Yang gw denger, Pemerintah nggak mau nyalahin LAPINDO yahh?
Memang bodoh...
Bisakah Visi 2030 terwujud??
Printable View
Yang gw denger, Pemerintah nggak mau nyalahin LAPINDO yahh?
Memang bodoh...
Bisakah Visi 2030 terwujud??
Nah, ini yang perlu dicermati.
Semburan lumpur sulit dipisahkan dengan gempa Jogya yang terjadi dua atau tiga hari sebelum lumpur. Gempa berkekuatan 5,9 skala richter itu otomatis berpengaruh hingga Jawa Timur.
Pemerintah nggak mau nyalahin LAPINDO ?
Bakri selaku pemilik PT. Lapindo harus membiayai penanggulangan. Karena terjadi di lokasi eksploitasi dimana perusahaannya sudah banyak mengeruk untung. namun sayangnya, perusahaan swasta ini yang tidak faham manajemen bencana. Jadi, adalah salah menganggap ini semua tanggungjawab PT. Lapindo. Tentunya menjalankan manajemen bencana sangat bergantung dana.
Namun yang terjadi dilapangan adalah pemerintah memilih menunggu uang Lapindo keluar, berat mengeluarkan dana cadangan, sementara semburan lumpur tidak menunggu uang Lapindo cair. Ini awal kelambanan pemerintah.
Senin 14 Mei 2007
Warga korban semburan lumpur Lapindo asal Desa Renokenongo yang saat ini melakukan aksi mogok makan di pengungsian Pasar Baru Porong (PBP), merencanakan pada Selasa (15/5) melakukan aksi mengemis bersama, di tiga lokasi yakni di Pasar Pandaan, pertigaan Raya Japanan dan lokasi PBP.
Ketua Paguyuban Rakyat Renokenongo Tolak Kontrak (Pagar-Rekontrak), Sunarto di pengungsian PBP, Senin, menyatakan, aksi mengemis bersama akan dilakukan, karena tuntutan jatah makan diganti uang tunai hingga kini belum ada tanggapan dari Lapindo Brantas Inc.
Sementara itu, Koordinator Hubungan Masyarakat (Humas) Lapindo Brantas Inc, Yuniwati Teryana MBA, meminta warga korban lumpur panas di Porong, Sidoarjo untuk mau menerima fasilitas dalam bentuk uang kontrak dan uang jaminan hidup (jadup).
referensi : http://www.republika.co.id/
Lebih baik pemerintah mengungsikan mereka ke daerah yang bisa untuk dibangun pemukiman baru... sekalian buat desa baru, jadi para korban bisa memulai hidup mereka lagi.....
kata tmn gw kan dosennya ada yg jd timnas lumpur lapindo tsb, dia blg di bwh tuh lumpur ada gunung lumpur jd ga bakal stop ampe bener2 ambis gunung lumpurnya..
Pemerintah akan mencoba teknik counter weight dengan menimbun endapan lumpur di sekitar lubang semburan lumpur di Porong kabupaten Sidoardjo yang diharapkan dapat menekan dan menutup secara bertahap semburan tersebut.
Inti teknik itu, lumpur yang keluar dicounter weight jadi desakan di sumur akan dicover dengan double dam.Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengungkapkan teknik penutupan lubang lumpur tersebut sudah pernah dilakukan di Philipina dan berhasil dengan baik. Dalam kesempatan itu, membawa ahli dari Jepang, Okumura yang merupakan presdir Katahira Engineering, dan pernah menerapkan teknik ini dalam menutup semburan lumpur di Philipina.
Biaya penerapan teknik itu paling besar sekitar Rp600 miliar, tergantung dari besarnya diameter dam yang akan dibuat. Mengenai "Berapa lama semburan bisa dihentikan, kita tidak bisa memastikan. Harus dilihat kondisi luapannya," katanya.
referensi : http://www.antara.co.id/
SETAHUN UDAH LUMPUR LAPINDO
mari kita doakan agar dapad di atasi oleh pemerintah dan mengurusi penduduk yg terkena imbas nya :D
Rabu, 30 Mei 2007
Tambahin keterangan diatas yah..
