Walau sudah menyatakan permohonan maafnya, berbagai pihak masih merasa bahwa Sukmawati Sukarnoputri harus dipidana. Menurut mereka, syariat Islam tak bisa diganggu gugat lagi. Apalagi, jika syariat islam dibandingkan dengan konde dan syair kidung seperti yang diutarakan dalam puisi Sukma.

Sukmawati Sukarnoputri—yang merupakan putri dari mantan Presiden Sukarno dan adik dari ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan mantan Presiden Indonesia, Megawati Sukarnoputri—dituntut harus dipidana karena disebut telah menistakan agama Islam, setelah ia membacakan puisi berjudul ‘Ibu Indonesia’ beberapa waktu yang lalu.

Keengganan untuk mencabut tuntutan tersebut diutarakan oleh Pengurus Persaudaraan Alumni (PA) 212 Dedi Suhardadi, yang mengatakan bahwa Sukmawati harus dipidana seperti mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dipenjara karena kasus penistaan agama.

“Sukmawati harus dipidana seperti yang diterima oleh Ahok. Siapa pun bukan cuma Ahok, bukan cuma Sukmawati, ketika melakukan penodaan terhadap agama, itu kita akan dilaporkan,” kata Deddi di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Rabu (4/4), seperti yang dilansir dari cnnindonesia.com.

Ia mengatakan bahwa walau telah menerima permintaan maaf Sukmawati, namun proses hukum harus dilanjutkan karena telah melukai umat Islam. “Apa yang disampaikan beliau saat membacakan puisi itu membuat sebagian umat islam merasa tersakiti dan karena itu lah kita melapor,” ujarnya.

Menurutnya, syariat Islam tak bisa diganggu gugat lagi. Apalagi, jika syariat islam dibandingkan dengan konde dan syair kidung seperti yang dimaksud Sukmawati dalam puisinya tersebut. “Tak bisa membandingkan konde yang termasuk budaya dengan cadar, cadar itu syariat islam. Terlebih lagi azan, menurut saya suara azan itu sangat indah,” kata dia, menurut cnnindonesia.com.

Beberapa pihak yang mengajukan tuntutan yaitu Tim Pembela Ulama Indonesia (TPUI), Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII), Forum Anti-Penodaan Agama (FAPA), serta LBH Street Lawyer.

Sukmawati dilaporkan dengan Pasal 156A KUHP tentang Penistaan Agama dan Pasal 16 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Dan pada Jumat (6/4), setidaknya 3.000 hingga 4.000 demonstran berkumpul di sebuah kantor polisi di Gambir, Jakarta Pusat, untuk menuntut agar Sukmawati dipenjara dan diselidiki oleh polisi.

Sebagian besar massa yang kebanyakan laki-laki membawa spanduk dan meneriakkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar), dan juga meneriakkan “Tangkap BuSuk (Sukmawati), tangkap BuSuk sekarang juga”. Mereka juga mengangkat spanduk besar yang menuntut agar Sukmawati dipenjara dan mengibarkan bendera Palestina.

Tiga belas pengunjuk rasa kemudian bertemu dengan kepala polisi Jakarta Pusat.

Setelah pertemuan tersebut, salah satu pemimpin protes, Slamet Ma’arif—dari gerakan protes 212 yang membawa ratusan ribu orang turun ke jalan untuk memprotes Ahok—mengatakan kepada TV One bahwa poin dari protes itu adalah untuk mengingatkan polisi bahwa ini bukanlah kasus yang tidak penting.

“Secara pribadi, kami menerima permintaan maaf (dari Sukmawati), namun proses hukum tidak boleh berhenti,” katanya.

“Saya mengingatkan polisi bahwa jika polisi memperlakukan kasus Ibu Sukmawati seperti cara polisi memperlakukan Ahok, maka kemungkinan besar apa yang terjadi di negara kita tercinta, di Jakarta, akan terulang,” dalam sebuah ancaman nyata bahwa protes yang lebih besar akan terjadi jika polisi tidak bertindak.

“Satu-satunya cara adalah menegakkan keadilan, hukum harus ditegakkan. Panggil (dia), proses (dia), penjarakan (dia).”

Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo, menegaskan, bahwa dalam segi agama pun yang ada di Indonesia, permintaan maaf pelaku tetap harus diikuti sanksi-sanksi hukum yang lain. Dilansir dari Harian terbit, terkait kasus Sukmawati, menurut Anton, itu merupakan kasus yang sangat serius, karena perbuatannya membuat derajat keresahan sosial sangat tinggi dan meluas. Di dalam UU yang ada di Indonesia juga tegas menyatakan bahwa ancaman pelaku penistaan agama pidananya berat.

Ia juga mengatakan bahwa jika pun Sukmawati dimaafkan dan tidak dipenjara, maka sebagai efek jera harus ada hukuman sosial berlapis.

Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Novel Bamukmin juga mengatakan, bahwa seorang muslim harus bisa memaafkan, namun proses hukum harus tetap berjalan sehingga polisi diminta untuk segera menjadikan Sukmawati sebagai tersangka. Selain itu, polisi juga harus segera memenjarakan Sukmawati karena perbuatannya lebih parah dari Ahok dengan ucapannya yang kembali membuat gaduh Indonesia, dikutip dari Harian Terbit.



Sumber : Nistakan Agama, Sukmawati Sukarnoputri Harus Dipidana