Partai Demokrat Swedia gagal memegang kekuasaan—tetapi dapat menghancurkan pemerintahan minoritas. Namun, Swedia, negara yang terbuka, makmur, liberal, dan toleran, menghadapi pemberontakan populis sayap kanan yang—kendati kinerja yang akan dilihatnya mengecewakan—kini telah menjadi kekuatan politik yang sangat nyata.

Oleh: Jon Henley (The Guardian)

Pada hari Minggu (9/9), 82 persen pemilih Swedia gagal memberikan suara mereka untuk Partai Demokrat Swedia, dan tidak ada kesempatan bagi para nasionalis anti-imigrasi mengambil bagian formal dalam pemerintahan berikutnya.

Tetapi seperti negara-negara tetangga Nordiknya sebelum itu, Swedia, negara yang terbuka, makmur, liberal, dan toleran, menghadapi pemberontakan populis sayap kanan yang—kendati kinerja yang mengecewakan—kini telah menjadi kekuatan politik yang sangat nyata.

Cepat atau lambat—seperti yang secara bertahap terjadi di Denmark, Norwegia dan Finlandia—akomodasi dari aliansi parlementer ad hoc ke pemerintahan koalisi penuh, tampak tak terhindarkan. Bahkan mungkin segera terjadi.

Dibentuk pada akhir tahun 1980-an oleh ekstrimis neo-fasis, Partai Demokrat Swedia telah memperoleh 5,7 persen bagian dari suara nasional pada tahun 2010 pada tiga pemilihan, ketika mereka pertama kali memasuki parlemen, perolehan mereka naik menjadi 12,9 persen pada tahun 2014 dan 17,7 persen tahun ini, menurut hasil awal resmi.

Baca Sumber