layak untuk mendapatkan lebih banyak pujian. Tertutupi oleh kekacauan dan disfungsi, Gedung Putih sebenarnya mengejar pendekatan yang lebih baik daripada yang terlihat. Misalnya kebijakan perdagangan konfrontatif Trump dengan China yang mengarah pada konsesi dari pemerintah China, yang tidak dapat dicapai melalui cara diplomatik tradisional. Trump juga harus diberi penghargaan atas kebijakannya terhadap Korea Utara, Arab Saudi, Suriah, Afghanistan, India, dan Venezuela, antara lain.

Oleh: Robert D. Blackwill (Foreign Policy)

Tindakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump selama dua tahun pertamanya menjabat, seringkali gegabah, bodoh, dan kacau balau. Tetapi para pakar terlalu sering berkonsentrasi pada kepribadiannya yang memiliki banyak kekurangan dan kecenderungannya untuk mengumumkan kebijakan di Twitter, tanpa meneliti secara analitis substansi kebijakan luar negerinya.

Faktanya—seperti yang saya katakan dalam laporan Dewan Hubungan Luar Negeri yang baru—beberapa kebijakan luar negerinya secara substansial lebih baik daripada yang dinyatakan oleh banyak lawannya.

Para kritikus biasanya tidak menunjukkan simpati atas tantangan yang dihadapi Trump dalam mencoba menangani tatanan dunia yang memburuk. China bangkit dengan cara yang tidak menyenangkan. Eropa menarik diri—untuk pertama kalinya dalam lima abad—dari peran kepemimpinan dalam urusan global. Rusia bangkit kembali dan telah merusak stabilitas negara-negara tetangganya. NATO memperdebatkan perannya. Timur Tengah membangkitkan lagi permusuhan kuno—dan memulai permusuhan baru.

India menghindari tanggung jawab internasionalnya. Tata kelola global gagal. Autokrat di beberapa benua berhasil meremehkan nilai-nilai demokrasi. Teknologi melampaui kemampuan kita untuk mengelolanya. Amerika Serikat bergerak mundur.

Tidak ada satu pun politisi AS yang memiliki serangkaian kebijakan yang koheren dan meyakinkan untuk mengatasi tatanan dunia yang terkikis ini, tetapi Trump menanggung hampir semua kesalahan dan hampir tidak mendapatkan pujian untuk kebijakannya, kecuali dari para pengagum politiknya yang paling bersemangat.

Misalnya, jauh sebelum Trump berkuasa, pemerintahan AS berturut-turut mengejar pendekatan dengan China namun salah membaca niat strategis Beijing. Walau para Presiden AS membuat pernyataan optimis tentang hubungan keduanya selama hampir 20 tahun, namun Beijing menerapkan strategi besar yang dirancang untuk melemahkan aliansi AS-Asia.

China menggunakan alat-alat geoekonomi untuk memaksa negara-negara tetangganya ke dalam kekuasaannya—yang paling baru melalui Belt and Road Initiative (BRI). China melanggar praktik perdagangan internasional, termasuk dengan melakukan pencurian besar-besaran atas kekayaan intelektual AS.

China memanipulasi mata uangnya untuk keuntungan perdagangan, mengancam Taiwan, membangun dan membuat pulau-pulau militer buatan di Laut China Selatan yang melanggar hukum internasional, secara sistematis dan brutal melanggar hak asasi manusia rakyatnya sendiri, dan dengan sabar dan bertahap membangun kekuatan dan pengaruhnya dengan tujuan strategis menggantikan Amerika Serikat sebagai kekuatan utama di Asia.

Baca Artikel Selengkapnya di sini