Bukanya menghina Afrika, Trump dan negara Barat seharusnya meminta maaf kepada mereka. Memang benar Afrika memiliki beberapa masalah serius, tapi bahkan seseorang seperti Trump seharusnya bisa memahami sumber masalahnya. Karena inilah kenyataannya: Intervensi negara-negara Barat selama 600 tahun terakhir secara signifikan bertanggung jawab atas masalah Afrika.

Oleh: Gerald Caplan (The Globe and Mail)

Saya yakin beberapa pembaca akan melupakan Donald Trump yang menghina Afrika. Tapi masyarakat Afrika tidak akan, Anda bisa yakin. Masyarakat Afrika tahu betul apa yang Trump maksudkan dengan “negara-negara shithole“.

Memang benar Afrika memiliki beberapa masalah serius, tapi bahkan seseorang seperti Trump seharusnya bisa memahami sumber masalahnya. Misalnya, seperti yang diperlihatkan oleh wartawan Howard French di The Washington Post, “Gambaran Trump yang hina, mengabaikan peran penting Afrika dalam menjadikan Amerika sebagai negara besar di dunia… Lebih dari pada faktor lainnya, kekayaan Amerika berasal dari Afrika, terutama tenaga kerja yang diambil dari benua itu, yang menyebabkan bangkitnya negara Barat, dan berabad-abad Amerika mendominasi dalam urusan dunia.”

Selain Trump yang menghina Afrika, Kanada juga sangat perlu mempelajari ini, seperti yang mantan Wali Kota Toronto Mel Lastman tunjukkan beberapa waktu yang lalu. Melakukan kunjungan resmi ke Kenya, Lastman membuat hinaan publik tentang para kanibal yang dia yakin akan ia temui di benua itu.

Tentunya, siapa saja yang sangat mengenal Afrika akan memahami keburukan mitos semacam itu. Lastman pergi ke sebuah pusat konvensi modern di Mombasa, sementara seorang presiden Amerika secara teratur bertemu dengan para diplomat Afrika yang memiliki pengalaman dan penuh pesona. Tapi Trump dan Lastman tidak terlalu peduli dengan hal-hal sepele seperti kebenaran. Sikap mereka, sayangnya, mewakili rasisme yang sangat besar.

Inilah kenyataannya: Intervensi negara-negara Barat selama 600 tahun terakhir secara signifikan bertanggung jawab atas masalah Afrika.

Perdagangan budak merampas Afrika dalam 12 juta aspek yang paling produktif. Pada saat yang sama, hal ini menciptakan kelas baru para pemilik budak di Amerika Serikat (AS), yang menyediakan mesin yang hebat untuk mendorong perekonomian AS. Tanpa mereka, negara-negara kaya tidak akan begitu kaya.

Pada akhirnya, campur tangan Barat berubah menjadi kolonialisme formal, di mana negara-negara Eropa masing-masing secara sewenang-wenang mengklaim otoritas atas wilayah Afrika tertentu. Contoh-contoh berikut ini yang menunjukkan campur tangan Barat hampir tidak ada habisnya. Ambil contoh Kongo, misalnya, perwujudan favorit negara Barat yang disebut “Kegelapan Jiwa”. Namun kegelapan itu berada di jantung penjajah Belgia, yang, dalam usahanya mencari karet, membunuh sekitar 10 juta dari 20 juta penduduk yang ada—yang menjadi salah satu genosida terbesar dalam sejarah manusia. Dan ketika—setelah hampir satu abad pembantaian dan penghancuran—Kongo merdeka, hampir tidak ada masyarakat Kongo yang berpengalaman atau berpendidikan untuk menjalankan negara ini.

Seakan belum cukup, pemerintah Amerika berencana dengan Belgia untuk menyiksa dan membunuh presiden demokratis pertama—dan satu-satunya—Kongo, Patrice Lumumba. Para pembunuhnya memilih Joseph Mobutu sebagai penggantinya, mengantarkan Kongo pada sebuah pesta pencurian dari sektor publik. Pada saat bersamaan, saat Mobutu menyerahkan kesepakatan mineral senilai miliaran dolar kepada negara-negara Barat, lembaga-lembaga yang dikuasai AS seperti Bank Dunia terus menghabiskan lebih banyak miliaran dolar untuk Mobutu dalam bentuk pinjaman, yang semua orang tahu tidak akan pernah dilunasi. Dan secara tidak mengejutkan, pada akhir abad ke-20, Kongo menjadi lokasi perang kontinental pertama di Afrika, di mana belasan negara berjuang di wilayahnya untuk memperkaya para pemimpin mereka, dan banyak yang menggunakan senjata AS.

Ini contoh lainnya. Selama bertahun-tahun, sebagai imbalan atas pinjaman untuk pemerintah Afrika dari negara Barat, kebijakan kapitalis ortodoks dituntut untuk ditegakkan. Di Zambia pada pertengahan tahun 1980-an, HIV/AIDS mulai merusak Afrika. Pinjaman diberikan, namun hanya dengan syarat tidak ada perluasan layanan publik yang akan dipertimbangkan. Sebuah negara yang sangat membutuhkan perawat, dilarang mempekerjakan lebih banyak perawat. HIV tersebar dengan bebas, dan mengambil keuntungan penuh. Dengan tidak adanya sumber daya manusia yang dibutuhkan, sekitar satu juta orang Zambia sekarang hidup dengan HIV/AIDS, sementara negara tersebut memiliki 600 ribu anak yatim.

Bukannya menghina Afrika, kami di negara Barat seharusnya meminta maaf kepada mereka.

Tapi Trump tahu persis apa yang dia katakan. Seperti yang dikatakan mantan presiden Lyndon Johnson, “Jika Anda bisa meyakinkan orang kulit putih paling rendah bahwa dia lebih baik daripada orang kulit berwarna terbaik, dia pasti tidak akan sadar jika Anda sedang mencopetnya.” Itulah yang dilakukan oleh Trump secara tidak sengaja: Dia harus memberi kepada para pendukungnya “seseorang yang bisa dipandang rendah,” menurut kata-kata Johnson. Seakan orang-orang Meksiko, Muslim, dan imigran tidak cukup, Trump memberikan mereka seluruh benua.

Sumber : ‘Bukannya Menghina Afrika, Trump dan Negara Barat Seharusnya Minta Maaf’