Ada Apa dengan Teori Evolusi?
Ada Apa dengan Teori Evolusi?
Sebagian orang yang pernah mendengar "teori evolusi" atau "Darwinisme" mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia.
Filsafat tersebut adalah "materialisme", yang mengandung sejumlah pemikiran penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia.
Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran ini juga mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan masyarakat dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif, yang hanya memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian tidak akan pernah memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan, loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga tatanan sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena itulah, materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai yang mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.
Karl Marx dengan jelas menyatakan bahwa teori Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi materialisme, dan tentu saja bagi komunisme. Ia juga menunjukkan simpatinya kepada Darwin dengan mempersembahkan buku Das Kapital, yang dianggap sebagai karya terbesarnya, kepada Darwin. Dalam bukunya yang berbahasa Jerman, ia menulis: "Dari seorang pengagum setia kepada Charles Darwin".
Satu lagi kejahatan materialisme adalah dukungannya terhadap ideologi-ideologi anarkis dan bersifat memecah belah, yang mengancam kelangsungan kehidupan negara dan bangsa. Komunisme, ajaran terdepan di antara ideologi-ideologi ini, merupakan konsekuensi politis alami dari filsafat materialisme. Karena komunisme berusaha menghancurkan tatanan sakral seperti keluarga dan negara, ia menjadi ideologi fundamental bagi segala bentuk gerakan separatis yang menolak struktur kesatuan suatu negara.
Teori evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Origin of Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan "Inilah buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami"1
Namun faktanya, temuan-temuan baru ilmu pengetahuan modern telah membuat teori evolusi, dogma abad ke-19 yang menjadi dasar pijakan segala bentuk ajaran kaum materialis, menjadi tidak berlaku lagi, sehingga ajaran ini - utamanya pandangan Karl Marx - benar-benar telah ambruk. Ilmu pengetahuan telah menolak dan akan tetap menolak hipotesis materialis yang tidak mengakui eksis-tensi apa pun kecuali materi. Dan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa segala yang ada merupakan hasil ciptaan sesuatu yang lebih tinggi.
Tujuan penulisan buku ini adalah memaparkan fakta-fakta ilmiah yang membantah teori evolusi dalam seluruh bidang ilmu, dan mengungkapkan kepada masyarakat luas tujuan sesungguhnya dari apa yang disebut "ilmu pengetahuan" ini, yang ternyata tidak lebih dari sebuah penipuan.
Perlu diketahui bahwa evolusionis tidak memiliki bantahan terhadap buku yang sedang Anda baca ini. Mereka bahkan tidak akan berusaha membantah karena sadar bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat setiap orang semakin paham bahwa teori evolusi hanyalah sebuah kebohongan.
Manusia bukan evolusi dari kera
Telah lama paduan suara kaum evolusionis menebarkan keyakinan tak mendasar bahwa hanya terdapat perbedaan genetik tipis antara manusia dan simpanse. Di dalam setiap tulisan evolusionis Anda dapat membaca kalimat semacam ini “kita 99% sama dengan simpanse” atau “hanya ada 1% DNA yang menjadikan kita manusia”. Meskipun belum ada perbandingan yang ilmiah yang dilakukan antara genom manusia dan simpanse, ideologi Darwinisme membawa mereka menganggap bahwa hanya ada sedikit perbedaan antara kedua spesies.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa propaganda kaum evolusionis dalam hal ini – seperti juga dalam hal lain – sangatlah tidak benar. Manusia dan simpanse tidak sama 99%. Kesamaan genetik ternyata menunjukkan kurang dari 95%. Dalam satu berita yang dilansir CNN.com, bertajuk “Manusia, simpanse, lebih berbeda dari yang dikira”, mereka menulis sebagai berikut:
Ada lebih banyak perbedaan antara simpanse dan manusia daripada yang dipercayai sebelumnya, berdasarkan sebuah penelitian genetik terbaru.
Ahli biologi telah lama mempercayai bahwa 98.5% gen-gen simpanse dan manusia adalah sama. Tetapi Roy Britten, ilmuwan pada California Institute of Technology, menyatakan dalam tulisan yang diterbitkan minggu lalu bahwa cara baru membandingkan gen-gen tersebut menunjukkan bahwa kesamaan manusia dan simpanse hanya sekitar 95%.
Britten mendasarkan ini pada program komputer yang membandingkan 780.000 dari 3 miliar pasangan basa dalam DNA manusia dengan milik simpanse. Ia menemukan lebih banyak ketidaksamaan dari apa yang disimpulkan peneliti sebelumnya, dan menyimpulkan bahwa paling tidak 3.9% dari DNA tadi berbeda.
Hal ini membawa ia pada kesimpulan bahwa ada perbedaan genetik yang mendasar antara kedua spesies sekitar 5 persen.i
New Scientist, majalah ilmiah terkemuka dan pendukung kuat dari Darwinisme, melaporkan hal berikut ini tentang hal tersebut di dalam sebuah artikel berjudul “Perbedaan DNA Manusia-Simpanse Terguncang”:
Kita lebih unik dari yang dikira sebelumnya, berdasarkan perbandingan baru antara DNA manusia dan simpanse. Telah lama dipercaya bahwa kita mempunyai 98.5% persamaan genetik dengan saudara terdekat kita. Hal itu sepertinya salah. Faktanya, kita memiliki kurang dari 95% persamaan dalam materi genetik, peningkatan variasi sebesar tiga kali lipat antara kita dan simpanse.ii
Boy Britten dan evolusionis yang lain tetap mengkaji hasil tersebut dalam kerangka teori evolusi, meskipun sebenarnya tidak ada alasan untuk hal tersebut. Teori evolusi tidak didukung oleh catatan fosil maupun data genetik dan biokimia. Sebaliknya, bukti-bukti menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kehidupan yang berbeda-beda muncul di muka bumi dengan tiba-tiba tanpa ada nenek moyang antara dan bahwa kekompleksan sistem mereka membuktikan adanya ‘desain cerdas’.
Sama Desain, bukan Sama Nenek Moyang
Tetapi apakah persamaan genetik antara manusia dan simpanse – bahkan sebesar 95% - mempunyai arti? Untuk menjawabnya, kita harus melihat gambaran secara menyeluruh.
Ketika kita melihat perbandingan genetik secara umum, kita menemukan persamaan yang mengejutkan yang tidak sesuai dengan yang dianggap sebagai hubungan evolusi antar spesies. Contohnya, analisa genetik menunjukkan persamaan sebesar 75% antara DNA sejenis cacing dengan manusia.iii Berdasarkan pohon kekerabatan yang dibuat oleh evolusionis, phylum Chordata, yang didalamnya termasuk manusia, dan phylum Nematoda (cacing) tidak bertemu bahkan sejak 530 juta tahun yang lalu. Karena itu, persamaan 70% - sebuah angka yang sangat tinggi untuk manusia dan cacing, yang mempunyai bentuk yang sangat berbeda – tidak menunjukkan hubungan evolusi sama sekali.
Di lain pihak, analisa pada beberapa protein menunjukkan kekerabatan manusia dengan makhluk yang lain lagi. Dalam sebuah penelitian oleh para peneliti di Cambridge University, beberapa protein dari vertebrata darat dibandingkan. Anehnya, dalam hampir semua contoh, manusia dan ayam dikelompokkan sebagai kerabat dekat. Kerabat terdekat berikutnya adalah buaya.iv
Hasil ini, bersamaan dengan yang lain, menunjukkan bahwa persamaan genetik antara manusia dan hewan, dan antara hewan sendiri, tidak cocok dalam semua pola evolusi. Dengan kata lain, alasan dari persamaan itu tidak bisa ‘persamaan nenek moyang’ sebagaimana yang dipercaya teori evolusi.
Lalu apa alasannya? Ketika kita mengkaji ulang hal ini, kita akan melihat bahwa persamaan tersebut berakar dari kenyataan bahwa semua bentuk kehidupan mempunyai fungsi yang mirip dan tentunya kebutuhan yang mirip pula. Sebagaimana telah kami terangkan dalam artikel kami sebelumnya, “”, tentu amat beralasan bagi tubuh manusia untuk mempunyai beberapa kemiripan molekuler dengan makhluk yang lain karena mereka semua terbentuk dari molekul yang sama, mereka menggunakan air yang sama dan juga udara, dan mereka mengkonsumsi makanan yang mengandung molekul yang sama. Pastilah metabolisme dan akhirnya susunan genetik mereka akan mirip satu sama lain. Meskipun demikian, ini tidak menjadi bukti bahwa mereka berevolusi dari nenek moyang yang sama.
Lalu, dalam hal itu, apa penjelasan ilmiah yang dapat diberikan untuk kesamaan struktur dan genetik antar makhluk hidup? Jawaban pertanyaan itu telah diberikan sebelum teori evolusi Darwin mendominasi dunia ilmu pengetahuan. Ilmuwan semacam Carl Linnaeus dan Richard Owen, yang pertama kali mengangkat tema kesamaan dalam makhluk hidup, melihat bahwa hal itu merupakan contoh dari “kesamaan desain”. Dengan kata lain, organ yang mirip atau gen yang mirip menyerupai satu sama lain bukan karena mereka berevolusi secara kebetulan dari satu nenek moyang, melainkan karena mereka telah didesain secara sengaja untuk melakukan satu fungsi tertentu.
Penemuan ilmiah moderen menunjukkan bahwa klaim kesamaan dalam makhluk hidup adalah karena penurunan dari satu ‘nenek moyang’ tidaklah benar. Satu-satunya penjelasan yang rasional untuk kesamaan tersebut adalah “kesamaan desain” atau Penciptaan.
(i) http://www.cnn.com/2002/TECH/science....ap/index.html
(ii) Human-chimp DNA difference trebled - 23 September 2002 - New Scientist
(iii) New Scientist, 15 May 1999, p.27
(iv) New Scientist v.103, 16 August 1984, p.19
sumber : Harun Yahya - An Invitation to The Truth