Page 3 of 16 FirstFirst 123456713 ... LastLast
Results 31 to 45 of 229

Thread: 2. suling emas

http://idgs.in/730827
  1. #31

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 31
    seorang. Pula, tantangannya ini merupakan akal untuk menilai mereka. Yang
    mau datang mengeroyoknya manandakan seorang laki‐laki pengecut dan
    yang tidak boleh dihargai sama sekali, perlu cepat ditundukkan sekaligus.
    Han Bian Ki girang melihat majunya dua orang yang semaksud itu. Kini
    terbuka kesempatan pula baginya untuk mencari kemenangan, atau
    setidaknya tentu berhasil menyentuh kulit badan Si Nona atau beradu
    lengan. Maka ia tidak mau kalah semangat dan biarpun sudah sejak tadi ia
    dipermainkan, kini ia memperlihatkan sikap galak dan menerjang Liu Lu Sian
    dengan seruan nyaring.
    Dua orang yang baru naik itu pun tidak membuang kesempatan ini,
    membarengi dengan serangan‐serangan mereka karena mereka tahu bahwa
    serangan tiga orang secara berbarengan tentu akan lebih banyak
    memungkinkan hasil baik.
    "Menjemukan...!" Liu Lu Sian berseru dan terjadilah penglihatan yang amat
    menarik. Tiga orang pemuda itu menyerang dari tiga jurusan, serangan
    mereka galak dan ganas, apalagi Si Muka Kuning Bhong Siat yang ternyata
    merupakan seorang ahli ilmu silat yang mempergunakan tenaga dalam.
    Pukulan‐pukulannya mendatangkan angin yang bersiutan. Namun hebatnya,
    tak pernah enam buah tangan dan enam buah kaki itu menyentuh ujung baju
    Lu Sian.
    Gadis itu dalam pandangan tiga orang pengeroyoknya lenyap dan berubah
    menjadi bayangan yang berkelebatan seperti sambaran burung walet yang
    amat lincah. Dan dalam pertandingan kurang dari dua puluh jurus, terdengar
    teriakan‐teriakan dan secara susul‐menyusul tubuh tiga orang pemuda itu
    "terbang" dari atas panggung, terlempar secara yang mereka sendiri tidak
    tahu bagaimana. Mereka jatuh tunggang‐langgang dan berusaha untuk
    merangkak bangun.
    "Hemm, orang‐orang tak tahu malu. Hayo lekas pergi dari sini!" terdengar
    suara keras membentak di belakang mereka dan sebuah lengan yang kuat
    sekali memegang tengkuk mereka dan tahu‐tahu tubuh mereka seorang demi
    seorang terlempar keluar. Tanpa berani menoleh lagi kepada Ma Thai Kun

  2. Hot Ad
  3. #32

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 32
    yang melemparkan mereka keluar, tiga orang itu terus saja lari sempoyongan
    keluar dari halaman gedung.
    Para tamu menyambut kemenangan Liu Lu Sian dengan tepuk tangan riuh
    rendah. Para muda yang tadinya ada niat untuk mencoba‐coba, makin
    kuncup hatinya dan hampir semua membatalkan niat hatinya, menhibur hati
    yang patah dengan kenyataan bahwa tak mungkin mereka dapat menandingi
    nona yang amat lihai itu!
    Akan tetapi ternyata masih seeorang laki‐laki muda yang dengan langkah
    tegap dan tenang menghampiri panggung, kemudian dengan gerakan lambat
    melompat naik. Ketika kedua buah kakinya menginjak panggung, Lu Sian
    merasa tergetar kedua telapak kakinya, tanda bahwa yang datang ini
    memiliki lwee‐kang yang cukup hebat. Ia menjadi tertarik, akan tetapi ketika
    mengangkat muka memandang, ia merasa kecewa.
    Laki‐laki ini sikapnya gagah dan pakainnya sederhana, mukanya
    membayangkan kerendahan hati dan kejujuran, namun sama sekali tidak
    tampan, matanya lebar dan alisnya bersambung hidungnya pesek!
    "Saya yang bodoh Lie Kung dari pegunungan ***‐liang. Sebetulnya saya tidak
    ada harga untuk memasuki sayembara, akan tetapi karena sudah sampai di
    sini dan saya amat tertarik dan kagum menyaksikan kehebatan ilmu silat
    Nona, perkenankanlah saya memperlihatkan kebodohan sendiri." Katakatanya
    merendah akan tetapi jujur dan sederhana.
    Lu Sian tersenyum mengejek. "Siapa pun juga boleh saja mencoba
    kepandaian karena memang saat ini merupakan kesempatan. Nah, silakan
    saudara Lie maju!"
    "Nona menjadi nona rumah dan seorang wanita, saya merasa sungkan untuk
    membuka serangan." Jawab Lie Kung.
    "Hemm, kalau begitu sambutlah ini!" Secara tiba‐tiba Liu Lu Sian menyerang,
    pukulannya amat cepat, gerakannya indah akan tetapi bersifat ganas karena

