Situasi di Teluk Persia saat ini memang nampak menegangkan dan berbahaya. Namun, apa yang benar-benar mengancam sebenarnya berada di bawah laut. Akibat aktivitas manusia, termasuk pengembangan pantai dan peningkatan emisi gas rumah kaca, wilayah lautan dunia yang lebih besar menjadi kawasan perairan beracun yang kekurangan oksigen.

Oleh: Jonathan Gornall (Asia Times)

Dalam sebulan terakhir, tatapan mata dunia tertuju pada drama geopolitik yang dimainkan di Selat Hormuz. Namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa ancaman terbesar terhadap kehidupan di dalam dan sekitar Teluk Persia tidak ditemukan di permukaan perairan yang dipenuhi kapal perang, tetapi di kedalaman lautan di bawahnya.

Berita itu memang sangat serius. Sebuah penelitian baru oleh New York University Abu Dhabi menyimpulkan bahwa pemanasan cepat Teluk mempercepat transformasi Laut Arab menjadi zona mati yang tidak lagi dapat menopang kehidupan ikan dan tumbuhan.

Akibat aktivitas manusia, termasuk pengembangan pantai dan peningkatan emisi gas rumah kaca, wilayah lautan dunia yang lebih besar menjadi kawasan perairan beracun yang kekurangan oksigen. Selama 50 tahun terakhir, ukuran total dari apa yang disebut “zona minimum oksigen” tersebut telah berkembang empat kali lipat dan sekarang menempati area samudera sebesar Uni Eropa.

Konsekuensinya berpotensi menimbulkan bencana. Menurut makalah penelitian yang diterbitkan tahun 2018, jika zona mati terus berkembang, dunia akan menghadapi “perubahan besar dalam keanekaragaman hayati dan ekosistem runtuh yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan sosial dan ekonomi.”

Para ilmuwan telah mengetahui selama bertahun-tahun bahwa salah satu zona mati terbesar di dunia adalah di Laut Arab, tetapi penelitian terbatas telah menutupi sepenuhnya masalah ini. Sekarang, setelah dua penelitian besar, selubung itu telah runtuh, memperlihatkan konsekuensi yang sebelumnya tidak diakui dari perkembangan lepas pantai di Teluk Persia.

Luasnya zona mati Laut Arab sekarang dikenal sebagai yang terbesar di dunia, berkat survei bawah laut yang inovatif dan lengkap yang dilakukan tahun 2015-2016 oleh tim ahli kelautan Inggris yang bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pertanian dan Kelautan Universitas Sultan Qaboos di Oman, yang mempublikasikan temuan mereka dalam makalah tahun 2018.

Selain dari dua periode pengambilan sampel tahun 1960-an dan 1990-an, “pembajakan dan ketegangan geopolitik” baru-baru ini menjadikan kawasan itu daerah terlarang untuk penelitian semacam itu. Solusi mereka adalah menggunakan sepasang drone bawah air yang dilengkapi dengan alat pengukur. Selama delapan bulan, mesin-mesin itu bergerak bolak-balik di bawah gelombang di Teluk Oman, mengambil sampel tingkat oksigen pada kedalaman dan waktu yang berbeda dalam setahun. Apa yang mereka temukan sangat mengkhawatirkan.

Permodelan komputer telah meramalkan bahwa kadar oksigen di Laut Arab akan terus menurun. Tetapi ketika para peneliti membandingkan hasil survei mereka dengan data historis, mereka menemukan situasinya jauh lebih buruk daripada yang telah diprediksi.

Baca Artikel Selengkapnya di sini