pedangnya ditusukkan ke arah dada lawan dengan kebencian meluap‐luap.
    Namun dengan gerakan seenaknya kakek itu memukulkan tongkatnya dari
    samping menghantam pedang yang menusuknya. "Krekkk!" Pedang itu patah
    dan gagangnya terlepas dari pegangan Kwat Lin! Dara itu membelalakan
    matanya dan melihat pandang mata kakek itu kepadanya, melihat senyum
    yang baginya amat mengerikan itu, tiba‐tiba dia membalikan tubuhnya dan
    melayang ke arah sebatang pohon besar, dengan niat untuk membenturkan
    kepalanya pecah pada batang pohon itu! Kwat Lin melihat ancaman bahaya
    yang lebih mengerikan daripada maut sendiri, maka setelah yakin bahwa dia
    tidak akan mampu mengalahkan lawannya, dia mengambil keputusan nekat
    untuk membunuh diri dengan membenturkan kepalanya pada batang pohon.
    "Bukkkkkk!" Bukan batang pohon yang dibentur kepalanya, melainkan perut
    lunak dan tubuhnya berada dalam pelukan Pat‐jiu Kai‐ong yang entah kapan
    telah berada di situ menghadangnya di depan pohon! "Lepaskan aku!!" Kwat
    Lin berteriak dan tubuhnya tiba‐tiba dilontarkan oleh kakek itu, jauh kembali
    ke dalam lingkaran mayat‐mayat suhengnya. Dengan langkah gontai, kakek
    itu tersenyum‐senyum memasuki lingkaran dan melangkahi mayat bekas
    para penggeroyoknya, menghampiri Kwat Lin yang sudah bangkit duduk
    dengan muka pucat dan mata terbelalak. Dia telah tersudut seperti seekor
    kelinci muda ketakutan menghadapi seekor harimau yang siap

  5. #19

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 18
    menerkamnya. Perasaan ngeri yang luar biasa membuat Kwat Lin cepat
    menggerakan tangan kanannya, dengan dua buah jari tangan dia menusuk ke
    arah ubun‐ubun kepalanya sendiri sambil mengerahkan sinking. Batu karang
    saja akan berlubang terkena tusukan jari tangannya seperti itu apa lagi ubunubun
    kepalanya. "Plakkk!" "Aihhh....!" Kwat Lin menjerit ketika tangannya itu
    tertangkis dan setengah lumpuh. Ternyata kakek itu telah berdiri di
    depannya dan telah mencegah dia membunuh diri! "Bretttt...bretttt....!"
    Tongkat kakek itu bergerak beberapa kali dan seperti disulap saja seluruh
    pakaian yang membungkus tubuh Kwat Lin cabik‐cabik dan cerai‐berai,
    membuatnya menjadi telanjang bulat sama sekali! Kwat Lin menjerit akan
    tetapi tiba‐tiba, seperti seekor kucing menerkam tikus, sambil mengeluarkan
    suara ketawa menyeramkan, kakek itu telah menubruk dan memeluknya
    sehingga mereka berdua bergulingan diatas rumput yang bernoda darah
    para korban keganasan kakek itu! Kwat Lin melawan sekuat tenaga, namun
    sia‐sia belaka. Untuk membunuh diri tidak ada jalan baginya, untuk melawan
    pun percuma, bahkan semua jeritan tangis dan permohonan, semua
    usahanya meronta‐ronta tiada gunanya sama sekali. Bahkan semua usaha ini
    malah menyenangkan hati si Kakek. Seolah‐olah seekor kucing yang menjadi
    gembira dapat mempermankan seekor tikus yang telah tersudut dan tidak
    berdaya, mempermainkannya dan melihatnya tersiksa dan meronta sebelum
    menjadi mangsanya! Selama tiga hari tiga malam Kwat Lin menderita siksaan
    yang amat hebat. Diperkosa, dihina, diejek. Pada hari ketiga,pagi‐pagi sekali
    dalam keadaan lebih banyak yang mati daripada yang hidup, dalam keadaan
    setengah sadar, rebah terlentang tak mampu bergerak, hanya matanya saja
    yang mendelik memandang kakek itu. Kwat Lin melihat kakek itu
    mengenakan pakaian, menyambar tongkatnya dan tertawa memandang
    kepadanya yang masih rebah terlentang dalam keadaan telanjang bulat di
    atas rumput berdarah. "Ha‐ha‐ha, sekarang aku pergi, manis. Aku telah puas,
    dan kalau kau mau membunuh diri, silahkan. Ha‐haha!" Biarpun Kwat lin
    berada dalam keadaan menderita hebat, kehabisan tenaga, hampir mati
    karena lelah, muak, jijik, malu, marah dan dendam tercampur aduk menjadi
    satu dalam benaknya, namun kebencian yang meluap‐luap masih
    memberinya tenaga untuk berseru, "Jahanam, sekarang aku harus hidup! Aku
    harus hidup untuk melihat engkau mampus di tanganku!" "Ha..ha..ha..ha!
    Kalau sewaktu‐waktu kau merasa rindu kepadaku, manis, datang saja ke
    Hong‐san, sampai jumpa!" Kakek itu lalu melangkah pergi meninggalkan
    tempat itu meninggalkan Kwat‐Lin yang masih rebah dan kini wanita yang
    bernasib malang ini menangis sesenggukan dia antara mayat‐mayat dua
    belas suhengnya yang sudah mulai membusuk dan berbau! Dapat
    dibayangkan betapa tersiksa rasa badan wanita muda ini. Dia dipaksa,
    diperkosa, dihina di antara mayat‐mayat dua belas suhengnya, bahkan
    sewaktu keadaan mayat‐mayat itu mulai membusuk dan menyiarkan bau
    yang hampir tak tertahankan, kakek itu masih saja enak‐enak
    mempermainkannya. Benar‐benar seorang manusia yang kejam melebihi
    iblis sendiri. JILID 2 Tiba‐tiba Kwat lin bangkit serentak, seolah‐olah ada