Suasana haru dan emosional mewarnai peringatan satu tahun lumpur Lapindo di lokasi bencana kemarin. Ratusan warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera I (Perum TAS I) melakukan tabur bunga di bekas rumah mereka yang sudah tertutup lumpur. Pada saat hampir bersamaan, warga empat desa memblokade akses truk pembawa pasir dan batu ke pusat semburan lumpur panas.
Peringatan itu diawali dengan konvoi keliling kota Sidoarjo. Konvoi diawali dari posko warga di Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, kemudian berlanjut di Pendapa Kabupaten Sidoarjo dan Kantor DPRD Sidoarjo. Lalu, mereka menuju ke bekas rumah mereka yang terendam lumpur di Perum TAS 1. Di sini warga menabur bunga sebagai tanda satu tahun lumpur telah menyengsarakan mereka.
Saat menabur bunga dan mengucap doa di kawasan tersebut, banyak warga yang menangis. Beberapa warga, khususnya ibu-ibu, terlihat meneteskan air mata saat melihat deretan rumah mereka yang tinggal atapnya saja. "Dulu kami hidup damai di sini. Tapi, kini semua yang dikumpulkan mulai nol telah rata dengan lumpur," ujar Yuliati, salah seorang peserta tabur bunga, sambil menunjuk rumahnya yang sudah terendam lumpur. Selain mengucap doa dan menabur bunga, warga Perum TAS I juga bersalam-salaman.
Peringatan setahun lumpur Lapindo juga dilakukan warga empat desa yang berada di luar peta terdampak lumpur Lapindo, yaitu Besuki, Kedungcangkring, Mindi, dan Pejarakan. Berbeda dengan warga Perum TAS I, warga empat desa itu memblokade akses truk pembawa pasir dan batu ke pusat semburan lumpur panas. Selain itu, mereka juga menghentikan aktivitas pengaliran lumpur di kanal dan jalur pembuang ke Sungai Porong.
referensi : http://www.jawapos.co.id/
EKONOMI JAWA TIMUR TERANCAM LUMPUH OLEH LUMPUR
Metrotvnews.com, Sidoarjo: Sejak semburan lumpur terjadi, 29 Mei 2006, Selasa (29/5) hari ini, atau setahun semburan menyembur, luapan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, tidak juga berkurang. Bahkan, luapan lumpur telah menghentikan sementara transportasi kereta api dan jalan raya di kawasan Porong. Baru beberapa bulan semburan lumpur meluap, hal tersebut telah menimbulkan kerugian yang dahsyat.
Setidaknya 20 pabrik yang mempekerjakan 2.500 pekerja terendam lumpur. Tanpa kepastian kelanjutan usaha, ribuan buruh telah kehilangan pekerjaan. Lumpur juga merusak infrastruktur, seperti jalan tol, lumpuhnya proses distribusi dan transportasi antarkota. Dari kerugian itu, Provinsi Jawa Timur harus membukukan kerugian lebih dari Rp 13 triliun.
Dengan fakta-fakta itu, tidak berlebihan jika Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan, bencana lumpur panas PT Lapindo Brantas telah memangkas kemampuan pertumbuhan dunia usaha Jawa Timur hingga 30 persen.
Jika bencana ini berlangsung hingga satu tahun, kerugiannya membuat bulu kuduk berdiri. Perhitungan Greenomics Indonesia menyebutkan, Provinsi Jawa Timur harus bersiap kehilangan pendapatan sebesar Rp 33,2 triliun. Jumlah itu memang kurang dari 10 persen produk domestik regional bruto Jawa Timur yang mencapai Rp 469,2 triliun. Namun, jika bencana lumpur berlangsung dalam jangka waktu lama, perekonomian Jawa Timur terancam lumpuh.
