Pengamat Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) mengatakan bahwa jumlah korban yang terbunuh di pinggiran Damaskus, wilayah Ghouta Timur, telah mencapai 179 orang. Hal ini terjadi setelah pemerintah Suriah dan Rusia selama lebih dari dua minggu, melakukan pengeboman untuk merebut distrik yang dikuasai pemberontak.

Oleh: Al Jazeera

Jumlah korban yang terbunuh di pinggiran Damaskus, wilayah Ghouta Timur, telah mencapai 179 orang, setelah terjadi pengeboman oleh pemerintah Suriah dan Rusia selama lebih dari dua minggu, menurut Pengamat Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris.

Pasukan pemerintah yang didukung oleh pesawat tempur Rusia memulai sebuah serangan untuk merebut distrik yang dikuasai pemberontak pada tanggal 29 Desember, terutama dengan mengandalkan serangan artileri dan serangan udara.

SOHR—yang mengumpulkan rincian korban dari jaringan sumber di dalam negeri—mengatakan pada Jumat (12/1), bahwa mereka yang tewas dalam peningkatan kekerasan terakhir meliputi 51 orang anak dan 38 wanita.

Para aktivis Suriah di media sosial telah mengirim gambar yang berasal dari Ghouta Timur, yang menunjukkan anak-anak yang dibawa dalam keadaan meninggal atau terluka parah dari gundukan reruntuhan.

Al Jazeera secara independen belum memverifikasi gambar-gambar atau perkiraan jumlah tersebut.

Ghouta Timur, yang dikepung oleh pasukan pro-pemerintah sejak tahun 2013, adalah tempat tinggal bagi 400 ribu orang.

Pengepungan selama empat tahun telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang luar biasa, dengan adanya kelangkaan makanan dan obat-obatan yang sangat parah.

Pada bulan November, Perwakilan Khusus PBB untuk Suriah, Jan Egeland, menyebut situasi di wilayah tersebut sebagai sebuah “bencana buatan manusia”, dan memperingatkan bahwa banyak penduduknya “kekurangan gizi akut” dan hampir sekarat.

Eksodus Idlib

Kekerasan di Ghouta Timur terjadi bersamaan dengan serangan pemerintah di provinsi utara Idlib, dimana diprediksi 280 ribu orang telah melarikan diri dari pertempuran tersebut.

Seperti di bagian timur Damaskus, pemerintah Suriah berusaha untuk mengusir berbagai kelompok pemberontak, namun Idlib memiliki kepentingan khusus bagi kelompok oposisi, yaitu sebagai salah satu benteng terakhir mereka yang tersisa.

Wilayah ini terletak di salah satu zona de-eskalasi yang ditentukan oleh Rusia, Iran, dan Turki, di mana pertempuran diperkirakan akan berakhir.

Ankara telah memanggil diplomat Rusia dan Iran terkait pertempuran tersebut.

Namun, didukung oleh kemenangan di tempat lain di negara ini dan dengan momentum di pihaknya, pemerintah Suriah telah mendorong untuk merebut kembali wilayah tersebut.

Perang Saudara Suriah telah bergejolak sejak tahun 2011, merenggut hampir setengah juta jiwa, dan jutaan orang mengungsi ke negara-negara tetangga dan Eropa.

Sumber : Konflik Suriah: Hampir 180 Orang Terbunuh dalam Dua Minggu