Esmail Qaani selama ini telah berfokus pada upaya menghubungkan komunitas minoritas Muslim Syiah regional dan membawa mereka ke ruang lingkup pengaruh Iran. Qaani belakangan ini telah ditunjuk oleh pemerintah Iran untuk menjadi penerus almarhum Mayor Jenderal Qassem Soleimani dalam memimpin unit elit Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).




Esmail Qaani merupakan sosok yang ditunjuk oleh pemerintah Iran untuk menggantikan almarhum Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang karismatik untuk menjadi Komandan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC). Qaani diharapkan membawa pengalamannya dalam menumbuhkan milisi regional ke unit operasi eksternal IRGC dan yang paling penting mewujudkan tujuan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam membersihkan pasukan Amerika Serikat dari kawasan.

Seperti Soleimani, Qaani (62) adalah veteran perang Irak-Iran selama delapan tahun. Saat itu ia memimpin unit-unit yang termasuk mujahidin Afghanistan yang bersekutu dengan Iran, menurut sebuah profil di kantor berita negara Tasnim.

Sementara Soleimani lebih menonjol sebagai komandan medan perang, Qaani selama bertahun-tahun berfokus pada upaya menghubungkan berbagai komunitas minoritas Muslim Syiah yang berbeda di kawasan tersebut dan membawa mereka ke ruang lingkup pengaruh Iran.

“Dia (Qaani) sebagian besar berkonsentrasi pada Afghanistan, Asia Tengah, dan Asia Selatan, menemukan titik-titik umum, mendorong komunitas Muslim Syiah yang sebelumnya tunduk dan pasif, dan membawa mereka lebih dekat ke rangkulan Iran,” tutur Kamal Alam, analis militer yang berfokus pada Asia Barat.

Tindakan Qaani itu juga berarti “indoktrinasi, kemudian mobilisasi aktual, dan akhirnya pengerahan ke medan perang,” ujar Alam kepada Asia Times, merujuk pada momen selama perang melawan kelompok ekstremis Muslim Sunni ISIS.

Setelah penunjukkan Qaani, seorang pejabat dari Biro Urusan Politik Pemimpin Tertinggi Iran mengatakan kepada kantor berita Universitas Azaz Iran, veteran Angkatan Quds itu telah memainkan peran koordinasi utama dalam pasukan, hingga membangun hubungan sejauh kelompok perlawanan di Afrika yang kebanyakan berasal dari Nigeria.

Alison Tahmizian Meuse dari Asia Times melaporkan, dalam konferensi pers pertama Qaani setelah pembunuhan Soleimani pada 3 Januari 2020 oleh serangan udara Amerika Serikat di Baghdad, Irak, Qaani tampak berdiri diapit oleh bendera-bendera milisi Syiah yang telah dirangkul oleh Republik Islam Iran selama beberapa tahun dan dekade terakhir, mulai dari Hizbullah di Lebanon hingga Brigade Fatimeyoun di Afghanistan.

“Itu merupakan prestasi yang bahkan tidak dilakukan Soleimani,” tandas Alam.

Namun, Soleimani telah populer di media dalam beberapa tahun terakhir, berkat sebuah tim media sosial yang jelas-jelas ingin menciptakan kepribadian publik di Instagram, ketika ia muncul di medan perang mulai dari Suriah hingga Irak.

Banyak analis memperkirakan Qaani, yang lahir di Masyhad, akan mengambil peran yang lebih rahasia.

“Pembunuhan Soleimani hampir pasti menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan operasional dalam organisasi. Popularitas Soleimani dalam paparan media selama dan setelah perannya dalam perang melawan ISIS kemungkinan berada dalam pengawasan,” tutur Will Fulton kepada Asia Times, analis Iran yang berfokus pada Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).

“Saya menduga pelaporan tentang Qaani akan jauh lebih terbatas, sementara personel militernya akan berakar pada mistik kegiatannya yang dirahasiakan.”

PELUANG BAGI ROUHANI
Meski pencitraan Soleimani memiliki banyak sisi, ia adalah seorang jenderal di institusi militer dan bukan penampilan individu tunggal, demikian Mathew Petti menekankan, wartawan berbahasa Persia yang secara dekat mengikuti pers Iran.

“Iran adalah negara-bangsa dengan birokrasi keamanan nasional canggih yang mencakup dewan keamanan nasional, kepala staf gabungan, dan hierarki modern,” tutur Petti kepada Asia Times.

“Iran dalam beberapa hal meniru Amerika Serikat.”

Alih-alih melihat kepribadian dan simbolisme Muslim Syiah, menurut Petti, orang luar harus membandingkan IRGC Iran dengan struktur militer negara maju lainnya ketika mencoba menebak langkah Qaani sebagai komandan baru yang berikutnya.

“Pengganti Soleimani diduga akan melanjutkan kebijakan yang ditetapkan oleh konsensus antara Pemimpin Tertinggi, petinggi militer, dan perwakilan terpilih dari pemerintah Rouhani,” tegasnya kepada Asia Times.

Namun, kematian Soleimani akan menciptakan celah bagi pemerintahan moderat Presiden Iran Hassan Rouhani dan orang-orang yang ditunjuknya, yang menghadapi pertempuran pemilu pada 2020.

“Seperti yang kita lihat dari kebocoran di The Intercept, ada persaingan sunyi tapi sangat nyata antara para anggota pemerintahan Rohani yang merupakan pemerintah terpilih dan Korps Garda Revolusi,” ujar Petti.

Situs investigasi The Intercept bekerja sama dengan The New York Times pada 2019 untuk menerbitkan laporan tentang dokumen yang bocor dari badan keamanan nasional Iran yang menilai Soleimani mengasingkan Muslim Sunni di wilayah itu melalui penampilan publiknya di antara milisi-milisi Muslim Syiah.

Kemashuran Soleimani di medan perang, menurut peringatan sebuah laporan, “memperjelas bahwa Iran mengendalikan milisi Syiah yang ditakuti. Kebijakan Iran di Irak ini telah memungkinkan Amerika Serikat untuk kembali ke Irak dengan legitimasi yang lebih besar.”

Hilangnya sosok Soleimani yang begitu kuat dengan demikian “akan menghilangkan hambatan bagi saingan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam aparat keamanan nasional untuk mengukir ruang mereka sendiri untuk pengambilan keputusan,” ucap Petti.

“Soleimani merupakan sosok yang terlalu karismatik di dalam negeri untuk diserang.”

Sebaliknya, Qaani tidak demikian karismatik. Alison Tahmizian Meuse dari Asia Times menyimpulkan, veteran IRGC itu memulai masa jabatannya setelah militer Iran secara keliru menembak jatuh pesawat penumpang Ukraine International Airlines yang penuh dengan puluhan warga Iran, peristiwa yang akan merusak persatuan nasional segera setelah kematian Soleimani.

Sumber: https://www.matamatapolitik.com/riwayat-esmail-qaani-penerus-soleimani-di-pasukan-quds-analisis/