Page 6 of 16 FirstFirst ... 2345678910 ... LastLast
Results 76 to 90 of 229

Thread: 2. suling emas

http://idgs.in/730827
  1. #76

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 76
    yang sedang menyambut lima orang tamunya da mungkin sekali suling itu
    ditiup oleh Ang‐siauw‐hwa seperti yang diceritakan oleh para tukang perahu
    tadi ! Hemm, kalau benar wanita itu yang meniupnya, lumayan juga !
    Setidaknya, kalau seorang ******* saja dapat meniup suling seperti itu,
    benar‐benar dia seorang ******* yang luar biasa.
    Ketika suling berhenti ditiup, terdengar tepuk tangan dan tertawa‐tawa
    memuji dari dalam perahu, tanda bahwa orang‐orang yang berada di dalam
    perahu itu gembira dan kagum. Tak lama kemudian, kembali suling itu
    berbunyi, kini mainkan lagu yang menjadi kegemaran Kwee Seng, yaitu Bulan
    mengembara cari kekasih.Kalu tadi kwee Seng hanya kecewa mendengar
    tiupan suling yang dianggapnya kurang baik, kini telinganya terasa sakit
    mendengar betapa lagu kesayangannya dirusak orang. Karena tidak dapat
    menahan lagi, pemuda yang sudah terpengatuh oleh hawa arak itu
    mengeluarkan sebatang suling dari dalam bajunya dan tak lama kemudian
    melengkinglah suara sulingnya melayang‐layang di permukaan telaga,
    mendesak suara suling pertama yang keluar dari perahu besar. Karena suara
    suling Kwee Seng luar biasa sekali kuatnya, maka suara pertama tenggelam
    dan tak terdengar lagi.
    Sahabat, alangkah indah bunyi sulingmu!Kwee Seng yang baru saja
    menghabiskan bait terakhir cepat memandang. Seorang wanita dengan
    pakaian serba indah berwarna merah muda, berdiri di pinggiran perahu dan
    kelihatan seperti seorang dewi telaga. Ah, kalau saja aku bersayap, kuakan
    terbang membebaskan diri dari sini untuk belajar meniup suling darimu
    sahabat
    Kwee Seng tercengang. Inikah ******* yang berjuluk Ang‐siauw‐hwa ? Pantas
    saja terkenal menjadi kembangnya sekalian ******* di daerah Telaga Barat
    ini, pikirnya sambil memandang kagum. Tentang kecantikannya, tak dapat ia
    menilai teliti karena keadaan yang remang‐remang itu tidak cukup
    menerangi wajah si gadis, akan tetapi, selain pandai meniup suling juga katakatanya
    begitu halus dan teratur, dari ucapannya itu saja mudah diduga
    bahwa nona ini tentu pandai bersyair. Dengan hati tertarik Kwee Seng
    mendayung maju perah kecilnya untuk mendekati perahu besar dan agar ia
    dapat memandang lebih jelas. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara
    memanggil dari bilik perahu besar dan nona berpakaian serba merah muda
    itu membalikkan tubuh dan lenyap ke dalam perahu besar.

  2. Hot Ad
  3. #77

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 77
    Kwee Seng sadar daripada kebodohannya. Perempuan itu sudah disewa
    hartawan pemilk perahu besar, mau apa ia mendekat ? Ah, mengapa ia begitu
    tertarik kepada seorang wanita ******* ? Kwee Seng sadar akan
    kebodohannya sendiri dan menggerakkan dayung untuk menjauhi perahu
    besar. Akan tetapi pada saat itu ia melihat sebuah perahu meluncur cepat ke
    arah perahu besar dan di dalam perahu ini terdapat seorang hwesio tinngi
    besar bersama lima orang wanita ******* yang sedang minum‐minum dan
    tertawa cekikikan seperti segerombolan kuntilanak, Kwee Seng cepat
    mendayung perahunya menyelinap dan bersembunyi di belakang perahu
    besar untuk mengintai karena ia merasa curiga menyaksikan gerak‐gerik
    hwesio tinggi besar yang aneh itu.
    Dari balik perahu besar itu Kwee Seng melihat jelas betapa hwesio tinggi
    besar itu sekali menggerakkan kaki telah melayang naik ke atas papan dek
    tanpa menimbulkan guncangan sedikitpun juga. Kwee Seng kaget dan kagum.
    Hwesio ini benar‐benar memiliki ilmu yang tinggi. Ketika ia memandang ke
    perahu hwesio tadi, ia merasa muak. Lima orang wanita ******* yang
    memakai bedak tebal itu dalam keadaan setengah telanjang dan awutawutan
    rambutnya, tertawa cekikikan dan bersenda gurau, agaknya sudah
    mabok semua ! Perahunya yang tidak di kuasai oleh hwesio telah oleng ke
    kanan kiri tanpa diketahui lima orang ******* mabok. Karena merasa muak,
    Kwee Seng tidak mempedulikan mereka dan ia kembali memandang ke arah
    hwesio yang berdiri kokoh seperti batu karang diatas papan dek perahu
    besar.
    Heh, hartawan she Lim!Hwesio itu berseru dan suaranya yang parau keras
    itu menembus desir angin. Lekas serahkan Ang‐siauw‐hwa kepadaku,
    kutukar dengan lima orang yang berada di perahuku!
    Tiba‐tiba dari pintu bilik perahu besar itu meloncat seorang laki‐laki tinggi
    kurus yang mengenakan pakaian ringkas dan punggungnya terhias sebatang
    golok. Gerakan laki‐laki ini ringan dan cepat, tahu‐tahu ia sudah berdiri di
    depan hwesio itu dengan mata berkilat. Eh, eh, hwesio jahat darimana berani
    mengganggu kesenangan kami ? Apakah kau sahabat dari Si Jahanaman Lo
    Houw yang kulempar ke dalam air?
    Hwesio itu memandang sejenak lalu tertawa. Heh‐heh‐heh, aku tidak tahu itu
    Lo Houw, dan tidak kenal pula tikus kecil macammu. Aku hanya datang untuk
    mengambil Ang‐siauw‐hwa, kutukar dengan lima ******* itu. Wanita macam
    Ang‐siauw‐hwa yang disebut‐sebut kembang ******* di telaga ini patut

  4. #78

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 78
    mengawaniku bersenang‐senang. Lekas suruh dia keluar dan berikan
    kepadaku sebelum perahu ini kubikin tenggelam berikut semua
    penumpangnya!
    Hwesio sesat ! Pergilah!Si Jangkung Kurus menerjang maju dengan gerakan
    kilat. Cepat sekali gerakannya dan Kwee Seng yang menonton tahu bahwa si
    jangkung itu memiliki ilmu silat tangan kosong yang cukup hebat. Hwesio ini
    mencari penyakit, pikirnya, penghuni perahu besar itu ternyata bukan orangorang
    lemah. Pukulan si jangkung itu selain cepat, juga jelas mengandung
    tenaga yang besar, tampak gerakannya begitu mantap dan sekali pukul,
    kedua tangan si jangkung itu secara berbareng menyerang dada dan
    lambung. Anehnya, hwesio tinggi besar itu masih tertawa, sama sekali tidak
    mengelak. Celaka, pikir Kwee Seng, betapapun lihainya, mana hwesio itu
    akan dapat menahan pukulan yang mengandung tenaga dalam itu?
    Buk ! Buk!Dua buah pukulan itu tepat mengenai dada dan lambung. Ha‐haha‐
    ha!Si Hwesio malah tertawa bergelak, sedikit pun tidak terpengaruh dua
    pukulan itu. Sejenak si jangkung terbelalak kaget, kemudian tampak sinar
    bergulung ketika ia mencabut goloknya dan membacok dengan cepat ke
    mengarah leher.
    Celaka kata Kwee Seng, akan tetapi kali ini ia menyebut celaka bukan untuk si
    hwesio karena segera ia maklum bahwa hwesio itu benar‐benar memiliki sinkang
    (tenaga sakti) yang amat tinggi dan pencabutan golok oleh si jangkung
    itu hanya akan berarti celaka bagi si jangkung.
    Memang tidak berlebihan penafsiran Kwee Seng ini. Hanya sedikit
    menggerakkan tubuhnya si hwesio sudah mampu mengelak dan sebelum si
    jangkung sempat menyerang lagi, tubuhnya sudah tertangkap dan sekali
    melontarkan tangkapannya sambil tertawa, hwesio tinggi besar itu sudah
    melempar lawannya jauh ke luar perahu !
    Byurrrr!Air muncrat tinggi dan si jangkung megap‐megap dalam usahanya
    menyelamatkan diri.
    Hwesio *******, berani kau memukul Suteku (adik seperguruanku)?Kini
    muncul seorang pendek gemuk dengan sebatang toya (tongkat panjang)

  5. #79

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 79
    melintang di tangan. Tanpa menanti jawaban, si gemuk ini sudah
    menggerakkan toyanya menghantam leher hwesio itu. Sebagai kakak
    seperguruan si jangkung tadi, dapat di bayangkan betapa hebat serangan si
    gemuk pendek ini. Batu karang yang kuat agaknya akan pecah terkena
    pukulan toya baja itu. Namun, si hwesio sama sekali tidak mengelak, hanya
    miringkan tubuh dan menerima hantaman toya itu dengan pangkal
    lengannya.
    Bukkk!Si hwesio masih tertawa‐tawa dan kedua lengannya bergerak. Tahutahu
    si gemuk memekik keras dan tubuhnya terlempar keluar perahu.
    Kembali terdengar air menjebur dan tubuh gemuk itu tenggelam timbul,
    agaknya lebih parah lukanya daripada sutenya.
    HebatDiam‐diam Kwee Seng terkejut dan kagum. Perhatiannya kini tertuju
    pada hwesio itu sambil mengingat siapa gerangan hwesio yang demikian
    lihainya itu. Terang bahwa kepandaian dua orang yang dikalahkannya secara
    mudah tadi cukup tinggi dan hanya seorang sakti saja yang dapat
    mengalahkan mereka dengan sekali gebrakan. Akan tetapi kalau memang
    hwesio ini seorang tokoh sakti, mengapa sikap dan kelakuannya begitu gilagilaan
    ? Sama sekali tidak patut dilakukan oleh seorang tokoh sakti yang
    terkenal. Merampas seorang ******* ! Benar‐benar mengherankan sekali !
    Sementara itu, dari dalam bilik perahu sudah berloncatan tiga orang laki‐laki.
    Usia mereka rata‐rata empat puluh tahun lebih, dan ketiganya memegang
    pedang. Gerakan‐gerakan mereka pun cepat dan ringan, malah agaknya lebih
    cekatan daripada dua orang yang sudah kalah oleh si hwesio. Begitu keluar,
    mereka serentak mengurung dan menyerang hwesio itu dengan pedang
    mereka.
    Kwee Seng melihat hwesio itu tertawa, akan tetapi segera perhatiannya
    tertarik oleh kejadian lain. Ia melihat seorang wanita berpakaian merah
    muda berlari‐lari ke pinggir perahu besar itu lalu wanita itu meloncat ke air !
    Byurrr!air muncrat tinggi dan tubuh wanita itu lenyap !
    CelakaUntuk ketiga kalinya selama beberapa menit itu Kwee Seng menyebut
    celaka, akan tetapi ia cepat mendayung perahunya ke arah terjunnya si
    pakaian merah tadi. Selagi ia hendak menyelam, tiba‐tiba wanita itu muncul
    dan legalah hati Kwee Seng melihat bahwa wanita itu ternyata pandai

  6. #80

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 80
    berenang ! Ah, benar‐benar ******* yang aneh sampai berenang pun pandai !
    ******* itu memang bukan lain adalah Ang‐siauw‐hwa yang kini berenang
    cepat ke arah perahu Kwee Seng.
    Kongcu yang pandai bersuling, kau tolonglah aku yang bernasib malang,
    katanya sambil berusaha mengangkat tubuh memegang pinggir perahu. Akan
    tetapi beberapa kali usahanya tak berhasil karena pinggiran perahu itu
    terlampau tinggi dari permukaan air.
    Kwee Seng lalu mengulur tangannya dan menarik tubuh wanita itu ke dalam
    perahunya. Ia memandang, kagum. Memang patut dikagumi wanita ini.
    Pakaiannya basah kuyup dan karena pakaian ini terbuat daripada sutera tipis
    dan halus, maka kini tercetaklah tubuhnya membayangkan bentuk tubuh
    yang padat ramping, dengan lekuk lengkung sempurna, tubuh seorang
    wanita muda yang sudah masak.
    Kenapa kau meloncat ke air?Kwee Seng bertanya, menekan gelora
    jantungnya yang membuat darah mudanya yang bergerak lebih cepat
    daripada biasanya.
    Ah, hwesio demikian hebat. Kalau aku dirampasnya bagaimana nasibku ?
    Lim‐wangwe yang sudah tua dan pendekar‐pendekar itu semua bersikap
    sopan kepadaku, akan tetapi belum tentu hwesio itu begitu baik sikapnya. Ah,
    Kongcu, kau tolonglah akubiarlah aku akan mengerjakan apa saja yang kau
    kehendaki untuk membalas budimu ini. Sambil berkata demikian, Ang‐siauwhwa
    mendekat dan bau harum menerjang hidung Kwee Seng yang tertegun
    melihat wanita itu tersenyum manis dan mengerling penuh arti.
    Aku aku bersedia menolong, tapi tapi aku tidak menghendaki apa‐apa darimu
    jawabnya gagap sambil menggerakkan dayung.
    Wanita di belakangnya menarik napas panjang. Ahhhsudah kuduga, kau
    seorang pelajar yang sopan dan penuh susila, mana mungkin mau berkenalan
    dengan seorang tuna susila macam Ang‐siauw‐hwa?Suaranya mulai terisak.
    Beginilah nasibku, kongcu hanya orang‐orang rendah budi saja yang suka
    berkenalan denganku, dengan maksud yang kotor, akan tetapi orang baikbaik
    selalu menjauhkan diri dariku.

  7. #81

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 81
    Kwee Seng menoleh, agak terharu juga. Memang demikianlah nasib wanita
    yang terperosok ke Lumpur kehinaan. Bukan begitu, Nona. Tadi pun aku
    hendak memesanmu menemaniku minum arak, menikmati keindahan telaga
    sammbil bersuling dan bernyanyi atau mengarang syair. Akan tetapi karena
    kau telah disewa hartawan itu, aku berperahu seorang diri. Hanya perlu kau
    ketahui bahwa aku sekali‐kali bukan menolongmu karena hendak minta
    upah. Nih, kaupakai jubah luarku untuk menahan dingin dan angin. Kita
    harus pergi cepat‐cepat dari sini.Setelah melemparkan jubah luarnya untuk
    dipakai berselimut Ang‐siauw‐hwa, Kwee Seng cepat mendayung perahunya.
    Akan tetapi di atas perahu besar terdengar suara berkerontangan, disusul
    pekik‐pekik kesakitan dan berturut turut tubuh tiga orang jago silat itu pun
    terlempar ke dalam telaga. Bahkan orang ke tiga terlempar ke arah perahu
    Kwee Seng disusul bentakan hwesio itu yang parau dan nyaring.
    Ah, Ang‐siauw‐hwa kembang ******* ! Kau hendak lari ke mana ? Tak boleh
    lari sebelum melayaniku sampai puas!
    Melihat menyambarnya tubuh orang ke arah perahunya, Kwee Seng
    menggerakkan dayung sehingga perahunya menyeleweng mengelak dan
    tubuh orang itu terbanting ke dalam air, hanya tiga kaki dari kepala
    perahunya. Air muncrat membasahi bajunya.
    Ah, celaka kita, kongcuAng‐siauw‐hwa berseru ketakutan, tubuhnya yang
    sudah dingin itu kini ditambah rasa takut mulai menggigil.
    Tak usah takut, kita akan minggir lebih dulu daripada dia.Jawab Kwee Seng
    sambil mengerahkan tenaga mendayung sehingga perahunya meluncur
    seperti anak panah terlepas dari busurnya.
    Ang‐siauw‐hwa menengok dan melihat betapa hwesio yang menakutkan itu
    sudah meloncat ke dalam perahunya sendiri. Sekali ia menggentakkan
    perahu, lima orang ******* yang mabok‐mabokan di dalam perahu itu
    terlempar ke dalam air pula ! Menjemukan ! Tingallah kalian di air!kata
    hwesio itu sambil tertawa bergelak dan mulailah ia mendayung perahunya

  8. #82

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 82
    mengejar perahu Kwee Seng. Sementara itu, para penghuni perahu sibuk
    menolong lima orang jago silat dan juga lima orang ******* yang menjeritjerit
    dan gelagapan seperti lima ekor anak ayam terlempar ke air.
    Kongcu, dia dia mengejar, Ang‐siauw‐hwa memeluk pinggang Kwee Seng dari
    belakang. Bau harum dan kelunakan tubuh yang merapat di punggungnya
    membuat Kwee Seng meramkan matanya dan menahan napas. Diam‐diam
    hatinya mengeluh. Usianya sudah dua puluh dua dan belum pernah ia
    berdekatan begini dengan seorang wanita. Getaran yang menggelora di
    jantungnya melemahkan tenaga sakti sehingga kurang cepat ia mendayung
    perahu.
    He, orang muda ***** ! Apakah kau bosan hidup ? Berhenti dan berikan gadis
    itu kepadaku!Suara hwesio itu melengking di telinganya. Akan tetapi Kwee
    Seng tidak peduli dan cepat ia mengerahkan tenaga mendayung perahunya.
    Kau ingin mampus!Suara ini disusul oleh desir angin ke arah kepala Kwee
    Seng. Maklum bahwa ada benda menyambar, Kwee Seng mengibaskan
    tangannya dan dari ujung lenan bajunya menyambar angin yang memukul
    runtuh benda itu yang ternyata adalah sekepal kayu, agaknya gagang dayung
    yang diremas hancur oleh hwesio hebat itu!
    Kwee Seng maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan yang amat tangguh,
    mungkin lawan yang paling tangguh yang selama hidupnya pernah ia hadapi.
    Dengan adanya Ang‐siauw‐hwa di dalam perahu, tentu saja hal ini berarti
    melemahkan kedudukannya sendiri apabila terjadi pertandingan melawan
    hwesio kosen itu, apalagi kalau diingat bahwa hwesio memang bermaksud
    merampas Ang‐siauw‐hwa. Selain itu juga, bertanding di atas perahu amatlah
    berbahaya. Kepandaiannya di atas air hanya terbatas dan sekali jatuh ke
    dalam air, takkan ada gunanya lagi. Inilah sebabnya maka Kwee Seng segera
    mengerahkan tenaga sekuatnya sehingga perahunya meluncur lebih cepat
    lagi meninggalkan perahu hwesio yang mengejarnya.
    Sesampainya di pinggir telaga, Kwee Seng cepat menarik lengan Ang‐siauwhwa
    dan diajaknya melompat ke darat, lalu berkata lirih, Nona, cepatlah, kau
    lari dari sini! Tapi, tapi kau bagaimana, Kongcu

  9. #83

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 83
    Jangan pikirkan aku, lekas lari.Kwee Seng mendorong wanita itu dalam gelap,
    kemudian ia meloncat lagi ke dalam perahunya dan mendayung ke bagian
    lain dari tepi telaga itu untuk menyesatkan perhatian si hwesio terhadap
    Ang‐siauw‐hwa. Usaha dan akalnya ini berhasil baik, karena perahu hwesio
    itu terus mengikutinya setelah mendekat, kemudian terdengar hwesio itu
    berseru keras.
    Bocah *****, sekali ini aku tidak akan memberi ampun kepadamu!
    Akan tetapi karena ia sudah terbebas daripada keselamatan Ang‐siauw‐hwa
    kini Kwee Seng tidak melarikan diri lagi. Ia berdiri di kepala perahunya,
    berkipas‐kipas diri sambil menanti dekatnya perahu si hwesio. Setelah dekat
    ia berkata, Lo‐suhu, seorang beribadat seharusnya mengekang nafsu
    memupuk kebajikan agar menjadi contoh bagi orang banyak. Mengapa Losuhu
    malah mengejar‐ngejar seorang *******, hendak merampasnya dengan
    paksa dan memukul orang mengandalkan kepandaian?Suara Kwee Seng
    sopan dan halus akan tetapi di dalamnya mengandung teguran pedas.
    Heh he he he, bocah yang masih bau susu ibu ! Macam engkau ini hendak
    memberi kuliah kepada Ban‐pi Lo‐cia ? Heh he he!Ucapan diselingi tawa ini
    lalu diikuti bunyi keras seperti petir menyambar‐nyambar di atas kepala
    Kwee Seng dan tampaklah sinar hitam melecut‐lecut di udara. Kiranya kakek
    itu sudah mengeluarkan sebatang cambuk hitam yang bermain‐main di atas
    kepala Kwee Seng seperti seekor ular hidup yang ganas. Kwee Seng kaget
    setengah mati mendengar disebutnya nama Ban‐pi Lo‐cia (Dewa Locia
    Berlengan Selaksa)! Nama ini adalah nama seorang tokoh yang tak pernah
    atau jarang sekali muncul di dunia kang‐ouw, namun yang terkenal sebagai
    tokoh yang amat jahat, keji dan memiliki kesaktian hebat. Kabar tentang
    tokoh ini yang ia dengar paling akhir adalah bahwa Ban‐pi Lo‐cia menghilang
    di utara, di daerah Khitan, karena memang ada berita bahwa dia mempunyai
    darah bangsa Khitan. Bagaimana tokoh ini dapat muncul secara tiba‐tiba di
    tempat ini?
    Kekagetan dan keheranan hati Kwee Seng inilah agaknya yang membuat ia
    lengah sehingga ketika ada gulungan sinar hitam menyambar, ia hanya
    miringkan tubuhnya dan tahu‐tahu pinggangnya sudah telibat cambuk yang
    bergerak seperti ular. Ketika Ban‐pi Lo‐cia menggerakan tangan kanannya,
    tubuh Kwee Seng melayang seperti terbang, terbawa oleh ujung cambuk !
    Kwee Seng terkejut, namun ia dapat menenangkan hati dan mencari akal.
    Dengan kipas di depan dada untuk melindungi diri, ia mengerahkan sin‐kang

  10. #84

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 84
    di tubuhnya untuk menahan tekanan ujung cambuk yang melilit
    pinggangnya, kemudian ia membiarkan dirinya terlempaar melayang ke arah
    Ban‐pi Lo‐cia yang berdiri di atas perahu sambil menyeringai ! Orang gendut
    itu ternyata amat memandang rendah terhadap Kwee Seng yang dianggapnya
    seorang pelajar yang tahu sedikit akan ilmu silat, maka ia bermaksud
    mempermainkannya.
    Akan tetapi alangkah kaget hati raksasa gundul ini ketika tubuh Kwee Seng
    sudah sudah melayang ke dekatnya, tiba‐tiba angin pukulan yang hebat
    bertiup dari kipas disusul totokan kilat yang menuju ke jalan darah di
    lehernya, dilakukan oleh gagang kipas itu. Begitu cepatnya gerakan ini
    sehingga hampir saja jalan darah Tiong‐cu‐hiat di lehernya tertotok ! Ketika
    raksasa itu mengelak ke belakang, tahu‐tahu kaki Kwee Seng sudah menotol
    pundaknya dan menggunakan pundak raksasa ini sebagai batu loncatan,
    Kwee Seng mengerahkan tenaganya dan melompat sambil mengerahkan
    tenaga pada pinggang untuk membebaskan diri daripada libatan ujung
    cambuk. Usahanya berhasil. Ban‐pi Lo‐cia berseru heran dan tubuh Kwee
    Seng sudah melayang kembali ke atas, tepat tiba di gerombolan pohon
    kembang di pinggir telaga yang cepat disambarnya dan dengan ayunan indah
    tubuh pemuda itu sudah berada di darat, berdiri dengan tenang dan dengan
    kipas di tangan sambil memandang ke arah lawan yang masih berada di atas
    perahunya !
    "He he he, kau boleh juga, bocah!" Ban‐pi Lo‐cia berseru setengah marah
    setengah kagum, cambuknya bergerak cepat mengeluarkan ledakan‐ledakan
    keras. Ternyata cambuk itu memukul air di pinggir perahu danbagaikan
    didorong tenaga gaib, perahunya meluncur cepat sekali ke pinggir telaga,
    kemudian sekali meloncat raksasa itu sudah melayang dan tiba di depan
    Kwee Seng ! Dua orang ini kini berhadapan dan saling memandang penuh
    perhatian. Bulan bersinar terang bersih, indah sekali akan tetapi di dalam
    keindahan itu tersembunyi kengerian yang di timbulkan oleh pandang mata
    kedua orang yang saling bertentangan ini. Pinggir telaga sudah sunyi karena
    mereka yang mendengar tentang hwesio tinggi besar yang mengamuk, sudah
    melarikan diri cepat‐cepat akan tetapi ada pula beberapa orang yang
    bersembunyi dan melihat dua orang itu berhadapan dari jauh.
    "Ban‐pi Lo‐cia, sudah lama sekali aku mendengar namamu, dan ternyata
    keadaanmu cocok benar dengan namamu!" kata Kwee Seng yang kini sudah
    mengeluarkan suling bambu yang tadi ditiupnya dan memegang suling itu di
    tangan kanannya sedangkan kipasnya ia pegang di tangan kiri. Ia maklum
    bahwa menghadapi seorang sakti seperti ini ia harus di Bantu sulingnya,

  11. #85

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 85
    karena hanya dengan kipas saja kiranya belum tentu ia akan dapat mencapai
    kemenangan.
    "Heh, kau mengenalku ? Dan kau bilang cocok seakan‐akan kau telah
    mengenalku baik‐baik. Orang muda lancang, keadaanku yang bagaimana
    kausebut cocok dengan namaku?"
    "Kau terkenal sebagai tokoh sakti yang aneh, kejam keji dan memuja
    kejahatan mengandalkan kepandaian. Nah, bukankah cocok benar dengan
    perbuatanmu sekarang?"
    "Wah, sombong ! Bocah bermulut lancang, siapa namamu?"
    "Aku Kwee Seng, datang tidak menonjolkan nama, pergi tidak meninggalkan
    nama, hanya suling dan kipas ini yang kubawa."
    "Heh..heh, kata‐kata muluk ! Kau berlagak sopan dan terpelajar, akan tetapi
    bukankah kau sendiri juga memperebutkan kembang ******* telaga ini ? Heheh,
    orang muda, tiada bedanya antara engkau dan aku, hanya aku lebih suka
    secara terbuka dan terang‐terangan, sebaliknya engkau suka sembunyisembunyi
    dan berkedok kesopanan. Aku paling jemu melihat segala yang
    palsu ini, maka kau bersiaplah mampus di tangan Ban‐pi Lo‐cia!" Berbareng
    dengan habisnya ucapan itu, sinar hitam bergulung‐gulung ke depan
    dibarengi ledakan‐ledakan seperti petir menyambar kepala.
    Hebat bukan main kalau Ban‐pi Lo‐cia mainkan cambuknya, cambuk sakti
    yang terkenal dengan nama Lui‐kong‐pian (Cambuk Halilintar). Gerakan
    cambuk ini mengandung getran penuh dari sin‐kang yang sudah mencapai
    tingkat tinggi. Jangan kan terkena pukulan cambuk, baru mendengar
    bunyinya saja membuat lawan menjadi pening kepalanya, melihat sinarnya
    membuat mata lawan kabur, dan hawa pukulan yang mendahului datangnya
    ujung cambuk cukup kuat untuk menjungkalkan lawan yang kurang tinggi
    ilmu kepandaiannya ! Cambuk ini kelihatannya hanya sebatang benda lemas
    dan licin, akan tetapi jangan dipandang ringan senjata ini. Bahannya saja
    terbuat daripada sirip dan ekor ular laut hitam yang hanya dapat dilihat
    belasan tahun sekali di lautan utara, diantara gunung‐gunung es. Di tangan
    Ban‐pi Lo‐cia, cambuk ini benar‐benar menjadi halilintar. Bisa lemas

  12. #86

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 86
    melebihi sutera, bisa kaku keras melebihi baja, dan hebatnya, tidak ada
    sebuah senjata pun di dunia yang mampu membabatnya putus. Menyaksikan
    gerakan ini Kwee Seng maklum bahwa ia berhadapan lawan yang benarbenar
    sakti dan berbahaya, maka ia pun tidak berani main‐main, segera ia
    menggerakkan suling dan kipasnya untuk menghadapi permainan cambuk
    halilintar yang dahsyat itu. Karena tahu bahwa ilmu cambuk halilintar adalah
    ilmu sakti yang sukar dilawan dan harus dilawan dengan ilmu sakti lagi,
    maka Kwee Seng segera mainkan suling di tangan kanan menurut ilmu
    pedang Pat‐sian Kiam‐hoat sedangkan kipasnya ia mainkan dengan ilmu
    kipas Lo‐hai San‐hoat. Ilmu pedang Pat‐sian Kiam‐hoat (Delapan Dewa) dan
    ilmu kipas Lo‐hai San‐hoat (Mengacau Lautan) telah menjadi ilmu silat yang
    sakti dan hebat setelah ia menerima petunjuk‐petunjuk dari seorang manusia
    dewa, yaitu Bu Kek Siansu, beberapa tahun yang lalu di puncak pegunungan
    Himalaya. Kwee Seng tak pernah bertemu tanding yang dapat
    mengalahkannya. Dan sekarang mengahadapi Ban‐pi Lo‐cia yang demikian
    sakti, terpaksa ia mengeluarkan dua ilmunya yang dimainkan dengan lincah
    dan penuh mengandung tenaga sin‐kang. Sulingnya ketika ia gerakkan
    mengeluarkan bunyi melengking tinggi, lengking yang dapat memecahkan
    anak telinga lawan dan tepat sekali dipergunakan untuk melawan pengaruh
    suara cambuk yang menggelegar. Adapun kipasnya mengeluarkan angin
    amat kuat yang menyembunyikan totoka‐totokan maut oleh ujung gagang
    kipas yang dua buah banyaknya. Sesungguhnya, kipas inilah yang merupakan
    senjata penyerang Kwee Seng sedangkan sulingnya lebih banyak menjadi
    senjata penahan atau pelindung dengan suaranya yang menahan pengaruh
    suara cambuk dan gerakannya yang menangkis datangnya ujung cambuk.
    Kalau Kwee Seng tidak merasa heran menyaksikan kehebatan ilmu cambuk
    lawannya, sebaliknya Ban‐pi Lo‐cia kaget dan heran bukan main
    menyaksikan gerakan lawan. Raksasa gundul ini tadinya memandang rendah
    kepada Kwee Seng yang masih muda dan bersikap seperti seorang pelajar.
    Sama sekali ia tidak menyangka bahwa pemuda itu demikian hebat.
    Tangkisan suling pemuda itu sanggup menggetarkan cambuknya, sedangkan
    hawa pukulan kipas itu selalu mengancam jalan darahnya sehingga terpaksa
    ia harus berlaku hati‐hati dan mengelak dengan bantuan gerakan ujung
    lengan baju kiri untuk menyelamatkan diri. Padahal ia mengenal betul bahwa
    suling itu memainkan ilmu pedang Pat‐sian Kiam‐hoat sedangkan kipas itu
    mainkan ilmu silat Lo‐hai San‐hoat. Akan tetapi alangkah bedanya dengan
    permainan orang lain.

  13. #87

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 87
    Permainan pemuda ini telah membuat dua macam ilmu silat itu menjadi ilmu
    yang amat dahsyat, yang biarpun sudah ia kenal gerakan‐gerakan dan
    perubahannya, namun masih sukar untuk dihadapi ! Diam‐diam Ban‐pi Locia
    harus mengakui pendapat umum di dunia persilatan bahwa kehebatan
    seseorang bukan semata‐mata tergantung kepada ilmu silatnya, melainkan
    kepada si orang itu sendiri, kematangan dan kesempurnaannya
    memepelajari ilmu itu. Pula benar kalau orang mengatakan bahwa dalam
    menghadapi lawan, orang harus berlaku hati‐hati terhadap pertapa, yang
    kelihatan tua dan lemah, terhadap pelajar yang kelihatan halus dan terhadap
    wanita yang biasanya digolongkan orang lemah !
    Puuuttttar‐tar‐tar!!sekali serang, cambuk itu sudah menyambar secara
    berturut‐turut hanya selisih beberapa detik saja ke arah ubun‐ubun kepala,
    leher, lalu pusar. Kwee Seng menggerakkan suling menangkis serangan pada
    ubun‐ubunnya, kemudian ia memiringkan tubuh mengubah kedudukan kaki
    untuk menghindarkan diri serangan pada leher. Adapun pecutan pada
    pusarnya ia tangkis lagi dengan sulingnya sambil menggerakan kipasnya ke
    depan menotok jalan darah pada siku lawan. Kalau totokan ini mengenai
    sasaran, tentu lawannya akan terpaksa melepaskan cambuk.
    Haiihhh!Ban‐pi Lo‐cia berseru keras, mengerahkan sin‐kang dan ujung
    cambuknya terus melibat suling sedangkan totokan pada siku kanannya ia
    tangkis dengan ujung lengan sebelah kiri.
    Brettt!Robeklah ujung lengan baju oleh ujung kipas, akan tetapi totokan itu
    meleset tidak mengenai sasaran. Kwee Seng terkejut karena tak mampu
    menarik kembali sulingnya yang terlibat, maka ia menggerakkan kaki maju
    setengah langkah, mencondongkan tubuh ke depan dan melanjutkan gerakan
    kipasnya, kini menusuk lambung lawan disusul kaki kanan menendang ke
    arah pusar !
    Diserang secara hebat ini, Ban‐pi Lo‐cia kembali berseru keras dan tubuhnya
    meloncat ke belakang. Ia berhasil berhasil menyelamatkan diri dari bahaya,
    namun sekali renggut dengan pengerahan tenaga oleh Kwee Seng membuat
    suling yang terlibat lepas dari ujung cambuk ! Kwee Seng menahan rasa sakit
    pada telapak tangan yang memegang suling, terasa panas dan kesemutan.

  14. #88

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 88
    Hebat ! Kau orang muda aneh dan hebat. Tapi rasakan kini tangan maut Banpi
    Locia!Seru raksasa itu dengan suara gembira dan wajah berseri. Memang
    raksasa gundul ini mempunyai dua macam kesukaan, yaitu wanita‐wanita
    muda yang cantik dan berkelahi ! Makin kuat lawannya, makin gembira
    hatinya dan makin muda cantik seorang wanita, makin tergila‐gila dia
    sebelum mendapatkannya !
    Kini Dewa Locia Berlengan Selaksa itu menjauhkan diri dari lawannya,
    cambuknya di gerakkan dan lenyaplah cambuk itu, berubah menjadi
    gulungan sinar hitam yang membentuk lingkaran‐lingkaran besar kecil,
    lingkaran yang telan‐menelan membingungkan pandangan mata. Juga
    diselingi bunyi nyaring seperti halilintar menyambar‐nyambar di waktu
    hujan gerimis. Dengan cambuknya yang panjang, raksasa ini dapat
    menyerang Kwee Seng dari jarak jauh tanpa bahaya diserang kembali oleh
    lawan yang hanya menggunakan dua senjata pendek. Sambil menghujani
    lawan dengan lecutan cambuk yang merupakan jari‐jari maut itu, Ban‐pi Locia
    lari mengelilingi Kwee Seng.
    Kagetlah hati pemuda ini. Tak disangkanya tokoh sakti yang terkenal ini
    selain sakti, juga amat licik dan curang, tidak segan‐segan menggunakan akal
    pengecut untuk mengalahkan lawan. Ia maklum bahwa karena dia berada
    dalam lingkaran, kedudukannya berbahaya, dan membutuhkan ketenangan
    sepenuhnya untuk menghadapi serangan seperti itu. Maka ia tiba‐tiba
    menghentikan gerakannya, berdiri dengan kuda‐kuda kaki sejajar di kanan
    kiri, tubuhnya agak merendah, suling diangkat tangan kanan tinggi melintang
    di atas kepala sedangkan kipas terbuka di tangan kiri melindungi bagian
    bawah.
    Anehnya, Kwee Seng malah meramkan kedua matanya, akan tetapi seakanakan
    dapat melihat jelas, ia menggeser kaki setiap kali lawannya berada di
    belakang tubuhnya. Serangan‐serangan membanjir datang dari belakang,
    kanan dan kiri namun semua itu dapat ia tangkis dengan suling dan dapat ia
    kebut dengan kipas. Hebat bukan main pertandingan ini, namun merupakan
    pertandingan yang berat sebelah karena Ban‐pi Lo‐cia selalu menyerang
    sedangkan Kwee Seng selalu melindungi diri tanpa mampu balas menyerang.
    Mengapa Kwee Seng meramkan kedua matanya ? Apakah ia memandang
    rendah lawannya ?

  15. #89

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 89
    Bukan, sama sekali bukan ! Karena kehebatan lawannyalah maka ia terpaksa
    meramkan matanya. Untuk menghadapi hujan serangan itu, ia membutuhkan
    ketenangan dan pengerahan panca inderanya, pencurahan perhatian
    sepenuhnya. Kalau ia membuka mata, maka bayangan yang membentuk
    lingkaran‐lingkaran besar kecil itu akan menyilaukan mata dan mengacaukan
    perhatiannya. Biarpun kedua matanya meram, namun sepasang telinganya
    cukup untuk menangkap gerakan lawan. Dan mengapa pula pendekar sakti
    yang muda ini rela mengalah dan mempertahankan diri saja tanpa mencari
    kesempatan balas menyerang ? Ini pun merupakan siasat baginya, karena
    dengan cara ini, ia tidak mengeluarkan banyak tenaga, sebaliknya lawannya
    cepat lelah karena harus banyak bergerak dan lari‐lari mengitarinya,
    sedangkan dengan penjagaannya yang kokoh dan kuat ia mampu
    mempertahankan diri.
    Orang‐orang cerdik pandai mengatakan bahwa yang diam itu lebih kuat
    daripada yang gerak. Gentong air yang penuh tak tersembunyi, yang kosong
    berbunyi nyaring. Orang yang mengerti pendiam, yang bodoh penceloteh. Air
    yang diam dalam, yang bergerak dangkal. Demikian pula dalam dunia
    persilatan, terutama bagi mereka yang sudah tinggi tingkatnya, terdapat
    keyakinan bahwa si penahan lebih kuat kedudukannya daripada si
    penyerang. Setiap penyerang berarti membuka pertahanan sendiri yang
    menjadi lemah dan juga lengah, sebaliknya si penahan akan selalu menutup
    diri mempertahankan diri dengan kokoh dan kuat.
    Karena bernafsu sekali ingin mengalahkan Kwee Seng dengan cepat, untuk
    beberapa jam lamanya Ban‐pi Lo‐cia lupa akan hal ini dan terus menerus
    menghujankan serangannya yang selalu sia‐sia karena dapat ditangkis lawan.
    Namun diam‐diam Kwee Seng juga mengerti bahwa lawan yang sekali ini
    bukan lawan yang biasa, dan tidak dapat diharapkan cepat‐cepat menjadi
    lelah. Juga dalam tingkat ilmu silat dan tenaga, Ban‐pi Lo‐cia benar‐benar
    sudah hebat sekali dan ia tidak berani mengaku sudah lebih pandai daripada
    lawan ini. Sulingnya sudah retak‐retak dan kedua tangannya sudah mulai
    lelah dipakai menangkis semua serangan itu. Diam‐diam Kwee Seng
    menggerakkan ujung jari kakinya, mengerahkan tenaga menjebol sepatunya
    sendiri sehingga ibu jari kaki kanannya tampak keluar dari sepatunya.
    Ia mencari kesempatan baik. Ketika Ban‐pi Lo‐cia menggerakkan cambuk ke
    atas kepala membuat lingkaran‐lingkaran baru untuk memulai serangkaian
    serangan dahsyat, tiba‐tiba ibu jari itu menyentil ke depan. Segumpal tanah
    melayang cepat sekali memasukilubang pertahanan Ban‐pi Lo‐cia yang
    terbuka dan cepat menghantam jalan darah di bawah lengan Si Raksasa.

  16. #90

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 90
    Kyaaaa!Ban‐pi Lo‐cia terhuyung‐huyung mundur dan tangan kanannya
    menjadi setengah lumpuh, matanya melotot heran dan kaget.
    Tentu saja Kwee Seng tidak mau menyia‐nyiakan kesempatan ini. Ia meloncat
    ke depan dan menerkam bagaikan seekor singa, menggerakkan suling dan
    kipasnya menghantamkan serangan‐serangan maut. Namun Ban‐pi Lo‐cia
    adalah seorang tokoh yang banyak pengalaman dan tubuhnya sudah kebal.
    Serangan segumpal kecil tanah tadi hanya membuat ia terhuyung‐huyung
    sejenak, dan kini tangan kirinya sudah cepat menyambar cambuknya sendiri
    dari tangan kanan yang agak lumpuh, kemudian cambuk itu melecut‐lecut
    dengan bunyi keras, membentuk benteng sinar bergulung di depan tubuhnya
    sehingga suling dan kipas Kwee Seng dapat ditangkisnya. Dalam menangkis
    ini, Si Raksasa mengerahkan lwee‐kangnya. Terdengar suara keras ketika
    cambuk beradu dengan suling dan kipas, akibatnya Keduanya terlempar ke
    belakang sampai tiga empat meter dan keduanya jatuh bergulingan di atas
    tanah !
    Dengan napas terengah‐engah dan keringat membasahi mukanya, raksasa
    gundul itu duduk di atas tanah sambil memandang dengan muka berseri,
    Heh‐heh‐heh, kau hebat orang muda!
    Kwee Seng juga sudah bangkit duduk dan mengatur napas memulihkan
    tenaganya. Dan kau jahat, Ban‐pi Lo‐cia!jawabnya.
    Kembali Si Raksasa gundul tertawa. Aku pernah mendengar sayup sampai
    tentang seorang tokoh berjuluk Kim‐mo‐eng, yang tingkat kepandaiannya
    sudah masuk hitungan. Agaknya kaukah orangnya?
    Tidak salah, para Locianpwe memberi sebutan Kim‐mo‐eng kepadaku.
    Heh‐heh‐heh, masih muda sudah sombong, ya ? Kau kira Ban‐pi Lo‐cia kalah
    olehmu ? Kita masih seri, belum ada yang menang atau kalah. Mari kita
    lanjutkan!Raksasa itu berdiri, cambuknya terayun‐ayun di tangan kanan yang
    sudah pulih kembali.

Page 6 of 16 FirstFirst ... 2345678910 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •