Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meminta dukungan Indonesia dalam proses perdamaian selama kunjungannya ke Jakarta pada April 2017. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan peran Indonesia dalam menghadirkan perdamaian berkelanjutan di Afghanistan dan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan perdamaian.

Indonesia akan menjadi tuan rumah bagi perwakilan Taliban di sebuah konferensi ulama dalam mendukung proses perdamaian Afghanistan, menurut para pejabat kepada Arab News. Kehadiran mereka di acara tersebut menyusul penandatanganan kesepakatan antara kelompok bersenjata Taliban dan Amerika Serikat pada akhir Februari 2020 yang bertujuan mewujudkan perdamaian di Afghanistan. Pertemuan tersebut akan diadakan setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri pada Mei 2020.

“Kami berencana untuk menjadi tuan rumah konferensi, semuanya sedang dalam proses,” tutur Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi kepada Arab News.

Ia menambahkan, konferensi itu bertujuan untuk memperkuat peran para ulama demi perdamaian berkelanjutan di Afghanistan.

“Kami bersama Majelis Ulama Indonesia di Doha, Qatar dua minggu lalu untuk membahas segala persiapan,” sambungnya.

Konferensi itu diharapkan akan menghadirkan 20 perwakilan dari Afghanistan dan 20 perwakilan dari negara tuan rumah. KTT pertama semacam itu diadakan di Bogor, Jawa Barat pada Mei 2018. Pertemuan tiga pihak itu mendatangkan para perwakilan dari Pakistan, tetapi Taliban tidak hadir.

Kepala departemen hubungan internasional di Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengatakan, ketika delegasi dewan bertemu dengan para pemimpin Taliban Afghanistan di Doha, mereka telah menyatakan kesiapan untuk menghadiri konferensi para ulama.

“Saya yakin ini adalah inisiatif yang baik. Indonesia dapat berkontribusi untuk pengembangan kapasitas dan diplomasi ulama karena ulama memainkan peran penting di Afghanistan dan orang-orang akan mendengarkan mereka (para ulama),” ujarnya kepada Arab News.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meminta dukungan Indonesia dalam proses perdamaian selama kunjungannya ke Jakarta pada April 2017. Inisiatif untuk mendukung proses melalui para ulama muncul setelah delegasi dari Dewan Perdamaian Tinggi Afghanistan mengunjungi Indonesia pada November tahun itu.

Sementara Taliban menolak untuk menghadiri konferensi Bogor pada 2018, kepemimpinan kelompok itu pada Juli 2019 berada di Jakarta dan mengadakan serangkaian pertemuan di bawah radar dengan Wakil Presiden Indonesia saat itu Jusuf Kalla serta para pemimpin MUI dan organisasi Muslim terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama.

Konferensi ulama tahun ini diharapkan juga melibatkan para perempuan. Menurut Menlu Retno, pemberdayaan perempuan adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk perdamaian di Afghanistan.

Retno berada di Kabul pada Minggu (8/3) untuk meluncurkan Jaringan Solidaritas Perempuan Indonesia-Afghanistan. Ia menegaskan, memberdayakan perempuan berarti memberdayakan bangsa, sehingga berinvestasi bagi perempuan juga berarti berinvestasi dalam perdamaian.

Selama kunjungan tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menerima Medali Malalai dari Ghani atas peran Retno dalam proses perdamaian dan meningkatkan hubungan Afghanistan-Indonesia.

“Saya merasa sangat tersanjung menerima penghargaan tersebut. Ini sebenarnya untuk Indonesia karena resolusi konflik tetap menjadi bagian dari kebijakan luar negeri kami. Kami memberikan kontribusi apa pun yang bisa kami lakukan. Terutama atas Afghanistan, kami konsisten dalam fokus pada masalah pemberdayaan perempuan,” kata Retno.

Retno Marsudi menulis di The Jakarta Post, Indonesia, yang merupakan co-facilitator atau negara yang sepaham dengan Qatar, Uzbekistan, Norwegia, dan Jerman telah secara aktif memfasilitasi proses perdamaian di Afghanistan. Kelima negara (quint) tersebut termasuk Indonesia berkomitmen untuk melanjutkan dukungan bagi perdamaian berkelanjutan di Afghanistan.

Saat ini, Indonesia memegang peran sebagai fasilitator (copenholder) dari masalah Afghanistan di Dewan Keamanan PBB bersama dengan Jerman.

Kontribusi Indonesia untuk proses perdamaian di Afghanistan menjadi semakin terlihat setelah permintaan Presiden Ashraf Ghani kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo selama kunjungan sebelumnya ke Tanah Air pada 2017.

Saat itu, Presiden Ghani mengatakan kepada Presiden Jokowi, Afghanistan ingin belajar dari Indonesia tentang bagaimana mengonsolidasikan demokrasi, supremasi hukum, dan pemerintahan konstitusional. Ghani menuturkan, Afghanistan berencana untuk bergabung dengan upaya global Indonesia untuk mempromosikan Islam sebagai rahmatan lil alamin (berkah bagi seluruh alam semesta).

Sejak saat itu, Indonesia telah memainkan peran sebagai negara yang tidak memihak dan seimbang bagi semua pihak yang terlibat. Keterlibatan Indonesia dalam proses ini juga merupakan bagian tak terpisahkan dari mandat konstitusional negara ini.

Indonesia tidak dapat menyangkal hubungan historis dengan Afghanistan, salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Nusantara pada 1945 dan pendukung Konferensi Asia-Afrika pada 1955 di Bandung. Hubungan bilateral antara kedua negara kini telah berlangsung selama 65 tahun.

Oleh karena itu, Retno Marsudi di The Jakarta Post menyimpulkan, jalan menuju perdamaian dan stabilitas di Afghanistan tidak hanya demi kepentingan Afghanistan, tetapi juga Indonesia, kawasan, dan dunia pada umumnya.

Sumber: https://www.matamatapolitik.com/indonesia-jadi-tuan-rumah-taliban-dalam-pembicaraan-damai-afghanistan-in-depth/