Para pemimpin Eropa seharusnya tidak memberikan dukungan untuk rencana pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberikan iming-iming ekonomi bagi Palestina sementara terus mempertahankan pendudukan Israel. Banyak mitra internasional yang tidak terlalu bersemangat terhadap prakarsa ini, termasuk sekutu tradisional Amerika, seperti Mesir dan Yordania. Sikap diam mereka masuk akal: Gagasan bahwa iming-iming ekonomi bisa berhasil menciptakan perdamaian di Timur Tengah, di mana diplomasi senantiasa gagal, telah memiliki rekam jejak yang cukup suram seabad terakhir.

Oleh: Muriel Asseburg dan Hugh Lovatt (Foreign Policy)

Ekonomi akan menjadi pusat perhatian di konferensi Bahrain yang disponsori Amerika Serikat di Manama, mulai hari Selasa (25/6). Pemerintahan Presiden AS Donald Trump berharap bahwa pembukaan komponen ekonomi dari apa yang disebut sebagai kesepakatan abad ini akan mendorong investasi regional dan internasional dalam ekonomi Palestina, sehingga membantu mengatasi rintangan menuju kesepakatan politik dan mewujudkan perdamaian Israel-Palestina.

Inisiatif tersebut menghadapi perlawanan keras dari Palestina yang meragukan niat AS. Namun demikian, pemerintahan Trump telah berusaha untuk mendatangkan campuran pejabat pemerintah dan pemimpin bisnis dari Timur Tengah, Asia, dan Eropa. Namun, banyak mitra internasional yang tidak terlalu bersemangat terhadap prakarsa ini, termasuk sekutu tradisional Amerika, seperti Mesir dan Yordania. Sikap diam mereka masuk akal: Gagasan bahwa iming-iming ekonomi bisa berhasil, di mana diplomasi senantiasa gagal, telah memiliki rekam jejak yang cukup suram seabad terakhir.

Rencana Jared Kushner saat ini kemungkinan besar akan gagal seperti sebelumnya. Para pemimpin Eropa tidak seharusnya tergoda untuk mendukung rencana yang ditakdirkan untuk hancur tersebut, yang akan kian memperburuk keadaan. Mereka seharusnya hanya mendukung rencana itu jika hak politik utama warga Palestina dan ketentuan dasar hukum internasional dilindungi.

Pemerintah AS sendiri mengakui keterbatasan pendekatan ekonomi, mengakui bahwa itu hanya akan berhasil jika digabungkan dengan visi politik yang kuat. Namun sejauh ini, Gedung Putih telah menempatkan masalah ekonomi semata di atas meja.

Komponen politik yang telah ditunggu-tunggu mungkin tidak akan pernah diangkat. Sementara perincian lengkap rencana Kushner masih disembunyikan, komentar oleh anggota pemerintahan Trump dan kebijakannya sampai saat ini menunjukkan bahwa bagian politik dari rencana tersebut akan bertentangan dengan hak-hak Palestina, mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum internasional (seperti tidak dapat diterimanya akuisisi wilayah dengan paksa), dan mengabaikan parameter yang telah ditetapkan yang mendukung gagasan dua negara berdaulat.

Sebaliknya, apa yang akan ditawarkan di Bahrain tampaknya menyerupai apa yang disebut oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai “perdamaian ekonomi.” Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa perbaikan yang cukup besar dalam kondisi kehidupan Palestina dapat berfungsi sebagai pengganti untuk jalan yang berarti menuju penentuan nasib sendiri (self-determination) dan hak untuk kembali (the right of return). Keyakinan tersebut telah tercermin dalam wawancara baru-baru ini dengan Kushner, serta dengan mantan pengacara kebangkrutan Presiden Trump yang sekarang menjadi duta besar untuk Israel, David Friedman.

Sementara ekonomi mungkin tidak memberikan kesepakatan perdamaian final, argumen tersebut telah diajukan di beberapa negara Eropa (seperti tulisan ini) bahwa setidaknya ekonomi bisa membantu menstabilkan situasi di wilayah Palestina. Beberapa pejabat Eropa akan mengusahakan upaya terbaik untuk menemukan elemen positif dalam rencana AS.

Sayangnya, kesalahan penanganan masalah Palestina sepenuhnya oleh pemerintahan Trump, dan pengabaiannya terhadap sensitivitas masalah Palestina, telah menjadikan pendekatan stabilisasi ekonomi apa pun sebagai awal yang buruk.

Pertama, setelah menunjukkan hukuman pada rakyat Palestina, dengan cara mencabut pendanaan terhadap institusi mereka, program pembangunan mereka, serta Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA); menutup misi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Amerika Serikat; dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, pemerintah Amerika sekarang akan mengungkapkan iming-iming yang tampaknya tidak menggugah selera.

Baca Artikel Selengkapnya di sini