Belakangan ini, Indonesia berusaha meningkatkan hubungan dengan sejumlah negara-negara Mikronesia di Kepulauan Pasifik. Langkah ini bertujuan untuk memadamkan simpati kawasan tersebut atas gerakan kemerdekaan Provinsi Papua Barat. Presiden Jokowi juga telah memulai rencan untuk membuka konsulat di Federasi Mikronesia.

Ditulis oleh Grant Wyeth

Indonesia baru-baru ini telah menegaskan kehadirannya di kawasan Pasifik dengan merangkul sejumlah negara-negara di Kepulauan Pasifik. Langkah tersebut bertujuan untuk memadamkan simpati Federasi Mikronesia atas gerakan kemerdekaan Provinsi Papua Barat yang berupaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fokus khusus kebijakan luar negeri Indonesia di kawasan tersebut baru-baru ini ialah meningkatkan hubungan dengan sejumlah negara-negara Mikronesia sebagai upaya untuk meraih pengaruh di Forum Kepulauan Pasifik (PIF/Pacific Islands Forum). Bulan Juli 2018, Presiden Federasi Mikronesia (FSM/Federated States of Micronesia) mengunjungi Jakarta, Indonesia untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo. Indonesia juga telah memulai rencana untuk membuka konsulat di Federasi Mikronesia.

Sebelumnya, layanan konsuler Indonesia di kawasan Federasi Mikronesia tersebut dirangkap oleh kedutaan besar Indonesia di Tokyo, Jepang. Bulan Februari 2018, seorang menteri dari kabinet Indonesia dikirim ke Nauru untuk memperingati 50 tahun kemerdekaan negara pulau kecil itu, membawa serta sebuah band dari Papua. Negara Nauru dan Tuvalu baru-baru ini menyatakan dukungan mereka terhadap program pembangunan regional pemerintah Indonesia di Papua Barat.

Selain Federasi Mikronesia, sebuah delegasi dari negara Melanesia Kepulauan Solomon pada bulan April 2018 diundang untuk melakukan tur ke Provinsi Papua dan Papua Barat, yang tampaknya telah mengarah pada tinjauan kebijakan Kepulauan Solomon terhadap Papua Barat.

Pergeseran sikap terhadap provinsi Indonesia dari negara Nauru, Tuvalu, dan Kepulauan Solomon tampaknya akan dianggap sebagai kemenangan signifikan bagi pemerintah Indonesia yang sebelumnya menuduh negara-negara tersebut “menyalahgunakan” peran mereka di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bersikap kritis terhadap kebijakan Indonesia selama ini di Provinsi Papua Barat.

Peningkatan jangkauan kebijakan luar negeri Indonesia ini terjadi selama musyawarah yang sedang berlangsung atas pendaftaran Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP/United Liberation Movement for West Papua) untuk menjadi anggota penuh dari Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah isu yang tampaknya telah menimbulkan dua pandangan berbeda dalam organisasi.

Pada akhir Juli 2018, Direktur Jenderal MSG menyatakan bahwa diskusi tentang situasi di Papua Barat bukan merupakan bagian dari agenda forum. Namun, pekan lalu Vanuatu menunjuk utusan khusus bagi provinsi di Indonesia yang tengah bergolak tersebut.

Vanuatu tetap menjadi pendukung setia gerakan kemerdekaan Papua Barat, dan sentimen itu terus dipegang kuat oleh elit politik dan masyarakat sipil dalam negeri. Mantan Perdana Menteri Vanuatu Sato Kilman, yang merupakan kekuatan pendorong di balik Indonesia dalam mendapatkan status pengamat di MSG, dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 2013 salah satunya karena kecurigaan publik bahwa ia terlalu dekat dengan Indonesia.

Baca Sumber