  6. #20

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 19
    tenaga baru memasuki tubuhnya yang menderita nyeri, lelah dan kelaparan
    karena selama tiga hari tiga malam dia dipermainkan tanpa diberi makan
    atau minum oleh kakek iblis itu. Dia berdiri tegak, telanjang bulat, lalu
    memandang ke arah semua mayat suhengnya, dan matanya menjadi liar,
    keluar suara parau dari mulutnya yang pecah‐pecah bibirnya oleh gigitan
    kakek iblis. "Suheng sekalian, dengarlah! Aku The Kwat Lin, bersumpah
    untuk membalaskan kematian suheng sekalian. Satu‐satunya tujuan hidupku
    sekarang hanyalah untuk membalas dendam dan membunuh iblis busuk Patjiu
    Kai‐ong!" Tiba‐tiba dia terhuyung mundur memandang wajah
    twasuhengnya. Pria inilah sebetulnya yang sudah sejak dahulu mencuri
    hatinya. "Twa Suheng......!" Dia menubruk dan berlutut di dekat mayat yang
    sudah mulai membusuk itu. "Jangan berduka, Twa‐suheng....jangan
    menangis......" Dia berdirisesunggukan. "Apa.....? Aku telanjang.....?
    Pakaianmu......? Seperti orang gila yang bicara dengan sesosok mayat, Kwat
    Lin bertanya, kemudian dia membuka baju dab celana luar dari mayat yang
    sudah kaku kejang itu dengan agak susah, dan mengenakan pada tubuhnya
    sendiri. Tentu saja agak kebesaran. "Hi‐hi‐hik, pakaianmu kebesaran,
    Suheng......." Dia memandang wajah mayat twa‐suhengnya dan tertawa lagi.
    "Hi‐hik,nah,begitu, tertawalah Twa‐suheng, tertawalah para suheng
    sekalian......, tertawa dan bergembiralah karena dendam kalian pasti akan
    kubalaskan...! Hi‐hi‐hik... hu‐hu‐huuuhhh..." Dia menangis lagi terisak‐isak
    dan dengan terhuyung‐huyung dia meninggalkan tempat mengerikan itu
    setelah mengambil pedang twa‐suhengnya. Pedang itu adalah pedang pusaka
    terbaik di antara pedang ketiga belas orang pendekar Bu‐tong‐pai itu,
    sebatang pedang pemberian Ketua Bu‐tong pai sendiri, pedang yang di dekat
    gagangnya ada gambar setangkai bunga Bwee merah, maka pedang itu diberi
    nama Ang‐bwe‐kiam (Pedang Bunga Bwee Merah). Dia terhuyung‐huyung,
    pergi tak tentu tujuan, asal menggerakkan kedua kaki melangkah saja,
    langkah yang kecil‐kecil dan terhuyung‐huyung karena tubuhnya masih
    terasa lelah, lapar dan sakit semua. Kadang‐kadang terdengar dia terisak
    menangis, kemudian terkekeh geli sehingga kalau ada orang yang bertemu
    dengan wanita yang bibirnya pecah‐pecah mukanya penuh debu dan air
    mata, matanya membengkak dan merah, rambutnya riap‐riapan dan
    pakaiannya terlalu besar, ini tentu orang itu akan merasa seram, mengira
    bahwa setidaknya dia adalah seorang wanita gila. Dugaan ini memang tidak
    meleset terlalu jauh. Penderitaan lahir batin yang melanda diri Kwat Lin
    membuat wanita malang ini tidak kuat menahan sehingga terjadi perubahan
    pada ingatannya. Pada hari yang sama ketika Cap‐sha Sin‐hiap roboh di
    tangan kakek iblis Pat‐jiu Kai‐ong di kaki Pegunungan Jeng‐hoa‐san, terjadi
    pula peristiwa hebat di bagian lain dari Pegunungan itu. Kalau Cap‐sha Sinhiap
    roboh di daerah timur pegunungan, maka di daerah barat terjadi pula
    peristiwa yang hampir sama sungguhpun sifatnya berbeda. Pada pagi hari
    itu, seorang wanita berjalan seorang diri mendaki lereng pertama dari
    pegunungan Jeng‐hoasan sebelah barat. Wanita itu memasuki hutan dengan
    wajah berseri dan harus diakui bahwa wajah wanita cantik manis sekali,

  7. #21

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 20
    mempunyai daya tarik yang kuat sungguhpun usianya sudah empat puluh
    tahun. Tidak ada keriput mengganggu kulit mukanya yang putih halus,
    mulutnya yang agak lebar itu mempunyai bibir yang senantiasa menantang
    dan seolah‐olah buah masak yang sudah pecah, akan tetapi kalau orang
    memperhatikan matanya, mata yang jernih dan bersinar tajam, maka hati
    yang kagum akan kecantikannya tentu akan berubah menjadi ragu‐ragu,
    curiga dan ngeri karena sepasang mata itu tidak pernah, atau jarang sekali
    berkedip. Mata itu terbuka terus seperti mata boneka! Dengan langkahlangkah
    gontai dan lemas, membuat buah pinggulnya menonjol dan
    bergoyang ke kanan kiri, wanita itu berjalan seorang diri, memutarmutarsebuah
    payung yang dipanggulnya. Sebuah payung hitam yang
    tertutup, gagangnya melengkung dan ujungnya meruncing. Pakaiannya serba
    mewah dan indah, rambutnya panjang sekali, digelung ke atas seperti sebuah
    menara hitam yang indah, terhias tusuk sanggul dari mutiara dan emas. Yang
    menarik adalah kuku‐kuku jari tangannya. Kuku yang panjang terpelihara,
    diberi warna merah, panjang meruncing dan agak melengkung seperti kuku
    kucing atau harimau. Pakaiannya yang mewah itu dibuat terlalu pas dengan
    tubuhnya sehingga membungkus ketat tubuh itu, membayangkan lekuk
    lengkung yang menggairahkan dari dada sampai ke kaki karena celananya
    yang terbuat dari sutera merah muda itu pun ketat sekali! Biarpun
    kelihatannya seperti seorang wanita cantik dan genit (tante girang), namun
    sesungguhnya dia bukanlah manusia biasa saja! Inilah dia yang terkenal
    sekali di dunia hitam kaum penjahat, karena wanita ini bukan lain adalah
    Kiam‐mo Cai‐li (Wanita Pandai Berpayung Pedang), sebuah julukan yang
    membuat bulu tengkuk orang yang sudah mengenalnya berdiri sangking
    ngerinya karena wanita yang sebenarnya hanya bernama Liok Si ini memiliki
    ilmu kepandaian yang tinggi mengerikan dan kekejaman yang sukar dicari
    bandingnya! Bahkan ia disamakan dengan wanita cantik penjelmaan siluman
    rase yang biasa mengganggu pria, dan setiap orang pria yang terjebak dalam
    pelukannya tentu akan mati kehabisan darah, disedot habis oleh siluman ini!
    Tentu saja bagi mereka yang belum pernah berjumpa dengannya, sama sekali
    tidak akan mengira bahwa wanita yang berlenggak‐lenggok dengan payung
    di pundak itulah iblis wanita yang menggeggerkan dunia kang‐ouw dengan
    perbuatannya yang luar biasa. Dan mudah saja diduga mengapa pada hari itu
    Kiam‐mo Cai‐li ini mendaki lereng Jeng‐hoa‐san! Tentu saja dia pun
    mendengar berita menggeggerkan dunia kang‐ouw akan adanya Sin‐tong, Si
    Bocah ajaib dan mendengar ini, kontan keras hatinya berdebar‐debar penuh
    ketegangandan penuh birahi! Dia dapat membayangkan betapa tenaga
    mukjijat yang dihimpunnya secara ilmu hitam dengan jalan menghisap sari
    tenaga ratusan orang pria, akan meningkat dengan hebat sekali kalau dia bisa
    menghisap kejantanan si Bocah Ajaib itu! Maka begitu mendengar akan
    bocah ajaib di puncak Pegunungan Jeng‐hoasan di dalam Hutan Seribu
    Bunga, dia segera menempuh perjalanan jauh mengunjungi pegunungan itu.
    Perjalananyang jauh karena biarpun sering kali Liok Si ini pergi merantau
    namun dia memiliki sebuah pondok kecil seperti istana mewahnya terletak di

