Pembangunan menjadi tema besar dalam pemerintahan Jokowi selama beberapa tahun belakangan. Pertumbuhan sektor pariwisata, khususnya, menunjukkan garis besar kebijakan perekonomian Indonesia di bawah kepimimpinan Jokowi.

Oleh: James Guild (The Diplomat)

Industri pariwisata Indonesia saat ini tengah bertumbuh pesat. Di tahun 2017, Indonesia didatangi oleh lebih dari 14 juta wisatawan mancanegara, jumlah yang meningkat lebih dari dua juta turis dari tahun sebelumnya. Peningkatan drastis jumlah wisatawan dan masuknya mata uang asing tersebut tampaknya masih akan terus berlanjut.

Hal ini tentu saja bukan sekadar kebetulan, karena merupakan hasil dari upaya pemerintah yang strategis dan terkoordinir dalam mendorong pertumbuhan industri pariwisata. Di tahun 2015, Menteri Pariwisata Indonesia menetapkan target 20 juta wisatawan mancanegara di tahun 2019.

Pada saat itu, dengan jumlah turis sebanyak sembilan juta, angka yang ditargetkan tampak sebagai harapan optimis. Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa angka sebanyak itu kini hampir tercapai.

Banyak pihak yang menanyakan, faktor apa sajakah yang menggerakkan pertumbuhan pesat tersebut?

Jawabannya sangatlah jelas, yakni dengan terpilihnya Jokowi, pemerintah seketika menetapkan tolok ukur jelas mengenai harapan di sektor pariwisata, kemudian merancang dan menerapkan beragam upaya untuk mencapai target. Upaya tersebut diperkuat dengan melemahnya Rupiah, sehingga mendongkrak daya tarik Indonesia sebagai destinasi wisata bagi turis asing.

Hal tersebut tentu saja hanyalah salah satu bagian dari gambaran besar yang meliputi upaya di berbagai aspek dalam menyusun kembali struktur Kementerian Pariwisata, memasarkan Indonesia secara agresif sebagai destinasi wisata, memberlakukan reformasi kebijakan untuk menarik investasi asing, serta menargetkan destinasi wisata strategis di luar Bali dalam rangka promosi dan pembangunan.

Sejak program tersebut berlaku di tahun 2015, industri pariwisata telah mengalami pertumbuhan pesat, menghasilkan peningkatan aktivitas ekonomi, dan menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan.

Langkah tersebut disebabkan oleh momen terpilihnya Jokowi di tahun 2014 yang bertepatan dengan penurunan harga komoditas secara global. Akibatnya, terungkaplah melemahnya ekspor industri berat di Indonesia, yang menghambat reformasi struktural di tengah tingginya harga minyak dan gas.

Dengan merosotnya harga, para pembuat kebijakan selanjutnya mengupayakan diversifikasi ekonomi dengan memprioritaskan pembangunan di sektor jasa non-ekspor, seperti pariwisata. Langkah pemerintah dalam meletakkan dasar bagi ledakan pertumbuhan di sektor pariwisata menjadi kunci dari proses jalannya pemerintahan dan pembuatan kebijakan di bidang perekonomian Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi.

Di tahun 2015, Menteri Pariwisata menyatakan Rencana Strategis berupa target yang akan dicapai di tahun 2019. Rencana tersebut meliputi 20 juta wisatawan mancanegara serta pertukaran valuta asing sebanyak Rp240 triliun atau $17,2 miliar, mempekerjakan 13 juta orang di industri pariwisata, serta meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional hingga delapan persen. Kementerian Pariwisata terlebih dahulu melakukan berbagai perbaikan untuk mencapai target tersebut.

Sebelum tahun 2015, promosi dan pertumbuhan pariwisata berada di bawah wewenang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sehingga selain promosi wisata, Kementerian juga terlibat dalam mendanani dan memproduksi film, seni, dan musik yang merepresentasikan kebudayaan dan masyarakat Indonesia.