Kini, lumpur telah meluas merendam jalur kereta api dan Jalan Raya Porong. Puluhan truk kontainer tertahan dan jalur angkutan bahan bakar minyak dengan kereta juga terhambat. Kondisi nyata ini seolah mempertegas potensi terus membengkaknya kerugian ekonomi di Jawa Timur.(DOR)
KORBAN LUMPUR MENGGELAR WAYANG KULIT DI TUGU PROKLAMASI
Metrotvnews.com, Jakarta: Sekitar 300 warga korban lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Selasa (29/5) malam, kembali mendatangi Tugu Proklamasi, Jakarta. Mereka ke sana untuk memperingati satu tahun meluapnya lumpur PT Lapindo Brantas. Peringatan diisi dengan berbagai acara, seperti pertunjukan wayang kulit dan dialog interaktif. Hadir dalam peringatan itu Ketua MPR Hidayat Nurwahid.
Pertunjukan wayang kulit oleh dalang Ki Entus Susmono membawakan lakon berjudul Punakawan Magih Janji. Dalam lakon itu Ki Entus menggambarkan cerita wayang dengan mengondisikan situasi yang sedang berlangsung di Republik ini.(DOR)
PIPA GAS PERTAMINA DI PORONG MANGKRAK
Metrotvnews.com, Sidoarjo: Pipa gas milik Pertamina yang baru dibangun sepanjang dua kilometer dengan biaya Rp 50 miliar rupiah kini sia sia karena tidak dapat digunakan. Pipa tersebut sempat meledak, November tahun lalu, karena pengaruh lumpur panas PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo. Kini pipa tenggelam oleh lumpur.
Akibatnya, pipa tdak dapat digunakan kembali untuk menyalurkan gas ke sejumlah indusrtri di Jawa Timur, terutama ke Kabupaten Gresik. Pertamina telah menghentikan penyaluran gas ke sejumlah industri di Gresik dan Sidoarjo. Padahal, semula pipa gas ini direncanakan dapat difungsikan minimal selama setahun.(DOR)
Tak banyak yang menduga, bila semburan lumpur panas yang kali pertama terjadi 28 Mei tahun silam di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang tampak tidak begitu besar, kini telah menimbulkan banyak korban.
Hal ini setidaknya menyadarkan semua pihak, bila persoalan lumpur membutuhkan penanganan yang serius. Dengan demikian, penderitaan warga yang menjadi korban lumpur tak semakin bertambah.
Pertengahan Mei silam, sebuah perusahaan Jepang, berencana menerapkan pemasangan cerobong baja atau counterweight double coffer dam. Namun, metode ini tampaknya harus dikaji terlebih dahulu, terutama melihat kondisi bawah permukaan lumpur. Di samping itu ada kekhawatiran jika semburan dihentikan secara mendadak akan memicu terjadinya semburan baru yang justru membahayakan daerah sekitar.
Akankah metode yang awalnya diyakini mampu menghentikan semburan lumpur Lapindo ?
ga yakin, ini emang udah fenomena alam (wew kok jadi gaya sutiyoso wakakak)
soalnya udah bola segala cara ga bisa kan, ini udah gede, susah, ga bisa diapa-apain
Satu perusahaan lagi korban lumpur Lapindo Brantas Inc., PT Bina Mandiri Maju Gemilang, Jumat mendapat pencairan ganti rugi dalam bentuk jual beli "bussiness to bussiness" dengan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) senilai Rp4,9 miliar yang dibayarkan secara bertahap.
Perusahaan ini berdiri di atas tanah seluas 34.850 meter persegi terbagi atas 32 bidang bersertifikuat di Kelurahan Jatirejo, Porong Sidoarjo dan belum sempat dibangun.
Wakil Presiden PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla menolak menyebutkan skema jual beli ganti rugi bertahap yang dilakukan secara "bussiness to bussiness" itu secara detail, namun menurut dia, penyelesaian pembayaran dilakukan dalam dua tahun secara bertahap, sama dengan delapan perusahaan lain yang sudah dibayarkan ganti ruginya.
Selain membayarkan jual beli ganti rugi pada sebuah perusahaan, PT MLJ juga kembali melakukan pembayaran jual beli ganti rugi tanah sawah dan pekarangan bersertifikat untuk tujuh pemilik warga Kelurahan Jatirejo (tiga orang), Kelurahan Siring (tiga orang), Porong dan Desa Kedung Bendo Tanggulangin (satu orang).
Luas tanah yang diganti rugi dengan mekanisme jual beli ini mencapai 8.472 meter persegi untuk tanah sawah dan 215 meter persegi untuk tanah pekarangan senilai total Rp1,2 miliar.
Pembayarannya tetap dengan pencairan 20 persen uang muka dan sisanya dibayarkan sebulan sebelum masa kontrak dua tahun berakhir.
Dengan pembayaran ganti rugi tahan ke-12 ini, tambah Andi, berarti total nilai transaksi yang dibukukan sejak pertama adalah Rp73,2 miliar, dimana 20 persen-nya untuk uang muka senilai Rp14,6 miliar sudah diterima warga korban lumpur.
referensi : http://www.republika.co.id/
Minggu, 17/06/2007 12:55 WIB
Buang Lumpur Ke Laut, Pemerintah Mau Menang Sendiri
Irawulan - DetikSurabaya
Surabaya - Rencana pemerintah untuk membuang lumpur ke Selat Madura ditentang oleh Pakar Lingkungan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suparto Widjojo. Pembuangan lumpur ke Kali Porong akan merugikan nelayan dan merusak ekosistem.
Menurutnya, rencana ini sangat tidak populis dan merugikan masyarakat. "Saya tidak setuju. Cara ini memperluas areal bencana. Pemerintah mau enaknya sendiri," kata Suparto saat dihubungi detiksurabaya.com, Minggu (17/6/2007).
Menurut Suparto, alangkah baiknya pemerintah kembali ke rencana awal yang akan memanfaatkan lumpur untuk industri seperti keramik, genteng dan batu bata.
Padahal waktu 3 bulan lumpur menyembur, rencana itu sudah diungkapkan pemerintah. "Kenapa harus dibuang. Kalau bisa dimanfaatkan kenapa tidak. Dari sisi ekonomi itu sangat menguntungkan," ungkapnya.
Padahal menurutnya, jika pemerintah konsisten dengan rencana tersebut, akan menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat korban lumpur. Lagipula kata Suparto pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak untuk rencana pemanfaatan lumpur.
"Bangunan untuk membakar batu bata kan nggak butuh duit banyak. Kenapa tidak dilakukan," ujarnya.
Suparto berharap, pemerintah untuk memikirkan kembali rencana tersebut. Karena, kalau pemerintah masih ngotot membuang lumpur ke Selat Madura akan merusak ekosistem yang ada. "Banyak nelayan yang akan terpuruk. Sedimentasi akan terjadi. Pemerintah harus mikirlah," tandasnya.
Menurut staf ahli Menteri Lingkungan Hidup ini, jika Pemerintah Provinsi Jatim sampai mengijinkan pembuangan lumpur ke Selat Madura adalah sesuatu hal yang konyol.
"Pemerintah maunya menang sendiri. Sekali lagi saya tidak setuju," tegas Suparto. (wln/bdh)
http://www.detiksurabaya.com/indexfr.../idnews/794604
Sidoarjo Harus Dikosongkan, Warga Resah
SIDOARJO - Pernyataan Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta yang menyebutkan Sidoarjo harus dikosongkan karena tingginya laju penurunan tanah di sekitar pusat semburan di Porong, Sidoarjo, telah membuat warga Sidoarjo resah.
"Warga menjadi takut dan resah," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo Sumi Harsono di ruangannya. Menurut dia, jika pernyataan Menteri Bappenas itu benar dan laju penurunan tanah sangat tinggi terjadi di Sidoarjo, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo harus membuat langkah-langkah antisipasi jika tanah di sekitar pusat semburan ambles secara tiba-tiba. Kebijakan pengosongan Sidoarjo juga harus didahului dengan pengukuran yang valid dan akurat.
"Jangan seperti yang selama ini terjadi, sudah ada korban baru bertindak. Langkah-langkah antisipasi harus segera dibuat, sehingga nantinya kalau betul-betul ambles warga sudah tahu apa yang harus dilakukan," kata Sumi yang mengatakan akan mendesak Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk membuat langkah-langkah antisipasi.
Sumi juga mendesak agar penurunan tanah itu diawasi secara rutin. Jika ada penurunan yang mengkhawatirkan, masyarakat harus langsung diberitahu.
Jumat, 29 Juni 2007
Trenyuh ketika Anak Merengek Minta ke Ancol
Sudah empat hari ini ratusan korban lumpur Lapindo, Sidoarjo, keleleran di Jakarta. Mereka bertekad akan berada di ibu kota sampai tuntutannya soal pembayaran ganti rugi benar-benar dikabulkan. Sanggupkah mereka bertahan?
FAROUK ARNAZ, Jakarta
Tiga pria berusaha membentangkan terpal biru di kawasan Tugu Proklamasi, kemarin sekitar pukul 10.00. Mereka akan menjadikan terpal tersebut sebagai tempat berteduh untuk melindungi tubuh dari guyuran hujan yang turun pagi itu.
Dalam keadaan tubuh yang basah kuyup, tiga pria tersebut terus bekerja mendirikan terpal. Mereka bahu-membahu. Ada yang mencari kayu, ada yang mencari tali. Terpal lain yang mereka jadikan alas tak bisa dipakai karena basah terkena air hujan.
Tak berapa lama, angin pun berembus menggoyang pohon asam di kawasan tersebut. Imam Mustofa, 50, salah seorang di antara tiga pria tersebut, mengeluarkan sebatang rokok yang tinggal separo dari saku celananya. Selanjutnya, rokok itu dinyalakan, sekadar untuk melawan dingin.
Selama berada di Jakarta, Imam dan dua temannya memang tinggal di Tugu Proklamasi, tepatnya di dekat pohon asam tersebut. Warga korban lumpur Lapindo lainnya memilih mengungsi di beberapa tempat.
Misalnya, ada yang di kantor Kontras (300 meter sebelah timur Tugu Proklamasi), kantor Kesatuan Penerus Perjuangan Indonesia (seberang Tugu Proklamasi), pos keamanan Tugu Proklamasi, serta gudang Gedung Perintis Kemerdekaan di kompleks Tugu Proklamasi. Untuk makan sehari-hari, kebanyakan mereka mengandalkan sumbangan donatur asal Jawa Timur yang tinggal di Jakarta. "Untuk makan, insya Allah kami tak akan kekurangan. Banyak donatur yang siap membantu kami," kata Imam.
Hidup menggelandang di Jakarta tak mengendurkan semangat Imam untuk terus memperjuangkan haknya. "Bagi kami, ini belum ada apa-apanya. Mas," kata Imam yang sudah tiga kali datang dan berjuang di Jakarta tersebut.
"Karena itu, kami akan terus berjuang di sini," tegas pria mantan penjual nasi di Pasar Kedung Bendo, Tanggulangin, tersebut.
Bukankah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berhasil memaksa PT Lapindo Brantas untuk secepatnya menyelesaikan pembayaran ganti rugi kepada warga? Ditanya seperti itu, Imam masih belum percaya seratus persen.
"Meski janji itu datang dari presiden, kami masih belum tenteram. Lebih dari setahun kami hidup seperti ini, sedangkan orang-orang seperti Ical (panggilan Menko Kesra Aburizal Bakrie, Red) hidup enak di rumahnya yang mewah tanpa kena hujan. Dia memang pantas dibenci rakyat republik ini," ungkap Imam emosional.
Rumah mewah Ical tak seberapa jauh dari Tugu Proklamasi. Tepatnya di Jl Ki Mangun Sarkoro, sekitar 910 meter ke arah barat. Rumah itulah yang kemarin akan dijadikan sasaran unjuk rasa warga korban lumpur, termasuk Imam dan dua temannya tersebut. Namun, aksi itu ditahan polisi. Sekitar 75 anggota Polres Jakarta Pusat (Jakpus) dan Polsek Menteng yang bersiaga di persimpangan Jl Ki Mangun Sarkoro dan Jl Surabaya -sekitar 300 meter sebelah timur rumah Ical- tak mengizinkan warga masuk lebih jauh.
"Ini aturan undang-undang. Saya tidak bisa mengizinkan siapa pun untuk berdemo di kediaman pribadi," tegas Kasat Samapta Polres Jakpus Kompol Eddy Purbosusianto.
Awalnya, massa yang terdiri atas lelaki dan perempuan dewasa bersama anak-anak itu mencoba menawar. "Pak, dia (Ical) yang bikin huru-hara di rumah kami dibiarkan, sedangkan kami yang datang dengan damai malah dilarang," ujar Nafiah setengah berteriak.
Tapi, teriakan Nafiah itu tak dihiraukan polisi. Teriakan sahut-menyahut dari warga pun terdengar memekakkan telinga. Apalagi, sejumlah bocah yang ikut dalam aksi tersebut ikut-ikutan berteriak.
Agus Hariyanto, koordinator lapangan, mengambil alih. Dia menyeru agar warga mendatangi kantor Ical di Kementerian Kesra di Jl Medan Merdeka Barat. Mengendarai tiga metromini sewaan hasil bantuan donatur warga Jatim di Jakarta, mereka meluncur ke kantor Ical. Tapi, toh sama saja. Ical tak ada di sana. Puas berdemonstrasi, sepuluh korban Lapindo diterima untuk beraudiensi.
"Bapak ikut rombongan bapak presiden ke Ambon. Apa saja yang Anda sampaikan akan kami sampaikan kepada beliau," kata Kabiro Umum Menko Kesra Natiyo Ngayoko.
Rois, salah seorang yang diajak dalam audiensi, tetap tak puas. "Kalau tidak ada Ical, tidak. Tolong agendakan dengan dia pada Senin besok," tegasnya.
Tak lebih dari 20 menit, mereka bergegas keluar. Teh botol yang disediakan di meja tidak mereka sentuh. Setelah itu, mereka kembali ke Tugu Proklamasi berjalan kaki. "Capek memang, Mas. Tapi, bagaimana lagi, ini perjuangan," kata Ruli Sitanggang yang datang ke Jakarta bersama dua anak dan suaminya itu.
Bukan soal fisik atau kondisi yang serbaminim yang dikeluhkan Ruli. Dia paling trenyuh kalau sang buah hati, Oktorally Mega Yudha,7, dan Bharata Febrian Putrayudha, 5, merengek meminta pulang atau ingin berjalan-jalan ke sejumlah tempat hiburan di Jakarta.
Ruli tak kuasa menuruti karena kondisi keuangan yang mepet. "Anak-anak ingin ke Dufan atau Ancol. Tapi, bagaimana? Kami ke sini untuk berjuang dapat rumah. Mungkin nanti kalau kami sudah punya rumah," ujarnya.
Bharata, jebolan siswa nol besar yang harus berhenti sekolah karena sekolahnya di TK Kencana, Perumtas, terendam lumpur itu berkata, "Lapindo, cepet bayaren."
referensi : http://www.jawapos.com/