http://www.jawapos.com/images/1190831750b
Tiga Tewas, 200 Ditangkap
BANGKOK - Kekhawatiran aksi damai para biksu dan rakyat Myanmar dihadapi dengan kekerasan oleh rezim militer akhirnya menjadi kenyataan. Karena imbauan jam malam dan larangan berkumpul diabaikan, ratusan polisi dibantu tentara Myanmar secara represif menghalau aksi damai sekitar 10 ribu biksu dan rakyat yang tetap berlangsung kemarin.
Dilaporkan seorang biksu tewas tertembak dan empat lainnya luka-luka, termasuk di antaranya seorang biksuni. Selain itu, ratusan demonstran lainnya ditangkap aparat dalam upaya represif itu. Sumber Reuters malah menyebutkan tiga biksu tewas dan puluhan terluka.
Jatuhnya korban setelah aksi demo perlawanan memasuki hari kesembilan itu diungkapkan seorang anggota kelompok perlawanan bawah tanah Myanmar. "Mereka (aparat) menembak dan menghantam kami di kompleks Pagoda Sule dekat Balai Kota Yangon," lanjut informan pria yang menolak disebutkan namanya. "Ini menandakan kalau rezim militer sama sekali tak menghiraukan tuntutan kami dan menunjukkan watak aslinya," imbuhnya.
Duta Besar Inggris di Myanmar Mark Canning mengatakan kepada koresponden BBC, seorang biksu yang rambutnya seperti baru dicukur habis tewas tergeletak di kompleks Pagoda Shwedagon dengan kepala berlumur darah.
Kekerasan dan jatuhnya korban kemarin memang sudah dikhawatirkan banyak pihak akan terjadi setelah junta militer mengumumkan sejumlah larangan terhadap warga dan biksu. Rabu (26/9) dini hari, junta militer memberlakukan jam malam mulai petang sampai subuh dan larangan berkumpul lebih dari lima orang. Larangan itu berlaku 60 hari sejak kemarin.
Seperti diduga, larangan itu sama sekali tak digubris para penggerak unjuk rasa damai. Kemarin pagi warga sipil tetap berkumpul di dekat Pagoda Sule. Mereka menunggu datangnya satu prosesi sekitar 10.000 biksu dan warga sipil. Menghadapi aksi nekat itu, pasukan keamanan bersenjata senapan, pentungan, dan perisai digelar di tempat-tempat penting untuk menghadang barisan unjuk rasa.
Unjuk kekuatan tentara Myanmar itu tak juga membuat semangat biksu dan warga menciut. Bahkan, jumlah peserta aksi terus bertambah ketika prosesi mendekati candi Buddha di pusat kota. Di tempat itu pertumpahan darah terburuk ketika pasukan melepaskan tembakan terhadap para pemrotes pada 1988 terjadi. Pemberontakan besar terakhir di negara yang dulu bernama Burma itu menewaskan sekitar 3.000 orang.
Karena imbauan dan penghadangan tidak berhasil, polisi dan tentara Myanmar mulai bertindak keras terhadap peserta aksi. Beberapa tentara terlihat melepaskan tembakan peringatan dan menghujani para biksu dengan gas air mata.
Melihat pasukan keamanan mulai kalap, para demonstran segera lari mencari tempat berlindung. Para saksi mata dan biksu mengatakan, sejumlah ulama Buddha dipukuli dan dibawa dari Pagoda Shwedagon, tempat awal unjuk rasa yang dipimpin para biksu pekan lalu menentang pemerintah militer yang berkuasa 45 tahun.
Para saksi mata mengatakan, pasukan keamanan membakar pipa-pipa plastik untuk mengisi lokasi itu dengan asap. "Banyak biksu memakai masker dalam usaha menghadapi dampak gas air mata," kata seorang saksi mata. Usai aksi kekerasan, sekitar 200 biksu dan warga ditahan. Di antara yang ditahan adalah dua tokoh perlawanan, U Win Naing dan pelawak populer Zaganar.
Sumber di Rumah Sakit Yangon membenarkan seorang biksu tewas dan dua lainnya terluka serius akibat tindakan represif militer. Korban luka adalah seorang biksuni dan sopir taksi setempat.
Sikap keras kepala junta militer itu kembali mengundang kemarahan pemimpin dunia. Perdana Menteri Inggris Gordon Brown mengimbau Dewan Keamanan PBB segera mengadakan pertemuan darurat. "PBB harus segera mengirim utusan ke Myanmar, situasi sudah gawat. Tindakan ini untuk menunjukkan bahwa tidak ada pelanggar HAM yang kebal dari hukum," tegas Brown kemarin.
Tumpahnya darah di Yangon juga mengundang kemarahan pemerintah AS. Juru Bicara Gedung Putih Gordon Johndroe mengatakan, jika berita kekerasan dan korban tewas di Myanmar benar, AS dan negara lain dunia tak boleh tinggal diam. "Kita tak boleh membiarkan rakyat Myanmar menderita oleh kesewenang-wenangan," tegasnya.
Meskipun mendapat sorotan dunia internasional, junta militer tetap menganggap tindakan tegas yang dilakukannya terhadap pengunjuk rasa sudah benar. Bahkan dalam pernyataan yang disampaikan Menteri Agama Brigjend Thura Myint Maung kemarin, aksi protes yang terus membesar dalam sembilan hari terakhir disebutkan diorganisasi oleh elemen merusak dari dalam dan luar negeri.
Dalam pidato di radio pemerintah, Thura Myint Maung menyatakan, sekelompok orang dari dalam dan luar negeri terus menerus melakukan aktivitas yang bertujuan memecah belah rakyat Myanmar. "Mereka melakukan itu untuk menciptakan citra bahwa semua upaya pemerintah untuk mengendalikan situasi selalu berakhir dengan kerusakan ". tegasnya.
Selanjutnya Myint Maung menyebut beberapa media seperti BBC, VOA, RFA (Radio Free Asia), dan DVB (Democratic Voice of Burma) sebagai pelaku yang mendukung aksi mendeskreditkan pemerintah Myanmar.
Thura Myint Maung yang selalu menjadi juru bicara dalam krisis aksi biksu itu menegaskan pemerintah sama sekali tak risau dengan demo yang berlangsung selama sembilan hari itu. "Jumlah biksu yang demo hanya terlihat besar, karena mereka berkumpul di satu tempat. Namun, sesungguhnya jumlah mereka hanya 2 persen dari keseluruhan jumlah biksu di Myanmar " ujarnya.
Sebagian besar biksu yang lain, klaim Myint Maung, sibuk dengan aktivitas kerohanian. Para biksu yang turun ke jalan hanya para biksu muda yang mudah terhasut.
Dari New York, AS, wartawan Jawa Pos Rohman Budijanto melaporkan, Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda mengaku selalu mengikuti dengan prihatin perkembangan demo yang meluas di Myanmar. "Kami mengharapkan demo damai itu tak dihadapi dengan kekerasan," kata Hassan usai mendampingi presiden melakukan pertemuan dengan masyarakat Indonesia di Konjen RI di New York, Rabu malam (Kamis dini hari WIB).
Bagaimana dengan peran Indonesia yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB? Dia menyebut, pada Januari lalu, ada inisiatif dari AS sebagai anggota tetap DK terhadap Myanmar. Tapi, langkah itu diveto oleh Rusia dan China.
Menlu menyayangkan mereka terlalu cepat menggunakan senjata pemungkas berupa veto itu. Apakah ASEAN tidak bisa memberikan sanksi lewat status keanggotaan? Kata Menlu, ASEAN pernah melompati Myanmar saat akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN dan langsung ke giliran berikutnya, Filipina. "Ini sebenarnya tindakan (sanksi) nyata, bukan sekadar simbolis," katanya.
Namun, itu memang tak mengubah keadaan di negeri yang namanya diubah oleh junta militer dari Burma ke Myanmar (singkatan dari Myanma Naingngandaw atau Myanmar Serikat) pada 1989 itu.
Junta Militer Batasi Akses Info
http://www.jawapos.com/images/1190826766b
Begitu aksi unjuk rasa besar-besaran terjadi, junta militer Myanmar langsung berusaha membatasi akses informasi ke dunia luar. Izin untuk wartawan yang berniat masuk negeri itu dipersulit. Komunikasi untuk ke luar pun menghadapi masalah yang sama. Bahkan, saluran telepon ke luar negeri pun konon diawasi.
Lewat situsnya, BBC mengundang warga Myanmar melaporkan apa yang mereka lihat lewat e-mail. Berikut beberapa e-mail yang masuk ke media massa ternama Inggris itu.
Pagi ini (26/9), polisi memukuli biksu dan biksuni di Pagoda Shwedagon. Kemudian, mereka membawanya ke atas truk. Ada dua mobil tahanan dan dua mobil pemadam kebakaran. Terlihat lebih banyak polisi dan tentara di Taman Kandawgyi dekat Pagoda Shwedagon. Di beberapa tempat penting di Yangoon juga terlihat tentara dan polisi berpakaian preman.
Di Pagoda Sule terlihat enam truk militer. Polisi berpakaian preman menunjukkan foto beberapa biksu yang dicurigai sebagai pemimpin aksi. Kabarnya, ada 50 biksu dan mahasiswa ditahan.
Cherry, Yangoon
Junta militer membatasi hubungan internet. Kami perlu waktu lama untuk membuka situs. Ternyata, begitu muncul, tampilannya kosong. Pasukan keamanan memblokade jalur pengunjuk rasa.
Kemarin (25/9), pemerintah mengumumkan jam malam mulai pukul 21.00-05.00. Sepertinya, pemerintah juga akan memutus saluran komunikasi, seperti internet dan telepon.
David, Yangoon
Sepertinya, ini waktu yang tepat untuk menunjukkan kepada dunia apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar. Saya tidak pernah melihat demo sebesar ini sebelumnya. Kerabat saya di pusat kota mengatakan, ada pejabat PBB, mahasiswa, beberapa orang asing, warga muslim, Tiongkok, dan India terlibat dalam aksi tersebut. Polisi terus berkeliling untuk menyerukan agar warga tidak ikut-ikutan berunjuk rasa. Namun, mereka merasa begitu termotivasi dan mengabaikan seruan tersebut. Itu seperti benar-benar kekuatan rakyat. Junta militer sudah membuat kami tertekan selama dua dekade. Kini saatnya rakyat Myanmar bersatu.
Yi, Yangoon
Kami tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Kami hanya bisa menunggu perkembangan situasi. Junta mengumumkan akan bertindak keras kepada mereka -tidak peduli warga sipil atau biksu- yang melanggar. Selama ini kamu tertekan. Kami tidak berani mengungkapkan apa yang kami rasakan. Kami berharap, Aung San Su Kyi dibebaskan (dari tahanan rumah).
Kyi, Rangoon
Seorang biksu yang ikut unjuk rasa mendatangi kami dan mengungkapkan perasaannya. "Kami tidak takut. Sebab, kami tidak melakukan kejahatan. Kami hanya berdoa dan berunjuk rasa. Kami tidak mau menerima uang dari siapa pun. Kami hanya menerima air. Orang-orang bertepuk tangan, tersenyum, dan mengelu-elukan kami," katanya. Biksu itu terlihat sangat bahagia, bersemangat, dan bangga. Tapi, kami khawatir. Mereka begitu perhatian pada kami. Kami hanya bisa berdoa agar mereka tidak dilukai.
Mya, Yangoon.
referensi :
http://www.jawapos.com/