  8. #22

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 21
    tempat yang tidak lumrah dikunjungi manusia, yaitu di daerah Rawa Bangkai.
    Rawa‐rawa yang liar ini terdapat di kaki Pegunungan Luliang‐san,
    merupakan daerah maut karena banyak lumpur dan pasir yang berputar,
    merupakan perangkap maut bagi manusia dan hewan. Namun di tengahtengah
    rawa‐rawa itu, yang tidak dapat dikunjungi oleh manusia lain,
    terdapat sebuah tanah datar, tanah keras semacam pulau dan diatas pulau
    inilah letaknya istana kecil milik Liok Si yang berjuluk Kiam‐mo Cai‐li,
    bersama belasan orang pembantu‐pembantuyang sudah menjadi orangorang
    kepercayaannya. Dia disebut Cai‐li(Wanita Pandai) karena sebetulnya wanita
    ini dulunya adalah puteri seorang sasterawan kenamaan dan semenjak kecil
    Liok Si telah mempelajari kesusasteraan sehingga dia mahir sekali akan
    sastra, bahkan dia pernah menyamar sebagai pria menempuh ujian
    pemerintah sehingga dia lulus dan mendapat gelar siucai! Akan tetapi,
    penyamarannya keetahuan dan seorang pembesar tinggi istana yang kagum
    kepadanya lalu mengambilnya sebagai seorang selir. Selain ilmu sastra, juga
    Liok Si ini semenjak kecil digembleng ilmu oleh para sahabat ayahnya,
    apalagi setelah menjadi selir pembesar tinggi di istana, dia mengadakan
    hubungan dengan kepala‐kepala pengawal, dengan pengawal‐pengawal
    kaisar yang berilmu tinggi, menyerahkan tubuhnya sebagai pengganti ilmu
    silat‐ilmu silat tinggi yang diperolehnya sebagai "bayaran". Akhirnya,
    pembesar itu mengetahui akan tabiat selirnya ini yang ternyata adalah
    seorang wanita yang gila pria maka dia diusir dari istana pembesar itu. Akan
    tetapi, apa yang dilakukan oleh wanita ini? Dia membunuh Si Pembesar,
    membawa banyak harta benda yang dicurinya dari istana itu, kemudian
    minggat! Belasan tahun kemudian, muncullah nama julukan Kiam‐mo Cai‐li,
    namun tidak ada yang menduga bahwa dia adalah Liok Si yang dahulu
    menjadi selir bangsawan dan yang membunuh bangsawanitu sehingga
    menjadi orang buruan pemerintah. Liok Si berjalan sambil tersenyumsenyum,
    kadang‐kadang senyumnya melebar dan tampak giginya yang putih
    mengkilat dan di kedua ujungnya terdapat sebuah gigi yang agak meruncing
    sehingga sekelebatan mirip gigi caling sihung. Hatinya gembira sekali kalau
    dia membayangkan betapa akan sedapnya kalau dia dapat memperoleh
    bocah ajaib itu. "Hemmm, aku harus bersikap halus dan hati‐hati
    terhadapnya, menikmatinya selama mungkin. Hemmm..." Tiba‐tiba dia
    terkejut dan menghentikan langkahnya, akan tetapi kembali dia tersenyum
    manis matanya mengerling tajam penuh kegairahan ketika melihat lima
    orang laki‐laki berdiri di depannya dengan sikap gagah. Pandang matanya
    menyambar‐nyambar dan terbayang kepuasan dan kekaguman. Memang,
    hati seorang wanita gila pria seperti Liok Si tentu saja menjadi berdebar
    tegang ketika melihat lima orang pria yang usianya rata‐rata tiga puluh tahun
    lebih bertubuh tegap‐tegap dan rata‐rata berwajah tampan dan gagah!
    Seperti melihat lima butir buah yang ranum dan matang hati! "Aih‐aihh...
    Siapakah Ngo‐wi (Anda berlima) yang gagah perkasa ini? Dan apakah Ngo‐wi
    sengaja hendak bertemu dan bicara dengan aku?" Seorang di antara mereka,
    yang usianya tiga puluh tahun, mukanya bulat dan alisnya seperti golok

  9. #23

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 22
    hitam dan tebal, berkata, "Apakah kami berhadapan dengan Kiam‐mo Cai‐li
    dari Rawa Bangkai?" Wanita itu memainkan bola matanya memandangi
    wajah merka berganti‐ganti dengan berseri, mulunya tersenyum ketika
    menjawab, "kalau benar mengapa? Kalian ini siapakah?" "Kami adalah Keesan
    Ngo‐hohan(Lima Pendekar dari Gunung Ayam)". "Kiam‐mo Cai‐li
    mengeluarkan bunyi "tsk‐tsk‐tsk" dengan lidahnya tanda kagum. Segera dia
    menjura dan berkata manis. "Aih, kiranya lima pendekar yang namanya
    sudah terkenal di seluruh dunia kang‐ouw sebagai murid‐murid utama Hoasan‐
    pai? Aih, terimalah hormatnya seorang wanita bodoh seperti aku."
    "Harap Toanio(Nyonya) tidak mengejek dan bersikap merendah. Kami sudah
    tahu siapa adanya Kiam‐mo Cai‐li, dan karena melihat engkau mendaki Jenghoa‐
    san, maka terpaksa kami memberanikan diri untuk menghadang."
    "Ehm...! Maksud kalian?" Senyumnya makin manis dan kerling matanya
    makin memikat. "Kami telah mendengar akan berita bahwa tokoh‐tokoh
    kang‐ouw sedang berusaha untuk memperebutkan Sin‐tong yang berada di
    Hutan Seribu Bunga dan kami mendengar pula bahwa Kiam‐mo Cai‐li
    merupakan seorang di antara mereka yang hendak menculik Sin‐tong.
    Karena kami telah berhutang budi, diberi obat oleh Sin‐tong maka kami
    hanya dapat membalas budinya dengan melindunginya terutama dari
    tangan... maaf, para tokoh kaum sesat yang tentu tidak mempunyai itikad
    baik terhadap dirinya. Andaikata kami tidak berhutang budi sekalipun,
    mengingat bahwa Sin‐tong adalah seorang anak ajaib yang telah banyak
    menolong orang tanpa pandang bulu, sudah menjadi kewajiban orang‐orang
    gagah untuk melindunginya." Kembali Kiam‐mo Cai‐li tersenyum. "Terus
    terang saja, memang aku mendengar tentang Sin‐tong dan aku ingin
    mendapatkannya, maka hari ini aku mendaki Jeng‐hoa‐san. Habis kalian mau
    apa?" Kalau begitu, kami minta dengan hormat agar kau suka membatalkan
    niatmu itu, Toanio. Kalau kau memaksa hendak menganggu Sin‐tong,
    terpaksa kami akan merintangimu dan tidak membolehkan kau melanjutkan
    perjalanan!" "Hi‐hi‐hik, galak amat! Lima orang laki‐laki muda tampan gagah
    bertemu dengan seorang wanita cantik penuh gairah, sungguh tidak
    semestinya kalu bermain senjata mengadu nyawa!" "Hemm, habis
    semestinya bagaimana?" tanya orang pertama dari Kee‐san Ngo‐hohan yang
    betapapun juga merasa jerih mendengar nama besar wanita ini dan
    mengharapkan wanita itu akan mengalah dan pergi dari situ, tidak
    mengganggu Sin‐tong. Mata itu tajam mengerling dan senyumnya penuh arti,
    bibirnya penuh tantangan. "Mestinya? Mestinya kita bermain cinta memadu
    kasih!" "Perempuan hina!" "Jalang!" "Siluman betina" Lima orang itu telah
    mencabut senjata masing‐masing yaitu senjata golok besar yang selama ini
    telah mengangkat nama mereka di dunia kang‐ouw. Kelima orang pendekar
    ini memang merupakan ahli‐ahli bermain golok dengan Ilmu Hoa‐san‐to‐hoat
    yang terkenal, dan selain itu juga mereka semua mahir akan ilmu menotok
    jalan darah yang bernama Sam‐ci‐tiam‐hoat, yaitu ilmu menotok
    menggunakan tiga buah jari tangan. "Siaaaattt...singg...siang..." "Ha‐ha, bagus!
    kalian memang gagah sekali bermain golok, tentu lebih gagah kalau bermain

  10. #24

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 23
    cinta, hi‐hik!" Kiam‐mo Cai‐li mengelak dan tiba‐tiba payung hiatmnya
    berkembang terbuka. Payung itu merupakan senjata isimewa, terbuat dari
    baja yang kuat dan kainnya terbuat dari kulit badak yang kering dan sudah
    dimasak lemas, namun kuatnya luar biasa dapat menahan bacokan senjata
    tajam. Adapun ujung payung itu meruncing, merupakan ujung pedang, dan
    gagangnya yang melengkung itu pun dapat digunakan sebagai senjata kaitan
    yang lihai. "Trang‐trang‐trang...!!" Bunga api berpijar ketika golok‐golok itu
    tertangkis oleh payung dan karena kini tubuh wanita itu tertutup payung
    yang berkembang dan berputar‐putar, maka sukarlah bagi lima orang itu
    untuk menyerangnya dari depan. Mereka lalu berloncatan dan mengurung
    wanita itu. "Hi‐hik, hayo keroyoklah. Kalu baru kalian lima orang ini saja,
    masih terlampau sedikit bagiku. Hi‐hik, hendak kulihat sampai dimana
    kekuatan kalian apakah patut untuk menjadi lawan‐lawanku untuk bermain
    cinta!" "Perempuan rendah!" Orang pertama dari lima pendekar itu marah
    sekali, goloknya menyambar dahsyat, tapi tiba‐tiba golok itu terhenti di
    tengah udara karena telah terikat oleh sebuah benda hitam panjang yang
    lembut. Kiranya wanita itu telah mengudar gelung rambutnya dan ternyata
    rambut itu panjangnya sampai ke bawah pinggulnya, rambut yang gemuk
    hitam, panjang dan harum baunya, bahkan bukan itu saja keistemewaannya,
    rambut itu dapat dipergunakan sebagai senjata ampuh, sebagai cambuk yang
    kini berhasil membelit golok orang pertama dari Kee‐san ngo‐hohan!
    Sebelum orang ini ssempat menarik goloknya, tangan kiri Kiam‐mo Cai‐li
    bergerak menghantam tengkuk orang itu dengan tangan miring. "Krekk!"
    Laki‐laki itu mengeluh dan roboh tak dapat bangkit kembali karena dia telah
    terkena totokan istimewa yang membuat tubuhnya lumpuh sungguhpun dia
    masih dapat melihat dan mendengar. Empat orang lainnya terkejut dan
    marah sekali. Mereka memutar golok lebih gencar lagi, bahkan kini tangan
    kiri mereka membantu dengan serangan totokan Sam‐ci‐tiam‐hoat yang
    ampuh! Namun orang yang mereka keroyok itu tertawa‐tawa
    mempermainkan mereka. Setiap serangan golok dapat dihalau dengan
    mudah oleh payung yang diputar‐putar sedangkan ujung rambut yang
    panjang itu mengeluarkan suara ledakan‐ledakan kecil dan menyambarnyambar
    di atas kepala mereka, tidak menyerang, hanya mendatangkan
    kepanikan saja karena memang dipergunakan untuk mempermainkan
    mereka. "Mampuslah!" Orang ke dua yang menyerang dengan golok ketika
    goloknya ditangkis, cepat dia "memasuki" lowongan dan berhasil mengirim
    totokan. Karena tempat terbuka yang dapat dimasuki jari tangannya di
    antara putaran payung itu hanya di bagian dada, maka dia menotok dada kiri
    wanita itu. Dalam keadaan seperti itu, menghadapi lawan yang amat tangguh,
    pendekar ini sudah tidak mau lagi mempergunakan sopan santun yang tentu
    tidak akan dilanggarnya kalau keadaan tidak mendesak seperti itu. "Cusss...!"
    tiga buah jari tangan itu tepat mengenai buah dada kiri yang besar, tapi dia
    hanya merasakan sesuatu yang lunak hangat, sedangkan wanita itu sama
    sekali tidak terpengaruh, bahkan mengerling dan berkata, "Ihh, kau
    bersemangat benar, tampan. Belum apa‐apa sudah main colek dada, hihik!"

  11. #25

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 24
    Tentu saja pendekar ini menjadi merah sekali mukanya. Dia merasa malu
    akan tetapi juga penasaran. Ilmu totok yang dimilikinya sudah terkenal dan
    belum pernah gagal. Tadi jelas dia telah menotok jalan darah yang amat
    berbahaya di dada wanita itu, mengapa wanita itu sama sekali tidak
    merasakan apa‐apa, bahkan menyindirnya dan dianggap dia mencolek dada?
    Dengan marah dia menerjang lagi bersama tiga orang sutenya. "Sudah cukup,
    sudah cukup, rebah dan beristirahatlah kalian!" Tiba‐tiba payung itu tertutup
    kembali, berubah menjadi pedang yang aneh dan segulung sinar hitam
    menyambar‐nyambar mendesak empat orang itu, kemudian dari atas
    terdengar ledakan‐ledakan dan berturut‐turut tiga orang lagi roboh terkena
    totokan ujung rambut wanita sakti itu. Seperti orang pertama, mereka ini pun
    roboh tertotok dan lumpuh, hanya dapat memandang dengan mata
    terbelalak namun tidak menggerakan kaki tangan mereka! Orang termuda
    dari mereka kaget setengah mati melihat betapa empat orang suhengnya
    telah roboh. Namun dia tidak menjadi gentar, bahkan dengan kemarahan dan
    kebencian meluap dia memaki, "Perempuan hina, ******* rendah, siluman
    betina, aku takkan mau sudah sebelum dapat membunuhmu!" "Aihhh... kau
    penuh semangat akan tetapi mulutmu penuh makian menyebalkan hatiku!"
    Golok itu tertangkis oleh payung sedemikian kerasnya sehingga terpental
    dan sebelum laki‐laki itu dapat mengelak, sinar hitam menyambar dan ujung
    rambut telah membelit lehernya! Pria itu berusaha sekuat tenaga untuk
    melepaskan libatan rambut dari lehernya dengan kedua tangan, akan tetapi
    begitu wanita itu menggerakkan kepalanya, rambutnya terpecah menjadi
    banyak gumpalan dan tahu‐tahu kedua pergelangan lengan orang itu pun
    sudah terbelit rambut yang seolah‐olah hidup seperti ular‐ular hitam yang
    kuat. "Nah, kesinilah, Tampan. Mendekatlah, kekasih. Kau perlu dihajar agar
    tidak suka memaki lagi!" Laki‐laki itu sudah membuka mulut hendak memaki
    lagi, akan tetapi libatan rambut pada lehernya makin erat sehingga dia tidak
    dapat bernapas, kemudian rambut itu menariknya mendekat kepada wanita
    yang tersenyum‐senyum itu! Kini laki‐laki itu sudah berada dekat sekali,
    bahkan dada dan perutnya telah menempel pada dada yang membusung dan
    perut yang mengempis dari wanita itu. Tercium olehnya bau wangi yang
    aneh dan memabokkan, akan tetapi karena lehernya terbelit kuat‐kuat, dan
    napasnya tak dapat lancar, maka dia terpaksa menjulurkan lidahnya keluar.
    "Aihhh, kau perlu diberi sedikit hajaran, Tampan!" Empat orang pendekar
    yang tertotok melihat dengan mata terbelalak penuh kengerian betapa
    wanita iut kini mendekatkan muka sute mereka yang termudda, kemudian
    membuka mulut dan mencium mulut sute mereka yang terbuka dan lidah
    yang terjulur keluar itu.Mereka melihat tubuh sute mereka berkelojot sedikit
    seperti menahan sakit, mata sute mereka terbelalak, namun wanita itu terus
    mencium dan menutup mulut pria itu dengan mulutnya sendiri yang lebar.
    Tak dapat terlihat oleh empat orang pendekar itu betapa wanita itu yang
    kejam dan keji seperti iblis, telah menggunakan giginya untuk menggigit
    sampai terluka lidah sute mereka yang terjulur keluar, kemudian menghisap
    darah dari luka di lidah itu! Mereka berempat hanya melihat betapa wanita

