Presiden AS Donald Trump ingin memberi “Penghargaan Berita Palsu” kepada “media arus utama yang paling korup dan bias.” Hanya sedikit yang diketahui tentang apa yang presiden ingin lakukan pada Rabu (17/1), namun beberapa ahli tidak menganggapnya enteng. Sementara itu, Gedung Putih belum mengatakan seperti apa bentuk penghargaan tersebut.

Oleh: Jason Schwartz (Politico)

Setiap penghargaan menuai kritik, namun “Penghargaan Berita Palsu” (Fake News Awards) milik Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, telah menarik perhatian dari kelompok yang tidak biasa: pakar etika yang mengatakan bahwa acara tersebut dapat bertentangan dengan peraturan Gedung Putih dan—tergantung pada apa sebenarnya yang dikatan Presiden dalam prosesnya—melanggar Amandemen Pertama.

Gedung Putih belum mengatakan seperti apa bentuk penghargaan tersebut, yang dijadwalkan oleh Donald Trump akan dilaksanakan pada Rabu (17/1). Namun Norman Eisen, mantan penasihat hukum untuk Presiden Barack Obama, dan Walter Shaub, mantan kepala Kantor Etika Pemerintah, keduanya telah menulis tweet bahwa jika anggota staf Gedung Putih terlibat, maka mereka akan melanggar Standar Perilaku Etis cabang eksekutif, yang melarang para petugasnya untuk menggunakan kantor mereka untuk “mendukung produk, layanan, atau perusahaan apa pun.”

Richard Painter, seorang pengacara etika di pemerintahan George W. Bush, setuju dengan hal itu, dan mengatakan kepada Politico, bahwa terdapat banyak alasan bagi petugas cabang eksekutif untuk menggunakan posisi mereka untuk mengkritik perusahaan swasta—jika sebuah perusahaan bus melanggar peraturan keselamatan federal, misalnya—tapi membantu menyelenggarakan acara untuk melarang media tidak memenuhi syarat.

“Harus ada alasan resmi pemerintah mengenai posisi yang anda ambil yang berkaitan dengan perusahaan tertentu,” kata Painter. “Tapi di sini satu-satunya alasan adalah bahwa mereka tidak menyukai liputan tentang presiden.”

Presiden tidak tunduk pada standar etika cabang eksekutif, namun semua staf Gedung Putih lainnya harus mematuhinya. Para pakar etika mengatakan, bahwa jika usaha dilakukan secara eksklusif oleh para staf politik dari kampanye Trump atau Komite Nasional Republik—dan bukan pegawai pemerintah di Gedung Putih—maka tidak akan ada masalah.

Masalahnya adalah, kata Eisen, “jika presiden memasukkan orang lain di pemerintahan untuk menggunakan waktu pemerintah atau sumber daya pemerintah untuk menyerang media tertentu, dan secara implisit lebih memilih media yang lain.”

Gedung Putih tidak menanggapi pertanyaan yang menanyakan apakah anggota staf Gedung Putih akan dilibatkan. Komite Nasional Partai Republik juga tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Dan Scavino, direktur media sosial Gedung Putih dan asisten presiden, menulis tweet bahwa ia tidak ada hubungannya dengan penghargaan tersebut, dan mengatakan bahwa “ini berasal dari sebuah kampanye,” meskipun tidak jelas apa maksudnya.

Seorang pakar etika hukum Universitas Washington, Kathleen Clark, mengatakan bahwa dia setuju dengan Eisen and Shaub: Menargetkan media berita tertentu dengan memberi mereka “penghargaan berita palsu” akan menggambarkan semacam “anti-persetujuan,” katanya, dan ini akan melanggar aturan.

Tidak semua ahli sepakat bahwa penghargaan tersebut akan melanggar standar cabang eksekutif. Richard Briffault, seorang profesor di Columbia Law School dan seorang ahli etika, mengatakan bahwa anggota staf Gedung Putih akan melanggar peraturan hanya jika mereka mendukung atau mengkritik sebuah perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan mereka.

“Kritiklah saya sebagai orang yang skeptis,” katanya. “Tapi pelanggaran terjadi jika penghargaan tidak berhubungan dengan kantor. Mengkritik kritik presiden berarti menyerang saya karena berkaitan dengan kantor.”

Tidak masuk akal untuk memisahkan politik dari pemerintahan, dia mengatakan, “Selama kita menganggap bahwa staf dapat dimanfaatkan untuk beberapa tujuan politik, selama terdapat kantor komunikasi Gedung Putih dan kantor politik Gedung Putih—berarti kita telah melakukan pelanggaran sejak lama sekali.”

Briffault mengatakan bahwa dia tidak melihat adanya perbedaan antara mengkritik media di Twitter atau dalam sebuah wawancara atau konferensi pers—seperti yang ditekankan oleh sekretaris pers Sarah Huckabee Sanders setiap hari—dan perbedaannya dengan penghargaan Trump ini.

Eisen berpendapat bahwa jika presiden melakukan pertunjukan yang mengecam media tertentu, “maka terdapat unsur formalitas dalam pengecamannya”.

“Ketika anda mengangkatnya ke dalam sebuah program,” katanya, “menjadi semakin sulit untuk mengatakan bahwa ini hanyalah presiden yang membesar-besarkan, dan pengecaman ini terasa lebih seperti aktivitas resmi pemerintah.”

Para pejabat federal yang melanggar peraturan etika bisa menghadapi sanksi dari badan mereka, mulai dari kecaman, penundaan, hingga pemecatan. Walau Kantor Etika Pemerintah menetapkan peraturan dan dapat mendesak Gedung Putih untuk bertindak, tidak ada wewenang untuk benar-benar memberlakukannya. Ini berarti bahwa Gedung Putih, pada hakikatnya, memiliki kebijakan tersendiri.

Di awal pemerintahannya, Trump membuat geram para ahli etika, karena gagal untuk memberi sanksi kepada Kellyanne Conway, penasihat seniornya, ketika Conway mempromosikan merk pakaian dan perhiasan putri Trump di “Fox&Friends” dan mengatakan kepada para penonton, “Belilah produk Ivanka.”

Kasus itu—tidak seperti kasus ini—kata Briffault, merupakan pelanggaran yang jelas, karena Conway menggunakan posisinya untuk mempromosikan produk yang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan.

Tapi seperti yang dikatakan Clark, seorang profesor Universitas Washington: “Kami telah melihat bahwa Gedung Putih saat ini, benar-benar tidak seperti pendahulunya, yang tidak memberlakukan sanksi yang signifikan terhadap mereka yang melanggar peraturan etika dengan cara yang disetujui presiden.”

Eisen mengakui bahwa setiap tindakan yang berkaitan dengan “penghargaan berita palsu”, tidak mungkin terjadi.

“Ini pada akhirnya akan dikecam oleh opini publik,” katanya.

Painter, pengacara etika Bush, mengatakan bahwa dia percaya bahwa masalah Amandemen Pertama dapat dipertaruhkan—sesuatu yang lebih serius daripada peraturan etika. Masalah bisa muncul, katanya, jika Trump mengancam tindakan apapun terhadap media yang tidak disukainya—seperti yang dia lakukan sebelumnya—saat penghargaan tersebut.

“Dia memiliki hak Amandemen Pertama sendiri, tapi dia tidak dapat menggunakannya untuk mengancam surat kabar dengan tindakan resmi, jika media tersebut tidak melakukan apa yang dia inginkan,” kata Painter.

Trump telah menuliskan di Twitter mengenai apakah NBC harus kehilangan izin penyiarannya, dan membatasi liputan Washington Post dan kebijakan pajak yang terkait dengan Amazon, dimana keduanya dimiliki oleh Jeff Bezos. Spekulasi juga beredar seputar apakah kebencian presiden terhadap CNN mempengaruhi keputusan Departemen Kehakiman untuk menentang peleburan antara perusahaan induknya, Time Warner dan AT&T.

Frederick Schauer, pakar Amandemen Pertama di University of Virginia Law School, mengatakan bahwa tidak ada satu pun tentang penghargaan itu sendiri yang akan menyebabkan masalah Amandemen Pertama, namun masalah itu bisa muncul jika Trump menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengeluarkan ancaman hukum.

“Amandemen pertama dan pasal pers akan terlibat jika pemerintah mengancam penuntutan atau tindakan hukum lainnya, tapi bukan dengan kritik, kecaman, dan pujian belaka,” katanya melalui email.

Rebecca Tushnet, seorang profesor Amandemen Pertama di Harvard Law School, mengatakan bahwa jika terdapat ancaman—termasuk yang serupa dengan yang pernah dibuat Trump—maka akan menjadi masalah.

“Yang termasuk dari Amandemen Pertama adalah bahwa kita ingin menghindari efek mengerikan,” katanya. “Jika NBC membatasi liputannya setelah presiden mengatakan bahwa dia menargetkan anda, dia sebenarnya tidak perlu menciptakan masalah yang berusaha dilawan oleh Amandemen Pertama. Ancaman itu sendiri bermasalah.”

“Saya tidak tahu apakah anda bisa berhasil di pengadilan,” lanjutnya. “Tapi apakah ini adalah masalah yang menjadi perhatian Amandemen Pertama? Jelas sekali.”

Sekalipun tidak ada yang dihasilkan dari diskusi ini, kata Clark, namun diskusi ini menekankan pada keanehan “Penghargaan Berita Palsu” tersebut, dan bahaya dari perang presiden terhadap pers.

“Saya pikir bahwa masalah etika pemerintah,” katanya, “sejujurnya adalah masalah lain untuk mengangkat isu dengan cara yang lebih mendasar, dimana pemerintahan Trump mencoba untuk merusak demokrasi dengan mengganggu pers.”

Sumber : Bagaimana ‘Penghargaan Berita Palsu’ Trump Langgar Aturan Etika