Macam kesenian tradisional disejumlah daerah di Indonesia, yaitu aset budaya lokal dengan ciri khas serta kekhasan semasing. Keragaman berikut yang bikin Indonesia jadi negara paling kaya budaya bahkan juga tak dipunyai negara dibelahan dunia manapun. Satu di antara demikian banyak kesenian tradisional itu, Reog Ponorogo termasuk juga kesenian lokal yang paling mendunia. Kesenian yang sama dengan tarian Warok-nya ini sampai saat ini masihlah kerap dipentaskan di beberapa moment. Hal semacam ini memberikan indikasi kalau ditengah arus modernisasi yang makin tidak teratasi, kesenian Reog dari Ponorogo tetaplah eksis sebagai jati diri bangsa yang tidak tergerus oleh jaman.

Sesua dengan namanya, Reog Ponorogo di ambil dari satu diantara kabupaten di Jawa Timur yang disebut asal kesenian tradisional tersebut yakni Kabupaten Ponorogo. Kesenian Reog ini tidak cuma aset budaya lokal namun sekalian icon daerah Ponorogo. Hal semacam ini tampak dari pintu gerbang masuk ke kota Ponorogo yang dihiasi oleh patung serta lukisan melambangkan sosok Warok yang disebut tokoh paling utama pada kesenian tradisional ini.

Histori Reog Ponorogo

Seperti sebagian budaya khas di Pulau Jawa, kesenian tradisional Reog Ponorogo juga sama dengan beberapa hal yang berbau mistis di mana semua suatu hal yang terkait dengan ‘kebatinan’ merasa demikian kental. Ini dapat diliat dari sebagian ritual-ritual spesial yang dikerjakan sebelumnya dimulainya pementasan Reog.

Histori Reog Ponorogo sendiri sesungguhnya ada 5 versus, pastinya semasing mempunyai narasi tidak sama. Tetapi demikian, yang paling menarik yaitu Reog yang dimulai oleh narasi pemberontakan Ki Ageng Kutu. Konon Ki Ageng Kutu yaitu seseorang abdi dalam kerajaan Majapahit yang paling akhir, yakni pada saat pemerintahan Prabu Bhre Kertabhumi di-abad ke-15. Menurut narasi, Ki Ageng Kutu kecewa dengan kepemimpinan raja yang dinilai sewenang-wenang serta banyak korupsi lantaran dampak istri raja yang datang dari China. Bahkan juga ia meyakinkan kalau saat keemasan kerajaan Majapahit bakal selekasnya selesai.

Lantaran terlanjur kecewa dengan pemerintah kerajaan Majapahit, pada akhirnya Ki Ageng Kutu meninggalkan raja untuk lalu mendirkan satu perguruan bela diri. Ia merekrut anak-anak muda untuk di ajarkan seni bela diri serta pengetahuan kebal. Bahkan juga Ki Ageng Kutu menyimpan harapan besar pada anak-anak muda itu serta yakini kalau mereka yaitu bibit-bibit baru untuk kebangkitan kerajaan Majapahit yang dipercaya tidak lama lagi bakal roboh.

Lantaran mengerti kemampuan yang dihimpunnya tak sepadan dengan kemampuan kerajaan Majapahit, serta mustahil untuk lakukan perlawanan, jadi Ki Ageng Kutu mengemukakan pesan politisnya lewat kesenian tari Reog Ponorogo. Hal itu maksudnya adalah untuk ‘menyindir’ raja Kertabhumi terlebih pemerintahannya yang dinilai tak pro rakyat.

Simbol-simbol Tarian Reog Ponorogo

Dapat disebut pagelaran Reog Ponorogio yaitu trik spesial yang dipakai ole Ki Ageng Kutu, untuk bangun perlawanan yang melibatkan orang-orang lokal. Dari tiap-tiap gerakan tarian sampai atribut yang dipakai semuanya yaitu seimbol yang mempunyai makna sendiri. Satu diantaranya topeng besar mirip kepala singa atau lalu di kenal dengan “Singo Barong” yang konon jadikan lambang sosok Prabu Kertabhumi. Di bagian atas kepala singa, ditancapkan bulu-bulu merak sampai membuat kipas raksasa, yang melambangkan begitu kuatnya dampak kolega-kolega Kertabhumi dari negeri China.

Pada atraksi Reog Ponorogo juga mempertontonkan Jatilan, memainkan peran tokoh Gemblak yang naik kuda-kudaan. Sekawanan Gemblak ini melambangkan kemampuan pasaukan Kerajaan Majapahit yang begitu bertolak-belakang dengan kemampuan Warok. Di balik topeng singa yaitu pemain yakni lambang dari Ki Ageng Kutu yang sendirian menyokong Singo Barong seberat kian lebih 50 kg cuma dengan memakai gigi. Kehadiran Reog yang makin meluas bikin Prabu Bhre Kertabhumi murka lantas lakukan penyerangan ke perguruan Ki Ageng Kutu. Lantaran kalah dalam soal kemampuan jumlah pasukan, jadi pihak kerajaan Majapahit sukses tutup perguruan silat itu dari semuanya kesibukan.

Walau telah tak ada lagi perguruan Ki Ageng Kutu, tetapi semangat murid-muridnya untuk melanjutkan perjuangan sang guru tidak pernah surut. Mereka dengan suka-rela kembali meneruskan ajaran serta pengetahuan bela diri yang diwariskan oleh Ki Ageng Kutu pada orang-orang umum. Itupun mesti dikerjakan lewat cara sembunyi-sembunyi. Lantaran telah terlanjur melakat kuat di orang-orang luas, pertunjukan Reog sendiri masihlah diijinkan untuk beragam acara pementasan. Walau demikian alur narasi dari pementasan itu memiliki nuansa baru di mana ada banyak ciri-ciri seperti Sri Genthayu, Dewi Songgo Langit serta Kelono Sewandono.

Untuk orang-orang Ponorogo sendiri kesenian tardisional Reog ini biasanya dipentaskan untuk menyemarakkan acara pernikahan, khitanan, atau moment utama yang lain. Tarian Reog umumnya dengan diawali rangkaian tari pembuka. Mengenai tarian pertama dibawakan oleh 6 sampai 8 orang pria yang tampak gagah dengan kostum serba hitam, serta semua mukannya dipoles warna merah. Selanjutnya tarian ke-2 menghadirkan 6 sampai 8 penari wanita yang menaiki kuda. Untuk Reog tradisional umumnya peran penari wanita itu digantikan oleh pria tetapi kenakan pakaian seperti wanita. Sesudah pementasan tarian pembuka setelah itu yaitu pertunjukkan adegan inti. Narasi adegan inti ini umumnya sesuaikan dengan topik acara. Umpamanya topik percintaan untuk acara pernikahan atau bila untuk acara khitanan biasanya memperagakan adegan kepahlawanan atau narasi mengenai pendekar.