  4. #33

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 33
    pukulan itu mengarah bagian berbahaya di pusar, merupakan serangan maut
    ! Lie Kung berseru keras dan kaget. Tak sangkanya nona yang demikian
    cantiknya begini ganas gerakanya, maka cepat ia melompat mundur dan
    mengibaskan tangan dan menangkis dengan kecepatan penuh.
    Lu Sian tidak sudi beradu lengan, menarik kembali tangannya dan menyusul
    dengan pukulan angan miring dari samping mengarah lambung. Sekali
    merupakan terjangan maut yang amat erbahaya, Lie Kung ternyata gesit
    sekali karena jungkir balik ia dapat menyelamatkan diri!
    Tepuk tangan menyambut gerakan ini karena sekarang para tamu merasa
    mendapat suguhan yang menarik, tidak seperti tadi di mana tiga orang
    pemuda sama sekali tidak dapat mengimbangi permainan Liu Lu Sian yang
    gesit. Pemuda pesek ini benar‐benar cepat gerakannya walaupun tampaknya
    lambat dan tenang.
    Setelah diserang selama lima jurus dengan hanya mengelak, mulailah dia
    mengembangkan gerakannya untuk balas menyerang. Telah ia duga bahwa
    pemuda ini merupakan seorang ahli lwee‐kang, dan ternyata benar.
    Pukulan pemuda ini berat dan antep, hanya sayangnya pemuda ini berlaku
    sungkan‐sungkan, buktinya yang diserang hanya bagian‐bagian yang tidak
    berbahaya. Marahlah Lu Sian. Sikap pemuda yang hanya mengarahkan
    serangan pada pundak, pangkal lengan dan bagian‐bagian lain yang tidak
    berbahaya itu, baginya diterima salah. Dianggap bahwa pemuda ini
    terlampau memandang rendah padanya, seakan‐akan sudah merasa pasti
    akan menang sehingga tidak mau membuat serangannya berbahaya.
    Setelah lewat tiga puluh jurus mereka serang‐meyerang, tiba‐tiba Lu Sian
    mengeluarkan suara kelengking tinggi yang mengejutkan semua orang.
    Gerakannya tiba‐tiba berubah lambat dan aneh, pukulannya merupakan
    gerakan yang melingkar‐lingkar.
    "Bagaimana kaulihat pemuda itu?" Pat‐jiu Sin‐ong bertanya ketika ia melihat
    Kwee Seng menoleh dan menonton pertandingan, tidak seperti tadi ketika
    tiga orang pemuda mengeroyok Lu Sian. Kwee Seng memandang acuh tak
    acuh.

  5. #34

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 34
    "Lumayan juga. Bakatnya baik dan kalau ia tidak terlalu banyak kehendak, ia
    dapat menjadi ahli lwee‐keh yang tangguh."
    "Ha‐ha, kaulihat . Puteriku sudah mulai mainkan Sin‐coa‐kun ciptaanku yang
    terakhir. Pemuda itu takkan dapat bertahan lebih dari sepuluh jurus!"
    Diam‐diam Kwee Seng memperhatikan. Ilmu Silat Sin‐coa‐kun (Silat Ular
    Sakti) memang hebat, mengandung gerakan‐gerakan ilmu silat tinggi yang
    disembunyikan dalam gaya kedua tangan yang gerakannya seperti ular
    menggeliat‐geliat dan melingkar‐lingkar.
    Namun dalam ilmu silat ini terkandung sifat yang amat ganas, dan kembali
    sepasang alis pemuda ini berkerut saking kecewa. Sungguh sayang sekali,
    kecantikan seperti bidadari itu, dirusak sifat‐sifat liar dan ganas, diisi ilmu
    yang amat keji.
    Untuk mengusir kekecewaan yang menggeregoti hatinya, pemuda ini
    menuangkan arak sepenuhnya dan mengangkat cawan. "Minum biar puas!"
    lalu sekali tenggak habislah arak itu. Pat‐jiu Sin‐ong tertawa bergelak dan
    minum araknya pula.
    Ramalan Pat‐jiu Sin‐ong ternyata terbukti. Tepat sepuluh jurus, setelah
    pemuda she Lie itu terdesak dan bingung menghadapi dua lengan halus yang
    seperti sepasang ular mengamuk, lehernya kena dihantam tangan miring. Ia
    mengaduh dan terhuyung‐huyung ke belakang, akan tetapi tepat pada saat
    lehernya dihantam, ia dapat mengibaskan tangannya mengenai lengan Lu
    Sian sehingga menimbulkan suara "plakk!" dan gadis itu menyeringai
    kesakitan, lengannya terasa panas sekali.
    Biarpun ia sudah tahu bahwa pukulannya mengenai leher lawan dengan
    tepat, karena lengannya tertangkis tadi, Lu Sian menjadi marah dan cepat ia
    maju lagi mengirim pukulan yang agaknya akan menamatkan riwayat
    pemuda itu.

  6. #35

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 35
    "Cukup...!!" tiba‐tiba sesosok bayangan meloncat ke atas panggung dan
    dengan cepat menangkis tangan Lu Sian yang mengirim pukulan maut.
    "Dukkk!" Dua buah lengan tangan bertemu dan keduanya terhuyung ke
    belakang sampai tiga langkah.
    Dengan kemarahan meluap‐luap Lu Sian memandang orang yang begitu
    lancang berani menangkis pukulannya tadi. Ia membelalakkan matanya dan...
    tiba‐tiba ia merasa seakan‐akan jantungnya diguncang keras, kemarahannya
    lenyap dan ia terpesona. Belum pernah selama hidupnya ia melihat seorang
    pemuda yang begini ganteng!
    Rambutnya hitam tebal diikatkan ke atas dengan sehelai sutera kuning.
    Pakaiannya indah dan ringkas, membayangkan tubuhnya yang tegap berisi,
    dadanya yang bidang. Alisnya berbentuk golok, hitam seperti dicat, hidung
    mancung, mulut berbentuk bagus membayangkan watak gagah dan hati
    keras.
    Pendeknya, wajah dan bentuk badan seorang jantan yang tentu akan
    meruntuhkan hati setiap orang gadis remaja! Seketika Lu Sian jatuh hatinya,
    akan tetapi mengingat perbuatan lancang pemuda ini, untuk menjaga harga
    dirinya, ia menegur juga, hanya tegurannya tidak seketus yang
    dikehendakinya.
    "Kau siapa, berani lancang turun tangan mencampuri pertandingan ?"
    Pemuda itu menuntun Lie Kung sampai ke pinggir panggung, menyuruhnya
    mengundurkan diri, Lie Kung menjura ke arah Liu Lu Sian lalu melompat
    turun, terus pergi meninggalkan tempat itu. Setelah itu, baru pemuda yang
    membawa sebuah golok disarungkan dan digantungkan pada pinggangnya
    itu membalikkan tubuh menghadapi Liu Lu Sian sambil berkata.
    "Maaf, Nona. Memang saya tadi berlaku lancang. Akan tetapi sekali‐kali
    bukan dengan maksud hati yang buruk, hanya untuk mencegah terjadinya
    pertumpahan darah. Sudah terlalu jiwa melayang...ah, sayang sekali.
    Kunasihatkan kepadamu, Nona. Hentikan cara pemilihan suami seperti ini.
    Tiada guna! Dan kasihan kepada yang tidak mampu menandingimu. Nah,
    sekali lagi maafkan kelancanganku tadi!" Ia menjura dan hendak pergi.

  7. #36

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 36
    "Eh orang lancang! Bagaimana kau biasa pergi begitu saja setelah
    menghinaku ? Hayo maju kalau kau memang berkepandaian!" Lu Sian
    sengaja menantang karena hatinya sudah jatuh dan ingin ia menguji
    kepandaian laki‐laki yang menarik hatinya ini. Kalau memang benar seperti
    dugaannya, bahwa laki‐laki ini seperti terbukti ketika menagkisnya tadi,
    memiliki kepandaian tinggi, ia akan merasa puas mendapat jodoh setampan
    dan segagah ini.
    Kwee Seng memang tampan pula tetapi terlalu tampan seperti perempuan,
    kalah gagah oleh pemuda ini. Dan biarpun ia tahu ilmu kepandaian Kwee
    Seng mungkin hebat, akan tetapi sikap pemuda itu terlalu halus, terlalu
    lemah lembut, kurang "jantan!"
    Pemuda itu membalikkan tubuhnya, kembali menjura kepada Lu Sian sambil
    berkata, suaranya perlahan. "Hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku
    menjadi pemenang.. akan tetapi... bukan beginilah caranya. Maafkan, Nona,
    biarlah aku mengaku kalah terhadapmu!" Sambil melempar pandang tajam
    yang menusuk hati Lu Sian, pemuda itu hendak mengundurkan diri.
    "Apakah engkau begitu pengecut, berani berlaku lancang tidak berani
    memperkenalkan diri ? Siapakah kau yang sudah berani... menghinaku?
    Dimaki pengecut, pemuda itu menjadi merah mukanya. "Aku bukan
    pengecut! Kalau Nona ingin benar tahu, namaku adalah Kam Si Ek dari Shansi."
    Setelah berkata demikian, pemuda gagah bernama Kam Si Ek itu lalu
    meloncat turun dari panggung dan cepat‐cepat lari keluar dari halaman
    gedung.
    Sampai beberapa saat lamanya Liu Lu Sian berdiri bengong di atas panggung,
    merasa betapa semangatnya seakan‐akan melayang‐layang mengikuti
    kepergian pemuda ganteng itu, "Pat‐jiu Sin‐ong, kau baru saja kehilangan
    seorang calon mantu yang hebat!" Kwee Seng berkata sambil menyambar
    daging panggang dengan sumpitnya.

  8. #37

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 37
    "Kau maksudkan bocah ganteng tadi? Siapakah dia? Namanya tidak pernah
    kudengar," jawab Pat‐jiu Sin‐ong.
    "Ha‐ha‐ha! Kam Si Ek adalah panglima muda di Shan‐si dan hanya karena
    adanya pemuda itulah maka Shan‐si terkenal daerah yang amat kuat dan
    membuat gubernurnya yang bernama Li Ko Yung terkenal. Cocok sekali dia
    dengan puterimu. Puterimu menjadi perebutan pemuda‐pemuda, sebaliknya
    entah berapa banyaknya gadis di dunia ini yang ingin menjadi istrinya! Haha‐
    ha!" Terang bahwa Kwee Seng sudah mulai terpengaruh arak.
    Memang sebetulnyalah kalau pemuda itu tadi mengatakan bahwa dia tidak
    bias minum arak banyak‐banyak. Akan tetapi karena kerusakan hatinya
    menghadapi cinta terhadap Liu Lu Sian berbareng kecewa, ia sengaja nekat
    minum terus tanpa ditakar lagi.
    "Huh, apa artinya panglima bagiku? Dia memang tampan, akan tetapi kalau
    disuruh memilih kau, Kwee Seng!"
    Liu Lu Sian tersentak kaget dan membalikkan tubuh, masih berdiri di tengah
    panggung. Juga para tamu mrndengar percakapan yang dilakukan dengan
    suara keras itu. Kini mereka memandang ke arah mereka, terutama sekali
    Kwee Seng menjadi pusat perhatian.
    Pemuda ini sudah bangkit berdiri, cawan arak di tangan kanannya. Hatinya
    berguncang keras ketika ia mendengar ucapan ketua Beng‐kauw itu. Betapa
    tidak ? Jelas bahwa Ketua Beng‐kauw ini agaknya suka memilih dia sebagai
    mantu. Dan dia sendiri pun sudah jelas mencintai gadis jelita itu, hal ini tidak
    dapat ia bantah, seluruh isi hati dan tubuhnya mengakui.
    Mau apa lagi? Tinggal mengalahkan gadis itu, apa sukarnya? Akan tetapi di
    balik rasa cinta, di sudut kepalanya di mana kesadarannya berada, terdapat
    rasa tak senang yang menekan kembali rasa cinta kasihnya dengan bisikanbisikan
    tentang kenyataan betapa keadaan gadis itu dan keluarganya sama
    sekali tidak cocok, bahkan berlawanan dengan pendirian dan wataknya.

