Keamanan bandara Israel—yang lama dipuji karena keberhasilannya dalam mencegah terorisme—tampaknya memiliki target lain baru-baru ini: para pengkritik Israel.

Pada Minggu (12/8), para petugas di Bandara Internasional Ben-Gurion di Tel Aviv menarik Peter Beinart—seorang jurnalis Yahudi Amerika liberal—setelah dia mendarat, dan menginterogasi dia terkait kegiatan politiknya. Beinart—seorang penulis dan kontributor CNN—dikenal karena cintanya kepada Israel, begitu juga pertentangan vokalnya terhadap pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

Kasusnya tidaklah unik.

Meyer G. Koplow—Ketua Universitas Brandeis dan seorang filantropis pro-Israel—diinterogasi di bandara Israel tersebut pada bulan lalu dalam perjalanan kembali ke New York karena, setelah menghadiri sesi pembangunan jembatan di Tepi Barat, dia telah memasukkan brosur yang mempromosikan Palestina di dalam kopernya yang sudah diperiksa.

Moriel Rothman-Zecher—seorang warga Israel yang tinggal di Amerika Serikat (AS)—ditahan untuk diinterogasi terkait keterlibatannya dalam dua organisasi anti-pendudukan, di mana ia menjadi sukarelawan.

Dan Simone Zimmerman—salah satu pendiri kelompok Amerika anti-pendudukan Yahudi, IfNotNow—mengatakan bahwa dia dan seorang teman diinterogasi selama berjam-jam di perbatasan Taba pada bulan ini, terkait kegiatan dan pendapat mereka, setelah berakhir pekan di Gurun Sinai Mesir. Zimmerman saat ini berbasis di Israel sebagai pekerja hak asasi manusia.

Para pengkritik koalisi keagamaan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengatakan, penahanan tersebut adalah bagian dari suasana garis keras yang meningkat. Kini, kelompok sayap kiri dicap sebagai musuh negara, upaya-upaya sedang dilakukan untuk membatasi pengawasan Mahkamah Agung, dan Knesset—atau parlemen Israel—telah mengeluarkan UU yang memberikan hak penentuan nasib sendiri nasional “khusus untuk orang-orang Yahudi.”

Profil tinggi Beinart membantu mendorong protes, setelah dia menulis tentang peristiwa yang dialaminya. Netanyahu mendeklarasikan penahanan itu sebagai sebuah “kesalahan administrasi.”

“Israel adalah masyarakat terbuka yang menyambut semua orang—kritikus maupun pendukung,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang tidak menyebutkan kasus-kasus lain.

Beinart baru saja tiba di negara itu bersama istri dan anak-anaknya, untuk menghadiri sebuah bat mitzvah keluarga. Dia—menurut keterangannya—ditanya tentang keterlibatannya dengan organisasi mana pun yang dapat memprovokasi kekerasan atau mengancam demokrasi Israel, dan tentang keikutsertaannya dalam protes di kota Hebron, Tepi Barat, selama sebuah kunjungan dua tahun lalu.

“Dia bertanya bagaimana saya terlibat dalam protes tersebut, dan saya menyebutkan Pusat Anti-Kekerasan Yahudi,” tulis Beinart dalam kolom yang diterbitkan di The Forward pada Senin (13/8).

“Dia bertanya apakah pusat tersebut telah menghasut kekerasan, dan saya menjawab bahwa, seperti namanya, badan itu mempraktikkan non-kekerasan. Kemudian interogator saya menjawab bahwa nama bisa menyesatkan. Pemerintah Korea Utara, katanya, menyebut dirinya negara demokrasi tetapi mereka bukan. Saya mengatakan kepadanya, bahwa saya tidak berpikir bahwa Pusat Anti-kekerasan Yahudi dan pemerintah Korea Utara memiliki banyak kesamaan.”

Pemeriksaan itu berakhir ketika Beinart ditanya apakah dia akan menghadiri protes lain dan ia menjawab tidak.

Badan keamanan internal Shin Bet—yang melakukan interogasi tersebut—mengeluarkan permintaan maaf yang jarang dikeluarkan, atas penahanan Beinart, dan menyebutnya sebagai sebuah “kesalahan penilaian” oleh petugas lapangan. Badan itu mengatakan akan menyelidiki kasus tersebut, dan menambahkan bahwa pihaknya hanya bekerja sesuai dengan hukum dan untuk keamanan negara.

Asosiasi Hak-hak Sipil di Israel—sebuah organisasi hak asasi manusia—telah mengeluh sebelumnya terkait interogasi aktivis lainnya di bandara Israel tersebut. Menanggapi keluhan itu, kantor jaksa agung mengatakan dua minggu lalu, bahwa kasus-kasus itu telah diteruskan ke Shin Bet untuk penyelidikan.

Terjadi peningkatan deportasi aktivis asing dan pro-Palestina sejak parlemen meloloskan undang-undang pada tahun 2017, yang melarang masuknya orang-orang yang dianggap telah mengambil tindakan signifikan untuk mengadvokasi pemboikotan terhadap Israel.

Undang-undang itu adalah bagian dari kampanye untuk melawan gerakan ‘boikot, divestasi, dan sanksi’ yang sangat ditentang oleh Israel, dianggap anti-Semit, dan dilihat sebagai seruan untuk penghancuran negara tersebut.

Kementerian Urusan Strategis dan Diplomasi Publik Israel—yang dituduh memerangi boikot dan tindakan terkait—pada bulan Januari menerbitkan daftar sekitar 20 organisasi yang akan terpengaruh oleh UU tersebut. Ini termasuk beberapa kelompok Amerika seperti Suara Yahudi untuk Perdamaian, the Quakers’ American Friends Service Committee, kelompok feminis Code Pink, dan Kampanye Amerika Serikat untuk Hak-hak Palestina.

Organisasi di Chili, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Norwegia, Swedia, dan Afrika Selatan, juga disebut. IfNotNow tidak ada dalam daftar itu.

Para aktivis juga menunjuk sebuah organisasi bayangan yang disebut Canary Mission, dan mengatakan bahwa organisasi itu “mendokumentasikan orang dan kelompok yang mempromosikan kebencian terhadap AS, Israel, dan Yahudi, di kampus-kampus Amerika Utara.”

Beberapa dari mereka yang diinterogasi di kontrol perbatasan Israel mencurigai para interogator mereka menggunakan informasi yang diambil dari dokumen rinci tentang mereka di situs web organisasi tersebut.

Ben Moore—juru bicara Kementerian Urusan Strategis—mengatakan bahwa agensinya tidak ada hubungannya dengan interogasi terhadap Beinart, Zimmerman, atau yang lain dalam kasus-kasus baru-baru ini, dan bahwa “tidak ada hubungan” antara kementerian tersebut dengan Canary Mission.

Beinart mengatakan bahwa interogatornya tidak pernah memberikan dasar hukum apa pun untuk penahanannya. Walau dia mendorong untuk memboikot permukiman di Tepi Barat, namun dia mengatakan bahwa interogatornya tidak pernah menyebutkan soal boikot.

Namun Gaby Lasky—seorang pengacara hak asasi manusia Israel—mengatakan bahwa kementerian itu juga memerangi “delegitimisasi” Israel, yang “jauh lebih tidak jelas.” Shin Bet, katanya, diberi mandat untuk melindungi keamanan dan demokrasi Israel dalam melawan subversi, dan jika kredibilitasnya berada dalam risiko.

Orang-orang telah diperiksa atau dihubungi untuk diberikan “peringatan”, karena keterlibatan mereka dalam organisasi-organisasi hukum, katanya.

“Dalam buku saya, mereka adalah organisasi yang melestarikan demokrasi Israel, jadi itu semacam paradoks Orwellian,” katanya.

Yoaz Hendel, Ketua Institute for Zionist Strategies—sebuah kelompok penelitian yang berhaluan kanan—dan mantan juru bicara untuk Netanyahu, memberikan beberapa kemungkinan penjelasan mengapa Beinart berakhir di ruang interogasi bandara Israel.

Ada argumen politik di Israel mengenai apa yang merupakan oposisi yang sah, kata Hendel, yang menciptakan “wilayah abu-abu yang besar dan keruh”, di mana orang Israel sendiri kesulitan mendefinisikannya.

Mencegah terorisme sangat bisa dipahami, katanya. Tapi “ketika Anda berbicara tentang orang-orang yang ingin menyakiti Israel secara ekonomi atau untuk membuat provokasi yang dapat menyebabkan pertumpahan darah, itu menjadi lebih rumit.”

Nama Beinart mungkin telah muncul, katanya, karena sistem yang buruk yang mencampuradukkan koneksinya.

“Seharusnya itu tidak terjadi,” katanya, “tetapi itu terjadi.”

Baca Sumber