TKW Asal Cianjur Tak Terima Gaji Enam Tahun
CIANJUR (SINDO) – Siti Nurjamilah, 27, seorang TKW asal Kampung Lemburtengah RT 06/01 Desa Salamnunggal, Kec Cibeber, Kab Cianjur, yang bekerja di Kuwait, selama enam tahun tak menerima gaji.
Untuk ongkos pulang ke Indonesia pun dia hanya diberi uang oleh majikannya yang bernama Naif Said Dhafiri sebesar Rp1,8 juta. Fakta ini terbongkar setelah Siti tiba di Tanah Air. Pihak keluarga mengaku, selama ini gaji bulanan Siti tak pernah dikirim.Siti memang tak pernah mempersoalkan gaji karena majikannya selalu memberikan bukti pengiriman uang kepada keluarganya di Cianjur. ”Saya tidak pernah sekalipun memegang uang gaji.
Menurut majikan saya, uang gaji setiap bulannya dikirimkan kepada keluarga saya di Cianjur,” ungkap Siti. Majikannya selalu menunjukkan bukti pengiriman melalui jasa Western Union dengan nomor resi 6834109387. Begitu juga saat ingin pulang ke Tanah Air setelah enam tahun bekerja, dia tanpa kesulitan diizinkan pulang dan dibekali ongkos sebesar Rp1,8 juta. Namun, betapa kagetnya saat dia konfirmasi keluarganya soal gaji bulanan yang mestinya dia terima.Ternyata,gajinya tak pernah dikirimkan. ”Saat tiba di rumah dan menanyakan kiriman uang gaji, ternyata keluarga saya tidak pernah diterima,” ungkapnya.
Karena penasaran, dia mengecek ke Kantor Pos dan Giro di Cianjur.Dari keterangan petugas, ternyata resi yang selama ini selalu majikan saya perlihatkan itu ternyata kosong. Siti mengaku berangkat ke Kuwait melalui PJTKI PT Nur Afi Ilman Jaya yang beralamat di Kampung Melayu Kecil III No 29 Kel Tebet, Jakarta Selatan. ”Pada 8 Agustus 2001, saya akhirnya berangkat ke Kuwait dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Nama majikan saya Jalil,”ujarnya. Di tempat tersebut, Siti hanya bekerja selama dua bulan dan hanya mendapatkan gaji sebesar 80 dinar.
Pada saat Siti bermaksud keluar kerja dari Jalil, agensi yang berada di Kuwait menggeledah dan merampas uang gajinya. ”Ternyata setelah uang gaji saya diambil, agensi tersebut mempekerjakan kembali saya kepada majikan baru yang bernama Naif Zaid Dhafiri,”tutur Siti. Kuasa hukum Siti, Gingin Yonagie,berjanji akan meminta pertanggungjawaban pihak PJTKI yang memberangkatkan kliennya. ”Mereka tidak boleh lepas tanggung jawab begitu saja karena klien saya bukan TKI ilegal. Beliau resmi diberangkatkan ke Kuwait oleh perusahaan mereka,”tegas Gingin.
referensi : http://www.seputar-indonesia.com/
Penghentian Pengiriman TKI ke Malaysia Disoal
JAKARTA (SINDO) – Wakil Ketua Komisi IX DPR Burzah Zarnubi menolak keras usulan penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia.
Alasannya, pemerintah belum bisa menciptakan lapangan kerja bagi para TKI tersebut. Untuk itu, dia meminta pemerintah harus lebih mengutamakan diplomasi terlebih dahulu. Perlakuan buruk yang dialami TKI di Malaysia merupakan bukti diplomasi RI terhadap Malaysia masih sangat lemah.
“Selama ini diplomasi kita itu tidak pernah memperjuangkan nasib TKI yang teraniaya,” kata Burzah kepada SINDO di Jakarta,kemarin. Buktinya, lanjut dia, belum terlihat adanya sikap tegas, baik dari Menteri Luar Negeri, Kedutaan Besar RI, maupun utusan diplomat Indonesia yang benar-benar memperjuangkan TKI.
Misalnya, menuntut pemerintah Malaysia memproses hukum para pelaku penganiaya TKI. Akibatnya, kata dia, lambat laun menimbulkan kesan bahwa Indonesia tidak memiliki harga diri di mata negara lain.“Kapan ada majikan di Arab Saudi atau di Malaysia yang pernah dihukum karena menganiaya atau memperkosa TKI kita.
Tidak pernah ada itu,”tegasnya Burzah juga menilai, banyaknya warga Indonesia yang memilih bekerja di Malaysia karena pemerintah tidak menjamin rakyatnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri. Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno pada Sabtu (13/10) lalu mengatakan siap menghentikan pengiriman TKI ke Malaysia asakan kebijakan itu muncul atas keputusan politik antara Pemerintah dan DPR.
Berbeda dengan Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah. Dia mengapresiasi pernyataan Erman. “Sudah seharusnya pemerintah menunjukkan sikap tegas dan berani terhadap Malaysia,” kata Anis. Menurut dia,penghentian itu mampu meningkatkan posisi tawar politik pihak Indonesia di mata pemerintah negeri jiran agar lebih menghargai TKI.
referensi : http://www.seputar-indonesia.com/
Ke Korea Selatan, Saat Negeri Ginseng Jadi Primadona Baru TKI
Mampu Kirimi Keluarga Rp 6 Juta Per Bulan
Lebaran juga dinikmati para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengadu nasib di Korea Selatan. Berikut laporan wartawan Jawa Pos RIDLWAN HABIB pulang ke tanah air bersama para pahlawan devisa dari Negeri Ginseng itu.
----
WAJAH Hartono, warga Kepanjen, Malang, hari itu tampak berseri-seri. Dengan disertai tujuh TKI lainnya, pria 24 tahun itu sedang menunggu boarding ke pesawat di Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan, untuk perjalanan "mudik" ke tanah air.
Mereka terlihat saling bercanda. Dandanan mereka juga gaul. Rambut dipanjangkan dan pakaian kasual ala anak muda Korea. "Tahun ini yang mudik lebih banyak dibanding tahun sebelum-belumnya," kata Hartono yang akan terbang dengan Korean Air itu.
Alumnus STM ini cukup beruntung. Pada 2004 dia mencoba melamar melalui sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga kerja di Surabaya. "Saya masuk Korea Selatan pada September 2004, jadi sudah tiga tahun lebih sebulan," katanya.
Di Korsel, Hartono tinggal di mess karyawan. Lokasinya di Gwang Jin Gu, Seoul. Dia tinggal bersama rekan-rekan kerjanya yang rata-rata dari Asia. "Kebanyakan dari Malaysia, India, Bangladesh," kata pria yang bertugas di bidang perawatan mesin generator kapal itu.
Bagaimana rasanya kerja di Korsel ? "Alhamdulillah saya bisa menolong dan membahagiakan orang tua saya," jawabnya lalu tersenyum.
Tiga tahun membanting tulang di Negeri Ginseng, Hartono kini sudah punya modal untuk menyunting gadis pilihannya, Sulastri, yang fotonya dipandangi tiap malam sebelum tidur. "Saya menabung tiap bulan Mas," katanya malu-malu.
"Dia teman SMP saya, tetangga desa," tambahnya sambil menunjukkan foto seorang wanita berambut panjang yang tersimpan di dompet. Tahun depan, akhir Januari Hartono akan menikahi Sulastri.
Lain Hartono, lain pula Aris Jatmiko. Pria sulung tiga bersaudara itu menjadi tumpuan utama keluarganya di Trucuk, Bojonegoro, Jawa Timur. "Saya buru-buru pulang karena adik bungsu saya mau dilamar orang. Sebenarnya saya ingin pulang awal tahun (2008) sekalian mengurus dokumen perpanjangan kontrak, " ujar pria lajang itu.
Setiap bulan Aris mengaku selalu mengirim kabar dan uang ke kampung halaman. Aris merantau ke Ansan, Korsel, sejak empat tahun lalu. Dia bekerja di pabrik daur ulang. Tiap bulan, Aris mengaku bisa menabung hingga 600.000 won (sekitar Rp 6 juta). "Alhamdulillah Mas bisa mencukupi," katanya.
Di Korea, Aris aktif menjalin komunikasi dengan rekan-rekan sesama TKI yang bekerja di sana. "Bulan puasa lalu kami juga mengadakan buka puasa bersama," katanya.
Di Korsel ada komunitas dakwah Ikatan Keluarga Muslim Indonesia (IKMI). Lembaga yang beralamat di Guro-gu, Guro-dong 458-10, Seoul. "Bulan lalu kami mengundang AA Gym dalam tabligh akbar di Taegu dan Ansan," katanya.
IKMI yang berdiri sejak Agustus 1997 itu juga aktif memfasilitasi TKI yang ingin dibantu dalam pengurusan dokumen-dokumen imigrasi di Korea. "Hubungan dengan KBRI Seoul sangat harmonis," tambahnya.
Aris menjelaskan, IKMI juga memfasilitasi TKI yang akan menikah di Korea. "Biasanya diadakan tiap hari Ahad di Musola Guro," katanya. Salah satu syaratnya, selain dokumen pengurusan surat nikah dari Indonesia, juga ada surat pernyataan menerima wali hakim bagi pihak mempelai perempuan.
Selain masalah pernikahan, para TKI juga saling berkirim kabar jika ada yang terkena musibah. "Bulan lalu ada juga yang meninggal dunia karena sakit, kami bantu mengurus pemakamannya," katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan (BNP2) TKI Jumhur Hidayat menjelaskan, hingga menjelang akhir semester pertama tahun ini Indonesia mampu menempatkan 1.132 orang TKI di Korea Selatan (Korsel). Angka itu masih jauh dari kuota yang diberikan negara itu, yakni 9.000 TKI untuk dipekerjakan di sektor formal (pabrik).
"Jika mampu menenuhi 9.000, tahun depan kita berpeluang mendapatkan alokasi 14.000 orang," kata Jumhur.
Korea, kata dia, membuka peluang bagi tenaga kerja asing sebesar 89.000 orang. Sebesar 40.000 dialokasikan untuk Tiongkok a dan sisanya diperebutkan enam negara, antara lain Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Banglades.
Sebagai Kepala BNP2TKI, Jumhur menyatakan akan berjuang keras untuk mencapai target tersebut. Hanya, dia mengakui untuk mencapainya perlu kerja keras. Tahun lalu, sebelum BNP2 TKI terbentuk, Depnakertrans juga gagal menempatkan sekitar 3.000 TKI ke Korsel arena tidak ada program promosi pasar kerja ke sana.
Untuk melakukan percepatan program penempatan TKI ke negeri ginseng itu, BNP2TKI membentuk Komite Penanganan TKI Korea yang beranggotakan 30 orang. Mereka terdiri atas unsur pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat.
referensi : http://www.indopos.co.id/