  9. #38

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 38
    Ia jatuh cinta kepada seorang dara yang berwatak liar dan ganas, sombong
    dan tinggi hati, licik dan keji, gadis yang menjadi puteri tunggal Ketua Bengkauw
    yang sakti, aneh dan sukar diketahui bagaimana wataknya. Gadis yang
    menjadi sebab kematian banyak pemuda yang tak berdosa!
    Kesadarannya membisikkan bahwa betapa pun ia mencintai gadis itu,
    cintanya hanya karena pengaruh kejelitaan gadis itu dan kalau ia menuruti
    cintanya yang terdorong nafsu, kelak akan tersiksa hatinya. Akan tetapi
    perasaannya membantah kalau ia boleh membawa pergi gadis itu
    bersamanya, mungkin ia bisa membimbingnya menjadi seorang isteri yang
    baik dan cocok dengan sifat‐sifat dan wataknya.
    "Lo‐enghiong, jangan main‐main!"
    "Ha‐ha, siapa main‐main ? Kwee‐hiantit hanya kaulah yang agaknya pantas
    bertanding dengan puteriku. Hayo kau kalahkan dia, kalau tidak anakku itu
    akan makin besar kepala saja dan para tamu tentu akan mengira aku hendak
    menang sendiri! Ha‐ha‐ha!"
    "Hemmm, puterimu berkepandaian tinggi. Terus terang saja, akupun ingin
    sekali menguji kepandaiannya. Akan tetapi... hemm, Lo‐enghiong, harap
    jangan salah sangka. Dengan jujur aku mengaku bahwa puterimu telah
    menarik hatiku. Akan tetapi, perjodohan melalui pertandingan memang
    kurang tepat, yang perlu hati masing‐masing.
    Bagaimana kalau aku naik ke panggung, tapi bukan untuk memasuki
    sayembara pemilihan jodoh, hanya sekedar main‐main menguji kepandaian
    belaka?" Ucapan ini dilakukan perlahan tidak terdengar orang lain.
    Akan tetapi Ketua Beng‐kauw itu tertawa keras dan menjawab dengan suara
    keras pula. "Ha‐ha‐ha‐ha! Aku mengerti,kau memang seorang yang teliti dan
    cermat, terlalu berhati‐hati! Kalau menyalahi peraturan, berarti melanggar
    dan siapa melanggar harus didenda!"

  10. #39

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 39
    Kwee Seng tertawa pula dan menenggak sisa araknya. "Dendanya
    bagaimana? Kau harus menurunkan ilmu pukulan yang kau pergunakan
    untuk mengalahkan puteriku itu kepadanya."
    "Aku. Tapi dia harus ikut denganku ke mana aku pergi."
    "Boleh. Nah, orang muda, kau cobalah!"
    Hati Liu Lu Sian sudah mendongkolkan sekali mendengarkan percakapan
    antara ayahnya dan pemuda pelajar yang kelihatan lemah lembut itu. Apalagi
    ketika ia melihat Kwee Seng berjalan menghampirinya dengan langkah
    sempoyongan dan mukanya yang berkulit putih halus itu kelihatan merah
    sekali, tanda‐tanda seorang mabuk!
    "Apakah Kwee‐kongcu juga tidak mau ketinggalan dalam lomba pameran
    kepandaian?" Liu Lu Sian menegur dengan kata‐kata dingin. Ternyata gadis
    ini masih mendongkol mengingat betapa tadi di depan ayahnya, Kwee Seng
    sudah membikin basah pakaiannya dengan arak, merupakan bukti bahwa
    dalam adu tenaga secara diam‐diam itu, pemuda ini sudah memang setingkat
    daripadanya.
    "Cuma kali ini Kongcu sedang mabuk, tidak enak kalau aku mencari
    kemenangan dan seorang yang mabok!" Dengan kata‐kata ketus ini, Liu Lu
    Sian hendak menebus rasa malunya tadi.
    Kwee Seng tersenyum dan diam‐diam mengagumi wajah yang demikian
    eloknya, mulut yang biarpun menghamburkan kata‐kata pedas dan pahit,
    namun tetap manis didengar. Matanya yang agak mabok itu seakan‐akan
    lekat pada bibir itu dan sejenak Kwee Seng terpesona, tak dapat berkata apaapa,
    tak dapat bergerak memandang ke arah mulut dara jelita.
    Bibir merah basah menantang Bentuk indah gendewa terpentang Hangat
    lembut mulut juita Sarang madu sari puspita Senyum dikulum bibir gemetar
    Tersingkap mutiara indah berjajar Segar sedap lekuk di pipi Mengawal suara
    merdu sang dewi!

  11. #40

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 40
    "Heh, kenapa kau melongo saja?" tiba‐tiba Lu Sian membentak, lenyap
    sikapnya menghormat karena ia tak dapat menahan kejengkelan hatinya.
    Kwee Seng sadar dari lamunannya. "Eh..., ohh... Nona, kau tahu, aku
    sebetulnya tidak ingin memasuki sayembara... dan aku ...aku lebih suka
    bertanding dengan si pemilik tangan maut!" Sambil berkata demikian ia
    menoleh, matanya mencari‐cari.
    "Cukup! Tak perlu banyak bicara lagi Kwee‐kongcu. Aku sudah mendengar
    bahwa kalau aku kalah, aku harus menjadi muridmu dan ikut pergi
    bersamamu!" kata pula Lu Sian dengan senyum mengejek. "Akan tetapi
    jangan kira akan mudah mengalahkan aku!" Setelah berkata demikian, gadis
    itu berkelebat cepat dan tahu‐tahu ia sudah lari menyambar pedangnya yang
    terletak diatas meja dan secepat itu pula berkelebat kembali menghadapi
    Kwee Seng.
    Pemuda itu tersenyum, senyum yang mengandung banyak arti, setengah
    mengejek dan setengah kagum begitu cepatnya gadis itu bergerak dan
    menyarungkan pedangnya dengan gerakan indah. Lu Sian merasakan ejekan
    ini dan dengan gemas ia berkata," Menghadapi seorang sakti seperti engkau
    ini, Kwee‐kongcu, tidak bisa disamakan dengan segala cacing tanah tadi.
    Aku mengharapkan pelajaran darimu dalam menggunakan senjata!" Sambil
    berkata demikian gadis ini mencabut pedangnya dan tampaklah sinar
    berkelebat, putih menyilaukan mata.
    "Lu Sian, mundurlah! Manusia ini terlalu sombong, biar aku mewakilimu
    memberi hajaran!" Tiba‐tiba bayangan tinggi kurus melayang ke depan Kwee
    Seng dan sebuah lengan menyambar ke arah dada pemuda itu.
    "Wutttt!" Kwee Seng miringkan pundaknya dan pukulan yang hebat itu lewat
    cepat.