  12. #26

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 25
    itu memejamkan mata, baru sekarang mereka melihat wanita itu
    memejamkan mata, kelihatan penuh nikmat, akan tetapi wajah sute mereka
    makin pucat dan mata sute mereka yang terbelalak itu membayangkan
    kenyerian dan ketakutan yang hebat. Agaknya wanita itu tidak puas karena
    darah yang dihisapnya kurang banyak, maka kini dia melepaskan mulut
    pemuda itu dan memindahkan ciuman mulutnya ke leher si Pemuda. Dapat
    dibayangkan betapa kaget empat orang pendekar itu melihat bahwa mulut
    sute mereka penuh warna merah darah! "Sute...!!!" Mereka berseru akan
    tetapi tidak dapat menggerakkan kaki tangan mereka. Sute mereka merontaronta
    seperti ayam disembelih, matanya melotot memandang ke arah para
    suhengnya seperti orang minta tolong, kemudian tubuhnya berkelojotan
    ketika wanita itu kelihatan jelas menghisaphisap lehernya ternyata bahwa
    urat besar di lehernya telah ditembusi gigi yang meruncing dan kini dengan
    sepuasnya wanita itu menghisap darah yang membanjir keluar dari urat di
    leher itu! Mata yang melotot itu makin hilang sinarnya dan pudar, wajahnya
    makin pucat dan akhirnya tubuh yang meregang‐regang itu lemas. Orang
    termuda itu pingsan karena kehilangan banyak darah, takut dan ngeri. Kiammo
    Cai‐li melepaskan libatan rambutnya dan tubuh itu tergulig roboh,
    terlentang dengan muka pucat dan napas terengah‐engah. 'Sute...!" Kembali
    mereka mengeluh dan dengan penuh kengerian mereka melihat betapa
    wanita itu menggunakan lidahnya yang kecil merah dan meruncing itu untuk
    menjilati darah yang masih belepotan di bibirnya yang menjadi makin merah.
    Wajahnya kemerahan, segar seperti kembang mendapat siraman, berseriseri
    dan ketika dia mendekati empat orang itu, mereka terbelalak penuh
    kengerian. Akan tetapi, wanita itu tidak menyerang mereka, agaknya dia
    sudah puas menghisap darah orang termuda tadi. Hanya kini kedua
    tangannya bergerak ‐gerak dan sekali renggut saja pakaian empat orang itu
    telah koyak‐koyak. Kemudian dia bangkit berdiri, dengan gerakan memikat
    seperti seorang penari telanjang, dia membuka pakaiannya, menanggalkan
    satu demi satu sambil menari‐nari! Sampai dia bertelanjang bulat sama sekali
    di depam empat orang itu yang membuang muka dengan perasaan ngeri dan
    sebal! "Kalian layanilah aku, puaskanlah aku, senangkan hatiku dan aku akan
    membebaskan kalian berlima. Lihat, bukankah tubuhku menarik? Aku hanya
    ingin mendapatkan cinta kalian, aku tidak menginginkan nyawa kalian." "Cih,
    siluman betina! Kauanggap kami ini orang‐orang apa? Kami adalah murid
    Hoa‐san‐pai yang tidak takut mati. Seribu kali lebih baik mampus daripada
    memenuhi seleramu yang terkutuk melayani nafsu berahimu yang
    menjijikan!" kata empat orang itu saling susul dan saling bantu. Kiam‐mo Caili
    tersenyum. "Hi‐hik, begitukah? Kalau begitu, baiklah, kalian melayani aku
    sampai mampus!" Dia lalu membungkuk dan menarik lengan seorang di
    antara mereka, kemudian menggunakan kuku jari kelingking kiri menggurat
    beberapa tempat di punggung dan tengkuk pria ini. Orang itu menggigil,
    menggigit bibir menahan sakit, akan tetapi karena dia tidak mampu
    mengerahkan sinkang, dia tidak dapat melawan pengaruh hebat yang
    menggetarkan tubuhnya melalui luka‐luka goresan kuku beracun dari

  13. #27

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 26
    kelingking itu. Mukanya menjadi merah, juga matanya menjadi merah dan
    napasnya terengah‐engah. Tiga orang pendekar yang lain memandang penuh
    kekhawatiran dan kengerian. Tiba‐tiba wanita itu terkekeh, menggunakan
    tangan membebaskan totokan sehingga orang itu dapat menggerakkan kaki
    tangannya dan terjadilah hal yang membuat tiga orang pendekar yang masih
    rebah lumpuh itu terbelalak penuh kengerian. mereka melihat Sute mereka
    itu seperti seorang gila menerkam dan mendekap tubuh wanita itu penuh
    gairah nafsu! Dengan mata terbelalak mereka melihat betapa wanita itu
    menyambutnya dengan kedua lengan terbuka, bergulingan di atas rumput
    dan tampak betapa wanita itu membiarkan dirinya diciumi, kemudian
    mengalihkan mulutnya yang lebar ke leher Sute mereka! Mereka bertiga
    terpaksa memjamkan mata agar tidak usah menyaksikan peristiwa yang
    memalukan dan terkutuk itu. Mereka mengerti bahwa Sute mereka
    melakukan hal terkutuk itu karena terpengaruh oleh racun yang diguratkan
    oleh kuku jari kelingking si iblis betina, dan mereka tahu pula bahwa Sute
    mereka yang diamuk pengaruh jahanam itu tidak tahu bahwa darahnya
    dihisap oleh wanita itu yang seperti telah dilakukan pada orang pertama tadi
    kini juga menghisap darahnya sepuas hatinya. Dapat diduga lebih dahulu
    bahwa tiga orang yang lain juga mengalami siksaan yang sama tanpa dapat
    berdaya apa‐apa tanpa dapat melawan. Hal ini dilakukan berturut‐turut oleh
    Kiam‐mo Cai‐li dan tiga hari tiga malam kemudian, dia meninggalkan tempat
    itu sambil menjilat‐jilat bibirnya penuh kepuasan. Setelah dia melempar
    kerling ke arah lima tubuh telanjang yang sudah menjadi mayat semua itu,
    bergegas dia pergi mendaki Jeng‐hoa‐san untuk mencari Sin‐tong yang amat
    diinginkan. Lima orang Kee‐san Ngo‐hohan itu mengalami kematian yang
    amat mengerikan. Tubuh mereka kehabisan darah, kulit mengeriput. Mereka
    seperti lima ekor lalat yang terjebak ke sarang laba‐laba dan setelah semua
    darah mereka disedot habis oleh laba‐laba, mayat mereka yang sudah kering
    dan habis sarinya itu dilemparkan begitu saja. Kwa Sin Liong, atau yang lebih
    terkenal dengan nama panggilan Sin‐tong, pada pagi hari itu seperti biasa
    setelah mandi cahaya matahari, lalu menjemur obat‐obatan dan tidak lama
    kemudian berturut‐turut datanglah orang‐orang dusun yang membutuhkan
    bahan obat untuk bermacam penyakit yang mereka derita. Sin tong
    mendengarkan dengan sabar keluhan dan keterangan mereka tentang sakit
    yang mereka derita, menyiapkan obat‐obat untuk mereka semua dengan hati
    penuh belas kasihan. Semua ada sebelas orang dusun, tua muda laki
    perempuan yang memandang kepada bocah itu dengan sinar mata penuh
    kagum dan pemujaan. Baru bertemu dan memandang wajah Sin‐tong itu saja,
    mereka sudah merasa banyak berkurang penderitaan sakit mereka. Seolaholah
    ada wibawa yang keluar dari wajah bocah penuh kasih sayang itu yang
    meringankan rasa sakit yang mereka derita. Tentu saja hal ini sebenarnya
    terjadi karena kepercayaan mereka yang penuh bahwa bocah itu akan dapat
    menyembuhkan penyakit mereka, sehingga keyakinan ini sendiri sudah
    merupakan obat yang manjur. Dan bocah ajaib itu memang bukanlah seorang
    dukun yang menggunakan kemujijatan dan sulap atau sihir untuk mengobati

  14. #28

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 27
    orang, melainkan berdasarkan ilmu pengobatan yang wajar. Dia memilih
    buah, daun, bunga atau akar obat yang memang tepat mengandung khasiat
    atau daya penyembuh terhadap penyakit‐penyakit tertentu itu. Tiba‐tiba
    terdengar nyanyian yang makin lama makin jelas terdengar oleh mereka
    semua. Juga in Liong, bocah ajaib itu, berhenti sebentar mengumpulkan dan
    memilih obat yang akan dibagikan karena mendengar suara nyanyian yang
    aneh itu. Akan tetapi begitu kata‐kata nyanyian itu dimengertinya, dia
    mengerutkan alisnya dan menggeleng‐geleng kepala. "Aihh, kalau hidup
    hanya untuk mengejar kesenangan, apapun juga tentu tidak akan
    dipantangnya untuk dilakukan demi mencapai kesenangan!" kata Sin Liong.
    "Huh‐ha‐ha, benar sekali, Sin‐tong. Untuk mencapai kesenangan harus berani
    melakukan apapun juga, termasuk membunuh para tamu‐tamu yang tiada
    harganya ini!" Terdengar jawaban dan tahu‐tahu disitu telah berdiri Pat‐jiu
    Kai‐ong! Sebagai lanjutan kata‐katanya, tongkatnya ditekankan kepada tanah
    di depan kaki lalu lima kali ujung tongkat itu bergerak menerbangkan tanah
    dan kerikil ke depan. Tampak sinar hitam berkelebat menyambar lima kali,
    disusul jerit‐jerit kesakitan dan robohlah berturut‐turut lima orang dusun
    yang berada di depan Sin Liong, roboh dan berkelojotan kemudian tewas
    seketika karena tanah dan kerikil itu masuk ke dalam kepala mereka! "Hi‐hihik,
    kepandaian seperti itu saja dipamerkan di depan Sin‐tong lihat ini!" Tibatiba
    terdengar suara ketawa merdu dan tau‐tahu di situ telah berdiri seorang
    wanita cantik yang bukan lain adalah Kiammo Cai‐li! Dia menudingkan
    payung hitamnya yang tertutup itu ke arah para penghuni dusun yang
    berwajah pucat dan dengan mata terbelalak memandang lima orang teman
    mereka yang telah tewas. "Cuat‐cuat‐cuat...!" Dari ujung payung itu meluncur
    sinar‐sinar hitam dan berturut‐turut, enam orang dusun yang masih hidup
    menjerit dan roboh tak bergerak lagi, leher mereka ditembusi jarum‐jarum
    hitam yang meluncur keluar dari ujung payung itu! Sejenak Sin Liong
    terbelalak memandang kepada kedua orang itu yang berdiri di sebelah kanan
    dan kirinya. Kemudian dia memandang ke bawah, ke arah tubuh sebelas
    orang dusun yang telah menjadi mayat. Mukanya menjadi merah, air
    matanya berderai dan dengan suara nyaring dia berkata sambil
    menudingkan telunjuknya bergantian kepada Pat‐jiu Kai‐ong dan Kiam‐mo
    Cai, "Kalian ini manusia atau iblis? Kalian berdua amat kejam, perbuatan
    kalian amat terkutuk. Membunuh orang‐orang tak berdosa seolah kalian
    pandai menghidupkan orang. Bocah itu memandang kepada sebelas mayat
    dan sesenggukan menangis. "Hi‐hi‐hik, Sin‐tong yang baik, apakah kau takut
    kubunuh? Jangan khawatir, aku datang bukan untuk membunuhmu," kata
    Kiam‐mo Cai‐li, agak kecewa melihat betapa bocah ajaib itu menangis dan
    membayangkannya ketakutan. Sin Liong mengangkat muka memandang
    wanita itu, biarpun air matanya masih berderai turun namun pandang
    matanya sama sekali tidak membayangkan ketakutan, "Kau mau bunuh aku
    atau tidak, terserah. Aku tidak takut!" "Ha‐ha‐ha! Benar hebat! Sin‐tong, kalau
    kau tidak takut kenapa menangis?" Pat‐jiu Kai‐ong menegur. "Apa kau

