Presiden Iran sebelumnya mengancam akan menutup jalur pengiriman minyak tersibuk di dunia, sebagai tanggapan atas sanksi yang dijatuhkan Amerika terhadap Iran. Namun apa yang akan terjadi? Akan ada lonjakan besar harga minyak dalam jangka pendek. Reputasi Iran mungkin juga akan tercoreng secara internasional. Bahkan beberapa negara yang masih mau berbisnis dengan Teheran seperti China, Irak, dan India, berpotensi berbalik melawannya karena ketergantungan mereka pada Selat Hormuz yang terbuka.

Oleh: Tom O’Connor (Newsweek)

Iran mengancam akan memblokir akses menuju rute minyak tersibuk di dunia sebagai tanggapan terhadap sanksi Amerika Serikat (AS), yang dirancang untuk mengurangi ekspor minyak negara Muslim Syi'ah revolusioner itu hingga titik nol.

Meskipun belum ada indikasi bahwa Hassan Rouhani siap untuk melanjutkan peringatan tersebut, namun langkah seperti itu kemungkinan akan menjadi bencana besar bagi kawasan tersebut dan bagi harga minyak global.

Putaran pertama sanksi AS terhadap Iran mulai berlaku pada Senin, 13 Agustus 2018, menyusul mundurnya Presiden Donald Trump bulan Mei dari kesepakatan nuklir Iran yang bersejarah antara kedua negara, serta lima negara besar lainnya.

Sanksi ini termasuk pembatasan industri manufaktur, penerbangan, dan otomotif Iran, tetapi putaran berikutnya akan terjadi pada tanggal 4 November 2018, yang secara khusus akan melarang perusahaan internasional untuk melakukan bisnis dengan sektor minyak dan gas negara itu.

Di tengah hiruk-pikuk pertengkaran politik antara AS dan pemerintah Iran, pasukan Pengawal Revolusi (Garda Revolusi Iran) yang elit dan sangat berpengaruh di Iran, dilaporkan melakukan latihan militer berskala besar di Selat Hormuz, di mana hampir sepertiga dari pasokan minyak dunia melewati perairan tersebut.

Pasukan garis keras itu telah membela Presiden Iran Hassan Rouhani, seiring ia tampaknya mengancam untuk menutup pusat lalu lintas minyak tersebut—sebuah perintah di mana para pengawal Garda Revolusi merasa "bersemangat untuk melaksanakannya."

Terlepas dari ketegangan yang tinggi ini, Direktur Analisis wadah pemikir yang berbasis di Texas Geopolitical Futures, Jacob Shapiro, mengatakan kepada Newsweek, "sangat meragukan" bahwa Iran akan benar-benar mengambil risiko menutup saluran yang kritis untuk perdagangan minyak global. Namun, jika hal itu terjadi, dia mengatakan bahwa "konsekuensi dari mengambil langkah ini akan mengerikan."

"Jika Iran memutuskan bahwa mereka tak punya apa pun lagi karena sanksi AS secara efektif membunuh ekspor minyak Iran dan memprioritaskan untuk memperkuat sektor dalam negeri di atas apa pun, akan ada lonjakan besar harga minyak dalam jangka pendek. Lagi pula, sekitar 30 persen dari semua minyak mentah yang diperdagangkan di laut melewati Selat Hormuz," kata Shapiro.

"Tetapi hal penting yang perlu diingat di sini adalah bahwa itu akan menjadi lonjakan sementara. Cepat atau lambat (dan mungkin lebih cepat), Selat Hormuz akan dibuka kembali. Produsen batuserpih (shale) AS akan berupaya sangat keras untuk mewujudkannya. Rusia juga akan meningkatkan produksi dan mengisi kembali pundi-pundinya yang telah terkuras. Konsekuensi paling signifikan dari penutupan Selat Hormuz mungkin ironisnya adalah suntikan uang tunai bagi ekonomi Rusia yang sedang berjuang untuk bangkit," tambahnya.

Baca Sumber