hay2 , @COPO_MAX; ayow dota lah
lagi rame nih,,
rame apane
sepi cuk
lagian enek rapat
" If you fail to get something, just one thing you should do, TRY AGAIN !!!!!"
gw dah OL
jgn bokepan mulu lu sopiyek wkkwkwkwkw
pengen banget yang jadi premium
@~JunG;
ampas, digugah ket mw jam 6 gk tangi2
kakean coly y? sampe tenagane gk kuat gawe tangi
hay ,,pagi malang,,,
si trio wes wajar lek ngno iku,,
pagiiiiiiiiiiiii semua nyaa ...
pada kemana ni?
jam segini sepi terus
Spoiler untuk Soal-5 :
NB: baca Post #1 Sebelum Mengikuti Quiz.
Semoga beruntung
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.
Latar belakang
Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Maharani Shima memerintah di Kerajaan Kalingga (atau "Holing"); dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru. Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Kali Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Buddha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun Saka 682 (atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M). Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Singha mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana.
Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.
Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayahnya diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya. Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Singha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya.
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat.
Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna zaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi.
Kekuasaan Rakryan Kanjuruhan
Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut :
daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),
daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),
daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),
daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan),
dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.
Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Jabatan ini berlangsung sampai zaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau.
@miyek[01];
Last edited by -Nos-[thegame]-; 18-03-15 at 09:24.
ngpain di edit post???
hahaha,, lagian kan gk sekarang gw resultnya
yang jelas besok,,nunggu peserta yang laennya,,,
mau liat jg jawaban2 yg lainnya gw,,,hahahaha
edit mau panggil u doang @@ ..
gk ada yg di ubah" itu kelessss
skrg aja dongg mau bet KWOEKOWEKOWEKWEKOKOE
hahaha,,, ya sabar aja
lagian gw kasih rewardnya lumayan tuh
nunggu yg lain donk,,,
kan biar ada saingannya
mungkin ada 4 orang lagi gt,,, hahahaha
Prasasti Dinoyo adalah prasasti yang berupa lempengan batu berukir yang berisi beberapa baris tulisan. Prasasti ini adalah salah satu prasasti yang ditemukan sekitar 5 kilometer sebelah barat kota Malang, Jawa Timur. Prasasti ini unik karena selain sebagai prasasti pertama yang berhuruf Jawa Kuno, juga dipadu dengan bahasa Sanskerta. Prasasti ini merupakan bukti adanya pemerintahan Kerajaan Kanjuruhan. Ciri kental lain yang menunjukkan bahwa Prasasti Dinoyo ini menceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan adalah cara penulisan tahun berbentuk condro sangkala berbunyi Nayana Vasurasa (tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi.
Isi prasasti Dinoyo tersebut memberikan ketertangan bahwa pada pertengahan abad ke 8, telah ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruan yang diperintah oleh raja Dewa Simha.Pada masa pemerintahanya, Dewa Simha pernah mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk penghormatan terhadap Dewa Siwa, berupa arca Maharsi Agastya yang terdapat di candi Badut dekat kota Malang. Di dalam candi tersebut berisikan sebuah lingga dan arca Putikeswara yang merupakan lambang agastya yang selalu digambarkan seperti Siwa dalam wujudnya seperti Mahaguru.
Sejarah
Wilayah Dinoyo diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan. Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).
Isi prasasti
Isi dari prasasti inilah yang menguak sejarah masa lalu Malang. Isinya dapat kita tafsirkan sebagai berikut: Malang pernah berdiri sebuah kekuasaan / kerajaan yang disebut dengan Kanjuruhan. Kanjuruhan dipimpin oleh raja yang bijaksana yang bernama Deva Singha, dia memiliki putra bernama sang Liswa sebagai penerusnya. Setelah menjadi raja Liswa bergelar Gajayana. Gajayana sangat memuliakan sang Resi Agastya. Gajayana memiliki seorang putri bernama Uttejana, yang kelak kawin dengan klan dari kerajaan di kawasan Barat.
Salah satu isi piagam Dinoyo adalah sederet kalimat yang tiada lain dari simbol penanggalan Kuno yang berbunyi NAYANA VASU RASA, yang bila diterjemahkan berdasarkan 'rumus' Candra Sengkala maka deretan kata-kata itu bernilai angka 286. Untuk membacanya harus dibalik menjadi 682, sehinggga prasasti Dinoyo berangka tahun 682 Saka. Bila ingin dikonversi ke tahun masehi maka tinggal ditambah angka 78, sehingga ketemu tahun 760 masehi alias 13-an abad silam. Lebih dari seribu dua ratus tahun yang lalu.
Berikut adalah transkripsi lengkap Prasasti Dinoyo:
1. (svasti śaka varṣātīta 682)
2. || āsīt (nārāpatiḥ dhīman devasiṁhaḥ)
3. tāpavān yena gupta (parībhāti pūtikeśvā)
4. rapāvitā || limvaḥ api tana(-yaḥ tasyagajayānaḥ)
5. iti smṛtaḥ rarakṣa svarggage tate (sutañ puruṣan maha)
6. || limvasya duhitā jajñe prada(patrasya bhupateḥ utteja)
7. nā iti mahiṣī jananī yasya dhīmataḥ || a(nanaḥ (?) kalaśa)
8. je bhagavati agastyebhaktaḥ dvijātihitakṛdgaja(-yānanā[mā])
9. maulaiḥ saṇayakagaṇaiḥ samakārbaittad taramyan maha
10. rṣibhavanam valahājiyamyaḥ || pūrvvaiḥ kṛtam tu suradā rumayī[ṁ] [ || ]
11. samīkṣya kīrttipriyaḥ tala galapratimāṁ manasvī ājñā
12. pya śilpinam aram saḥ ca dīrghadarśśī kṛṣṇādbhutopalama
13. yīm nṛpatiḥ cakāra || rājñāgastaḥ śakabde nayana vasu
14. rase mārggaśirṣe ca māse addrartthe śukra vāre pratipa
15. da divase pakṣasandhau dhruve {cha} ṛtvigbhiḥ vedavidbhiḥ yativara
16. sahitaiḥ sthāpakadyaiḥ samaumaiḥ karmajñaiḥ kumbhayagne sudda ḍha
17. matimata sthāpitaḥ kumbhayoniḥ || kṣetram gāvaḥ supuṣpāḥ mahiṣa
18. gaṇayutāḥ dāsadāsī purogāḥ dattā rājñā maharṣi pravaracaruha
19. vissanānasambardhanādi [ | ] vyāpārātham bhuvanamapi gṛhamu
20. ttaram ca adbhutam ca viśram bhāya atithīnām yavayavi
21. kaśayyācchā danai suprayuktam || ye bāndhavāḥ nṛpasutāḥ ca
22. samantrimukhyāḥ dattau nṛpasya yadi te pradikulācittāḥ [|] nāsti
23. kyadoṣa kuṭilāḥ narake pateyuḥ na amūtra ca neha ca gatim
24. (…)āṁ labhante || vaniśyāḥ nṛpasya rucitaḥ yadi dati vṛddhau āstikya
25. (śuddhamatayaḥ…)pūjāḥ | dānādyapuṇya yasanādhyāyanā
26. (diśilāḥ rakṣantu rajyam [akhilaṁ]) nṛpatiḥ yathā evam ||
Keterangan:
a. (alih-aksara) = alih aksara yang ada di potongan yang lain.
b. (…) = aksara yang hilang.
c. [ ] = bagian yang seharusnya ada di prasasti.
d. { } = aksara yang belum pasti.
Terjemahan
Terjemahannya menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, dengan mengganti kata Liswa menjadi Limwa, dan dibagi sesuai bait adalah sebagai berikut:
Kemuliaan di tahun Saka 682 yang telah berlalu.
1. Ada seorang raja bijaksana dan berkuasa, (namanya) Dewasimha, di bawah lindungannya api Putikeswara yang menyebarkan sinar di sekelilingnya.
2. Juga Limwa, putranya, yang bernama Gajayana, melindungi manusia bagaikan anaknya, ketika ayahnya marak ke langit.
3. Limwa melahirkan anak perempuan, namanya Uttejana dan dia adalah permaisuri raja Pradaputra.
4. Dia juga ibu A-nana yang bijaksana, cucu Gajayana, orang yang selalu berbuat baik terhadap kaum brahma, dan pemuja Agastya, tuan yang dilahirkan dari tempayan.
5. (A-nanah) (yah) yang menyuruh penduduk dan banyak orang penting untuk membangun kediaman yang indah untuk Agastya yang agung dan suci, untuk menghancurkan kekuatan musuh (atau: wabah penyakit disentri).
6. Sesudah dia melihat patung Kalasaja dari kayu cendana yang dibuat oleh nenek moyangnya, dan tak boleh dipandangnya lebih lama, diapun dengan segera memerintahkan kepada seorang seniman untuk membuat arca resi yang sama dari batu hitam yang keindahannya sangat menakjubkan.
7. Pada tahun saka 682, di bulan Margasira, pada hari Jum’at, hari pertama dari pertengahan bulan baru, pada kumpulan bagian-bagian bulan yang gelap dan yang terang, di Ardranaksatra, sementara horoskop menunjukkan Aquarius, maka raja yang bersemangat memerintahkan para pendeta, para ahli Weda, para pertapa, pedanda yang menyiramkan air, pertapa dan ahli-ahli, untuk mendirikan patung Kumbhayoni.
8. Pada kesempatan itu raja menghadiahkan kepada Ksrtra sapi dan sekumpulan kerbau gemuk, budak-budak lelaki dan perempuan, yang diperuntukkan bagi pemandian suci, upacara pembakaran dan persembahan kurban padi, untuk menghormati tokoh resi yang hebat dan agung.Didirikan juga tempat tinggal kaum Brahmana, serta rumah tinggi dan indah, lengkap dengan pakaian, tempat tidur, gandum, dan padi, untuk peristirahatan bagi para tamu.
9. Apabila sanak keluarga, para putra raja dan para perdana menteri bermaksud merintangi gagasan raja ini, maka mereka akan cacat karena berada di jalan yang sesat dan penuh dosa, mereka akan terjerumus ke dalam neraka dan baik di sini maupun di akhirat mereka tidak akan menginjakkan kaki di jalan pembebasan. Jika keturunan raja dalam hal meningkatkan gagasan itu dihalang-halangi, semogalah pikiran-pikiran suci bersih, pernyataan-pernyataan hormat, hadiah-hadiah dan perbuatan baik, kurban-kurban, pelajaran Weda dan perbuatan-perbuatan baik lainnya melindungi kerajaan.Demikian bunyi perintah raja.
Spoiler untuk gambar prasasti :
@miyek[01]; berati gw blh jwp lge dong ?
pake id forum lain ?
Share This Thread