Postingan ini saya ambil dari forum sebelah k****s dengan yang mostingnya t******l.. Maapkan jika saya repost atau udah ada yg pernah baca. Tujuan saya posting ini buat share ma temen2 sekalian, bukan bermaksud racism, atau sekedar cari sensasi.. Disini ada hal positif yang bisa kita ambil, dan ada hal negatif yang ga patut kita tiru.. Postingannya emang cukup panjang, tapi isinya bagus.. Sekedar catatan, yang membuat cerita ini katanya orang pribumi..
Enjoy.....
Saya seorang pribumi yg dulunya benci setengah mampus sama WNI
Keturunan Tionghoa. Tetapi setelah hidup di Amerika selama 10 tahun dan
sekarang bekerja di salah satu bank terbesar di dunia berpusat di New
York City, pandangan saya berubah dan mengerti mengapa Tionghoa itu
berbeda dengan orang pribumi.
Dan sebenarnya banyak sekali hal-hal yg kita tidak mengerti tentang
****, dan hal-hal ini sebenarnya harus kita ketahui dan kita pikirkan
lagi, karena hal-hal ini adalah sesuatu yg bisa kita pakai untuk
kepentingan bangsa sendiri dan utk memajukan bangsa sendiri. Bukan
saya bilang bahwa kita harus berubah jadi Tionghoa, cuma kalau memang
bagus mengapa tidak ? Dan memang ada juga hal-hal buruknya, tetapi
semua bangsa juga punya.
Marilah saya mulai pendapat saya tentang perbandingan antara WNI asli
dan keturunan Tionghoa :
1. Perbedaan2 nyata Setelah bekerja tiga tahun lebih dan punya teman
dekat orang bule dan orang Tionghoa dari Shanghai di tempat kerja saya,
saya melihat banyak sekali perbedaan-bedaan, diantaranya :
A. DUIT
a) Si bule, kalo gajian langsung ke bar, minum-minum sampe mabuk, beli
baju baru, beli hadiah macam-macam untuk istrinya. Dan sisanya 10% di
simpan di bank. Langsung makan-makan di restoran mahal, apalagi baru
gajian.
b) Si Tionghoa, kalau gajian langsung disimpan di bank, kadang-kadang
diinvest lagi di bank, beli Saham, atau dibungain. Bajunya itu2 saja
sampe butut. Saya pernah tanya sama dia, duitnya yg disimpen ke bank
bisa sampe 75%-80% dari gaji.
c) Saya sendiri. kalo gajian biasanya boleh deh makan-makan sedikit,
apalagi baru gajian, beli baju kalo ada yg on-sale (lagi di discount),
beli barang-barang kebutuhan istri, sisanya kira2 tinggal 15-20% terus
disimpen di bank.
*** Kebanyakan di Amerika, orang Tionghoa yang kerja kantoran (sebenarnya
Korea dan Jepang juga) muda-muda sudah bisa naik mobil bagus dan bisa
mulai beli rumah mewah. walaupun orang tuanya bukan konglomerat dan
bukan mafia di Cinatown. Malah mereka beli barang senangnya cash,
bukan kredit. Soalnya mereka simpan duitnya benar-benar tidak bisa
dikalahkan oleh bangsa lain. kalau bule atau orang hitam musti ngutang
sampe tau baru bisa lunas beli rumah.
B. KERJAAN
a) si bule, abis kerja (biasanya jam kerja jam 8 pagi - 6 sore) hari
Senen sampai hari Jumat (Sabtu dan minggu tidak kerja)) ke bar ato
makan-makan ngabisin gaji. Kalau disuruh lembur tiba-tiba, biasanya
kesel-kesel sendiri di kantor. Biasanya kalo hari Senen, si bule
tampangnya kusut, soalnya masih lama sampe hari Sabtu, pikirannya
weekend melulu. Kalo hari Kamis, si bule males kerja, pikirannya hari
Jumat melulu. Terus jalan-jalan gosip kiri kanan.
b) si Tionghoa, abis kerja langsung pulang ke rumah, masak sendiri, nggak
pernah makan diluar (saya sering ngajak dia makan, cuma tidak pernah
mau, mahal katanya, musti simpan duit, kecuali kalo ada hari-hari
khusus). Kalau disuruh lembur tidak pernah menolak, malah sering
menawarkan diri untuk kerja lembur. Kalau disuruh kerja hari sabtu
atau hari minggu juga pasti mau. Kadang-kadang dia malah kerja
part-time (bukan sebagai pegawai penuh) di perusahaan lain untuk
menambah uangnya.
c) saya sendiri, kalau disuruh lembur, agak malas juga kadang-kadang
karena sudah punya rencana keluar pergi makan sama teman-teman kantor.
Kadang-kadang ingin sekali pulang ke rumah karena di kantor melulu,
cuma mau nggak mau mesti kerja (jadi kesannya terpaksa, nggak seperti
si **** yg rela). Weekend paling malas kalau musti kerja.
*** Bos-bos juga biasanya suka sama orang **** kalau soal kerjaan.
Mereka soalnya pekerja yg giat dan tidak pernah bilang "NO" sama boss.
Dapat kerja juga gampang kalau mukanya ****, karena dipandang sebagai
"Good Worker". Atau pekerja giat. Jarang sekali, kecuali penting
sekali dia tidak bersedia kerja lembur. Dan kalaupun tidak bersedia
lembur, biasanya dia akan datang sabtu atau minggu, atau kerja lembur
besoknya.
C. RUMAH
a) Apartment si bule, wah bagus sekali. gayanya kontemporari. Penuh
dengan barang-barang perabotan dan furniture mahal. Pokoknya gajinya
pasti abis ngurusin apartment dia.
b) Apartment si Tionghoa, wah... kacau. Cuma ranjang satu, dilantai saja.
Meja butut, dan dua kursi butut. TV nya kecil sekali, TV kabel saja
tidak punya. Pokoknya sederhana sekali. Waktu saya tanya, dia bilang
"bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." daerahnya pun
bukan didaerah mahal, tempatnya di daerah kumuh dan kurang ada yg mau
tinggal.
c) Apartment saya sendiri, yah lumayan, cuma istri saya suka juga
merias rumah. Jadi apa rtment saya lumayan lah tidak seperti punya si
****.
Saya benar-benar salut dia bisa hidup begitu. Padahal duitnya di bank banyak.
Gaji dia saja lebih tinggi dari saya karena lebih lama di perusahaan tersebut.
*** Setelah 10 taun, biasanya si bule, orang item, masih tinggal di
apartment atau baru ngutang beli rumah, si Tionghoa sudah bisa beli rumah
sendiri. Karena nabung dengan giatnya, dan cuma beli yg
penting-penting saja. Jadi uangnya ditabungkan sendiri.
*** Disini saja saya bisa lihat perbedaan-bedaan nyata, saya
pertama-tama pikir, wah si Tionghoa ini pelit amat. Masa duit banyak kayak
begitu disimpan saja di bank. Dan kalau kita banding-bandingkan dengan
sejarah orang-orang Tionghoa, kita akan tahu kenapa mereka (Tionghoa) itu
dalam long-range nya (jangka panjang nya) lebih maju dari pribumi di
Indonesia, karena saya sempat bertukar pikiran dengan beberapa teman
lagi orang Tionghoa lainnya, orang India, or ang Arab, orang Jerman, orang
Amerika, dan orang Tionghoa ini sendiri. Kita musti tau sejarahnya orang
Tionghoa ini.
2. Perbandingan antara sejarah kebudayaan Tionghoa dan Indonesia JAMAN DULU
Bangsa Tionghoaadalah bangsa yg bangga dengan bangsanya, karena
kebudayaan Tionghoa adalah salah satu kebudayaan yg tertua di dunia,
hampir setahaf dengan Mesopotamia dan Mesir. Karena itu kebudayaan
Tionghoa itu benar-benar menempel di sanubari nya. Susah sekali untuk
melepaskan kebudayaan tersebut karena memang betul kebudayaan mereka
itu hebat, terus terang, kalau kita bandingankan dengan kebudayaan
kita (pribumi Indonesia ) kita tidak bisa mengalahkan kebudayaan orang
Tionghoaa. Dan memang kebudayaan mereka sudah diakui dunia.
Menurut salah satu Journal of Archeology terkemuka di dunia, orang
Melayu itu unsurnya lebih banyak mengarah ke bangsa Mongol atau Tionghoa.
Jadi bangsa Indonesia itu sebenarnya Tionghoa, walaupun secara biologis
dan&n bsp; evolusis, ada unsur-unsur dari India dan Arab di darah
orang pribumi.
Tetapi orang Indonesia (Melayu) itu sebenarnya genetik nya lebih dekat
ke orang Tionghoa. Orang **** itu sudah dari dulu 4000 tahun hidupnya
diawang kesusahan terus (maksudnya rakyat kecilnya). Negara Tionghoa dari
jaman dulu, katanya, sudah perang terus, rakyat kecil disiksa olah
pemerintahnya sendiri,
dan pemerintahnya berganti-ganti terus. Orang Tionghoa bisa dibilang salah
satu bangsa yang tahan banting. Sudah biasa menderita, dan makin
menderita, biasanya orang kan makin nekad dan makin berani, jadi semua
jalan ditempuh, namanya saja mau hidup, bagaimana. Ini juga terjadi di
Indonesia .
Karena negaranya sendiri, Tionghoa, banyak masalah, mereka imigrasi
kemana-mana. Mereka ada dimana-mana, teman saya orang item dari
Nigeria dan Ethiopia (afrika) bilang disana pun ada banyak orang Tionghoa.
Dan herannya. Tionghoa di Afrika pun sukses dan bisa dibilang tidak
miskin.
DI INDONESIA Di Indonesia sendiri, waktu saya masih tinggal diJakarta,
saya bisa melihat perbedaan-perbedaannya, cuma waktu itu pikiran saya
belum terbuka. Saya pernah punya teman orang **** di Senen buka toko
kain. Di sebelahnya persis ada pak Haji yg juga buka toko kain.
Setelah dua tahun, bisnis si Tionghoa makin maju, dan si pak Haji sebelah
akhirnya bangkrut. Ternyata bukan karena si Tionghoamain curang atau
guna-guna si pak haji. Ternyata itu karena si Tionghoa, walaupun sudah
untung, uangnya di simpan dan ditabung saja, untuk mengembangkan
bisnisnya lagi. Dan dia dan istrinya makan telor ceplok saja
Sedangkan si pak haji baru untung sedikit sudah makan besar di
restoran karena gengsi sama keluarga nya.
Nah bukannya si pak haji ini salah ? Bukannya kita bisa lihat sendiri
bahwa Tionghoa ini pikirannya le bih maju lebih melihat kedepan dan lebih
tahan banting ? Saya kira ini adalah suatu hal yang bisa kita contoh
dari si Tionghoa ini. Mungkin kita tidak usah terlalu pelit seperti dia,
tapi juga tidak usah gengsi-gengsian.
Saya sudah bertemu dengan banyak orang dari negara yg berbeda-beda dan
satu hal yg benar-benar nyata adalah orang yg TIDAK MEMBUAT KEPUTUSAN
BERDASARKAN GENGSI biasanya NEGARANYA MAJU.
Coba saja lihat orang Hong Kong, orang Jepang, orang Inggris, orang
Amerika, orang Jerman dan orang Singapore, mereka sudah MAJU sekali
pemikirannya. Tidak seperti orang Indonesia . Kalau YA yah sudah
bilang YA, kalau TIDAK yah bilang TIDAK. Jadi tidak tidak ada yg tidak
enak hati. Kalau sudah lama tidak enak hati akhirnya berantem.
Orang Indonesia sayangnya gengsinya tinggi sekali, tidak mau mengaku
kalau memang salah atau harus merubah sesua tu yg jelek.
Inilah kelemahannya.
Di mata Internasional bangsa Indonesia sudah terkenal sebagai NAZI
Jerman versi Asia Tenggara. Waktu perang dunia ke II bangsa Jerman
sedang miskin karena mereka kalah perang dunia ke I, supaya rakyat
tidak marah, si Hitler yg cerdik sengaja menyalahkan orang Yahudi yg
memang kaya dan menguasai ekonomi Jerman. Dan orang Yahudi akibatnya
dibantai dan tidak diperlakukan sebagai warga negara sendiri. Padahal
mereka juga sudah lama tinggal di Jerman dan sudah merasa sebagai
bangsa sendiri, walaupun mereka masih memegang kebudayaan mereka yg
tinggi, sama seperti **** di Indonesia .
Di Indonesia anehnya, pribumi benci dengan Tionghoa tetapi bukan dengan
orang Belanda atau orang Jepang. Kalau dipikir-pikir, Tionghoa itu tidak
salah apa-apa. Saya sebagai pribumi baru sadar akan hal itu.
Belanda menyiksa bangsa Indonesia dan menguras harta bumi kekayaan
Indonesia selama 350 tahun dan setelah pergi meninggalkan penyakit yg
paling bahaya dan mendarah daging, yaitu korupsi, yg sampai sekarang
juga menimbulkan krisis ekonomi setelah 53 tahun merdeka rupanya
penyakit ini bukannya makin terobati, tetapi makan menusuk dan menular
ke seluruh badan dan mental bangsa Indonesia.
Bangsa Jepang, cuma menguasai 3.5 tahun, tapi menyiksa bangsa
Indonesia lebih kejam dari bangsa lain. Karena kalah perang, bangsa
jepang, yah mau tidak mau sekarang musti menguasai dunia secara
ekonomi tidak bisa lagi main angkat senjata.
Anehnya kita sebagai pribumi malah benci dengan Tionghoa bukannya dengan
Belanda atau jepang. Lucu sih. Semua bangsa lain (Korea, ****, Burma,
Vietnam, dan Afrika) benci dengan bekas penjajahnya bukan penduduk
sesama yg telah hidup bertahun-tahun bersama-sama yaitu Tionghoa kalau di
Indonesia .
Salah apa si Tionghoa ini, tidak salah apa-apa. Kenapa mereka
kelihatannya buas dalam bisnis, tamak, dan rakus? Kenapa? Karena >
mereka selama tinggal di Indonesia selalu diperlakukan sebagai orang
luar dan di anak-tirikan. Coba bayangkan kalau anda-anda jadi Tionghoa,
pasti anda-anda juga mau melindungi diri sendiri, siapa yg mau nggak
makan besok? atau mati? Yah, kalau begitu, mereka jadi cerdik, agak
licik, mengambil kesempatan dalam kesempitan, jadinya berhasil
memegang ekonomi indonesia. Tapi mereka juga bekerja keras,
JAUH.....SANGAT JAUH LEBIH KERAS DARI KITA YG PRIBUMI. Bukan cuma di
Indonesia saja. Orang **** sepertinya ditaruh dimana saja pasti sukses
dan bekerja keras.
Mereka (Tionghoa) tidak menyerah pada nasib, dan selalu INGIN MENJADI DUA
KALI LIPATKAN TARAF HIDUPNYA, kita yg pribumi, biasanya puas dengan
keberhasilan kita dan malas malasan karena merasa sudah diatas angin.
Bagi cTionghoa ini tidak berlaku, mau setinggi apa juga, pasti bisa lebih
tinggi lagi.
Kita saja yg bodoh, mau dengar omongan pemerintah yg brengsek dan
mengkambing hitamkan Tionghoa. Karena mereka sendiri juga busuk tetapi
takut ketahuan. Jadi mereka menggunakan Tionghoa sebagai tameng dan
kambing hitamnya.
Gimana mau hidup sebagai negara yg maju coba ? Kalau tidak bersatu.
Negara yg maju harus bisa hidup dengan tentram satu sama lain tidak
perduli dengan warna kulit, agama, dan keturunan. Semuanya musti
diakui sebagai satu bangsa.
Contohnya Amerika, mau cari orang dari mana saja ada. Cuma mereka
bersatu, dan mereka sadar tiap orang punya kejelekan masing-masing.
Cuma tidak digembar-gemborkan, tapi dibicarakan dan dirubah. Yg
bagusnya diambil, dan dipakai bersama-sama untuk memajukan negara.
Tidak segan-segan, atau gengsi, kalau gengsi-gengsi maka tidak akan
maju. Harus open (terbuka) dan mau menerima kesalahan dan musti mau
berubah.
Life Is A Role Playing Game !!
NB: Ada beberapa hal yg perlu diluruskan, tidak semua orang Tionghoa
diseluruh dunia adalah orang sukses, masih byk juga diantara mereka yg
hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagai contoh bisa Anda lihat di
daerah Tangerang, Banten. Disana masih banyak warga keturunan Tionghoa yg
sudah tinggal disana selama generasi (sehingga kulit merekapun sudah
berbeda dgn keturunan Tionghoa yang bermigrasi pada abad 20an), yang masih
kesulitan untuk makan.
Share This Thread