Di tengah kebuntuan perundingan nuklir, Korut mengancam AS dengan ‘hadiah natal’. Ancamannya itu diduga untuk mendorong AS memberikan penawaran menarik kepada Korut terkait kesepakatan nuklir dan keringanan sanksi, sebelum tenggat waktu akhir tahun ini.

Dalam apa yang bisa merujuk pada uji coba rudal baru, Korea Utara mengancam akan memberikan AS “hadiah Natal” kecuali jika Washington mematuhi tenggat waktu akhir tahun yang ditetapkan oleh Pyongyang, untuk memberikan kesepakatan nuklir.

Korea Utara menuduh AS menghentikan upaya diplomatik antara kedua negara karena pemilihan presiden AS mendatang.

“Dialog yang digembar-gemborkan oleh AS, pada dasarnya, hanyalah trik bodoh yang dibuat untuk membuat (Korea Utara) terikat pada dialog, dan menggunakannya demi situasi politik dan pemilu di AS,” bunyi pernyataan Ri Thae Song, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, dikutip dari NPR.

Pernyataan itu—yang diterbitkan di media pemerintah Korea Utara pada Selasa (3/12)—mengatakan bahwa tergantung pada Washington, “hadiah Natal apa yang ingin mereka dapatkan.”

Pada 4 Juli 2017, Kim berhasil melakukan uji coba rudal balistik antarbenua Korea Utara yang pertama. Menurut The Associated Press, ia menggambarkannya pada saat itu sebagai bagian dari “paket hadiah” pada liburan Hari Kemerdekaan AS.

Berbicara pada Selasa, Presiden Trump mengatakan dia berharap bahwa Kim akan menyingkirkan senjata nuklir negaranya.

“Kim suka mengirim roket ke atas, bukan? Itu sebabnya saya memanggilnya Rocket Man,” ujar Trump pada pertemuan NATO di London, menurut laporan NPR, mengulangi penghinaan yang pertama kali ia gunakan untuk Kim selama periode hubungan yang sangat tegang yang dimulai pada 2017.

Kedua pemimpin itu pertama kali bertemu pada Juni 2018 di Singapura. Mereka menyatakan saling mengagumi, dan Trump mengumumkan bahwa pada prinsipnya Kim setuju untuk denuklirisasi Semenanjung Korea. Namun, KTT kedua di Hanoi, Vietnam, pada Februari berakhir dengan tiba-tiba, di mana Kim dan Trump pergi tanpa persetujuan.

Sejak itu, perundingan tingkat kerja yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah nuklir telah gagal.

Seperti yang dilaporkan Anthony Kuhn dari NPR, perselisihan dasarnya adalah: “AS ingin Korea Utara untuk melepaskan nuklirnya terlebih dahulu, dan Korea Utara ingin AS untuk mencabut sanksi terlebih dahulu.”

Pada Mei, setelah berita bahwa Korea Utara menguji coba senjata balistik baru, Trump berkata, “Korea Utara menembakkan beberapa senjata kecil, yang mengganggu beberapa orang saya, dan yang lain, tetapi bukan saya.” Dia menyatakan “keyakinan bahwa Ketua Kim akan menepati janjinya kepada saya.”

Trump membuat pernyataan itu setelah penasihat keamanan nasionalnya pada saat itu, John Bolton, memperingatkan bahwa uji coba tersebut melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Dalam beberapa minggu terakhir, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS telah meremehkan keseriusan batas waktu akhir tahun Korea Utara. Misalnya, utusan khusus AS untuk Korea Utara Stephen Biegun mengatakan kepada anggota parlemen bulan lalu bahwa “kami tidak memiliki batas waktu akhir tahun.” Dia menggambarkannya sebagai “batas waktu buatan yang ditetapkan oleh Korea Utara, dan sayangnya, itu adalah batas waktu yang mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri sekarang.”

Pernyataan dari Ri mengatakan, Korea Utara “telah mendengar lebih dari cukup retorika dialog yang diajukan oleh AS setiap kali mereka terpojok. Jadi, tidak ada yang akan mendengarkan AS lagi.”

Pekan lalu, Korea Utara menembakkan dua proyektil saat menguji coba apa yang disebutnya “peluncur roket ganda super besar”, seperti yang dilaporkan BBC. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menggambarkannya sebagai rudal balistik, tetapi media pemerintah Korea Utara mengejeknya, mengatakan Jepang “mungkin akan segera melihat rudal balistik sebenarnya tidak lama lagi.”

Kim telah memperingatkan, jika AS tidak datang dengan tawaran yang lebih menarik bagi Korea Utara pada akhir tahun ini, negaranya akan mengadopsi kebijakan yang dia sebut “cara baru”.

Meski tidak jelas apa maksudnya sebenarnya, seorang peneliti di sebuah wadah pemikir yang berafiliasi dengan badan intelijen Korea Selatan baru-baru ini mengatakan kepada Kuhn dari NPR bahwa opsi-opsi itu mengkhawatirkan.

Choi Yong-hwan, dari Institut Strategi Keamanan Nasional, mengatakan, “Korea Utara dapat memilih untuk memperkuat kemampuan nuklirnya, menyebarkan senjata nuklir yang sudah mereka miliki, atau berupaya menyelesaikan teknologi rudal canggih yang belum mereka selesaikan.”

Sumber: https://www.matamatapolitik.com/perundingan-nuklir-buntu-korut-ancam-as-dengan-hadiah-natal-in-depth/