  15. #29

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 28
    menyambung. "Mereka sudah mati mengapa ditangisi? Aku menangis
    menyaksikan kekejaman yang kalian lakukan, kau menangis karena melihat
    kesesatan dan kekejaman kalian." Dua orang tokoh sesat itu terbelalak heran
    saling pandang kemudian mereka teringat kembali akan niat mereka
    terhadap anak ajaib ini, maka keduanya seperti dikomando saja lalu tertawa,
    dan keduanya dengan kecepatan kilat menyerbu ke depan hendak menubruk
    Sin‐Liong yang berdiri tegak dan memandang dengan sinar mata sedikitpun
    tidak membayangkan rasa takut! "Desss......!" Karena gerakan mereka
    berbarengan, disertai rasa khawatir kalau‐kalau keduluan oleh orang lain,
    maka melihat Pat‐jiu Kai‐ong sudah lebih dekat dengan Sin‐tong, Kiam‐mo
    Cai‐li lalu merobah gerakannya, tidak hendak menangkap Sin‐tong karena dia
    kalah dulu, melainkan melakukan gerakan mendorong dengan kedua
    tangannya ke arah Pat‐jiu Kai‐ong! Pukulan jarak jauh yang dilakukan oleh
    wanita iblis ini dahsyat sekali, membuat Pat‐jiu Kai‐ong terkejut ketika ada
    angin panas menyambar, maka dia cepat menunda niatnya menangkap Sintong
    dan bergerak menangkis. Keduanya merasakan dahsyatnya tenaga
    lawan dan terpental ke belakang! Sejenak mereka saling berpandangan dan
    Pat‐jiu Kai‐ong yang lebih dulu dapat menguasai dirinya lalu tertawa, "Ha‐hayha,
    lama tidak jumpa, Kiam‐mo Cai‐li menjadi makin gagah saja!" "Pat‐jiu
    Kai‐ong, selama ada aku disini, jangan harap kau akan dapat merampas Sintong
    dari tanganku!" Wanita itu berkata dan memandang tajam, siap
    menghadapi kakek yang dia tahu merupakan lawan yang tangguh itu. "Aha,
    Kiam‐mo Cai‐li, sekali ini kau mengalahlah kepadaku. Aku membutuhkannya
    untuk menyempurnakan ilmuku..." "Hi‐hik, Ilmu Hiat‐ciang Hoat‐sut, bukan?
    Kau sudah cukup tangguh, Kai‐ong, dan betapa mudahnya bagimu untuk
    mencari seratus orang anak lagi untuk kau hisap darah, otak dan
    sumsumnya. Jangan Sintong!" "Hemmmm, kau mau menang sendiri. Apa
    kaukira aku tidak tahu mengapa kau menghendaki Sin‐tong? Dia masih
    terlalu muda, Cai‐li, tentu tidak akan memuaskan hatimu. Apa sukarnya
    bagimu mencari orangorang muda yang kuat dan menyenangkan?" "Cukup!
    Kita mempunyai keinginan sama, dan jalan satu‐satunya adalah untuk
    memperebutkannya dengan kepandaian!" "Ha‐ha‐ha, bagus sekali. Memang
    aku ingin mencoba kepandaian Wanita Pandai dari Rawa Bangkai!" Liok Si, Si
    Wanita Pandai Berpayung Pedang dari Rawa Bangkai sudah tak dapan
    menahan kemarahannya melihat ada orang berani merintanginya, maka
    sambil berteriak keras dia sudah menerjang maju dengan senjatanya yang
    istimewa, yaitu payung hitam yang tangkainya sebatang pedang runcing itu.
    "Trakkk!" Pat‐jiu Kai‐ong sudah menggerakkan tongkatnya menangkis.
    Gempuran dua tenaga raksasa membuat keduanya terpental lagi ke belakang
    dan Pat‐jiu Kai‐ong cepat meloncat ke depan, tongkatnya berubah menjadi
    segulungan sinar hitam yang menyambar ganas. "Trakk! Trakkk!!" Dua kali
    senjata payung dan tongkat bertemu di udara dan keduanya terhuyung ke
    belakang. Diam‐diam mereka berdua terkejut sekali dan maklum bahwa
    dalam hal tenaga sakti, kekuatan mereka berimbang. Sebelum mereka
    melanjutkan pertandingan mereka, tiba‐tiba mereka melangkah mundur dan

  16. #30

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 29
    memandang tajam karena berturut‐turut ditempat itu telah muncul lima
    orang kakek yang melihat cara munculnya dapat diduga tentu memiliki
    kepandaian tinggi. Mereka muncul seperti *****‐*****, tidak dapat didengar
    atau dilihat lebih dahulu, tahu‐tahu sudah berdiri di situ sambil memandang
    ke arah Pat‐jiu Kai‐ong dan Kiammo Cai‐li dengan bermacam sikap. Ketika
    dua orang datuk kaum sesat atau golongan hitam ini melihat dengan penuh
    perhatian mereka terkejut sekali. Biarpun diantara lima orang itu ada yang
    belum pernah mereka jumpai, namun melihat ciri‐ciri mereka, kedua orang
    datuk golongan hitam ini dapat mengenal mereka yang kesemuanya adalah
    orang‐orang aneh di dunia kang‐ouw yang masing‐masing telah memiliki
    nama besar sebagai orang‐orang sakti. Sementara itu, ketika melihat dua
    orang kakek dan nenek tadi bertanding memperebutkan dirinya, Sin Liong
    menjadi makin berduka. Tak disangkanya bahwa di tempat yang penuh
    damai ini di mana dia selama hampir tiga tahun tinggal penuh ketentraman
    dan kedamaian, yang membuat dia hampir melupakan kekejaman‐kekejaman
    manusia ketika terjadi pembunuhan ayah‐bundanya, kini dia menyaksikan
    kekejaman yang lebih hebat lagi di mana sebelas orang dusun yang sama
    sekali tidak berdosa dibunuh begitu saja oleh dua orang itu. Maka dia lalu
    duduk di atas batu, bersila dan tak bergerak seperti arca, hatinya dilanda
    duka, dan dia memandang dengan sikap tidak mengacuhkan. Bahkan ketika
    muncul lima orang aneh itu, dia pun tidak membuat reaksi apa‐apa kecuali
    memandang dengan penuh perhatian namun dengan sikap sama sekali tidak
    mengacuhkan. Orang pertama adalah seorang kakek berusia enam puluh
    tahun, bertubuh tinggi besar dengan muka merah seperti tokoh Kwan Kong
    dalam cerita Sam‐kok, kelihatan gagah sekali, di punggungnya tampak dua
    batang pedang menyilang, matanya lebar alisnya tebal dan suaranya nyaring
    ketika dia tertawa, "Ha‐ha‐ha, kiranya bukan hanya orang gagah saja yang
    tertarik kepada Sin‐tong, juga iblis‐iblis berdatangan sungguhpun tentu
    mempunyai niat lain!" Dengan ucapan yang jelas ditujukan kepada Kiammo
    Cai‐li dan Pat‐jiu Kai‐ong ini, dia memandang dua orang itu dengan terangterangan.
    Orang ini bukanlah orang sembarangan, namanya sendiri adalah
    Siang‐koan Houw, akan tetapi dia lebih terkenal dengan sebutan Tee‐tok
    (Racun Bumi) karena selain merupakan seorang ahli racun yang sukar dicari
    tandingannya, juga dia amat ganas menghadapi lawan tidak mengenal ampun
    dan selain itu, juga dia amat jujur dan blak‐blakan, bicara dan bertindak
    tanpa pura‐pura lagi. Ilmu silatnya tinggi sekali, dan yang paling terkenal
    sehingga menggegerkan dunia persilatan adalah ilmu pukulannya yang
    disebut Pek‐lui‐kun (Ilmu Silat Tangan Kilat) dan Ilmu Pedangnya Ban‐tok
    Siang‐kiam (Sepasang Pedang Selaksa Racun)! Tidak ada orang yang tahu
    dimana tempat tinggalnya karena memang dia seorang perantau yang
    muncul dimana saja secara tak terduga‐duga seperti kemunculannya
    sekarang ini di Hutan Seribu Bunga. "Huhh, bekas Suteku yang tetap ******!"
    kata orang kedua. "Masa masih tidak mengerti apa yang dikehendaki dua
    iblis ini. Jembel busuk itu tentu ingin menghisap darah dan otak Sin‐tong
    untuk menyempurnakan Ilmu Iblisnya Hiat‐Ciang Hoat‐sut. Sedangkan iblis

Page 2 of 28 FirstFirst 12345612 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •