Segera setelah AS mengumumkan rencana pembentukan “pasukan perbatasan” untuk mempertahankan wilayah di Suriah Utara dan mencegah kembalinya ISIS, Presiden Turki Tayyip Erdogan mengancam akan menghancurkan pasukan dengan 30 ribu personel tersebut. Intervensi AS telah terjadi di sela-sela perang sipil yang terjadi hampir selama tujuh tahun tersebut, yang telah membunuh ratusan ribu orang dan membuat lebih dari 11 juta orang mengungsi.

Oleh: Ellen Francis, Ezgi Erkoyun (Reuters)

Presiden Turki Tayyip Erdogan mengancam pada Senin (15/1), akan “menghancurkan” pasukan dengan 30 ribu personel yang rencananya akan dibentuk dan didukung oleh Amerika Serikat (AS) di Suriah, “bahkan sebelum terbentuk”, seiring dukungan Washington terhadap para pejuang Kurdi menimbulkan perselisihan dengan salah satu dari sekutu utama Washington di Timur Tengah tersebut.

Amerika Serikat mengumumkan dukungannya pada Minggu (14/1), terhadap rencana pembentukan “pasukan perbatasan” untuk mempertahankan wilayah yang dikuasai oleh para pejuang yang dipimpin AS dan didukung Kurdi di Suriah Utara.

Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad menanggapi pada Senin (15/1), dengan berjanji akan menghancurkan pasukan baru tersebut dan mengusir pasukan AS tersebut dari Suriah. Sekutu Assad, Rusia, menyebut rencana tersebut sebagai rencana untuk memecah belah Suriah dan merebut sebagian wilayahnya agar berada di bawah kendali AS.

Namun kecaman terkuat datang dari Erdogan, yang telah memimpin hubungan antara Amerika Serikat dan sekutu Muslim terbesarnya di NATO tersebut, yang telah retak hingga titik terparahnya.

“Sebuah negara yang kita sebut sekutu, bersikeras membentuk pasukan teror di perbatasan kita,” kata Erdogan tentang Amerika Serikat dalam sebuah pidato di Ankara. “Apa yang bisa ditargetkan para pasukan teror itu, selain Turki?”

“Misi kami adalah menghancurkannya bahkan sebelum pasukan itu terbentuk.”

Erdogan mengatakan bahwa Turki telah menyelesaikan persiapan untuk operasi di wilayah yang dikuasai Kurdi di Suriah utara.

Wilayah-wilayah yang dipimpin Kurdi di Suriah mengatakan, bahwa mereka membutuhkan pasukan perbatasan untuk melindungi mereka dari ancaman Ankara dan Damaskus.

“Untuk mencegah serangan… harus terdapat pasukan pencegah yang melindungi perbatasan antara wilayah kita dan yang lainnya,” kata Fawza Youssef, seorang politisi senior Kurdi kepada Reuters.

“Hingga penyelesaian politik tercapai di Suriah, wilayah ini membutuhkan perlindungan. Untuk saat ini, tidak ada jaminan,” katanya.

Amerika Serikat telah memimpin sebuah koalisi internasional dengan menggunakan serangan udara dan pasukan khusus untuk membantu para pejuang di lapangan yang memerangi militan ISIS di Suriah sejak tahun 2014. AS memiliki sekitar 2.000 tentara di Suriah.

Intervensi AS telah terjadi di sela-sela perang sipil yang terjadi hampir selama tujuh tahun tersebut, yang telah membunuh ratusan ribu orang dan membuat lebih dari 11 juta orang mengungsi.

ISIS secara efektif berhasil dikalahkan pada tahun lalu, namun Washington mengatakan bahwa pasukannya siap untuk tetap memastikan kelompok militan Islam tidak dapat kembali.

Di sebagian besar perang, Amerika Serikat dan Turki bekerja sama, bersama-sama mendukung pasukan yang berperang melawan pemerintahan Assad. Namun keputusan AS untuk mendukung pejuang Kurdi di Suriah utara dalam beberapa tahun terakhir telah membuat Ankara geram.

Sementara itu, pemerintah Assad, yang didukung oleh Rusia dan Iran, telah membuat kemajuan besar selama dua tahun terakhir dalam mengalahkan sejumlah penentang, dan kembali mengendalikan hampir seluruh kota utama Suriah. Pemerintahan Assad menganggap kehadiran AS yang terus berlanjut memiliki ancaman terhadap ambisinya untuk mengembalikan kendali penuh atas seluruh negara tersebut.

Pada Minggu (15/1), koalisi pimpinan AS mengatakan bahwa pihaknya bekerja dengan sekutu militannya, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang bermarkas di Kurdi, untuk membentuk pasukan baru untuk berpatroli di perbatasan Turki dan Irak, dan juga di Suriah di sepanjang Sungai Efrat yang memisahkan wilayah SDF dari wilayah yang dikuasai pemerintah.

“Jangan Paksa Kami untuk Mengubur”


Turki memandang pasukan Kurdi Suriah yang didukung oleh Amerika Serikat, sebagai sekutu PKK—sebuah kelompok Kurdi yang dilarang karena melakukan pemberontakan di Turki selatan.

“Inilah yang harus kita katakan kepada semua sekutu kita: jangan mengambil posisi di antara kami dan organisasi *******, atau kami tidak akan bertanggung jawab atas konsekuensi yang tidak diinginkan,” kata Erdogan.

“Jangan paksa kami untuk mengubur mereka semua yang mendukung *******,” katanya. “Operasi kami akan terus berlanjut sampai tidak ada satu pun ******* yang tertinggal di sepanjang perbatasan kami, apalagi 30 ribu *******.”

Kelompok utama Kurdi Suriah sejauh ini telah menjadi salah satu dari sedikit pemenang dalam perang Suriah, yang berusaha memperkuat otonomi mereka di sebagian besar wilayah utara Suriah. Washington menentang rencana otonomi tersebut, bahkan walau Washington mendukung SDF.

Pemerintah Suriah dan partai-partai Kurdi utama, sebagian besar menghindari konflik selama perang sipil, karena kedua belah pihak fokus untuk memerangi kelompok lain. Tapi gagasan Assad terhadap kelompok Kurdi telah berubah semakin bermusuhan.

Damaskus mengecam pasukan perbatasan baru tersebut sebagai “serangan terang-terangan” terhadap kedaulatannya, menurut media pemerintah Suriah. Media tersebut mengatakan bahwa warga Suriah yang bergabung dengan pasukan tersebut akan dianggap sebagai “pengkhianat”.

“Apa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika berada dalam konteks kebijakannya yang destruktif di wilayah tersebut untuk memecah negara-negara, dan menghalangi solusi terhadap krisis,” kata kantor berita negara SANA, mengutip sebuah sumber kementerian luar negeri.

Sekutu Assad juga menimpali. Dengan jelas merujuk pada pasukan tersebut, pejabat senior Iran Ali Shamkhani mengatakan bahwa Amerika telah “gagal”, kantor berita Fars melaporkan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan: “Tindakan yang kita lihat saat ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak ingin mempertahankan integritas wilayah Suriah.”

“Pada dasarnya, hal ini menunjukkan pecahnya wilayah yang luas di sepanjang perbatasan dengan Turki dan Irak,” kata Lavrov.

Sumber : Erdogan: ‘Kami Akan Hancurkan Pasukan Koalisi Amerika di Suriah, Bahkan Sebelum Terbentuk’