"Brave and Snow" (Yuuki to Yuki Indonesian version)
Brave and Snow
Title: Yuuki to Yuki (Brave and Snow)
Author: AzerArcacia
Genre: Slice of life, Supernatural.
Language: Indonesia. Yep. ini Versi Indonesia dari Yuuki to Yuki.
~~DISCLAIMER~~
Cerita ini fiksi. Tak ada hubungannya dengan dunia nyata.
Segala sesuatu yang ada di cerita Yuuki to Yuki dan Brave and Snow mengalami beberapa perubahan. Hal ini dikarenakan ada beberapa ekspresi yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi terkesan 'aneh'.
Lalu, gambar yang saia masukkan di sini dan di Yuuki to Yuki tidaklah sama. Di sini saia lebih memilih untuk memasukkan gambar secara manual.
Author's note:
Prologue
“Siapa itu?”
Suaraku terdengar lirih. Saat ini, aku tak yakin bagaimana keadaanku, tidak, lebih tepatnya tubuhku. Disekelilingku gelap. Tak ada cahaya yang menerangi sama sekali. Yang ada hanya udara dingin yang dapat kurasakan dengan tubuhku. Sebutir demi sebutir mengenai hidungku, hingga aku pun sadar,
“Ini...salju.”
Dan tiba – tiba saja, dari kejauhan terdapat cahaya. Di dalam cahaya itu, terlihat sesosok anak perempuan yang memakai mantel coklat. Rambutnya panjang sebahu dan sehitam kegelapan ini. Wajahnya sama sekali tak menampakkan ekspresi. Dan dengan topi pesulap dan syal putih yang entah kenapa cocok.
“Siapa? Siapa kau?”
Anak itu tidak merespon pertanyaanku. Dia hanya diam dan memandangku.
Lalu, tanpa kusadari kedua kakiku telah berjalan dengan sendirinya.
Sesaat aku berjalan selangkah demi selangkah...
Ah! Aku tahu, ini pasti hanya mimpi, bukan?
Itu adalah...kesimpulanku. Kalau tidak salah, aku sering memimpikan hal semacam ini, hanya saja aku lupa.
Ya, berkali – kali aku melihatnya, dia seperti menyatu dengan salju ini...
Aku ingin melangkah lebih dekat lagi, tapi...
~To him…the world is too normal. But to her…the world is extraordinary~
Chapter 1: Normal yet Extraordinary
Matahari telah terbit. Udara di ruanganku dipenuhi oleh debu. Aku belum punya waktu untuk membersihkan semuanya. Bahkan, aku mempunyai cucian yang harus dibersihkan secepat mungkin atau…aku tak punya sehelai baju untuk kupakai siang ini.
Bukan…
Seharusnya ungkapan yang tepat untuk semua ini adalah karena aku terlalu malas untuk membersihkan segalanya. Tentu saja, hasilnya pun berantakan. Dan lagi, aku ada kelas jam 10 nanti, tapi tubuhku terlalu lelah untuk digerakkan.
***HUAM***
Tentu saja uap-an ku ini menandakan bahwa tubuhku perlu istirahat yang cukup. Namun, hari ini adalah hari yang penting bagiku. Aku harus berangkat, apapun yang terjadi.
Aku mencuci mukaku dan bergegas menuju ke lantai satu. Lalu, kumakan sarapan pagi yang kubuat. Isinya hanyalah roti panggang dengan sebutir telur mata sapi yang dimasak setengah matang di atasnya.
“…Kurasa ini adalah hal yang dapat kulakukan dalam waktu yang terbatas.”
Selagi aku bergumam pada diriku sendiri, kuhidupkan TV yang ada di seberang meja tempatku makan.
“Tak ada yang menarik. Aku bosan. Aku lelah dengan kehidupanku yang biasa – biasa saja ini. Aku bangun pagi dan pergi ke kampus, belajar, menghabiskan waktu luang dengan yang lain, pulang dan tidur tanpa sempat membuka satu subyek yang kupelajari di sana dan tidur. Selalu saja berputar seperti ini.”
“Kalau begitu, mengapa kau tak menjalani hal yang lainnya. Yah, kau tahu, seperti menekuni hobimu di saat senggang.”
“HUWAA! Sejak kapan kau ada di sin-“
Dan aku pun berteriak selagi kulihat sosok yang sudah tak asing lagi bagiku.
“Karena jendela tak dikunci, ya kulewati saja. Jadi gimana? Kau tertarik? Tertarik, kan? Bagus! Kalau kau tertarik, lebih baik kau membantuku membua-”
Ugh...karena ucapannya begitu berisik di kedua telingaku, kupotong pembicaraannya.
“Tidak akan. Itu tak penting, cuma buang – buang waktu saja. Omong – omong, APA YANG KAU LAKUKAN di sini, Kouta?”
“Hah? Aku? Ya…bisa dilihat sendiri kan kalau aku lagi makan.”
“Bukan, maksudku…INI rumahku, tahu! Seharusnya kau ketok pintu atau pencet bel dulu sebelum masuk.”
“Ah, pelit amat. Tak apa – apa, kan? Kalau kau bilang hobiku itu tak penting, yang ini juga.”
“…itu cuma alasanmu untuk sarapan di sini, kan?”
“Tepat! Ibu tak ada di rumah dan perutku kosong. Jadi, aku ke sini.”
Orang ini…
Oh! Aku lupa memperkenalkan dia. Orang yang sedang berdiri di depanku saat ini tak lain dan tak bukan adalah Matsuzaka Kouta, orang paling aneh yang jadi temanku sejak SD. Dia juga tetanggaku. Ketika kedua orangtuaku meninggal 7 tahun yang lalu, keluarganya mengadopsiku sebagai anak mereka. Ya, tentu saja nama belakangku menjadi ‘Matsuzaka’. Tapi sampai sekarang, aku masih tetap tinggal di rumah ini atas permintaanku, dan sebagai gantinya, terkadang aku pun menghabiskan waktuku di rumah Kouta…walaupun aku tak sebebas caranya bertindak karena aku selalu memencet bel terlebih dahulu sebelum masuk.
Huhuhu, aneh. Selama 5 tahun, aku tak terbiasa dengan kedua orang tua Kouta. Namun setelah itu aku terbiasa, bahkan mengatakan ‘aku pulang’ saat masuk ke tempat mereka. Bagiku, rumah itu merupakan rumah keduaku.
Mengenai Kouta, Tubuhnya bisa dibilang agak pendek. Rambutnya pendek dan agak acak – acakan. Hm…agak susah menjelaskannya. Dia memiliki poni yang menutupi sampai ke dahinya dan pinggirnya agak panjang. Dagunya pun berbentuk segitiga terbalik layaknya orang biasa. Wajahnya tak bisa dibilang jelek, namun bukan berarti dia tampan. Kebiasaannya adalah memakai kemeja hitam panjang berkerah dengan celana jeans biru. Bahkan ketika dia tidur, dia masih mengenakannya! Banyak yang bilang dia adalah orang dengan ranking pertama dalam mencari masalah, namun dibalik semua itu, dia dapat diandalkan. Ya, itulah Kouta. Dia memakai kacamata kalau di kelas, tapi kalau tak diuntuk membaca dia lepas. Hobi anak ini adalah menonton film, entah film dengan genre apapun itu.
“Oh, aku lupa. Ibu bilang kau boleh ambil sayuran dan telur yang ada di kulkas. Dan tentu saja kau tahu apa maksudnya kan? Dia tak akan pulang sampai besok. Jadi tolong bantu kami berdua, tuan koki!”
“Jadi…aku yang harus memasak untuk kita bertiga.”
“Tul! Itu maksudku. Heh, kadang aku iri. Kau bisa mengerjakan yang biasanya tak dapat diselesaikan oleh orang seusia kita. Aku selalu tahu kalau kau ini terkenal, baik karena nilai yang kau peroleh selalu bagus, bersikap dingin tapi entah kenapa malah disukai oleh banyak cewek di kampus, bahkan ada yang mengatakan ‘kawaii’ dan ‘bishounen-face’, beda dunia, berkarisma dan semacamnya. Tapi semua mengenal kau ini malas. Absen di semua mata kuliah sampai batas maksimalnya, mengumpulkan tugas tepat pada hari deadline finalnya yang terkesan ‘mepet’ dan…”
“…Hentikan. Aku tak tahu apa yang kau maksud dengan ‘iri’ di sini. Dan lagi aku tak percaya kata – katamu, Kouta. Lagipula, apa itu ‘kawaii’, ‘bishounen-face’? Malahan aku dengar kau bilang beda dunia segala. Memangnya aku ini roh halus atau semacamnya? Aku akui. Aku memang malas. Tapi tak semalas orang yang kerjaannya hanya menonton DVD yang aku pinjam, bahkan tanpa sepengetahuanku.”
“Heh, mau gimana lagi. Itu kenyataannya. Orang – orang di sekitarmu menilaimu seperti itu. Kemarin pun aku sempat berharap. Ada seorang cewek angkatan baru yang sangat manis mendekatiku. Kukira dia suka padaku. Kami bahkan sempat ngobrol lama. Tapi ketika akhirnya dia bertanya ‘seperti apa senior Yuuki itu orangnya’…WAAAGH aja deh! Lama – lama aku bisa stress dengan orang – orang di sekitarku yang memanggilku dengan ‘Matsuzaka dua’!.”
***NYAM NYAM NYAM***
“Rotinya enak juga. Pasti ini roti telur. Pantas saja kemarin waktu aku beli di 24/7 lebih mahal sedikit.”
“HEI KAU DENGAR TIDAK, YUUKI!”
“Ugh…aku minta maaf. Mengenai soal ‘Matsuzaka dua’ itu…”
Yah, pada awalnya, nama Matsuzaka ini adalah miliknya, kan?
Akan tetapi terlihat senyum licik di wajah Kouta.
“Hue hue hue, enak juga membuat seseorang merasa bersalah di pagi hari ini.”
Dibalik topeng yang disembunyikannya itu, kubalas kata – katanya dengan keheningan sunyi selama beberapa detik, lalu kubuka mulutku,
“Oke, sayuran dan telur kan? Nanti kalau sudah, akan kuantar ke tempatmu.”
“Siap! Sudah kuduga, kau bisa kuandalkan, tuan koki.”
“Hentikan panggilan itu.”
“Ya, ya, ya.”
***HAAH***
Aku menghela nafas dengan panjang. Bukannya aku tak mau. Hanya saja aku masih mempunyai cucian yang harus diselesaikan siang ini.
Jam dinding pun menunjukkan pukul 9 lewat 30 menit. Berarti 30 menit lagi kelas dimulai!
Dan aku pun bergegas pergi.