  12. #41

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 41
    "Hemm, aku senang sekali melayanimu!" kata Kwee Seng dan jari
    telunjuknya menotok ke arah pergelangan tangan yang lewat di sampingnya.
    Akan tetapi secepat itu pula Ma Thai Kun sudah menarik kembali lengannya
    sehingga dalam dua gebrakan ini mereka berkesudahan nol‐nol atau sama
    cepatnya.
    "Ji‐sute, mundur kau!" kembali Liu Gan berseru keras dan biarpun matanya
    melotot marah, Ma Thai Kun tidak berani membantah perintah suhengnya
    dan ia mundurkan diri dengan kemarahan di tahan‐tahan.
    Orang She Kwee, kau terlalu sombong. Lihat pedangku!" bentak Liu Lu Sian
    sambil menggerakan pedangnya dengan cepat sehingga pedang itu berubah
    menjadi segulung sinar putih yang membuat lingkaran‐lingkaran lebar,
    makin lama lingkaran itu makin lebar mengurung tubuh Kwee Seng. Namun
    pemuda ini hanya menggerakkan sedikit tubuhnya dan selalu ia terhindar
    daripada kilat yang berpencaran keluar dari sinar pedang itu.
    "Lu Sian, jangan pandang ringan dia! Gunakan Toa‐hong Kiam‐hoat (Ilmu
    Pedang Angin Badai)!" seru Liu Gan dengan suara gembira, wajahnya berseri
    dan matanya bersinar‐sinar.
    Begitu gebrakan pertama dan selanjutnya secara cepat berlangsung, Lu Sian
    sudah mengerti bahwa Kwee Seng ini benar‐benar amat lihai. Pedangnya
    yang menyambar‐nyambar seperti hujan cepatnya itu ternyata dapat
    dielakkan secara aneh dan sama sekali tidak tampak tergesa‐gesa, seakanakan
    gerakan‐gerakannya ini masih terlampau lambat bagi Kwee Seng.
    Oleh karena ini, begitu mendengar seruan ayahnya, ia segera mengerahkan
    tenaga dan berlaku hati‐hati, cepat ia mainkan ilmu pedang ajaran ayahnya,
    yaitu Toa‐hong Kiam‐hoat. Gadis ini mengerti bahwa kali ini ia tidak saja
    harus menjaga harga dirinya, melainkan juga menjaga muka ayahnya.
    Melihat perubahan ilmu pedang gadis itu yang kini menderu‐deru seperti
    angin badai mengamuk, diam‐diam Kwee Seng kaget dan kagum. Tak
    percuma Ketua Beng‐kauw mendapat julukan Pat‐jiu Sin‐ong dan tidak
    percuma pula gadis itu menjadi puteri tunggalnya karena ilmu pedang ini