Restrukturisasi di tahun 2015 selanjutnya menambahkan aktivitas perekonomian kreatif, sehingga Kementerian Pariwisata lebih banyak fokus pada pertumbuhan dan pemasaran destinasi wisata semata. Dengan kewenangan yang dipersempit tersebut, Kementerian Pariwisata juga mendapatkan peningkatan anggaran secara signifikan. Misalnya, anggaran pemasaran luar negeri di tahun 2016 ialah sebesar Rp1.777 triliun atau $127 juta, yang jauh lebih besar dari keseluruhan anggaran Kementerian di tahun 2014.

Dengan adanya peningkatan sumber daya fiskal yang padat dan tujuan program yang lebih terfokus, Kementerian Pariwisata mulai memusatkan upayanya untuk mengembangkan dan memasarkan empat destinasi wisata prioritas, yakni Labuan Bajo sebagai gerbang menuju Kepulauan Komodo, Candi Borobudur di Jawa Tengah sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO yang merupakan kuil Buddha peninggalan abad ke-9, Mandalika sebagai pariwisata yang tengah bertumbuh di Lombok Tengah, serta Danau Toba di Sumatera Utara yang merupakan danau kaldera vulkanik terbesar di dunia.

Tujuan pengembangan keempat area tersebut aialah meningkatkan profil Indonesia sebagai destinasi wisata utama selain Bali. Hingga kini, Bali telah berhasil menarik 5 juta dari total 14 juta wisatawan Indonesia tahun lalu, termasuk peningkatan besar dalam jumlah turis dari China.

Meski industri pariwisata Indonesia masih dapat berkembang dalam jangka panjang, bangsa ini perlu melakukan diversifikasi destinasi wisata untuk ditawarkan, sehingga tak lagi bergantung sepenuhnya pada daya tarik Bali dan mendistribusikan manfaat pariwisata secara lebih merata di seluruh penjuru negeri.

Untuk itu, berbagai aspek pengembangan tengah diupayakan di keempat destinasi wisata utama. Langkah pertama yang dilakukan ialah reformasi kebijakan yang bertujuan untuk kerumitan birokrasi bagi para investor dan pengunjung.

Di tahun 2014, Jokowi melonggarkan persyaratan visa masuk, dengan memperbolehkan perjalanan bebas visa bagi warga dari 45 negara. Pada 2016, kebijakan tersebut ini diperluas hingga ke 169 negara.

Selanjutnya, serangkaian reformasi kebijakan senantiasa didorong di awal pemerintahan Jokowi, termasuk membuka hotel dan restoran hingga 100 persen kepemilikan asing, perampingan proses perizinan bisnis dan konstruksi baru, hingga ketetapan keputusan presiden untuk mempercepat proses pembebasan lahan yang biasanya memakan waktu lama.

Yang terpenting, upaya reformasi kebijakan tersebut diluncurkan bersamaan dengan proyek infrastruktur besar-besaran, sehingga seluruh aspek program akan saling melengkapi satu sama lain. Sejak awal pemerintahannya, Jokowi telah mendorong investasi infrastruktur serta pembangunan jalan, bandara, dan pelabuhan.

Langkah ini akan meningkatkan efisiensi Indonesia sebagai penghubung dalam rantai pasokan global, selain mempermudah jutaan wisatawan asing untuk mengakses destinasi wisata favorit.

Dalam beberapa tahun terakhir, Danau Toba di Sumatera Utara telah banyak mengalami proses pembangunan. Danau kaldera menyaksikan kesibukan aktivitas konstruksi. Danau kaldera yang menakjubkan terletak beberapa jam dari ibukota provinsi Medan, dan di masa lalu hanya dapat dicapai oleh pesawat baling-baling kecil atau dengan naik minibus atau mobil beberapa jam di atas jalan yang tidak dirawat dengan baik.

Setelah Jokowi menjabat, proses pembangunan infrastruktur senantiasa dipercepat untuk memperbaiki aksesibilitas kawasan tersebut.

Di tahun 2017, Jokowi meresmikan proyek renovasi Bandara Silangit, yang kini memiliki landasan pacu yang lebih panjang dan terminal penumpang yang jauh lebih besar. Bandara Silangit juga telah dilengkapi dengan fasilitas bea cukai dan imigrasi untuk menangani penerbangan Internasional secara langsung.

Selain perluasan bandara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah memperbaiki dan memperluas lebih dari 400 km jalan lingkar dalam dan lingkar luar yang menghubungkan berbagai destinasi wisata di sekitar Danau Toba.

Proyek tersebut merupakan bagian dari peningkatan anggaran infrastruktur sebesar Rp800 miliar atau $57,6 juta, meliputi jalur kereta api yang menghubungkan Medan ke kawasan Danau Toba yang mulai beroperasi pada Februari 2018 serta jalan tol yang menghubungkan Medan secara langsung ke jalan lingkar luar yang tengah dalam proses pembangunan dan diharapkan dapat selesai pada 2019.

Danau Toba, yang beberapa tahun lalu masih sulit dijangkau, saat ini dapat diakses melalui bandara Internasional berkapasitas besar, jalur kereta api, maupun akses jalan tol yang akan segera menyusul. Untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah wisatawan, telah dilakukan percepatan pembangunan hotel di wilayah Danau Toba, dengan 39 hotel baru yang dibangun antara tahun 2012 dan 2016.

Pembangunan bandara telah menjadi tema pembangunan di Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi. Awal tahun 2018 di Daerah Istimewa Yogyakarta, pengelola bandara milik negara Angkasa Pura I telah menyelesaikan akuisisi 587 hektar lahan dengan biaya sebesar Rp4,1 triliun atau $295 juta, yang digunakan untuk pengembangan bandara internasional baru.

Setelah selesai dibangun, bandara tersebut diharapkan mampu menampung sekitar 15 juta penumpang setiap tahunnya. Proyek bandara tersebut bertujuan meningkatkan kapasitas sebesar 13,5 juta di Bandara Internasional Yogyakarta saat ini yang telah membludak.

Proyek ini sempat terhenti oleh pemilik tanah setempat yang tidak bersedia melepas lahan, hingga kewenangan hukum diberikan kepada Badan Pertanahan Nasional di tahun 2015 melalui ketetapan presiden untuk membantu mempercepat tahap akhir dari proses pembebasan lahan. Penyelesaian bandara ini kelak menjadi langkah signifikan untuk mencapai target pemerintah berupa dua juta wisatawan asing di Jawa Tengah pada tahun 2019.

Industri pariwisata tidak hanya mendapat manfaat dari proyek infrastruktur besar-besaran, tapi juga dari perbaikan peraturan lingkungan yang memacu pembangunan besar di Labuan Bajo dan Mandalika. Proyek Marina Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur mencakup hotel berkapasitas 180 kamar, dermaga kapal feri, restoran, dan bisnis ritel. Dengan anggaran sebesar 398 miliar Rupiah atau US$28,6 juta, proyek tersebut ditargetkan akan selesai pada bulan Agustus 2018.

Selain Taman Nasional Komodo yang masih menjadi daya tarik utama, pengembangan komersil Mandalika akan mendongkrak diversifikasi sektor pariwisata dan membantu tercapainya target Kementerian Pariwisata berupa lima ratus ribu turis asing di kawasan tersebut pada tahun 2019. Bandara Komodo, yang ditingkatkan dan diperluas pada tahun 2015, telah siap untuk menampung peningkatan jumlah wisatawan sebanyak itu.

Zona Ekonomi Khusus Mandalika merupakan proyek pembangunan utama yang berlokasi sekitar 30 menit berkendara dari Bandar Udara Internasional Lombok. Berkat peraturan investasi yang longgar, proyek besar ini berjalan sukses sejak diresmikan Jokowi sebagai zona investasi khusus pada tahun 2017. Mandalika kini sedang dikembangkan sebagai kawasan resort mewah kelas atas, mirip dengan Nusa Dua di Bali, dan sudah dipenuhi pembangunan beberapa jaringan hotel Internasional.

Angka awal investasi yang akan terus meningkat hingga kini telah mencapai 2,2 triliun Rupiah atau US$ 159,5 juta. Pengembangan Mandalika diharapkan dapat menciptakan lebih dari 58 ribu lapangan pekerjaan di sektor pariwisata dan menarik dua juta pengunjung pada tahun 2019.

Berdasarkan keseluruhan upaya tersebut, sangatlah jelas terlihat bahwa Rencana Strategis Kementerian Pariwisata tengah berjalan lancar, terutama karena terdapat berbagai peranan di kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan yurisdiksi berbeda yang berhasil melakukan koordinasi yang saling melengkapi satu sama lain.

Tentu saja terdapat beberapa kerugian dari percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Resort pariwisata besar seperti Mandalika seringkali dibiayai dan dimiliki sebagian besar oleh investor asing, yang berisiko mengabaikan kepentingan penduduk setempat dalam memperoleh manfaat pembangunan.

Konversi lahan yang diatur dengan berisiko mendegradasi lingkungan seperti limbah berlebihan, polusi, dan kemacetan lalu lintas. Potensi dampak lingkungan yang merugikan dapat ditemukan di destinasi wisata seperti Borobudur, kuil kuno yang idealnya hanya bisa menampung sebanyak 2-3 ribu pengunjung setiap harinya untuk meminimalisir dampak kepadatan pengunjung. Di tahun 2016, terdapat 3,8 juta turis asing dan domestik mengunjungi Situs Warisan Dunia UNESCO, dengan lebih dari 20 ribu pengunjung setiap harinya selama jam sibuk.

Hal tersebut mengungkapkan dua sisi pertumbuhan pariwisata yang berlawanan. Ketika Rencana Strategis Kementerian Pariwisata tengah mencapai matriks luas meliputi jumlah pengunjung secara keseluruhan, peningkatan PDB, investasi asing bernilai jutaan, serta terciptanya ratusan ribu lapangan pekerjaan, hingga kini masih belum jelas hingga sejauh mana pencapaian target nasional berdampak negatif pada bisnis lokal dan lingkungan setempat. Selain itu, lebih banyak upaya pemerintah yang menargetkan wisatawan asing dan valuta asing yang dibawa.

Terdapat lebih sedikit perhatian pada upaya pengembangan pariwisata domestik, meski di tahun 2016 terdapat lebih dari 264 juta turis domestik, jauh melebihi 11,5 turis mancanegara. Apabila pemerintah cenderung target turis mancanegara, terdapat risiko berupa mengabaikan potensi pasar wisata lokal yang sangat besar, yang hampir pasti akan terus bertumbuh seiring dengan pertumbuhan kelas menengah Indonesia dan meningkatnya jumlah pendapatan siap dibelanjakan yang mereka peroleh.

Meski demikian, upaya pemerintah dalam mengembangkan industri pariwisata dan melakukan diversifikasi sektor ekonomi non-ekspor sebagian besar terbilang sangat berhasil. Keberhasilan ini dapat secara langsung dikaitkan dengan upaya yang terkoordinasi dalam beragam aspek untuk mengatasi kelemahan sektor pariwisata melalui reformasi kebijakan, kampanye pemasaran secara agresif, restrukturisasi birokrasi, peningkatan sumber daya fiskal, serta menargetkan lokasi strategis untuk pembangunan dan peningkatan aksesibilitas melalui proyek infrastruktur besar-besaran.

Program tersebut saat ini masih terus berlangsung hingga tahun 2019. Meski demikian, sejumlah besar landasan substansial telah diletakkan untuk mewujudkan visi ambisius Kementerian Pariwisata.

Dengan adanya pemilu nasional tahun 2019 (Pilpres 2019) mendatang yang menjadi referendum kebijakan ekonomi Jokowi yang berorientasi pada pertumbuhan, keberhasilan penguasa dalam meningkatkan industri pariwisata melalui penyusunan kebijakan dan pemerintahan yang kompeten dan efektif menjadi isyarat positif baginya dan sekutu politiknya.

Sumber: Industri Pariwisata Indonesia: Berkembang Pesat, Penuh Harapan