Satgas Terpadu Tki Dibentuk
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Markas Besar Polri dan Departemen Luar Negeri, Kamis (2/8), akhirnya sepakat membentuk satuan tugas terpadu untuk menangani tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Kesepakatan tersebut dicapai Mabes Polri bersama Depnakertrans dan Deplu dalam rapat hari ini di Jakarta.
Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Makbul Patmanegara bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dan jajaran departemen terkait. Satgas tersebut dibentuk menyusul berbagai kasus yang dialami TKI akhir-akhir ini.
Menakertrans berharap Satgas tersebut mampu menangani masalah para TKI di luar negeri dengan cepat. Menurut Menakertrans, tim tersebut akan segera bekerja dalam waktu dekat. Selama ini, Deplu mencatat sudah 432 kasus TKI di luar negeri yang mendapat perlindungan KBRI di negaranya bekerja.
Bagaimana u menilai keberadaan satgas ini?
referensi : http://www.metrotvnews.com/
Pilih Damai, TKW Dapat Rp 70 Juta
Kasus penganiayaan yang dialami Rumiati, TKW (tenaga kerja wanita) asal Banyumas, Jawa Tengah, di Malaysia berakhir damai. Kemarin wanita 23 tahun tersebut sepakat mencabut laporan terhadap majikannya, Kim Yiem, setelah mendapat kompensasi uang Rp 70 juta.
Upaya damai Rumiati dan majikannya tersebut sebenarnya sudah dimulai pekan lalu. Saat itu, suami Kim, Yong Sow Wei, menawarkan pembayaran gaji Rumiati selama setahun sebagai kompensasi mencabut laporan penganiayaan. Nilainya mencapai RM 5.400 (sekitar Rp 13.500.000). Sebab, tiap bulan, Rumiati digaji RM 450 (sekitar Rp 1.125.000). Namun, tawaran itu ditolak.
Kemarin Kim kembali menemui Rumiati di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur. Dia kembali datang membawa misi perdamaian agar korban penganiayaan tersebut mencabut laporannya di kantor polisi.
Selama perundingan, Rumiati didampingi Kepala Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI KBRI Tatang B. Razak. "Kami hanya mendampingi Rumiati. Keputusannya ada di tangan dia. Apakah memilih jalur hukum atau berdamai," kata Tatang.
Dalam pertemuan itu, Rumiati akhirnya memastikan ingin berdamai. Alasannya, selama ini penanganan hukum kasus yang menimpa WNI di Malaysia selalu memakan waktu cukup lama. Misalnya, kasus Nirmala Bonat yang tak kunjung selesai meski sudah ditangani selama tiga tahun.
Selain itu, Rumiati tak ingin bertahan lebih lama di Malaysia. Dia mengaku sudah trauma mengais rezeki di negeri orang dan memilih ke tanah kelahirannya di Banyumas, Jawa Tengah.
Setelah sempat alot, akhirnya Rumiati dan mantan majikannya sepakat kompensasi yang diberikan RM 20 ribu (sekitar Rp 50 juta). Plus uang asuransi Rp 20 juta sehingga total uang yang diterima Rumiati dari mantan majikannya tersebut Rp 70 juta.
"Kedua belah pihak sudah sepakat. Dalam waktu dekat, Rumiati akan kembali ke tanah air setelah dua bulan bekerja di Malaysia. Kami akan terus memantau Rumiati hingga meninggalkan Malaysia," terang Tatang.
Seperti diberitakan, selama dua bulan, Rumiati dianiaya sang majikan, Kim Yiem. Dia mengaku kerap dipukul dengan rotan, dihantam dengan batu, dan tubuhnya diinjak oleh ibu tiga anak tersebut. Akibatnya, tubuh Rumiati -mulai kaki hingga kepala- mengalami luka cukup serius.
Bukan hanya dianiaya, gaji PRT nahas tersebut juga tidak pernah dibayarkan. Akibatnya, Senin (30/7) lalu, Rumiati kabur dari rumah majikan di Jalan Desa Bahagia Nomor 42 Kuala Lumpur.
Dia melaporkan kasus itu ke kantor polisi setempat. Setelah menerima laporan tersebut, polisi langsung menangkap Kim. Sementara Rumiati dibawa ke penampungan Kantor KBRI di Kuala Lumpur. Sehari setelah ditahan, Kim dikeluarkan dari tahanan dengan status ikat jamin (penangguhan). Sejak itu, majikan Rumiati tersebut mengajak berdamai.
Pengiriman TKI ke Saudi Dihentikan
Reaksi Tewasnya Dua TKW
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi. Penghentian itu merupakan protes atas lemahnya perlindungan kepada buruh migran sehingga dua TKW asal Indonesia dianiaya sampai tewas oleh sembilan anggota keluarga majikannya di Riyadh, Sabtu lalu.
"Sudah ada permintaan dari KJRI Jeddah agar kita menghentikan dulu pengiriman TKI ke Arab Saudi. Dalam waktu dekat akan kita hentikan sambil menunggu perkembangan kasus itu," ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Jakarta kemarin.
Selain mengajukan protes keras, BNP2TKI berencana melobi otoritas penempatan tenaga kerja asing Arab Saudi untuk memperberat syarat calon majikan yang boleh menggunakan tenaga kerja asal Indonesia. Selain berpendidikan minimal sarjana, keluarga calon majikan harus berpenghasilan minimal 120 ribu real atau sekitar Rp 85 juta per bulan.
Jumhur mengungkapkan, berdasar informasi yang diterima lembaganya, dua jenazah TKW yang meninggal telah teridentifikasi dan segera dipulangkan ke Indonesia. Sementara, dua TKW lain yang luka-luka telah diamankan dan kini menjalani perawatan di RS Aflaj di Riyadh.
"Empat TKW yang disiksa hingga luka dan meninggal itu berasal dari Karawang, Serang, dan Jember. Yang luka bernama Romini Surthi, 30, dan Tari Bibitarfin, 27. Sementara, identitas dua TKW yang meninggal belum kami ketahui," jelasnya.
Berdasar informasi yang diterima BNP2TKI, kedua korban tewas karena benturan yang sangat keras di kepala. Pelaku utama penganiayaan yang masih berusia 17 tahun menuduh mereka kerasukan ***** dan melakukan guna-guna kepadanya.
BNP2TKI, menurut Jumhur, terus berkoordinasi dengan KBRI di Riyadh untuk memantau perkembangan kasus itu. Meski demikian, dia memastikan sembilan anggota keluarga majikan keempat korban tersebut telah ditangkap dan tengah menunggu proses hukum.
Jumhur juga memastikan para pembunuh dua TKW itu akan mendapatkan hukuman pancung sesuai dengan ketentuan hukum positif di Arab Saudi. Namun, bila mereka mendapatkan ampunan dari keluarga korban, para majikan wajib membayar denda sekitar Rp 500 juta per korban meninggal.
TKW yang meninggal di Arab Saudi itu menyebabkan LSM Migrant Care mendesak pemerintah untuk memperbarui perjanjian bilateral penempatan buruh migran Indonesia di negara teluk tersebut.
"Indonesia harus menuntut Arab Saudi sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi terhadap buruh migran Indonesia," ujar Direktur Migrant Care Anis Hidayah.
Migrant Care juga berencana membawa dan mempersoalkan kasus kekerasan terhadap buruh migran Indonesia di Arab Saudi itu dalam Sidang Sesi Ke-71 Komisi Penghapusan Diskriminasi Rasial (United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination) PBB di Jenewa, 8-14 Agustus mendatang.
"Migrant Care juga akan mendesak UN Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants untuk segera melakukan investigasi meluasnya kasus kekerasan buruh migran Indonesia di Arab Saudi."
referensi : http://www.indopos.co.id/
Oknum Disnakertrans Tipu Puluhan CTKI
PONOROGO - Akibat ulah salah seorang oknum pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Ponorogo, puluhan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dan Calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Pasalnya, oknum yang diketahui bernama Subowo tersebut telah menerima setoran dari puluhan CTKI dan CTKW untuk berangkat ke Korea Selatan. Namun, hingga hari yang dijanjikan mereka tidak kunjung berangkat lantaran uang yang disetor dibawa lari oleh oknum tersebut.
Menurut Haritandi (24), CTKI asal Desa Tajek, Kecamatan Siman, dia mengaku sudah menyetor uang senilai Rp42 juta kepada oknum tersebut dengan janji akan segera diberangkatkan ke Korsel.
"Tapi setelah saya tunggu selama tiga bulan ternyata janji itu bohong belaka. Malah Subowo juga menghilang dari jajaran Disnakertrans Ponorogo," ujarnya, Senin (13/8/2007).
Ia berharap polisi segera menangkap oknum tersebut dan diproses hukum. Ia juga meminta pihak Disnakertrans Ponorogo mau bertanggung jawab dan mengembalikan uang yang terlanjur disetor.
Pengakuan serupa juga diuangkapkan Supriyadi (26), CTKI asal Desa Sumoroto, Kecamatan Ponorogo. Menurut dia, cara yang dilakukan oleh oknum itu dalam mengelabui CTKI dan CTKW adalah dengan cara mendatangi rumah-rumah CTKI dan CTKW setelah mereka terdaftar di Disnakertrans.
"Ia berjanji akan mempercepat proses pemberangkatan dengan meminta uang setoran tertentu. Saya juga telah menyetor Rp25 juta. Tapi hingga waktu yang ditentukan, kami juga belum berangkat," ujar Supriyadi.
Ketua Komisi DPRD Kabupaten Ponorogo, Sutiyas Hadi Riyanto, saat dikonfirmasi perihal ini mendesak agar pihak Disnakertrans Ponorogo mau bertanggung jawab atas ulah yang diperbuat salah satu pegawainya tersebut.
"Disnakertrans Ponorogo harus turut terlibat dan bertanggung jawab atas kasus penipuan yang melibatkan orang dalam disnakertrans tersebut. Sebab, staf Disnakertrans yang seharusnya mensosialisasikan kemudahan dan proses serta cara pemberangkatan justru mengelabuhi para calon TKI," ujarnya.
referensi : http://www.okezone.com/
Tanggapan ?
1 Attachment(s)
Polda Metro Jaya Meringkus Sindikat Pengirim Tki Ilegal
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Darah Metro Jakarta Raya meringkus empat orang anggota sindikat pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Keempat tersangka adalah Rita, Ahmad Subowo, Hendra S. Sugilar dan Samacha alias Maya. Maya adalah pimpinan sindikat tersebut. Sejak Februari 2006 keempat tersangka telah memberangkatkan 1.103 TKI ke Syria, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Jordania, dan Turki.
Tertangkapnya sindikat ini bermula saat Rita, Subowo, dan Hendra berencana memberangkatkan 20 TKI ke Malaysia. Namun, pemberangkatan itu berhasil digagalkan. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Sigit Sudarmanto, secara umum modus operasi para tersangka adalah dengan cara memalsukan dokumen, seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan akte kelahiran untuk membuat paspor.
Berdasarkan pengakuan para tersangka, mereka telah bekerja sama dengan sejumlah agen yang berada di negara tujuan. Setiap TKI yang dikirim dihargai oleh agen sebesar US$ 1.100 atau setara dengan Rp 10,3 juta per kepala. Dengan dikirimnya 1.103 TKI ke luar negeri, sindikat ini mendapatkan keuntungan sebesar Rp 11,4 miliar.
Setelah pesanan diterima, sindikat ini kemudian bergerilya ke daerah-daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan hingga ke Sulawesi untuk mencari calon TKI yang bersedia diberangkatkan. Pengiriman TKI ilegal ini diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 600 juta.
Para tersangka kini ditahan di Polda Metro Jaya. Para tersangka akan dikenakan undang-undang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan undang-undang tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dengan ancaman hukuman 16 tahun penjara.
referensi : http://www.metrotvnews.com/