Gambarnya bagus2, alus gambarannya.. (tapi yg ke 4 kok jd mbanyol yo? huahahaha)
Printable View
Gambarnya bagus2, alus gambarannya.. (tapi yg ke 4 kok jd mbanyol yo? huahahaha)
wah..
klo ntu...
saia kurang taw y kk..
soalna yg maen langsung feeling seh..
mungkin karena pengen pny sum1 yg bisa luv me like Allen does..
hwahwa...
btw, kahlil gibran tu sapa? @_@
belom end! berhubung fans Eternal Farewell meningkad, bis gni kluar yg ke 3..
"Eternal Farewell - Allen's Memories"
naratornya Allen Lloyd, dah bukan Aria lg~ xD
err...pure gmn maksudna? > <
klo pengalaman c gk ada ya...
cuma klo lg nulis, klo dh lancar di start, gk bsa berenti kk..
lanjud troz n kebawa feeling..> <
tq pujiannyaaa...
seneng bgt...
really hontoni totemo appreciate it..
my pleasure dah bisa bikin pembaca puas ma hasil crita..xD
makasi"..
ditunggu ya crita selanjudna..
tp saia masi bingung ni..
enaknya lanjud yg ke 3, ato dibikin novelna aja..> <
saran plz all~
wkwkwkwkw...
wah album gambarkuw diintib smuwa..wkwkw..
ok cmn gw doank yg ga nangis.. karena gw ga bisa nangis.. hahaha..
but overall it's nice..
the story ini bisa dijadikan 2 cerita ujungnya..
ending di chapter 2..
ato ending di chapter n/a.
alias klo di chapter 2.. berarti u kudu bikin flashback dari awal mereka jadian..
klo dichapter n/a berarti u terusin dari chapter 2 sampe seterusnya..
alangkah baiknya klo u pilih salah satu dolo terutama di flashback jadian nya begimana klo responnya high baru u pikirin tambahan setelah chapter 2.
tapi jgn kepanjangan.. jng mengulang kesalahan yg dilakukan oleh sinetron tersanjung ahaha.
side2 story ditambahin jg gpp tentang temen2nya.. tapi jg jng kebanyakan, usahakan jadiin light novel jangan roman.. haha..
semoga terinspirasi..
tq sarannyaaaaaaaaaaaa...
xD
really appreciate it..
ah gk seru u gk nangis..
T_____________________T
hehe mau bikin gw nangis?
hanya courage, immortal spirit dan pemahaman tentang universe serta inner power dari sebuah relationship yang bisa membuat gw terharu haha
O_______________________________O
maav kk, saia nda ngerti bahasa dewa kek gtu..
awkwaokwaokawok
cc ^^
gw GRP..
ituw ada bahasa indonesia na kaga??
guw gak begitu 100% ngerti bahasa inggris
but, ceritanya..
bikin gw berpikir.....
cinta itu apa..... !!!
ya seperti pilem2 anime lah gan.. aduh susa jg jelasinnya..
uda lama ga nonton anime..
tar aye recommend dah yg bagus yg mana..
huahuahua..
tapi gw jg da jarang nonton.. :pgroan:
dalem banget .. klah sumur ..
nice story
!!Attention!!
B4 read this short story, please open this link
Kiss_The_Rain.Mp3
and download the song.
Play the song when there's a Quote that tell u 2 play it.
Thx.
Eternal Farewell#2 "Missing Letter"
-Indonesian Version-. || Originally Created by: NydD "ChocoLolita" (April 17, 2009)
Aku segera membuka mataku. Tapi tidak ada apa-apa terlihat di hadapanku. Apa yang baru saja kulihat dan kudengar beberapa saat yang lalu hanyalah sebuah mimpi. Ini bukan pertama kalinya aku memimpikan Allen sejak rohnya menghilang dari hadapanku di tempat pemakamannya. Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Mengapa aku tidak bias melupakannya begitu saja dan memulai ‘lembaran baru kehidupan’ku?
Tempat apakah ini? Mengapa begitu gelap di sini? Permisi? Ada orang? “Aria,” sebuah suara lembut memanggil namaku.. Eh? Siapa itu? “Aria,” suara yang sama memanggilku lagi. Allen? Kaukah itu? “Kau tidak seharusnya berada di sini, Aria, Bangunlah,” suara itu berteriak. Apa maksudmu? Aku memang seharusnya berada ditempat dimana kau berada, Allen! “Pergilah, Aria! Tinggalkan tempat ini!” Apa?! Allen! Allen! Tunggu!!
Pernahkah kau merasakan kesendirian yang begitu mendalam? Pernahkah kau berada di satu kondisi dimana kau tidak akan pernah menemukan tempat untuk bersandar? Pernahkah kau merasakan betapa sakitnya hidup tanpa seseorang yang kau cintai? Aku juga tidak pernah sekalipun berpikir bahwa aku akan mengalaminya. Tinggal seorang diri, di sini; di dunia yang luas dan kosong ini, tanpa Allen bersamaku, tanpa Allen di sisiku, tanpa sentuhan-sentuhan dan senyuman hangatnya. Allen meninggal 18 Februari 1987 lalu––9 hari setelah ia memintaku untuk menikah dengannya. Kalender hari ini menunjukkan tanggal 26 November 1988. 84 hari sebelum tanggal peringatan 2 tahun meninggalnya Allen.
Aku bangun dari tempat tidurku, menghela nafas panjang dan merasakan dinginnya angin musim gugur melalui kulitku. Sepertinya sweaterku tidak cukup untuk menjaga agar tubuhku tetap hangat di di malam hari. Aku berjalan menuju kamar mandi, membasuh wajahku dengan air hangat dan menyikat gigi. Bel pintu terdengar begitu nyaring saat aku memakai pakaianku setelah selesai membersihkan diri.
Aku berlari melewati ruang tamu ke arah pintu masuk rumahku yang terbuat dari kayu.
“Miss. Aria Darleen?” seorang pria yang mengenakan topi biru dengan lambang pos bertanya padaku.
“Ya?” jawabku. “Permisi, Miss, saya mengantarkan paket ini untuk anda. Ini, tolong tanda tangan di sini.” Aku menandatangani kertas yang disodorkan padaku. Sebuah paket dari orang tua Allen. Nama mereka tercantum di kolom ‘name-of-the-sender’. “OK, ini dia. Sudah kutandatangani, thanks,” Aku tersenyum sambil memberikan kertas itu pada tukang pos.
“Terima kasih. Permisi, Miss,” balasnya sambil tersenyum. Aku menutup pintu pelan-pelan. Apa yang membuat orang tua Allen memberiku paket ini? Tidak biasanya hal ini terjadi. Aku membawa paket tersebut ke ruang tamu dan mengambil pisau kecil untuk membukanya. Terdapat sebuah kotak berwarna kecoklatan di dalamnya dengan sebuah kertas kecil terlabel di atas kotak.
“Selamat ulang tahun, Aria, wish you all the best. =) Love, Mr. & Mrs. Lloyd”
Oh! Ini hari ulang tahunku––aku benar-benar melupakannya. Aku membuka kotak itu dan melihat isinya. Di dalam kotak itu terdapat sebuah boneka, boneka teddy bear berwarna coklat, membawa miniature cello di tangannya. Astaga….ini boneka yang persis sama dengan boneka yang hendak Allen hadiahkan untukku setahun yang lalu. Aku mengambil telepon genggamku dan menghubungi orang tua Allen.
“Halo?” seorang pria menjawab. “Mr. Lloyd?” tanyaku. “Ya? Siapa ini?” “Umm… well, aku hanya ingin berterima kasih untuk hadiahnya,” kataku. “Oh! Aria! Happy Birthday, sekali la––––” “Apakah itu Aria? Berikan padaku! Berikan teleponnya padaku!” sahut seorang wanita dari seberang––itu pasti Mrs. Lloyd, “Hi, Aria! Aku sangat senang bias mendengar suaramu lagi. Happy birthday! Apa kau suka hadiahnya?” “Hmm…well…itu adalah boneka yang sama persis dengan boneka yang akan Allen berikan padaku tahun lalu…thanks, aku benar-benar menyukainya,” kataku pelan, tersenyum untuk diriku sendiri, "well, sekali lagi terima kasih dan maafkan aku, aku harus pergi, Aku akan’mengunjungi’ Allen hari ini." "Oh…. ia pasti menyukainya……," kata Mrs. Lloyd, "well…sampai jumpa, Aria… terima kasih sudah menghubungi kami."
"OK. Sampai jumpa."
Aku menutup telepon, menyambar mantelku, menyembunyikan sky-blue sweaterku di dalamnya dan melangkah ke pintu. Langit tampak indah hari ini. Awan-awan seolah menikmati permainan mereka di langit musim gugur. Angin bertiup lembut, menerbangkan dedaunan yang gugur berulang-ulang. Aku menghentikan langkahku dan menutup mataku sejenak untuk membiarkan berjuta melodi yang diciptakan bumi melingkupiku.
This is how it should be… Inilah yang selalu ia inginkan dariku …
Aku berjalan melewati kota kecil ini. Melewati rumah-rumah beserta dengan kebahagiaan di dalamnya, ke sebuah pemakaman yang terletak di sisi gereja, dan menghentikan langkahku tepat di depan sebuah batu; dimana nama Allen terukir diatasnya.
“Allen,” kataku pelan, “Hari ini adalah hari ulang tahunku, tidakkah kau ingin memberikan sesuatu untukku?”
Ia tidak menjawab.
Aku mengeluarkan boneka teddy bear yang diberikan oleh orang tuanya untukku dan meletakkannya di atas tempat pemakamannya.
“Allen,” ualngku, mencoba menghibur diriku sendiri. “Ini adalah boneka yang hendak kau berikan padaku tahun lalu, kan? Well, orang tuamu memberikannya padaku pagi ini. Tidakkah boneka ini terlihat menggemaskan? Bahkan orang tuamu telah memberikanku hadiah……” setetes air mata mengalir membasahi pipiku.
Ia tetap tidak menjawab.
Dalam keheningan ini, satu-satunya yang terdengar hanyalah bunyi bel gereja, bernyanyi dengan riangnya seiring dengan tiupan-tiupan lembut dan dingin dari angina musim gugur. Aku menertawakan diriku sendiri, ‘apa yang kau lakukan, Aria?’ hatiku bertanya saat bulir-bulir air mata mulai memenuhi mataku. ‘Apa kau berharap ia akan menampakkan dirinya lagi seperti apa yang telah ia lakukan sebelumnya? Ha-ha-ha… bodohnya…’
Aku membersihkan rok putih panjangku dari tanah-tanah yang menempel di sana dan berdiri di sebelah makamnya. “Aku akan kembali ke rumah, Allen…” kataku, tepat sebelum aku menemukan sebuah kotak di sisi makamnya…sebuah kotak besar, berwarna putih dengan sebuah pita manis yang berwarna merah muda menghiasinya. Aku mengambil kotak itu dan membaca sebuah tulisan yang sepertinya telah terukis begitu lama di sana. ‘A.L & A.D’… Allen Lloyd and Aria Darleen?
Aku membuka pita pink itu perlahan sebelum selanjutnya membuka kotak putih itu. Detik berikutnya, aku merasakan tubuhku tersujud ke tanah karena shock yang ditangkap saraf-saraf otakku karena isi dari kotak itu. Aku tidak mampu menggerakkan kakiku.
Beribu-ribu sketsa dan lukisan terbaring dalam kotak itu; dengan tanda tangan dan tulisan-tulisan Allen menandai tiap lembarnya.
Semua gambar-gambar itu…mendeskripsikan aku…semua emosi-emosiku…ia melukis seluruh kanvas-kanvas dan buku-buku sketsanya dengan wajahku terpampang di setiap lembarnya…semuanya…
Dan setelah aku membaca surat darinya yang kutemukan dalam kotak putih itu, aku tidak dapat menghentikan air mataku. Tidak sanggup menghentikan tangisku…
Allen mencintaiku begitu dalam…dan ia selalu mencintaiku…selalu, sejak semuanya berawal…dan sekarang, untuk hadiah terindah yang baru saja ia berikan padaku, aku ingin bernyanyi untuknya… lagu kami… lagu yang kuciptakan untuknya jauh sebelum ia meninggalkanku…
Aku mulai menyanyikan lagu itu begitu tanpa sadar otakku mengingat semua sentuhan-sentuhannya ketika kami bertemu terakhir kali… mengingat saat-saat ketika aku menyanyikan lagu ini untuk pertama kali di hadapannya… mengingat seluruh kata-katanya ketika ia memintaku untuk menikah dengannya…
“Allen…I love you…” bisikku, “Mungkin perasaan ini akan berakhir kelak… Namun, meskipun hal itu akan terjadi… aku tidak akan melupakanmu… Dalam setiap jalan yang kupilih, tidak satupun akan menghentikanku untuk selalu menyayangimu…Mungkin kau tidak lagi hidup dan berada di dunia ini… Namun, dalam relung hatiku yang terdalam, kau akan tetap hidup…”
Aku menutup mataku sejenak untuk membiarkan I closed my eyes for a second to let my tears wiped by my and took a deep breath. Smiled to myself and left the cemetery in peacefully mind, with Allen’s white-box on my arms…
Tiba-tiba, aku merasakan tangan seseorang menggenggam tanganku…
“Happy birthday, Aria…” sebuah suara yang sangat lembut dan tidak asing bagiku melesat memasuki kedua telingaku.
Aku menoleh dan shock mendapati apa yang ditangkap mataku di sana. Bola-bola mataku terasa hamper keluar dari tempatnya…bibirku terkatup rapat, tidak sanggup mengeluarkan satu patah katapun. Ini kedua kalinya aku melihatnya di sini…
“ALLEN!!!!” teriakku, diiringi dengan menangis yang begitu keras ketika aku berlari menghampirinya.
Allen memelukku erat. Tuhan pasti sangat menyayangiku; Ia memberikanku kesempatan untuk bertemu kembali dengannya…sebuah kesempatan indah untuk bertemu dengan Allen-ku lagi…
Aku tidak dapat menghentikan air mataku. Tidak satu katapun dapat menjelaskan perasaan ini. Tidak satu melodipun dapat bernyanyi lebih indah daripada melodi yang saat ini bersenandung dengan riangnya di hatiku. Aku dapat merasakan sentuhannya…merasakan dirinya…Walaupun ia sudah tiada, tapi aku tetap…
“Aria… my beloved aria*,” kata Allen lembut. “aku merindukanmu…aku selalu merindukanmu…” bisiknya.
Allen…Allen… Allen-ku…Tuhan, bagaimana aku harus menghentikan air mataku? Bagaimana aku harus menghentikan semua kebahagiaan ini?
Allen menatapku dengan matanya yang berwarna kecoklatan. Ia tersenyum. Jemarinya bergerak dari kepala hingga pipiku, membelai mereka dengan lembut.
“Ini adalah kesempatan terakhirku untuk menjumpaimu, Aria,” ia berbisik sedih.
Aku menatap matanya, memulai tangisku lagi…
“Tapi, kenapa….?” tanyaku.
“Tempatku bukan di sini…” ia tersenyum.
“Allen, ini……kamu tidak boleh meninggalkanku begitu saja! Kamu tidak––––”
Allen menciumku …sebuah ciuman hangat yang terbasahi air mata. Seperti terakhir kali ia menciumku… Ia memelukku erat, aku tahu ia tak ingin pergi meninggalkanku…namun, ia harus…pergi…… kami tidak ditakdirkan untuk bersatu…bahkan mungkin, kami tidak dilahirkan untuk bisa bersama …Namun, bagaimanapun…ini adalah kesempatan terakhir bagiku…
“Ini adalah kesempatan terakhir bagi kita …” aku menyuarakan pikiranku sambil membelai wajahnya.“Right…” jawabnya dingin.
Aku menatapnya dan mengecup bibirnya seiring dengan derasnya air mata yang jatuh membasahi pipiku…untuk terakhir kalinya …
“I love you, Aria…”Bibirku mengatup; tidak dapat mengatakan apa-apa.
“I’ll always love you,” bisiknya pelan ketika tubuhnya mulai menghilang, “Always…”
Aku menutup mataku, menyadari bahwa aku memang harus membiarkannya pergi…
“Allen…Terima kasih untuk hadiah ulang tahun yang tidak terlupakan ini …” bisikku, “Mungkin perasaan ini akan berakhir suatu hari nanti…Tapi, walaupun hal itu terjadi…Aku tidak akan melupakanmu…Jalan yang akan kupilih kelak, tidak akan dapat menghentikanku untuk terus mengenangmu…Mungkin kau tidak dapat hidup dalam dunia ini lagi…Namun didalam hatiku, kau akan selalu hidup…”
Aku menutup mataku sejenak untuk nenyapu air mata yang membasahi bola mataku dan menghela nafas. Aku tersenyum pada diriku sendiri dan meninggalkan tempat pemakaman dengan hati yang tenang, membawa kotak kayu milik Allen di lenganku.
Kalian ingin tahu apa yang ditulis Allen dalam suratnya untukku?
Inilah ‘missing-letter’ dari Allen yang ditulisnya untukku…
“Dear Aria,
Maaf karena aku tidak memberitahumu tentang penyakit yang kuderita. Aku yakin kau akan menyalahkan dirimu sendiri karena penyakitku…
Namun, jika sesuatu memang terjadi padaku, berjanjilah kau tidak akan menyalahkan dirimu sendiri karenanya…
All I want you to know is, apapun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu…
Walau suatu hari nanti hidupku tidak lagi berlanjut, aku tidak akan pernah meninggalkanmu…
And I’ll always love you... with every pieces of my heart…
Aria, tidak ada yang perlu kau tangisi lagi…
You said that you love me, right? Itu berarti, bila aku tersenyum, perlihatkanlah juga senyummu itu padaku…
Aria, walaupun aku harus mati, if I’m dying for you, I’d be glad to…
Tidak ada yang lebih berarti daripada mati demi keselamatan orang yang sangat kau cintai…
Aku bahagia sekarang…
Berjanjilah kau akan selalu menjaga agar senyum selalu memancar dari wajahmu di setiap detik dalam hidupmu…
And remember! Jika aku pergi, tidak ada lagi yang dapat menghapuskan air mata dari wajahmu ketika kau menangis, jadi kau tidak boleh menangis lagi…
I love you, Aria…and I’ll always do…
Love,
Allen Lloyd”
The End
N.B: Dearest Readers, sry 4 taking so long.. Ini dh slese lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa skali, tp saia lupa naruh di file yg mana..:psad: ini br nemu…~
Uhux..
N sorry, nda se colourfull yg English version.. > <
@atas: hha..
emg gk byasa klo adenya komen gnian?
wkwkw..
tqqqq..=)
nice story ^^
Terharu nihh baca ceritanya ~~
tanggung jawab ! wkwkwkwkw
Good story ! keep writing !
You're the best !
GBU
@atas
makasiii.. =))
btw ini ada critaku lg, buatna pas lg buntu ide jd klo jeleq maap.. T^T