Solo menuju Megapolis
Kota Solo dalam beberapa tahun ke depan sangat mungkin akan berubah wajah. Lebih gemerlap, lebih metropolis. Kota yang telanjur dikenal sebagai kota budaya ini akan dikepung bangunan apartemen dengan tinggi menjulang, hampir menyentuh ketinggian 100 meter.
Secara agak mengejutkan, tiga apartemen akan berdiri di Kota Solo, seolah membentuk segitiga raksasa dari Solo Center Point di kawasan Purwosari, Kusuma Mulia Tower di Ngapeman hingga Solo Paragon di bekas RSUD dr Moewardi di Mangkubumen. Masing-masing dilengkapi dengan fasilitas mall, hotel, city walk, ball room, dan lain-lain. Solo Paragon bahkan direncanakan akan dilengkapi dengan empat tower di keempat pojoknya, membentuk kawasan blok yang mandiri.
Selain tiga pembangunan gedung highrise itu, juga sedang dibangun Hotel Ibis di belakang Novotel, dua buah hotel lagi konon sedang disiapkan di kawasan sekitar benteng Vastenburg dan di pusat Kota Solo.
Perkembangan di Solo diikuti percepatan di kawasan selatan melalui Solo Baru dan di timur melalui Palur. Dirut Pondok Solo Permai (PSP) Kunto Harjono saat bertemu SOLOPOS FM beberapa waktu lalu, mengatakan akan ”menyulap” gedung bekas Atrium menjadi The Terzetto, yang dilengkapi semacam restoran gantung. PSP juga sudah menyiapkan Grand Soba Hotel di depan sekolah internasional Singapore Piaget Academy, dan tidak jauh dari megaproyek Pandawa Water World. Sementara di Palur sedang dibangun Palur Plasa, seolah menegaskan kota-kota satelit di sekitar Solo pun menggeliat.
Lantas fenomena apa ini? Mengapa bukan Yogyakarta, bukan pula Semarang yang notabene adalah ibukota provinsi. Kedua kota itu sejauh ini belum mempunyai bangunan highrise di atas 20 lantai. Apakah potensi pasar Solo ke depan sedemikian feasible ataukah proyek-proyek itu sekadar mengejar prestis semata?
Sejumlah teman dari Jakarta yang beberapa waktu lalu mengunjungi Solo juga terkaget-kaget melihat fenomena ini. ”Punya dua mall saja yang satu masih sepi, ini mau tambah beberapa mall lagi. Apa ntar ada yang beli,” katanya.
Tapi, hebatnya, masing-masing tim pemasaran tiga apartemen itu mengklaim sudah laku lebih dari 30%, padahal apartemen itu baru siap dihuni beberapa tahun lagi. Saat ngobrol dengan salah seorang agen properti terkemuka di Solo, beberapa waktu lalu, dia juga tak kurang rasa herannya.
”Terus terang saya juga heran, kok banyak orang berani bikin apartemen di Solo. Sudah jelas pasarnya bukan hanya orang Solo, namun orang luar kota, termasuk Jakarta atau kota besar lainnya yang ingin tinggal di Kota Solo,” kata dia.
”Tapi meski begitu saya tetap heran. Ini luar biasa lho. Dalam waktu tak lama lagi, Solo akan berkembang pesat, bahkan perkembangan ini tidak dimiliki oleh Bandung. Solo akan menjadi kota dengan perkembangan properti tercepat setelah Jakarta dan Surabaya. Lihat saja,” tambah dia, mencoba beranalisis.
Jaringan Solo-Jakarta Connection adalah salah satu kelompok segmen yang diincar para agen properti. Orang-orang Solo yang sukses di Jakarta, ingin merasakan tinggal di pusat kota di bumi Kota Bengawan. Untuk urusan ini, apartemen menjadi pilihan menarik. Karena, selain letaknya yang di pusat kota, bagi warga Solo, tinggal di apartemen juga mempunyai gengsi tersendiri.
Saat bahasan tentang apartemen ini dilontarkan dalam Dinamika 103 di SOLOPOS FM, 17 November lalu, sambutan masyarakat sangat antusias. Sebagian ragu dan khawatir, banyaknya apartemen ini akan menggerus gaya hidup khas Solo yang njawani digantikan oleh gaya hidup ”angkuh” khas metropolis. Sebagian lagi mengatakan Solo pantas mendapatkan kemajuan ini karena memang punya potensi besar.
Saya mencoba bertanya kepada beberapa cerdik pandai, lalu ikut menyimak sejumlah debat di Internet untuk mencari jawab atas pertanyaan: Apa sih sebenarnya potensi Solo?
Menurut mereka, letak Bandara Internasional Adisumarmo yang jauh dari pusat kota Solo, membuat pengembang berani membangun bangunan tinggi di Kota Solo. Sementara hal ini kurang memungkinkan dilakukan di Semarang dan Yogyakarta. Selain itu, melihat trans java toll road map pada masa mendatang Kota Solo akan semakin memainkan peran sentral dan penting dalam kelancaran alur transportasi (barang dan manusia) di Pulau Jawa bagian tengah. Indikasinya, mulai tahun depan jalan tol Semarang-Solo sepanjang 82,6 km mulai dibangun. Sebagai bagian dari pintu masuk ke Solo dari dunia internasional, terminal utara Bandara Adisumarmo tahun depan mulai direalisasikan dengan anggaran hampir Rp 100 miliar.
Seorang investor yang bertemu dengan SOLOPOS FM belum lama ini memberi gambaran lebih jelas. ”Orang Solo jangan piya-piye. Surabaya sudah jauh di depan, Jakarta apalagi. Eranya sekarang segalanya harus cepat dan Solo punya banyak potensi untuk maju,” katanya, yang meminta namanya tidak disebutkan.
Dia lalu bercerita tentang kemungkinan pengembangan ke depan. Adanya Blok Cepu, pelabuhan Peti Kemas baru di Pantura, perkembangan investasi di eks karesidenan Surakarta, dll. ”Jangan hanya dipandang Solo semata. Lihat juga daerah-daerah pendukungnya.”
Jadi, siap-siap saja untuk melihat Solo yang berkembang pesat, menuju Soloraya yang megapolis... - Suwarmin, Station Manager SOLOPOS FM
http://solopos.co.id/index_detail.asp?id=39296
---------------------------------------------
Hebat, saya salut. Solo bisa menjadi kota besar. Namun, keasrian Solo harus tetap dijaga, sehingga citra kota budaya tidak hilang. Bagus jika ada perpaduan modern-asri yang baik. Jangan lupa, kota itu harus diperhatikan ruang hijaunya, jangan sampai seperti Jakarta, yang sudah semrawut dimana-mana. Saya salut dengan perkembangan Solo! Jika perlu, dibangun menara tertinggi di Solo, asal pembangunnya bukan pemerintah, tapi swasta, karena jika pemerintah, akan sia-sia uang untuk gengsi.
Hati-hati juga dengan para urban!