  13. #42

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 42
    amat cepat dan hebat berbahaya sehingga tak mungkin dihadapi
    mengandalkan kecepatan belaka.
    Pemuda sakti ini maklum pula bahwa Pt‐jiu Sin‐ong seorang yang amat licik
    dan aneh. Tentu sekarang Ketua Beng‐kauw itu menyuruh anaknya
    mengeluarkan ilmu pedang simpanan agar terpaksa ia mengeluarkan
    ilmunya yang sejati pula untuk mengalahkan Lu Sian.
    Kwee Seng maklum pula bahwa janji untuk menurunkan ilmunya yang
    mengalahkan Lu Sian, adalah janji yang amat licik dari Pat‐jiu Sin‐ong, yang
    membayangkan sifat loba seorang ahli silat yang ingin sekali menguasai
    seluruh ilmu yang paling sakti di dunia ini.
    Melalui puterinya, Ketua Beng‐kauw ini hendak memancing‐mancing ilmu
    silatnya untuk menambah perbendaharaan ilmu Pat‐jiu Sin‐ong! Karena tidak
    ingin menggunakan ilmu simpanannya untuk mengalahkan Lu Sian agar ia
    tidak usah menurunkan ilmu itu pada gadis ini, kembali Kwee Seng
    mengandalkan gin‐kang (ilmu meringankan tubuh) yang lebih tinggi
    daripada kepandaian gadis itu untuk meleset kesana kemari, menyelinap di
    antara sambaran pedang Lu Sian yang seperti badai mengamuk itu. Akan
    tetapi belum lima belas jurus Lu Sian mainkan Ilmu Pedang Toa‐hong‐kian,
    ayahnya sudah berseru lagi.
    "Lu Sian, pergunakan Pat‐mo Kiam‐hot!" Ilmu pedang Pat‐mo‐kiam (Pedang
    Delapan Iblis) ini sengaja diciptakan oleh Pat‐jiu Sin‐ong untuk mengimbangi
    Ilmu Pedang Pat‐sian‐kiam (Pedang Delapan Dewa) yang pernah ia hadapi
    dahulu. Hebatnya bukan kepalang. Lu Sian kembali menurut perintah
    ayahnya dan gerakan pedangnya berubah lagi.
    Kini pedangnya tidak mengandalkan kecepatan, melainkan lebih
    mendasarkan serangan pada penggunaan tenaga sin‐kang (tenaga sakti).
    Setiap tusukan atau bacokan mengandung tenaga mujijat sehingga anginnya
    saja sudah cukup untuk merobohkan lawan yang kurang kuat.
    Kembali Kwee Seng kaget dan kagum. Seperti juga sifatnya Pat‐sian‐kiam
    yang ia kenal, ilmu pedang ini rapi sekali, seakan‐akan dimainkan oleh
    delapan orang, namun Pat‐mo‐kiam mengandung sifat yang lebih ganas dan

  14. #43

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 43
    keji. Mendadak ia mendapatkan pikiran yang baik sekali. Biarpun Pat‐mokiam
    diciptakan untuk menghadapi Pat‐sian‐kiam, namun ilmu silat hanya
    sekedar teori atau peraturan gerakan belaka yang terpenting adalah
    orangnya. Karena tingkatnya lebih tinggi daripada tingkat Lu Sian, maka ia
    merasa sanggup mengalahkan Pat‐mo‐kiam yang dimainkan gadis ini dengan
    ilmu pedang Pat‐sian‐kiam.
    Ia berseru keras dan tahu‐tahu tangannya sudah mencabut keluar sebuah
    kipas yang di sembunyikan di dalam bajunya. Cepat ia mainkan Ilmu Pedang
    Pat‐sian‐kiam, kipasnya mengeluarkan angin yang kuat sekali sehingga
    gulungan sinar pedang putih terdesak dan tiba‐tiba Lu Sian berseru keras
    karena siku kanannya terkena totokan gagang kipas.
    Seketika tangannya kejang dan hampir saja ia melepaskan pedang, baiknya
    dengan gerakan yang cepat bukan main Kwee Seng sudah memulihkan
    totokan lagi sehingga gadis itu dapat menyambar pedangnya yang sudah
    terlepas tadi.
    Dasar gadis yang tak dapat menerima kekalahan, begitu pedangnya
    terpegang lagi ia terus menyerang dengan hebat!
    "Aiihh...!" Kwee Seng berseru dan tubuhnya berkelebat. Terpaksa ia
    mempergunakan ilmunya yang hebat, yaitu Pat‐sian Kiam‐hoat yang sudah ia
    gabung dengan Ilmu Kipas Lo‐hain San‐hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan).
    Kipasnya mengebut pedang lawan dan selagi pedang itu miring letaknya,
    gagang kipasnya menotok dan... kini seluruh tubuh Lu Sian menjadi kaku tak
    dapat digerakkan lagi!
    Kwee Seng cepat menempel pedang lawan dengan kipasnya, merampas
    pedang itu di antara kipas sambil jari tangan kirinya membebaskan totokan!
    Lu Sian dapat bergerak lagi akan tetapi pedangnya sudah terampas. Gadis itu
    marah bukan main, siap menerjang dengan tangan kosong berdasarkan
    kenekatan.
    "Lu Sian, cukup ! Haturkan terima kasih kepada calon suami atau gurumu!
    Ha‐ha‐ha!" teriak Pat‐jiu Sin‐ong sambil melompat ke atas panggung. Tepuk

  15. #44

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 44
    tangan riuh menyambut kemenangan Kwee Seng ini, sedangkan Lu Sian lari
    ke dalam tanpa menoleh lagi.
    Sambil merangkul pundak Kwee Seng, Pat‐jiu Sin‐ong berkata lantang kepada
    para tamunya. "Sahabat mudaku Kwee Seng telah menang mutlak atas
    puteriku dan dia berhak menjadi calon mantuku. Akan tetapi, karena dia pun
    seorang aneh, tidak kalah anehnya dengan aku sendiri, hanya dia yang dapat
    menentukan apakah perjodohan ini diteruskan atau tidak.
    Betapapun juga, ia sudah berjanji akan menurunkan ilmunya yang tadi
    mengalahkan puteriku kepada Liu Lu Sian. Suami atau guru, apa bedanya?
    Ha‐ha‐ha‐ha‐ha!"
    Orang tua itu menggandeng tangan Kwee Seng untuk di ajak minum
    sepuasnya. Sedangkan para tamu mulai menaruh perhatian dan
    mempercakapkan pemuda pelajar yang tampaknya lemah‐lembut itu.
    Beberapa orang tokoh tua segera mengenal Kwee Seng sebagai Kim‐mo‐eng
    dan mulai saat itu, terkenallah nama Kim‐mo‐eng Kwee Seng.
    Tiga hari kemudian, Kwee Seng dan Lu Sian kelihatan menunggang dua ekor
    kuda keluar dari kota raja Kerajaan Nan‐cao. Seperti telah ia janjikan, setelah
    menangkan pertandingan, ia akan mengajarkan ilmu kepada Lu Sian dan
    gadis itu harus menyertai peraturannya sampai menerima pelajaran itu.
    Pat‐jiu Sin‐ong memberi dua ekor kuda yang baik, berikut seguci arak kepada
    Kwee Seng karena selama tiga hari di tempat itu, pemuda ini siang malam
    hanya makan minum dan mabuk‐mabukan saja, manjadi seorang peminum
    yang luar biasa.
    Betapapun juga, melihat mereka naik kuda berendeng, memang keduanya
    merupakan pasangan yang amat setimpal. Wajah Lu Sian nampak berseri,
    karena betapapun juga, menyaksikan sikap Kwee Seng, gadis ini dapat
    menduga bahwa sebetulnya pemuda yang tampan dan sakti ini jatuh hati
    kepadanya.

  16. #45

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 45
    Pandang mata pemuda itu dapat ia rasakan dan diam‐diam merasa girang
    sekali. Memang sudah menjadi waatak Lu Sian, makin banyak pria jatuh hati
    kepadanya makin giranglah hatinya, apalagi kalau kemudian ia dapat
    mematahkan hati orang‐orang yang mencintainya itu!
    "Kwee‐koko (Kakanda Kwee), kemanakah kita menuju?" Tanya Lu Sian
    dengan suara halus dan manis, bahkan mesra. Kwee Seng memeluk guci
    araknya dan menoleh ke kiri. Melihat wajah ayu itu menengadah, mata
    bintang itu menatapnya dan mulut manis itu setengah terbuka, hatinya
    tertusuk dan cepat‐cepat ia membuang muka sambil memejamkan matanya,
    "Ke mana pun boleh!" jawabnya tak acuh, lalu menenggak araknya sambil
    duduk di punggung kuda tanpa memegangi kendalinya.
    "Eh, bagaimana ini? kau yang mengajak aku. Biarlah kita ke timur, sampai
    ditepi sungai Wu‐kiang yang indah. Bagaimana koko?" "Hemm, baik. Ke
    lembah Wu‐kiang!" jawab Kwee Seng.
    Lu Sian membedal kudanya dan Kwee Seng masih tetap duduk sambil minum
    arak, akan tetapi kudanya dengan sendirinya mencongklang mengikuti kuda
    yang dibalapkan Lu Sian.
    Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari daerah kota raja, memasuki
    hutan. Kembali Lu Sian menahan kudanya, dan kuda Kwee Seng juga ikut
    berhenti.
    "Kwee‐koko, mengapa kau hanya minum saja? Kita melakukan perjalanan
    sambil bercakap‐cakap, kan menyenangkan? Apa kau tidak suka melakukan
    perjalanan bersamaku? Kwee‐koko, hentikan minummu, kau pandanglah
    aku!"
    Mulai jengkel hati Lu Sian yang merasa diabaikan atau tidak diacuhkan. Kwee
    Seng menoleh lagi ke kiri, makin terguncang jantungnya dan kembali ia
    menenggak araknya!

Page 3 of 16 FirstFirst 123456713 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •