Page 8 of 16 FirstFirst ... 456789101112 ... LastLast
Results 106 to 120 of 229

Thread: 2. suling emas

http://idgs.in/730827
  1. #106

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 106
    memihak demi kepentingan masing‐masing tanpa menghiraukan korban
    berjatuhan di kalangan rakyat jelata yang selalu hidup miskin dan bodoh !
    Mana bisa Jenderal Kam ditangkap ? Biar gubernur sendiri takkan berani
    menangkapnya, hanya berani menangkapi rakyat yang tak berdaya ! Pula,
    tanpa adanya jenderal yang gagah perkasa dan dicinta rakyat itu, bagaimana
    mungkin Shan‐si akan dapat bertahan terhadap serangan dari luar?
    Paman yang baik, bukankah jenderal itu bernama Kam Si Ek?
    Betul, bagaimana nona dapat mengenal nama jenderal kami itu sedangkan
    tadi nona tidak tahu apa‐apa tentang keributan di daerah San‐si?
    Kini Kwee Seng mulai memperhatikan apalagi ketika disebut nama Kam Si
    Ek. Ia sudah mendengar akan kehebatan sepak terjang Jenderal Muda itu,
    bahkan belum lama ini Kam Si Ek muncul pula di pesta Beng‐kauw dan telah
    memperlihatkan sikap dan wataknya yang memang gagah perkasa ketika
    mencegah Lu Sian menjatuhkan tangan maut kepada seorang pengagumnya.
    Seorang pemuda gagah yang berwatak satria, tidak melayani tantangan Lu
    Sian padahal pemuda yang menjadi jenderal itu belum tentu kalah oleh gadis
    puteri Beng‐kauwcu ini. Laki‐laki yang tidak tunduk oleh wajah cantik ! Tidak
    seperti aku, demikian Kwee Seng memaki diri sendiri.
    Ah, Sian‐moi. Kau menyebrang sungai ini, apakah hendak melakukan
    perjalanan ke utara ? Mau ke manakah ? Ingat, perjalanan ini adalah
    perjalananku, kau hanya ikut denganku,kata Kwee Seng setelah tukang
    perahu itu pergi ke kepala perahu untuk membantu penyebrangan karena air
    mulai agak deras alirannya dan tidak amanlah kalau hanya mengandalkan
    tenaga pembantunya yang masih anak‐anak.
    Dengan kerling tajam Lu Sian mencibirkan bibirnya yang merah. Jantung
    Kwee Seng serasa ditarik‐tarik. Manisnya gadis ini kalau begitu !
    Kwee‐koko, seorang suami boleh membawa kehendak sendiri, ada kalanya
    harus menghormati dan menuruti keinginan si isteri, tunangan pun bukan.

  2. Hot Ad
  3. #107

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 107
    Bagaimana aku harus selau menuruti kehendakmu ! Kau bukan suamiku,
    bukan tunanganku, juga bukan atau belum menjadi guruku karena kau belum
    menurunkan apa‐apa seperti yang telah kau janjikan kepada ayah. Aku ingin
    ke utara, kalau kau hendak mengambil jalan lain tanpa menurunkan
    kepandaian kepadaku yang berarti kau melanggar janji, terserah.
    Kwee Seng mengeluh di dalam hatinya. Terlalu sekali gadis ini menggodanya.
    Ia tertawa dengan sabar. Adik yang baik, kata‐katamu seperti ujung pisau
    tajamnya. Aku sih tidak mempunyai tujuan tertentu, ke mana pun boleh.
    Akan tetapi kalau di utara terjadi keributan perang, mengapa kau hendak ke
    sana?
    Lu Sian tertawa dan giginya yang putih berkilau terkena matahari pagi yang
    mulai muncul dan sinarnya menembus celah‐celah daun pohon. Justeru
    karena ada perang aku ingin ke sana. Aku hendak menonton keramaian !
    Kwee‐koko, ada tontonan bagus, mengapa kita lewatkan begitu saja ? Pula,
    melakukan perjalanan bersamaku, biarpun menempuh bahaya, bukankah
    amat menyenangkan bagimu?Gadis itu mengerling, manis sekali dan Kwee
    Seng menahan napasnya. Sinar matahari pagi jatuh pada kepala gadis itu,
    membuat sekeliling kepala seperti dilingkungi sinar keemasan !
    Kau cantik sekali, Moi‐moi , katanya perlahan, penuh kekaguman.
    Lu Sian tertawa. Gadis di pagi hari belum berhias, mana bisa cantik ? Ihhh,
    kau sudah mabok lagi, Koko, kini bukan mabok arak, melainkan mabok
    asmara ! Lu Sian tertawa‐tawa menggoda, lalu berjongkok di pinggir perahu,
    tangannya menyambar air yang jernih dan mulailah ia mencuci mukanya,
    digosok‐gosoknya sehingga seluruh kulit mukanya sehingga seluruh kulit
    mukanya menjadi kemerahan dan segar laksana bunga mawar merah
    tersiram embun pagi.
    Digoda secara terang‐terangan seperti itu, Kwee Seng menjadi lemas dan
    selanjutnya ia tidak mau banyak bicara lagi, karena setiap godaan gadis itu
    merupakan tusukan di hatinya. Mengapa ia tiba‐tiba menjadi begini lemah ?
    Mengapa ia tidak pergi saja tinggalkan gadis ini ? Ke mana perginya
    keangkuhannya yang selama ini ia banggakan ? Ah, ia masih mengharap. Ia
    masih menanti. Lu Sian telah mendengar pengakuan cintanya, dan gadis ini
    sukar sekali diraba isi hatinya. Kadang‐kadang begitu mesra seakan‐akan

  4. #108

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 108
    gadis itu pun mencintainya sungguhpun ingin memperlihatkan kebalikannya,
    akan tetapi mengapa kadang‐kadang begitu kejam menyerangnya dengan
    kata‐kata sindiran ?
    Setelah menyeberang, kembali Lu Sian membalapkan kudanya. Kwee Seng
    mengikuti dari belakang dan sebentar saja mereka sudah memasuki sebuah
    hutan. Benar saja seperti yang dikatakan tukang perahu, setelah agak siang
    tampaklah berbondong‐bondong orang mengungsi ke selatan. Karena jalan
    mulai ramai dengan rombongan pengungsi, Lu Sian dan Kwee Seng
    mengambil jalan hutan yang kecil akan tetapi sunyi.
    Mengapa mengungsi saja harus beramai‐ramai seperti itu ? Memenuhi jalan
    saja.Lu Sian mengomel karena jalan hutan yang dilalui sempit dan seringkali
    pohon‐pohon kecil berduri mengganggunya.
    Rakyat sudah terlalu banyak mengalami tindasan dan kekerasan, Sian‐moi.
    Mereka tahu bahwa mengungsi pun tidak terlepas dari intaian bahaya
    gangguan orang jahat atau binatang buas maka mereka merasa lebih aman
    untuk melakukan pengungsian beramai‐ramai. Pada perang sekacau ini
    biasanya orang‐orang jahat suka mempergunakan kesempatan merampok.
    Hah, kau benar, koko dan agaknya kita yang akan menjadi korban. Kau
    dengar itu?
    Kwee Seng mengangguk. Derap kaki banyak kuda dari belakang ! Akan tetapi
    belum tentu perampok‐perampok yang mengejar kita, Moi‐moi.
    Mereka berdua berhenti dan menoleh ke belakang. Tak lama kemudian derap
    kaki kuda berbunyi lebih jelas dan muncullah tiga orang penunggang kuda
    yang membalapkan kuda mereka cepat sekali. Tiga ekor kuda tunggangan
    mereka itu besar‐besar dan ternyata merupakan kuda pilihan, malah lebih
    besar dan baik daripada kuda tunggangan Kwee Seng dan Lu Sian. Sedangkan
    tiga orang penunggangnya adalah wanita‐wanita muda yang cantik‐cantik
    dan berpakaian mewah akan tetapi ringkas. Pedang berukir indah
    bergantung di punggung mereka, tangan kiri memegang kendali kuda, tangan
    kanan memegang cambuk. Melihat kesigapan mereka menunggang kuda,

  5. #109

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 109
    apalagi pedang mereka membayangkan pedang pusaka yang baik. Yang
    terdepan paling tua usianya, antara dua puluh lima tahun, pakaiannya serba
    merah, yang ke dua berusia dua puluh tahun, pakaiannya serba kuning dan
    yang ke tiga baru delapan belas tahun berpakaian serba hijau.
    Melihat raut muka mereka, dapat diduga bahwa mereka itu kakak beradik,
    dan sukar dikatakan mana yang paling cantik diantara mereka. Semua cantik
    dan pandang mata mereka tajam. Akan tetapi wajah yang berkulit halus itu
    diperbagus lagi dengan bedak dan yanci (pemerah bibir / pipi) sehingga
    menimbulkan kesan di hati Kwee Seng bahwa tiga orang wanita ini adalah
    gadis‐gadis pesolek, seperti Ang‐siauw‐hwa. Berbeda dengan Liu Lu Sian
    yang ia lihat tak pernah memakai bedak dan yanci, sungguhpun hal ini
    memang tidak perlu karena kulit muka Lu Sian sudah terlalu putih halus dan
    bibirnya selalu merah membasah, pipinya kemerahan seperti buah apel
    masak.
    Minggir ! Minggir!Tiga orang gadis itu berseru nyaring tanpa mengurangi
    kecepatan lari kuda mereka. Padahal jalan itu sempit sekali. Terpaksa Kwee
    Seng menarik kendali kudanya, dipinggirkan. Melihat Lu Sian tetap
    membiarkan kudanya menghadap jalan, Kwee Seng tidak mau membiarkan
    keributan terjadi, ia meraih kendali kuda tunggangan Lu Sian dan menarik
    binatang itu minggir pula.
    Dua ekor kuda tunggangan pertama dan kedua lewat cepat sekali dan
    tercium bau harum minyak wangi. Kuda ke tiga yang ditunggangi gadis
    termuda, melambat dan gadis ini mengerling ke arah Kwee Seng, lalu
    melempar senyum ! Setelah melirik penuh arti barulah gadis ke tiga ini
    membalapkan kudanya lagi.
    Kwee Seng cepat menggerakkan tangannya menangkap pergelangan tangan
    Lu Sian. Gadis ini menggenggam jarum‐jarum yang merupakan senjata
    rahasia dan yang tadinya hendak ia sambitkan kepada tiga orang gadis itu !
    Moi‐moi, mengapa mencari gara‐gara dengan orang‐orang yang sama sekali
    tidak kita kenal dan tidak ada permusuhan dengan kita?

  6. #110

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 110
    Lu Sian menjebirkan bibirnya, kebiasaan yang selalu membetot jantung Kwee
    Seng, lalu menyimpan kembali jarum‐jarum rahasianya. Menjemukan ! Koko,
    apakah kau selalu menjadi lemah hati dan siap menolong setiap orang
    perempuan cantik?
    Merah kedua pipi Kwee Seng. Bukan begitu, moi‐moi. Aku hanya suka
    menolong kepada orang yang perlu ditolong, tak peduli dia perempuan atau
    laki‐laki. Akan tetapi mereka itu tadi tidak mempunyai salah apa‐apa,
    mengapa hendak kau serang?
    Tidak salah apa‐apa ? Ihh, kenapa matanya lirak‐lirik seperti tukang copet?
    Kwee Seng tertawa geli mendengar ini. Tukang copet ? Ha‐ha,
    perumpamaanmu sungguh tak tepat. Masa gadis cantik menjadi tukang copet
    ? Dan lagi, aku Si Miskin ini apanya yang patut di copet? Lu Sian tersenyum
    juga. Apalagi kalau bukan hatimu yang akan dicopet?
    Kwee Seng membelalakan matanya memandang, akan tetapi gadis itu hanya
    mentertawakannya tanpa menutupi mulut, memperlihatkan deretan gigi
    putih dan lubang mulut kemerahan. Kwee Seng merasa ditertawakan, hatinya
    sebal dan sakit.
    Mari kita lanjutkan perjalanan!Akhirnya ia berkata agak marah, akan tetapi
    Lu Sian tetap tertawa‐tawa ketika membedal kudanya di belakang pemuda
    itu.
    Ah, kau terburu‐buru amat. Apakah hendak mengejar pencopet dan
    menyerahkan hatimu ? Dia manis sekali, Kwee‐koko ! Kerlingnya tajam dan
    mengundang tantangan !Berkali‐kali Lu Sian menggoda, akan tetapi Kwee
    Seng tidak menjawab dan terus membalapkan kudanya.
    Akan tetapi agaknya tiga orang gadis tadi pun melarikan kuda cepat sekali,
    buktinya sampai tiga hari mereka berdua belum juga dapat menyusul tiga
    orang gadis itu. Pada hari ke empatnya, setelah bermalam di dalam hutan
    yang dingin, Kwee Seng dan Lu Sian melanjutkan perjalanan. Di

  7. #111

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 111
    persimpangan jalan mereka melihat banyak orang pengungsi pula, akan
    tetapi anehnya mereka itu bukan berjalan ke selatan, sebaliknya mereka
    menuju ke utara ! Bukan hanya Lu Sian yang merasa heran, juga Kwee Seng
    terheran‐heran sehingga pemuda ini menanya kepada seorang pengungsi
    laki‐laki yang sudah tua.
    Kopek, kalian semua hendak mengungsi ke manakah? Ke mana lagi kalau
    tidak ke benteng Naga Emas ? Hanya di sanalah tempat yang aman bagi kami,
    karena Kam‐goan‐swe (Jenderal Kam) berada di sana.
    Mengapa di lain tempat tidak aman Lopek ? Apakah yang mengancam
    keselamatan kalian?Kwee Seng mulai tertarik sedangkan Lu Sian juga
    mendengarkan dengan penuh perhatian.
    Mendengar pertanyaan ini kakek itu memandang heran. Kongcu datang dari
    manakah sehingga tidak tahu keadaan disini ? Dimana‐mana terdapat
    manusia‐manusia serigala, bala tentara gubernur merajalela menganggu
    penduduk dan merampok harta memperkosa wanita dengan alasan
    membasmi pemberontak ! Semua orang takut menentang Gubernur Li, hanya
    Kam‐goan swe seorang yang berani melindungi kami.
    Kongcu dan Nona sebagai orang‐orang asing sebaiknya jangan melakukan
    perjalanan di daerah ini, berbahaya.Setelah berkata demikian, kakek itu
    melanjutkan perjalanan bersama rombongan pengungsi yang terdiri dari tiga
    puluh orang lebih itu.
    Kopek, masih jauhkah benteng itu dari sini?tiba‐tiba Lu Sian bertanya sambil
    mengajukan kudanya. Kakek itu menoleh dan memandang, akan tetapi
    keningnya berkerut, tidak mau menjawab, malah lalu berjalan lagi dan timbul
    kemarahannya, membentak,
    Ah, Kakek ! Apakah kau tuli dan bisu?
    Kakek itu cemberut, menoleh lagi dan mengomel. Tidak ada wanita baik di
    jaman edan ini!

  8. #112

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 112
    Tentu saja Lu Sian makin marah. Melihat ini, Kwee Seng khawatir kalau‐kalau
    Liu Sian akan turun tangan, maka ia cepat menggeprak kudanya, maju ke
    depan Lu Sian dan berkata kepada kakek itu.
    Kopek, sahabatku ini bertanya baik‐baik, mengapa kau tidak mau menjawab
    ? harap jangan salah melihat orang, sahabatku ini seorang pendekar wanita
    yang berhati mulia.
    Lenyap kemarahan Lu Sian dan ia tersenyum‐senyum mendengar pujian ini.
    Adapun kakek itu lalu membalikkan tubuh, memandang ragu kepada Lu Sian
    lalu menjura.
    Harap nona suka maafkan. Baru pagi tadi sini lewat pula tiga orang gadis
    seperti nona, akan tetapi mereka itu kasar bukan main, bahkan lima orang
    kami mereka pukul dengan cambuk karena kurang cepat minggir untuk
    mereka lewat dengan kuda mereka yang besar‐besar. Kalau nona hendak
    mengetahui, benteng itu tidak jauh lagi, kurang lebih tiga li lagi dari sini.
    Setelah rombongan itu bergerak lagi dan Kwee Seng mulai menggerakkan
    kendali untuk melanjutkan perjalanan, Lu Sian menyentuh lengannya dan
    berkata,
    Kwee‐koko, kita berhenti disini, mencari tempat mengaso sampai nanti
    malam.
    Ah, mengapa begitu ? Hari masih siang, dan perjalanan masih jauh. Ada
    keperluan apa yang harus berhenti disini?
    Keadaan benteng itu, Jenderal Kam itu, dan tiga orang gadis yang agaknya
    juga pergi ke sana, menarik hatiku untuk menyelidiki. Malam nanti aku
    hendak menyelidiki ke sana, melihat keadaan dan mencari tahu apakah
    sebenarnya yang terjadi.

  9. #113

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 113
    Ah, Moi‐moi, mengapa kau mencari urusan yang sama sekali tidak ada
    sangkut‐pautnya dengan kita ? Urusan Jenderal Kam adalah urusan negara,
    dan selama orang menyangkutkan diri dengan urusan negara, maka tak boleh
    tidak ia mempunyai cita‐cita yang kotor. Tak perlu kita mencampurinya, Moimoi.
    Akan tetapi lu Sian sudah memutar kudanya dan mencari tempat yang enak
    untuk mengaso dan bermalam. Akhirnya ia berhenti di bawah pohon yang
    besar, lalu turun dari kudanya. Terpaksa Kwee Seng mengikutinya.
    Sudahlah, koko, aku lapar karena terlalu banyak bicara. Biar kucarikan
    daging untuk teman roti kering kita.Gadis itu meloncat dan lenyap memasuki
    hutan yang gelap. Tak lama kemudian ia tertawa‐tawa sambil memegang dua
    ekor kelinci gemuk pada telinganya, Kwee Seng tidak berkata apa‐apa, hanya
    membantu gadis itu menguliti kelinci dan membakar dagingnya. Setelah
    mereka makan kenyang, Lu Sian merebahkan diri di atas rumput yang gemuk
    empuk. Tak sampai sepuluh menit kemudian gadis itu sudah tidur nyenyak,
    mukanya miring berbantal tangan, napasnya panjang teratur, pipinya
    kemerahan, bulu matanya yang merapat kelihatan panjang membentuk
    bayangan pada pipi.
    Berjam‐jam Kwee Seng hanya duduk sambil memandangi tubuh yang rebah
    miring di depannya. Pikirannya melayang‐layang. Alangkah cantiknya gadis
    ini. Rambutnya yang hitam itu agak kacau, sebagian rambut yang terlepas
    dari ikatan menutupi pipi dan kening. Dahi yang halus putih itu agak basah
    oleh peluh karena hawa memang panas menjelang senja itu. Kwee Seng
    melihat ini lalu memadamkan api unggun yang tadi dipakai memanggang
    daging kelinci. Kemudian ia duduk lagi menghadapi Lu Sian sambil
    menikmati wajah ayu itu.
    Lu Sian bergerak sedikit dalam tidurnya, bibirnya tersenyum, tangannya
    menyibakkan rambut yang menutup pipi dan kening, lalu tubuhnya bergerak
    terlentang, terdengar bisikannya, Kwee‐koko
    Berdebar keras jantung Kwee Seng. Gadis ini mengigau dan menyebutnyebut
    namanya dalam tidur ! bukankah itu berarti bahwa Lu Sian juga
    menaruh hati kepadanya?

  10. #114

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 114
    Ia memandang lagi. Mulut yang manis itu masih tersenyum. Tiada bosannya
    memandang wajah ini, bagaikan orang memandang setangkai bunga mawar
    segar. Terpesona Kwee Seng memandangi rambut hitam panjang yang kini
    awut‐awutan itu, mengingatkan ia akan syair tentang keindahan rambut yang
    pernah di bacanya :
    halus licin laksana sutera hitam mulus melebihi tinta gemuk panjang berikal
    mayang mengikat kalbu menimbulkan sayang harum semerbak laksana
    bunga melambai meraih cinta asmara sinom berikal di tengkuk dan dahi
    pembangkit gairah dendam berahi !
    Setelah kenyang pandang matanya menikmati keindahan rambut di kepala
    lalu pandang mata itu menurun, berhenti di alis dan mata yang terlindung
    bulu mata panjang melengkung, sejenak terpesona oleh bukit hidung.
    Kecil mungil mancung dan patut halus laksana lilin diraut cuping tipis
    bergerak mesra mengandung seribu rahasia
    Makin berdebar jantung Kwee seng, hampir tak terahankan lagi, serasa
    hendak meledak. Melihat rambut itu, bulu mata, hidung yang agak
    berkembang‐kempis cupingnya, mulut manis yang tersenyum‐senyum dalam
    tidur, pipi yang putih kemerahan, teringatlah ia akan Ang‐siauw‐hwa. Bukan
    gadis ******* itu yang terbayang, melainkan pengalaman mesra penuh asyik
    yang pada saat itu mendorong semua gairah birahi memenuhi hati dan
    pikirannya bagaikan awan mendung hitam menggelapkan kesadarannya.
    Dengan tubuh gemetar menggil, Kwee Seng lalu membungkuk ke arah wajah
    ayu itu dan mencium bibir dan pipi Lu Sian sepenuh kasih hatinya.
    Suara ketawa gadis itu mengejutkannya, membuyarkan sebagian awan
    mendung yang menutupi kesadarannya. Terkejutlah Kwee Seng, mukanya
    pucat dan ia cepat‐cepat menjauhkan diri, jantungnya berdebar keras dan
    barulah lega hatinya ketika ia melihat bahwa Lu Sian masih tidur. Suara
    ketawa tadi pun agaknya hanya dalam keadaan mimpi. Akan tetapi
    ciumannya tadi membuat ia makin dalam terjatuh ke jurang asmara !

  11. #115

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 115
    Lewat senja, setelah matahari mulai bersembunyi, Lu Sian menggeliat dan
    membuka matanya. Ahhh, alangkah sedapnya tidur di sini. Ehkwee‐koko, kau
    masih duduk di situ sejak tadi ? Tidak mengaso?Gadis itu kini bangkit duduk
    dan membereskan rambutnya. Duduk seperti itu, kedua kaki di tekuk ke
    belakang, tubuh tegak dada membusung, kedua lengan dikembangkan karena
    sepuluh buah jari tangannya sibuk menyanggul rambut di belakang kepala,
    benar‐benar merupakan pemandangan indah. Hemm, kalau saja aku pandai
    melukis, alangkah indahnya gadis ini dilukis dalam keadaan begini, pikir
    Kwee Seng, demikian terpesona sehingga ia seakan‐akan tidak mendengar
    akan kata‐kata Lu Sian.
    Hih ! Kwee‐koko, apakah kau sudah berubah menjadi arca ? Apa sih yang kau
    lihat?tegur Lu Sian, senyumnya lebar dan sepasang matanya berkedip‐kedip
    mengandung ejekan.
    hohkau bilang apa tadi, Moi‐moi Kwee seng tergagap.
    Kini Lu Sian tertawa, Kukira kau tidak mengaso kiranya kau agaknya malah
    tidur. Kwee‐koko, aku ingin sekali mandi. Kalau saja ada anak sungai di sini
    Kudengar suara air gemericik di sebelah kiri sana, Sian‐moi. Mungkin ada
    anak sungai atau air terjun di sana.
    Bagus, mari kita ke sana, Koko. Seperti seorang anak kecil, Lu Sian
    menyambar tangan Kwee Seng dan menariknya berlari‐lari ke arah kiri.
    Benar saja dugaan Kwee Seng, di situ terdapat sebatang sungai kecil yang
    amat jernih airnya, pula tidak dalam, hanya semeter kurang lebih. Batu‐batu
    licin di dasar tampak beraneka warna menambah keindahan dan kesejukan
    air. Hah, dingin dan segar, Koko!teriak Lu Sian kegirangan ketika
    memasukkan tangannya ke dalam air di pinggir sungai. Koko, aku hendak
    mandi ! Kau jangan melihat ke sini sebelum aku masuk ke dalam air. Awas,
    kalau kau menengok, kumaki kau kurang sopan dan kusambit kau dengan
    batu!
    Kwee Seng tertawa, terseret oleh kenakalan dan kegembiraan gadis itu. Siapa
    ingin melihat?serunya sambil membalikkan tubuh berdiri membelakangi
    sungai. Ia hanya mendengar gerakan gadis itu, suara pakaian dilepas,

  12. #116

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 116
    kemudian mendengar gadis itu turun ke dalam air. Semua yang didengarnya
    ini menimbulkan bayangan yang amat menggodanya sehingga ia meramkan
    kedua matanya seakan‐akan hendak mengusir bayangan itu dari depan mata.
    Sudah, Kwee‐koko. Kau sekarang boleh saja melihat ke sini, aku sudah aman
    tertutup air. Ah, enak benar, Koko. Kau mandilah segar bukan main.
    Kwee Seng membalikkan tubuhnya dan ia terpaku di tempat ia berdiri. Kedua
    kakinya menggigil dan matanya berkunang‐kunang. Aduh, Lu Sian apakah
    benar‐benar sengaja kau sengaja ingin menggodaku ? Demikian keluhnya
    dalam hati. Ketika ia menengok, ia melihat pakaian gadis itu bertumpuk di
    pinggir sungai, di atas sebuah batu besar, semua pakaian berikut sepatu dan
    pita rambut. Kemudian, apa yang dilihatnya di tengah sungai itu benar‐benar
    membuat ia berkunang dan lemas. Memang gadis itu merendamkan
    tubuhnya di dalam air sehingga yang tampak dari luar air hanya leher dan
    kepalanya. Akan tetapi agaknya Lu Sian lupa bahwa air itu amat jernih !
    Ataukah memang sengaja ? Air itu demikian jernihnya sehingga batu‐batu di
    dasarnya tampak. Apalagi tubuh yang duduk di atasnya ! Pemandangan aneh
    tampak oleh Kwee Seng. Tubuh padat berisi sempurna lekuk‐lekungnya,
    bergoyang‐goyang bayangannya oleh air. Cepat‐cepat ia menundukkan
    mukanya. Kuatkan hatimu ! Ah, kuatkan hatimu sebelum kau kemasukan
    iblis! Demikianlah dengan kaki gemetar Kwee Seng berdiri menundukkan
    mukanya, mengerahkan tenaga batinnya untuk melawan dorongan nafsu.
    Moi‐moi Ia berhenti karena suaranya kedengaran aneh. Hemm Kau mau
    bilang apa, Koko?
    Kwee Seng menarik napas panjang dan mulai tenanglah gelora isi dadanya.
    Sian‐moi, aku tidak mandi. Kau mandilah yang puas, biar kunanti kau disana.
    Aku khawatir kalau‐kalau kuda kita dicuri orang.Tanpa menanti jawaban
    Kwee Seng lalu membalikkan tubuhnya dan lari dari tempat semula di mana
    ia menjatuhkan diri duduk termenung memikirkan Lu Sian. Gadis yang aneh !
    Ia harus mengaku bahwa hatinya sudah jatuh betul‐betul. Ia memuja Lu Sian,
    memuja kecantikannya. Padahal ia maklum sedalam‐dalamnya bahwa watak
    gadis itu sama sekali tidak cocok dengan wataknya, bahwa kalau ia
    mempunyai isteri seperti Lu Sian, hidupnya akan banyak menderita. Aku
    harus dapat menahan diri, semua ini godaan iblis, pikirnya. Aku sejak semula
    tidak menghendakinya sebagai isteri, hanya karena sudah berjanji dengan
    Pat‐jiu Sin‐ong untuk menurunkan ilmu yang mengalahkannya, maka
    sekarang mengadakan perjalanan bersama. Ah, mengapa ia menjanjikan hal

  13. #117

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 117
    itu ? Ia kena diakali Pat‐jiu Sin‐ong yang tentu saja ingin menguras ilmunya.
    Kalau sudah menurunkan ilmu, aku harus cepat‐cepat menjauhkan diri dari
    Lu Sian, pikirnya. Akan tetapi, teringat akan perbuatannya mencuri ciuman
    tadi, kembali gelora di dadanya membuat Kwee Seng meramkan mata. Gila !
    Kau sudah gila ! Tiba‐tiba Kwee Seng yang masih meram itu menampar
    kepalanya sendiri !
    Heee ! Apakah kau sudah gila ??Teguran ini membuat Kwee Seng terkejut dan
    meloncat bangun sendiri !
    Kiranya Lu Sian sudah berdiri di depannya, biarpun cuaca sudah mulai gelap,
    masih tampak gadis itu segar dan berseri‐seri, makin cantik setelah mandi.
    Gadis itu tertawa geli. Kwee‐koko, kukira kau tadi menjadi gila, apa‐apaan itu
    tadi kau menampar kepalamu sendiri ?
    Aku Ah.. kau tidak melihat tadi ? Banyak nyamuk di hutan ini. Mengiangngiang
    di atas telinga, kucoba menepuk mampus nyamuk‐nyamuk itu.
    Baiknya Lu Sian percaya alasan ini. Kwee‐koko, sekarang aku hendak pergi.
    Kau menanti di sini saja, ya?
    Kemana, Sian‐moi? Ke benteng itu. Meyelidik! Ah, apakah perlunya ? Jangan
    mencari perkara Sudahlah ! Kau seperti nenek bawel saja. Kalau tidak suka,
    kau tidak usah ikut. Aku tahu kau tidak suka, maka aku akan pergi sendiri.
    Biarlah kau menanti di situ bersamaeh, nyamuk‐nyamuk itu. Aku pergi,
    Koko!Setelah berkata demikian, Lu Sian mempergunakan kepandaianny
    meloncat dan lari cepat, sebentar saja lenyap dari situ.
    Kwee seng mengerutkan keningnya. Gadis aneh. Ia takkan berbahagia hidup
    di samping gadis itu sebagai isterinya. Akan tetapiah, mengapa hatinya
    seperti ini ? Mengapa timbul kekuatirannya kalau‐kalau Lu Sian menghadapi
    malapetaka ? Biarlah kalau ia tertimpa bencana. Salahnya sendiri. Mencari
    perkara. Mencampuri urusan orang lain ! Kwee Seng mengeraskan hatinya
    dan mulai membuat api unggun untuk mengusir nyamuk yang memang
    banyak terdapat di hutan itu. Akan tetapi hatinya tetap merasa tidak enak.
    Terjadi perang di dalam hatinya antara membiarkan atau pergi menyusul Lu
    Sian.

  14. #118

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 118
    Dengan pengerahan gin‐kang dan ilmu lari secepatnya, sebentar saja Lu Sian
    telah tiba di luar tembok benteng. Tembok benteng itu cukup tinggi, pintu
    gerbangnya berada di tengah, terjaga kuat oleh belasan orang prajurit. Pintu
    belakang juga terjaga, malah tertutup rapat, sedangkan di atas tembok itu,
    pada setiap ujungnya terdapat bangunan kecil di mana tampak pula penjaga
    yang bersenjata lengkap. Beberapa menit sekali, penjaga‐penjaga meronda di
    sekeliling tembok. Pendeknya, benteng itu terjaga rapat sekali. Untuk
    melompat tembok, terlampau tinggi dan andaikata dapat juga, pasti akan
    tampak oleh para penjaga diempat penjuru.
    Akan tetapi, Lu Sian adalah seorang gadis yang banyak akal, berani dan lihai.
    Ia memilih bagian yang agak sepi, menanti sampai peronda lewat, kemudian
    cepat sekali ia menggunakan pedangnya membongkar tembok ! Pedangnya
    bukanlah pedang biasa, melainkan pedang pusaka, pedang buatan daerah Gobi,
    terbuat daripada logam baja biru dan oleh ayahnya diberi nama Toa‐hongkiam
    (Pedang Angin Badai), karena Pat‐jiu Sin‐ong memberikan pedang itu
    kepada puterinya ketika menurunkan Ilmu Pedang Toa‐hong Kiam‐sut.
    Pedang baja biru ini dapat dipergunakan untuk memotong besi dan baja.
    Apalagi tembok yang terbuat daripada bata itu, dengan mudah saja dapat
    ditembusi Toa‐hong‐kiam. Belum lima menit, Lu Sian telah berhasil membuat
    lubang yang cukup dimasuki tubuhnya. Di lain saat tubuhnya berkelebat
    menyelinap masuk dan bagaikan seekor kucing ia sudah berloncatan cepat
    menghilang di antara kegelapan malam, mendekam di tempat gelap sambil
    memperhatikan keadaan di dalam benteng.
    Benteng itu cukup luas, kiranya cukup untuk menampung ribuan orang bala
    tentara. Di dalamnya selain terdapat lapangan luas untuk berlatih para
    perajurit, juga terdapat bangunan‐bangunan kecil berjajar yang agaknya
    menjadi tempat bermalam para perajurit. Ada pula bangunan terbuka yang
    dipakai sebagai dapur, lalu kandang‐kandang kuda dan gudang‐gudang
    perlengkapan. Di tengah sendiri terdapat empat buah bangunan besar yang
    bentuknya kembar. Tak salah lagi, di sinilah tempat para perwiranya. Maka
    tanpa ragu‐ragu Lu Sian lalu berindap‐indap menghampiri empat bangunan
    ini karena memang kedatangannya ini terdorong oleh rasa hatinya ingin
    mengintai dan menyelidiki keadaan Jenderal Muda Kam Si Ek ! Di sudut
    lubuk hatinya memang ia tak pernah melupakan Kam Si Ek, pemuda gagah
    perkasa dan ganteng yang pernah menggetarkan hatinya di atas panggung
    adu ilmu. Sayangnya pemuda itu tidak mau melayaninya mengadu
    kepandaian. Namun sikapnya yang gagah dan keras, wajahnya yang membay!
    an! gkan kejantanan, telah menggerakkan hati Lu Sian sehingga ketika dalam
    perjalanan ini ia mendengar disebutnya nama Kam Si Ek, sekaligus bangkit

  15. #119

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 119
    hasrat hatinya untuk menemuinya dan mempelajari keadaannya, kalau perlu
    mencoba kepandaiannya !
    Melihat bendera tanda pangkat jenderal di depan sebuah di antara empat
    gedung, hati Lu Sian berdebar. Ia menyelinap ke belakang gedung ini,
    kemudian menggerakkan tubuhnya melayang naik ke atas genteng sebelah
    belakang, dan dengan hati‐hati ia merayap di atas genteng menuju ke bagian
    tengah. Ketika ia melihat sinar api penerangan yang besar dan mendengar
    suara orang, ia membuka genteng dan mengintai ke bawah. Betapa girang
    hatinya ketika ia melihat orang yang dicari‐carinya, yaitu Kam Si Ek sendiri,
    berada di dalam sebuah ruangan besar di bawahnya ! Biarpun seorang
    jenderal, Kam Si Ek ternyata berpakaian biasa, mungkin karena tidak sedang
    dinas. Pakaiannya serba biru dan rambutnya digelung ke atas, diikat sutera
    kuning. Tubuhnya yang tegap itu kelihatan gagah dan penuh tenaga. Ia duduk
    menghadapi meja besar yang penuh hidangan
    Yang membuat hati Lu Sian kaget dan tak senang adalah ketika ia melihat tiga
    orang gadis cantik yang pernah di lihatnya. Kini tiga orang gadis itu
    mengenakan pakaian yang lebih mewah lagi, biarpun warna pakaiannya
    tetap sama, yaitu yang pertama serba merah, yang kedua serba kuning dan
    yang ketiga serba hijau. Rambut mereka digelung rapi dan dihias emas
    permata mahal. Muka mereka dilapisi bedak, bibir dan pipi ditambah warna
    merah dan bau minyak wangi mereka sampai tercium oleh Lu Sian yang
    mendekam di atas genteng !
    Pada saat itu, dengan sikap gagah dan suara tegas Kam Si Ek berkata. Tidak
    bisa ! Siauwte (aku) bukanlah seorang penghianat ! Sejak dahulu, nenek
    moyangku adalah orang‐orang yang menjunjung tinggi kegagahan, yang rela
    mengorbankan nyawa untuk negara dan bangsa, yang menduduki kedudukan
    tinggi di dalam kentaraan tanpa pamrih untuk pribadinya, melainkan semata
    untuk berbakti kepada negara dan bangsa ! Kedatangan Sam‐wi Lihiap
    (Pendekar Wanita Bertiga) saya terima dengan penuh kehormatan, akan
    tetapi kalau Sam‐wi mengajak siauwte sekongkol dengan Cu Bun, terpaksa
    saya menolak keras!
    Dengan suara manis sekali Si Pakaian Merah yang tertua di antara mereka
    bertiga, berkata halus, Kami bertiga Enci Adik sudah cukup mengenal
    kegagahan dan kesetiaan keluarga Kam. Kami mana berani membujuk Goanswe
    (Jenderal) untuk bersekongkol dengan penghianat atau pemberontak ?
    Akan tetapi, bukankah bekas Gubernur Cu Bun kini telah menjadi raja dari

  16. #120

    Join Date
    Nov 2009
    Location
    jakarta
    Posts
    2,685
    Thanks: 34 / 77 / 74

    Default

    PART 120
    kerajaan Liang yang sudah berdiri belasan tahun lamanya ? kini terjadi
    perebutan kekuasaan, dan raja tidak dapat membiarkan mereka yang
    memisahkan diri, tidak mau tunduk kepada kekuasaan kerajaan baru, yaitu
    Kerajaan Liang yang menggantikan Kerajaan Tang. Karena itu, kami
    mengajak kepada Goan‐swe untuk berjuang bersama, menghalau para
    pemberontak, terutama sekali bangsa buas dari luar yang hendak
    menggunakan kesempatan ini untuk mengganas.
    Maaf, siaute terpaksa membantah, memang benar bahwa Gubernur Cu Bun
    berhasil menumbangkan Kerajaan Tang belasan tahun lalu. Akan tetapi,
    berhasil atau tidaknya sebuah kerajaan baru tergantung daripada dukungan
    rakyat. Dan untuk mendapat dukungan rakyat, terutama sekali rakyat harus
    diberi kehidupan yang tentram, penghasilan yang wajar dan sumber hidup
    yang layak. Akan tetapi apakah buktinya ? Rakyat menjadi korban selalu.
    Dimana‐mana timbul kejahatan, perebutan kekuasaan, kehidupan rakyat
    tidak aman, masih ditekan pajak, diperas oleh lintah‐lintah darat yang berupa
    raja‐raja kecil di dusun‐dusun, masih diganggu oleh para tentara kerajaan
    yang buas melebihi perampok. Buktinya ? Sam‐wi dapat melihat betapa
    banyaknya penduduk dusun mengungsi, bingung mencari tempat aman
    sehingga di dalam benteng ini saja kami terpaksa menampung seratus orang
    lebih pengungsi. Bukankah ini sudah membuktikan bahwa Kerajaan Liang
    tidak didukung rakyat ? Dan selama pemerintahan ti! da! k mendapat
    dukungan rakyat, saya yakin takkan berhasil dan lekas runtuhlah
    pemerintahan itu.Muka jenderal muda itu menjadi merah, bicaranya penuh
    semangat dan wajahnya yang tampan gagah itu mengeluarkan wibawa
    seperti seekor harimau yang menakutkan.
    Kam‐goanswe yang perkasa,kata Nona kedua yang berpakaian kuning.
    Bolehkah saya bertanya, Goanswe ini sebetulnya mengabdi kepada siapakah
    ? Dahulu keluarga Goanswe mengabdi kepada Kaisar Tang yang terakhir.
    Setelah kaisar jatuh, Goanswe mengabdi kepada siapa ? Kalau Goanswe tidak
    mengakui kekuasaan Raja Liang, apakah Goanswe mengabdi kepada
    gubernur Li?
    Kam Si Ek kini berdiri dari bangkunya. Tubuhnya yang tinggi tegap itu
    seakan‐akan makin besar. Ia mengepal tinjunya dan berkata. Aku hanya
    mengabdi kepada tanah air dan bangsa ! Siapa saja yang mengganggu
    rakyatku, akan kulawan ! Bangsa apa saja yang berani memasuki tanah airku
    akan kuhancurkan ! Aku tidak mengabdi kepada Raja Liang, dan terhadap
    Gubernur Li Ko Yung yang menjadi teman seperjuanganku dahulu, dia tetap
    teman baik asal saja dia tidak menyeleweng daripada jalan benar.

Page 8 of 16 FirstFirst ... 456789101112 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •