Sementara Warna, dengan agak kesal, berkata, “Jester, apa sebenarnya yang sejak tadi kalian bicarakan ? Apakah kamu sudah mengatakan pada gadis tersebut, kalau aku hendak minta maaf padanya ?”
Kata-kata Warna hampir tak terdengar oleh Jester; Jester masih berdiri mematung di tempatnya, akibat kata-kata gadis tanpa warna tersebut.
“(Menemui..ku ? Kamu.. serius ?)”, lalu sorot mata Jester berubah, menjadi penuh rasa curiga, “(Siapa kalian sebenarnya ?!)”
Belum sempat gadis itu menjawab, ketika Sang kakak muncul.
“(Hey badut, bukankah sudah kubilang, jangan temui adik...)”
Jester segera memotongnya, “(Kenapa kalian tidak membenciku ? Siapa kalian sebenarnya ?!)”
Kedua kakak beradik itu saling berpandangan. Dan tiba-tiba, Sang kakak langsung menarik adik perempuannya pergi dari tempat itu.
“Hey, tunggu !”
Tapi usaha Jester mengejar mereka sia-sia. Begitu tiba di belokkan, keduanya telah menghilang.
Ketika kembali, Warna merasa bingung melihat wajah Jester yang tampak penuh amarah.
“Jester, apa yang...”
Dengan suara rendah tapi penuh penekanan, Jester-pun bertanya balik.
“Warna, siapa gadis itu sebenarnya ?”
Warna menghela nafas sambil mengangkat bahu.
“Aku juga tidak tahu. Aku hanya berjumpa dengannya di perbatasan antara dunia ini dengan dunia asalku. Hanya saja, aku merasa tenang, karena gadis itu satu-satunya yang tidak mempermasalahkan mengenai diriku yang dulu, yang tanpa warna.”, lalu Warna-pun menunduk, “Tapi.. aku malah menghancurkan satu-satunya ketenangan yang kudapat.”
“Perbatasan ? Ah, maksudmu tempat di mana masing-masing dari kita bisa melihat dunia lain, walau tetap tak bisa mencapainya.”, kemudian Jester-pun tertegun, “Tapi kalau gitu, mengapa kamu bisa merebut warna dari gadis tersebut ?”
Sementara itu, di perbatasan antara dua dunia, tampak Keadilan sedang memperhatikan dunia lain yang tak terjangkau.
“Ketika rasa iri dan dengki tak lagi dapat ditahan, mungkin manusia memang dapat melakukan hal-hal yang tak terduga. Dan kurasa, itulah yang terjadi di tempat ini, ketika Tuan Warna melakukan ‘dosa itu’; Menembus apa yang seharusnya tidak dapat ditembus, mencapai apa yang seharusnya tidak terjangkau. Selanjutnya, ia hanya bisa menyesali apa yang telah terjadi.”
Dan bertepatan dengan kata-kata tersebut, tubuh Keadilan kembali condong ke arah kanan.
“Tetapi memang benar, penyesalannya sangat mendalam, sebanding dengan dosa yang telah dibuatnya. Semoga saja Tuan Warna dapat menemukan ‘penebusan’ yang dicarinya, di dunia lain tersebut.”
Dan di sisi lain dari perbatasan tersebut, Jester menatap Warna dengan pandangan tak percaya.
“Barusan, kamu.. bilang apa ?”
Warna terdiam sejenak sebelum menjawab, “Pada saat itu di perbatasan, tanganku mencapai gadis penuh warna tersebut. Sejujurnya, aku sendiri terkejut akan hal itu. Yang kurasakan ketika itu hanyalah, perasaan iri yang luar biasa akan dunia sekitarku, dan juga terhadap gadis tersebut. Dan ketika ingin menyentuhnya, ternyata aku berhasil melakukannya. Aku berhasil merebut warna darinya, tapi pada saat bersamaan, sepertinya warna dari duniaku juga pindah ke dunia ini. Sekarang aku hanya bisa menyesali semua yang telah terjadi.”
“Kalau kamu memang bisa menjangkau dunia ini, mengapa minta bantuan kakakku untuk...”
Warna-pun segera memotong kata-kata Jester, “Hal tersebut terjadi hanya pada saat itu saja ! Setelah itu, walau berulang kali aku mencoba, aku tidak bisa lagi melakukannya.”
Jester-pun merenung.
“Tapi tetap saja itu tidak menjelaskan, siapa gadis itu sebenarnya.”
Mendengar kata-kata Jester, giliran Warna yang merasa bingung.
“Sepertinya kamu penasaran dengan gadis itu, Jester. Kenapa ?”
“Karena mereka tahu mengenai aku dan kakak, sementara aku sama sekali tidak tahu apapun mengenai mereka ! Benar-benar menyebalkan !”
Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang membuat keduanya terkejut, “Jelas mereka tahu, karena kita-lah yang telah menciptakan mereka, Jester.”
Baik Jester maupun Warna menengok, dan melihat Penyihir telah berdiri tak jauh dari mereka.