Results 1 to 13 of 13
http://idgs.in/526002
  1. #1
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default R | O | C : The Dying Flame


    Author : The_Omicron
    Site : dida-sdp.co.cc
    Genre : Fantasy, Fiction, Science-fiction


    R | O | C : The Dying Flame is under copyright law © 2012 dida-sdp.co.cc



    ________

    dida-sdp.co.cc presents...




    R | O | C : The Dying Flame




    _______

    Spoiler untuk Chapter 1 :

    Tale 1. The Last Wanderer


    Dilahirkan beberapa puluh tahun lalu di lingkungan kumuh Shen Huang, sebuah kota perdagangan-pelabuhan besar yang berada di bagian timur Kekaisaran Shi Huei, Ia dilahirkan sendirian ke dunia ini, diasuh oleh pamannya seorang pedagang yang licik dan sangat tidak menyukainya hingga Ia bahkan tidak perduli memberinya nama. Namun pada hari kedelapan di bulan kedelapan, hidup bocah berumur 6 tahun itu berubah.

    Segerombolan perampok membunuh pamannya dan menguras seluruh isi toko, anak tanpa nama tersebut bersembunyi ketakutan di dalam "kamar"-nya yang juga digunakan sebagai gudang. Sayang sekali salah seorang dari perampok memergokinya tengah bersembunyi di bawah kasurnya, pria bengis itu menariknya dan hendak membunuhnya untuk menghindari saksi mata.

    Namun saat itulah, seorang pria misterius berbalutkan changshan hitam dan wajah tertutup oleh topi jerami masuk begitu saja tanpa berkata apapun ke dalam toko yang sedang dirampok tersebut.

    Tanpa perlu berkata apa-apa, secara naluri segerombolan perampok yang terdiri dari 9 orang tersebut langsung menyerangnya dengan bersenjatakan golok. Membuka balutan kain sutra hitam yang melilit di ujung qiang merah yang dibawanya, Ia memutar-mutar tombak tersebut dengan lihai dan mengalir bagai air terjun yang indah dan berhenti pada sebuah kuda-kuda.

    Para perampok yang hendak menyerangnya berhenti sesaat, terpukau melihat betapa sempurnanya gerakan dan kuda-kuda pria misterius itu. Namun hanya sebentar mereka terpaku, karena dari balik topi jerami itu sepasang mata dengan pandangan mengerikan tengah menatap mereka. Meski tampak ketakutan, para perampok tersebut memaksakan diri menyerang pria itu. Pertarungan pun tak terelakkan, ayunan tombak dan golok yang saling beradu seolah-olah menari di pandangan anak kecil yang tak lagi ketakutan, Ia kini berdecak kagum melihat bagaimana lihainya pria misterius itu memainkan tombaknya.

    Tak terasa pertarungan telah selesai dengan kemenangan telak sang pria misterius, meski begitu lihai dan tampak mengerikan Ia tidak membunuh satupun anggota gerombolan perampok, Ia hanya membuat mereka semua kehilangan kesadaran.

    Berjalan menuju bocah yang tengah terpukau padanya, Ia bertumpu pada lututnya, membuka topi jeraminya dan memperlihatkan senyuman yang ramah padanya, kemudian bertanya:

    "Di mana keluargamu yang lain?"

    Dengan polosnya bocah itu menjawab:

    "Aku tidak punya lagi.."

    Terlihat sedikit terkejut namun tetap tersenyum, pria itu kembali bertanya:

    "Maukah kau ikut denganku?"

    Sebuah anggukan kecil Ia terima dari bocah itu sebagai jawaban "ya". Mereka berjalan meninggalkan toko yang telah porak poranda itu bersama, menandakan bait pertama dari bagian terakhir bab ketiga ramalan Huo de hei'an zhi shen telah dimulai.

    12 tahun telah berlalu semenjak kejadian itu. Kini si anak tanpa nama telah memiliki nama. "Feng Liu", nama yang berarti "Angin dari Liu", yang telah 6 tahun menjadi murid dan anak angkat bagi Yun Jing, sang pengelana.

    6 tahun Feng Liu telah mengikuti Yun Jing tanpa Ia ketahui kemana dan mengapa mereka berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Satu hal yang Ia sadari adalah, Yun Jing selalu memberi kebaikannya di setiap kota yang mereka singgahi, entah menolong korban perampokan, memberi makan seorang kakek tua yang tak memiliki siapapun, mencarikan pekerjaan bagi para pengemis, semua Ia lakukan tanpa meminta imbalan, yang biasanya Ia tutup dengan pergi begitu saja.

    Karena itulah Feng Liu tidak pernah mengeluh dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya tengah mereka lakukan, dan percaya bahwa Yun Jing hanyalah pria baik hati yang ingin berbagi dengan dunia. Namun Ia tidak mengetahui yang sebenarnya dari banyak hal selain perjalanan mereka. Alasan mengapa Yun Jing mengangkatnya sebagai anak, mengapa Yun Jing melarangnya menyentuh Lei Mao, tombak merah miliknya, dan mengapa Ia tidak boleh membaca kitab kuno yang selalu Yun Jing baca di kala senja. Satu hal lagi yang Ia tidak ketahui adalah, Ia akan mengetahui semuanya sebentar lagi.

    Persinggahan mereka kali ini adalah sebuah desa kecil di tengah gurun Boqi yang berdiri tepat di sebelah danau Bulan. Tempat itu begitu jauh berbeda dengan Shen Huang tempat kelahiran Feng Liu dimana Ia selalu melihat hamparan pasir selalu berakhir dimulut lautan, tetapi kali ini yang dapat Ia lihat dari ujung hamparan pasir yang berada di hadapannya adalah hamparan pasir lainnya. 1000 kilometer lebih ternyata dapat membuat begitu banyak perbedaan pada muka dunia.

    Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk tidak bertanya mengapa Yun Jing datang ke tempat yang tidak ada apa-apanya itu. Sejauh yang Ia lihat, hanya bukit-bukit pasirlah yang dapat mereka temui. Tidak lain.

    "Sekarang mari kita cari tempat beristirahat.."

    Ujar Yun Jing padanya.

    "Apa nama desa ini?"

    Tanya Feng Liu yang tampak penasaran karena tempat ini sama sekali asing baginya.

    "Dou Hang".

    Jawab Yun Jing singkat dan Feng Liu terlihat puas mendengar jawaban itu.

    Terdapat sebuah bangunan bertingkat dua sekitar beberapa puluh meter dari danau, bangunan itu adalah sebuah penginapan yang juga satu-satunya rumah makan di desa terpencil yang sebagian besar bangunannya terbuat dari lumpur. Disanalah mereka beristirahat setelah perjalanan yang panjang.

    Dua hari pertama berjalan seperti biasanya, Yun Jing menolong orang-orang, dan Feng Liu mengikuti serta membantu semampunya, kemudian sore hari mereka akhiri dengan latihan ilmu bela diri Fennu zhi mao de yi qian tian, ilmu tombak Yun Jing yang merupakan ilmu turunan dari gurunya. Ciri khasnya adalah gerakan putar yang mulus dan lembut namun cepat dan kuat saat menusuk, persis seperti awan badai dan petir. Malam pun tiba dan mereka harus beristirahat, menunggu hari esok untuk beraktivitas kembali.

    Akan tetapi, pada saat tengah malam Feng Liu terbangun setelah mendengar suara seseorang menutup pintu. Reaksi pertamanya adalah berusaha membangunkan Yun Jing, seperti yang selalu diajarkan olehnya jika mendengar atau melihat hal-hal yang mencurigakan saat Ia tengah tertidur. Namun Ia mendapati bahwa Yun Jing tidak berada di tempat tidurnya, begitupun dengan Lei Mao, tombak merah Yun Jing yang selalu berada di sebelahnya.

    Dengan asumsi bahwa Yun Jing-lah yang meninggalkan ruangan, Feng Liu kembali ke dalam pelukan selimutnya yang lembut dan hangat.. tidak juga, sebagai seorang remaja yang mulai dewasa, Feng Liu tak dapat menahan rasa penasarannya dan langsung mengambil tombaknya lalu berusaha mengikuti Yun Jing, berusaha mengetahui apa yang sebenarnya akan Ia lakukan di tempat terpencil tanpa sesuatu apapun yang menarik ini.

    Tak memerlukan waktu lama bagi Feng Liu untuk menemukan sosok Yun Jing dan mengikutinya diam-diam. Dari jauh Ia dapat melihat wajah Yun Jing tampak serius dengan matanya tengah membaca sesuatu pada kitab terlarang yang selalu dibawanya. Dari kelakuannya, Feng Liu yang cukup cerdas dapat mengetahui bahwa Yun Jing tengah membaca dan mengikuti arah dari sejenis peta yang mungkin berada di kitab tersebut.

    Yun Jing terus berjalan hingga mereka meninggalkan desa dan menyusuri bukit-bukit pasir terus ke arah tenggara. Entah seberapa jauh dan berapa lama mereka telah berjalan, Feng Liu mulai lelah membuntuti Yung Jin. Langit mulai bersinar kebiruan menandakan pagi sudah mulai tiba. Menyadari hal itu Feng Liu yang lelah hendak kembali sebelum Yun Jing mengetahui Ia membuntutinya, namun Ia mengurungkan niatnya.. setelah mendengar Yung Jin berkata "Ah!".

    Yun Jing membuka kain sutra hitam yang membungkus Lei Mao kemudian memegangnya tegak tepat di depan wajahnya. Mulutnya membisikkan sesuatu, dan disaat yang sama sebuah formasi sihir terbentuk dan menyala-nyala merah dari bawah kaki Yung Jin, membentang hingga beberapa meter darinya. Ia melanjutkannya dengan memutar Lei Mao dan menusukkannya ke tengah formasi sihir, yang secara mengejutkan membuka tabir pasir dari sesuatu yang takkan siapapun percaya selama ini berada di bawah jutaan bulir-bulir pasir gurun Boqi: sebuah kuil kuno yang dibangun dari batu yang dipahat dengan indah membentuk sebuah gua yang tersembunyi di bawah bukit-bukit pasir yang terus berpindah.

    Yun Jing melangkahkan kakinya setelah Ia mencabut Lei Mao dari pasir kemudian memasuki gua tanpa ragu. Tidak begitu dengan Feng Liu, Ia tampak berada dalam situasi yang sulit dengan dua pilihan yang membingungkan; sebuah dilemma. Apakah Ia harus kembali ke penginapan dan menunggu Yun Jing kemudian bertanya apa yang Ia lakukan malam itu atau diam saja dan terus berpura-pura tidur kemudian melewatkan hal yang sangat menarik, ataukah masuk dan terus mengikuti Yun Jing ke dalam gua kuil kuno yang mengerikan namun dapat mengobati hausnya rasa penasaran?

    Meski belum sempat memilih, kakinya membawanya begitu saja menuju pintu gerbang gua dan sebelum Ia sempat menyetujuinya Ia kini sudah berada di dalamnya. Percaya kepada instingnya, Feng Liu memutuskan Ia akan meneruskan dan menyelesaikan apa yang telah Ia mulai.

    Ternyata gua itu tak bisa ditelusuri tanpa obor atau penerangan apapun karena begitu gelap melebihi gelapnya malam. Meski begitu Ia dapat melihat Yun Jing berada jauh di depan sana dengan obor, walau Ia ingat betul bahwa Yun Jing tidak membawa obor, bahkan mereka tidak memiliki obor sama sekali. Lalu apa yang sebenarnya Yun Jing gunakan untuk menerangi jalannya? Jawaban yang Feng Liu terima ternyata sungguh mengejutkan karena sumber cahaya itu adalah.. Lei Mao..

    Lei Mao berpijar kebiruan dan menyambar-nyambar bagaikan kilat di malam hari, suatu hal yang begitu baru bagi Feng Liu selama Ia bersama dengan Yun Jing. Ia tak pernah mengetahui bahwa Lei Mao maupun Yun Jing memiliki kemampuan sihir karena Ia tak pernah memperlihatkannya pada siapapun, termasuk dirinya.

    Terlalu terpaku kepada keindahan cahaya yang dipancarkan Lei Mao, Feng Liu tidak memperhatikan langkahnya. Ia menendang sebuah batu kerikil, menghasilkan bunyi yang diperkuat oleh gema dari seluruh dinding gua. Yun Jing tentu saja menyadarinya dan memadamkan cahaya Lei Mao; cahaya satu-satunya di dalam gua itu. Feng Liu begitu ketakutan berada di dalam kegelapan absolut di tempat yang asing, namun Ia lebih takut kepada amarah Yun Jing jika Ia tahu bahwa dirinya tengah mengikutinya. Dengan alasan itu Feng Liu dapat menahan rasa takutnya akan kegelapan dan terus melangkah.

    Tidak ada suara apapun setelah cahaya padam, Feng Liu hanya dapat mendengar 3 hal, langkah kakinya, desah napasnya dan detak jantungnya. Meski begitu, Ia tetap percaya bahwa Ia aman karena Ia tahu Yun Jing berada di sana bersamanya, er.. meski tidak benar-benar bersamanya.

    Dalam pekatnya kegelapan Ia berjalan menyusuri dinding gua kearah terakhir kali Ia melihat Yun Jing. Beberapa saat kemudian Ia merasa Ia telah tiba di tempat Yun Jing tadi berdiri. Namun tidak sama sekali Ia mendengar maupun melihat sesuatu, semua tampak sama dalam kegelapan ini. Ditengah kebingungannya, Feng Liu mendengar suara langkah kaki dari arah belakangnya; tidak, kirinya; tidak juga, depannya; tidak juga.. gaung dan gema mengacaukan arah sumber suara, Feng Liu tidak tahu pasti darimana suara itu mendekat, akan tetapi satu hal yang Ia tahu adalah langkah itu terdengar semakin cepat dan dekat seolah seseorang mulai berlari kecil ke arahnya.

    Langkah itu semakin cepat dan dekat seolah pemilik sepasang kaki tersebut hendak menerkamnya. Lama kelamaan Ia mulai menyadari bahwa pemilik sepasang kaki yang mendatanginya bukanlah Yun Jing, tetapi sesuatu yang lain, sesuatu yang.. lebih berat.., sesuatu yang lebih cepat, dan tentunya.. sesuatu yang lebih besar.

    Feng Liu menggenggam erat tombaknya, beberapa detik kemudian sesuatu menerjangnya dan mendorongnya ke tanah. Feng Liu berusaha berteriak, namun Ia sadar Ia bukan lagi seorang bocah yang tak bisa apa-apa, Ia sadar bahwa Ia telah dewasa dan dapat melawan, apalagi Ia tahu bahwa Ia memiliki tombak dan ilmu yang diajarkan oleh Yun Jing.

    Ia meninju ke arah wajah apapun yang tengah menyerangnya, kemudian menendang dan melontarkannya dengan kaki kanannya. Setelah berhasil lolos Ia berguling ke belakang. Ia memejamkan matanya; mematikan indera yang tak mungkin Ia gunakan di dalam kegelapan seperti ini. Ia tak memperdulikan semua suara yang hanya mengganggunya dan membuatnya ter-disorientasi dalam gaung dan gema, kini Ia hanya berbekal indera penciuman dan sentuhan untuk melawan mahluk apapun yang tengah menyerangnya.

    Melalui getaran di tanah dan udara, Feng Liu dapat mengetahui bahwa penyerangnya hendak menerjang dari sisi kanan dirinya. Ia berhasil menghindari terjangan mahluk itu dan menusukkan tombaknya, hanya untuk mendengar suara jerit kesakitan yang tak mungkin berasal dari seorang manusia. Pemilik suara itu setidaknya sebesar seekor harimau.

    Menghindar kemudian menyerang, hanya sebatas itu yang dapat Feng Liu lakukan untuk mempertahankan dirinya. Latihan yang Yun Jing berikan selama ini ternyata begitu berguna di saat seperti ini walau selama ini Feng Liu menganggapnya konyol. Menghindari terjangan, kemudian menusuk, menghindar kembali, kemudian menusuk, dan kadang bermain adu kesabaran saling menunggu siapa yang menyerang terlebih dahulu hingga entah berapa lama mereka tengah bertarung di dalam kegelapan bagai seorang matador buta.

    Mahluk itu mendengus, dan mulai menyerang kembali, namun saat Feng Liu bergerak menghindarinya ternyata mahluk itu berhenti mendadak dan menghilang dari indera sentuhannya. Nampaknya mahluk itu telah mempelajari bagaimana cara Feng Liu dapat mengetahui keberadaannya setelah berkali-kali menyerang secara membabi buta dan gagal. Akan tetapi mahluk itu tidak mengetahui Feng Liu masih memiliki satu indera lagi untuk dapat mengetahui dimana dia berada; penciuman. Dengan menggunakan penciumannya, Feng Liu dapat mencium bau yang sangat jauh berbeda dari bau gua yang lembab, sebuah bau busuk bercampur dengan bau karung goni basah tercium samar dari balik punggungnya.

    Mahluk itu tak menyangka bahwa kali ini Feng Liu-lah yang menyerangnya terlebih dahulu. Ia menusukkan tombaknya ke arah mahluk yang langsung meraung kesakitan dan mendorongnya hingga genggamannya terlepas dari tombak lalu terpental ke belakang. Raungan itu terus menerus terdengar diikuti dengan suara tumbukan-tumbukan pada tembok. Pada akhirnya suara rontaan mahluk itu tidak terdengar lagi, Feng Liu yang kini terduduk di tanah tak percaya apa yang baru saja terjadi dan apa yang baru saja Ia lakukan.

    "Feng Liu.."

    Dari dalam kegelapan suara Yun Jing terdengar, bersamaan dengan itu sinar biru mulai menyala-nyala kembali dari kepala Lei Mao. Ternyata selama itu Yun Jing berada di ujung ruangan.

    Feng Liu tidak merasa senang Yun Jing mengetahui Ia berada di sana bersamanya, Ia tahu Ia bersalah karena Ia telah mengikutinya tanpa izin. Meski begitu wajah Yun Jing tampak tidak menandakan kemarahan sama sekali, tidak seperti yang Feng Liu takutkan.

    Yun Jing berjalan mendekatinya, samar-samar dari sinar yang dipancarkan oleh Lei Mao, Ia dapat melihat sosok mahluk yang menyerangnya telah tergeletak tak jauh darinya; bertubuh seperti manusia namun jauh lebih besar dan lebih berotot, bersisik hitam dan berkulit merah dengan kepala seperti cacing, bersimbah darah kehijauan yang keluar dari luka besar yang menganga dengan tombak yang patah masih menancap sebagian. Feng Liu merasa Ia pernah mendengar cerita tentang mahluk seperti itu. Dan Ia tak percaya bahwa Ia telah mengalahkannya seorang diri, dalam kegelapan buta, tanpa bantuan siapapun.

    "Longtou.."

    Bisiknya.

    "Ya.. Longtou, kau baru saja mengalahkannya.."

    Sahut Yun Jing kini berdiri di hadapan Feng Liu.

    "Kau tahu, mahluk itu adalah penjaga tempat ini.. Ia bertugas menjaga.."

    Yun Jing berhenti sejenak melihat Feng Liu yang memalingkan wajahnya darinya.

    "Kenapa kau diam saja?"

    Tanyanya.

    "Apa kau tidak marah padaku?"

    Tanya Feng Liu balik.

    "Hah? Kenapa harus?"

    "Aku berpikir seharusnya kau marah padaku.. aku telah mengikutimu dan nyaris membuat diriku sendiri terbunuh.. apa itu tidak cukup menjadi alasan bagimu?"

    Mendengar jawaban Feng Liu, Yun Jing sedikit tertawa.

    "Tetapi kau berhasil tidak mati dan mengakui kesalahanmu bukan? Aku tak punya alasan lagi untuk marah padamu.. baik?"

    Seperti sewaktu pertama kali mereka bertemu, Feng Liu mengangguk kecil pada Yun Jing.

    "Baiklah.. pada akhirnya kau perduli kepada apa yang aku kerjakan.. kini kupikir aku harus memberitahukannya padamu.. apa kau ingin tahu?"

    Kembali Feng Liu menganggukkan kepalanya, "Ya" ujarnya.

    "Meski setelah itu kau harus menanggung beban yang berat?"

    "Aku siap menanggung apapun akibatnya"

    Yun Jing tersenyum lebar, Ia tampak bangga kepada anak angkatnya.

    "Yang perlu kau lakukan hanya menerima kitab ini, dan kantung kecil ini.."

    Yun Jing mengalungkan tali kantung kecil berwarna biru miliknya yang tampak kusam serta kitab terlarang yang selama ini selalu dibawanya kepada Feng Liu.

    "Sekarang, aku ingin menyerahkan Lei Mao padamu.. karena kurasa tombakmu sudah tak dapat kau gunakan lagi.."

    Lirik Yun Jing pada mayat Longtou yang tergeletak tak jauh dari mereka.

    "Terimalah Lei Mao, dan tanyakanlah padanya, apakah Ia mau menerimamu sebagai tuannya?"

    Feng Liu menerima Lei Mao meski Ia tampak ragu kepada permintaan Yun Jing.

    "Tanyakanlah"

    Yun Jing mempersilakannya dengan tangannya. Meski ragu, Feng Liu menurutinya dan bertanya kepada Lei Mao yang kini berada di tangannya.

    "Lei Mao, apakah kau menerimaku sebagai tuanmu?"

    "DUAR!"

    Secara tiba-tiba Lei Mao menyambar-nyambarkan petir, Feng Liu merasakan setruman yang kuat dari Lei Mao bagaikan tengah tersambar petir namun Ia tak bisa melepaskannya. Kesadarannya perlahan semakin pudar saat samar-samar Ia mendengar kata-kata terakhir dari Yun Jing.

    "Selamat Feng Liu, teruskanlah ramalannya, karena kau adalah yang terakhir.."

    Setelah itu kesadaran Feng Liu pun menghilang total.

    Saat Ia terbangun, Ia sudah kembali di penginapan. Ia menengok ke arah kasur Yun Jing, namun Ia tidak berada di sana, begitu juga dengan Lei Mao. Saat Ia hendak berdiri Ia baru menyadari bahwa Lei Mao berada tepat di sebelahnya, Ia baru ingat bahwa Lei Mao kini adalah miliknya, tapi dimanakah Yun Jing? Mengapa di dalam kamar itu hanya tersisa topi jerami, changsan hitam, kitab terlarang dan kantung biru kusam yang kini menggantung di lehernya? Kemana Yun Jing?

    Setelah merapikan barang-barangnya, Feng Liu bertanya kepada pemilik penginapan apakah Ia tahu kapan dan kemana Yun Jing pergi, namun jawaban yang Ia terima adalah:

    "Kau datang sendirian anak muda!"

    Berasumsi bahwa Yun Jing membayar pemilik penginapan agar tidak menjawab pertanyaannya, Feng Liu pergi tanpa banyak bertanya. Tidak, Ia tidak pergi untuk mencari Yun Jing, Ia tahu ini adalah beban yang dikatakan olehnya, bahwa Ia kini berkelana sendirian, meneruskan jejaknya, meneruskan ramalan Huimie Zhi Shen, sebagai seorang pengelana terakhir.


    Spoiler untuk Chapter 2 :

    Tale 2. The Banner of Clouds


    Dinh Lanh Nha't adalah anak dari kepala desa terpencil bernama Dao Lang yang berada di utara Franchian Indoeast. Sejak Lanh Nha't dilahirkan beberapa belas tahun yang lalu, tak pernah sekalipun Dao Lang ditinggalkan oleh kumpulan awan yang selalu menyelimutinya; memberinya julukan sebagai "desa diatas awan".

    Sudah sejak lama ayahnya mengetahui kemampuan "spesial" dari anaknya. Aliran qigong di tubuhnya begitu sempurna sebagai pewaris ilmu bela diri bernama Fist of Wrath of Heaven yang telah menjadi warisan turun temurun di dalam keluarganya. Bahkan ayah Lanh Nha't sendiri tidak dapat menguasai penuh ilmu bela diri tersebut, Ia belum pernah sekalipun mempelajari bagian terakhir sekaligus pelengkap dari ilmunya. "Qigong yang sempurna dibutuhkan untuk menerima bagian terakhir dari ilmu ini, tidak aku sekalipun dapat mempelajarinya" begitulah yang dikatakan oleh kakek buyut Lanh Nha't pada ayahnya.

    Lanh Nha't tumbuh menjadi pemuda yang baik, Ia tak lelah membantu ayahnya mengurus sawah mereka, mengajar ilmu bela diri untuk para pemuda desa, dan ramah kepada siapapun. Selain qigong nya yang sempurna, Ia juga memiliki hati yang sempurna. Kehidupan Lanh Nha't di Dao Lang Ia lalui dengan damai, hingga suatu hari, dimana awan tidak lagi memeluk Dao Lang..

    Orang-orang berkulit pucat, bermata biru, dan berambut terang mendatangi desanya yang damai. Membawa berbagai macam senjata dan seratus pasukan, melalui seorang penerjemah mereka meminta untuk berbicara kepada kepala desa; ayah Lanh Nha't.

    Perundingan dilaksanakan di rumah kepala desa, namun tidak seorangpun penduduk desa boleh mendekati tempat itu. Penjagaan ketat yang tidak normal sungguh membuat siapapun curiga.

    "Perundingan" yang mereka jalankan bukanlah perundingan, melainkan sebuah interogasi. Perlu diingat "interogasi" yang dimaksud penuh dengan kekerasan. Orang-orang asing itu menyiksa kepala desa untuk mengatakan hal yang tidak Ia ketahui. Mereka memintanya untuk mengatakan dimana dia menyembunyikan anggota-anggota sebuah kelompok bernama Cloud Flag.

    Tetapi "tidak" tetaplah "tidak". Kepala desa yang tidak tahu apa-apa terus disiksa hingga mau mengaku. Lanh Nha't yang saat itu bersama ibu dan adik-adiknya diusir dari rumahnya sendiri mulai merasa janggal. Sudah 2 hari "perundingan" dijalankan namun belum ada tanda-tanda dari ayahnya. Hingga pada tengah hari, 2 orang prajurit asing menariknya keluar dari rumah tetangganya. Mereka membawanya menuju rumahnya karena seseorang bernama Letnan Samuel Solomon memanggilnya. Mereka membawanya menuju ruangan gelap yang tadinya merupakan kamar orangtuanya dan memaksanya duduk di sebuah kursi. Ditambah lagi mereka mulai mengikatnya.
    Setelah Lanh Nha't terikat di kursi, pintu tertutup setelah masuknya 2 orang asing dan seorang penerjemah ke dalam ruangan. Dalam kondisi gelap gulita, terdengar suara pria dalam bahasa asing menanyakannya sesuatu, kemudian sang penerjemah mengatakan pada Lanh Nha't dengan penuh rasa takut:

    "Nak, mereka ingin tahu dimana kalian menyembunyikan anggota Cloud Flag.. tolong katakan saja.. demi keselamatanmu!"

    "Tapi tuan, aku bahkan tidak tahu apa itu Cloud Flag!"

    Sekali lagi suara pria asing terdengar, sang penerjemah pun kembali berbicara kepada Lanh Nha't.

    "Nak, dia bilang dia adalah Letnan Samuel Solomon dari angkatan laut Republik Franchia dan mereka hendak menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Cloud Flag, tolonglah katakan saja pada mereka!"

    "Tuan, aku sudah bilang aku tidak tahu apa-apa! Sekarang dimana ayahku?!"

    Suara pria asing kembali terdengar, kali ini Ia terdengar marah.

    "Nak, jika kau terus bersikukuh, kau akan bernasib sama seperti ayahmu!"

    "Ayahku? Ada apa dengan ayahku? Apa yang kalian laku-"

    Salah seorang pria asing menyalakan lilin-lilin di sudut ruangan. Dalam sinar yang kelam terlihat sosok kepala desa berada di hadapan Lanh Nha't. Tertunduk. Babak belur. Terikat. Dan bersimbah darah.

    "Ayah! Bangunlah! Ayah!"

    Entah karena mendengar suara Lanh Nha't atau alasan lain, sang ayah mulai menggerakkan kepalanya dan menatap Lanh Nha't. Dengan lirih Ia berkata:

    "Larilah.."

    *DOR!*

    "AYAAAAAH!!"

    Melalui sebuah peluru dari revolver berkaliber 12mm, pria asing dengan yang mengaku dirinya bernama Letnan Samuel Solomon menembak kepala ayahnya. Tepat dihadapannya, sang ayah kehilangan nyawanya. Tidak ada yang dapat menjelaskan apa yang dirasakan Lanh Nha't pada saat itu, walaupun ada mungkin terlalu menyakitkan untuk diceritakan.

    Dengan nada meledek Letnan Solomon mengatakan sesuatu padanya dalam bahasa asing. Sang penerjemah tampak ragu untuk menyampaikannya pada Lanh Nha't.

    "Tuan.. apa yang dikatakan pria itu padaku..?"

    "Ma-maaf nak, aku rasa.. aku tak mampu mengatakannya padamu.."

    "Tuan.. tolong katakan padaku.."

    "Di-dia bilang.. jika kau tidak ingin mati seperti sampah ini maka jawablah dengan baik dan benar.."

    Mendengar kalimat tersebut membuat darah Lanh Nha't mendidih. Aliran qigong di dalam tubuhnya mulai meluap. Tubuhnya telah panas oleh amarah yang amat sangat.

    Lanh Nha't berteriak dengan keras, dari kedua tangannya muncul cahaya keemasan yang menyelimuti lengannya. Dan secara mengejutkan Ia dapat melepaskan dirinya dari jeratan tali yang mengikatnya. Memutuskannya seakan tali tebal tersebut terbuat dari mie.

    Reaksi pertama dari Letnan Solomon adalah menembak Lanh Nha't, tapi sungguh mengejutkan ternyata Lanh Nha't dapat memantulkan peluru hanya dengan tangan kosong hingga menembus kepala serdadu sang Letnan. Dan sebelum Ia berteriak meminta bantuan, Lanh Nha't telah membungkam mulutnya dengan sebuah tinju yang begitu keras hingga merontokkan seluruh gigi depan sang Letnan. Secara efektif membuatnya pingsan tak sadarkan diri sementara sang penerjemah bersandar di tembok dengan teror tertulis di seluruh wajahnya.

    Lanh Nha't menatap tubuh ayahnya dengan pilu. Ia benar-benar tak percaya harus kehilangan ayahnya begitu saja tanpa alasan. Ingin rasanya Ia menghabisi seluruh prajurit asing yang menduduki desanya, namun Ia tahu jika Ia melakukannya dan membantah perintah ayahnya, mereka akan membunuh semua orang termasuk ibu dan adik-adiknya.

    Menghormati permintaan terakhir ayahnya, Ia menendang jendela rumahnya yang telah dipaku dengan papan hingga hancur dan terbuka lebar. Karena suara itu, seorang serdadu yang berjaga diluar pintu ruangan curiga dan melihat keadaan di dalam ruangan, hanya untuk mendapati rekannya tewas, sementara sang Letnan tak sadarkan diri. Hanya tertinggal jendela yang terbuka lebar dan tali temali yang putus sebagai jejak terakhir Lanh Nha't.

    Keributan pun terjadi diantara para prajurit asing. Sebagian besar langsung mengejar Lanh Nha't ke dalam hutan. Dalam kekacauan itu para penduduk berusaha melarikan diri. Sebagian besar selamat, namun sebagian lagi tidak beruntung dan terpaksa menerima timah panas di tubuhnya. Semoga Tuhan mengampuni mereka yang tertangkap karena Letnan Solomon tidak akan.

    Lanh Nha't berlari dan terus berlari tanpa tahu kemana Ia berlari, tanpa arah, tanpa tujuan, Ia hanya berlari dalam kebutaan di hatinya. Ia tak tahu harus kemana tetapi terus berlari. Hingga sudah kedua kalinya bulan muncul di ufuk barat sejak Ia melarikan diri. Lanh Nha't kelelahan dan berbaring di tepi sebuah sungai kecil.

    Ia terus berbaring dan menatap langit dan sang rembulan, terus memikirkan bagaimana ayahnya harus mati menderita, bagaimana keadaan ibu dan adik-adiknya, bagaimana keadaan desa Dao Lang beserta seluruh penghuninya. Hingga rasa lelah membuatnya perlahan kehilangan kesadaran.. sebelum Ia benar-benar menutup matanya, Ia dapat melihat sebuah bendera hitam bergambar awan putih muncul kedalam pandangannya dan berkibar.

    Lanh Nha't terbangun tiba-tiba setelah terkejut mendengar keramaian. Lebih terkejut lagi ketika Ia tersadar Ia sudah berada diatas ranjang di sebuah tempat yang asing. Tempat itu bukanlah desa Dao Lang.

    Matanya menelusuri ruangan tempatnya berbaring, Ia menemukan seorang kakek tengah menyeduh secangkir teh di meja dekatnya.

    "Di-dimana aku?"

    "Aaa, sudah bangun kau rupanya.."

    Kakek itu membawa segelas teh yang baru saja Ia seduh dan memberikannya kepada Lanh Nha't.

    "Minumlah, itu baik untuk pemulihan.."

    Tidak menolak, Lanh Nha't pun langsung meminum teh itu sampai habis. Meski masih panas Ia tidak peduli karena entah mengapa tenggorokannya terasa begitu kering seakan belum menerima air selama berhari-hari.

    "Siapa namamu anak muda?"

    "Namaku Dinh Lanh Nha't.. aku berasal dari desa Dao Lang.. dimana aku berada?"

    "Hoo.. Dao Lang.. ya.. ya.. kini kau berada di kamp kami nak, kelompok Cloud Flag.."

    "Cloud Flag? Jadi kalian yang orang-orang asing itu cari? Jadi kaliankah penyebab hancurnya desaku!? Jadi kalianlah penyebab kematian aya-"
    "Tenang anak muda!"

    Kakek itu memotong dan membentak Lanh Nha't yang mulai emosi. Ia tak tahu harus menyalahkan siapa untuk hal yang baru saja menimpanya. Dan kelompok Cloud Flag sangat cocok untuk hal itu.

    "Pertama-tama.. kami minta maaf.. kami terlambat memperingatkan desa kalian tentang kedatangan para kulit pucat.. kami tak tahu mereka akan begitu putus asa mengejar kami hingga tega menyiksa kalian.. selama ini mereka tak pernah melakukan hal itu.."

    "Si-siapa mereka sebenarnya? Mengapa mereka mencari kalian? Apa yang sebenarnya tengah terjadi?!"

    "Rupanya kalian penduduk desa terpencil itu memang jarang melakukan hubungan dengan dunia luar.. bahkan dulu kupikir kalian hanyalah mitos belaka.."

    Sang kakek berjalan kearah jendela gubuk kecil tempat mereka berada, kemudian memandang keluar.

    "Mereka adalah prajurit Republik Franchia.. mereka adalah para penjajah yang berasal dari seberang lautan.. dengan ketamakannya, mereka menginginkan negeri ini beserta seluruh isinya menjadi milik mereka!"
    "Dan kami, kami adalah orang-orang yang akan mengembalikan negeri ini seperti yang seharusnya, kami akan mengusir para penjajah itu untuk selamanya, kami adalah Cloud Flag.., para mantan bandit yang ingin memberikan sesuatu kepada negerinya.."

    Kakek itu bergerak lagi, kali ini Ia menuju pintu gubuk dan membukanya untuk Lanh Nha't.

    "Luu Vinh Pho ingin bertemu denganmu, temuilah Ia di tenda utama.. sampai jumpa"

    Meski tak tahu mengapa, Lanh Nha't menurut pada kata-kata kakek itu dan keluar dari gubuknya. Keadaan kamp begitu ramai dengan pria-pria berwajah seram membawa berbagai macam senjata tajam dan beberapa membawa senjata laras panjang di bahunya, mereka berlalu-lalang, duduk-duduk, bahkan ada yang bermabuk-mabukan. Persis seperti para bandit.

    Tak jauh darinya, sebuah tenda besar terlihat. Ia berasumsi di dalam tenda itulah seseorang yang bernama Luu Vinh Pho berada seperti kata sang kakek. Tanpa pikir panjang Ia memasuki tenda.. dan menerima 2 bilah golok menempel di dadanya sebagai ucapan selamat datang.

    "Mau apa kau?"
    "Ada urusan apa dengan boss?"

    Kedua pria besar pemegang golok bertanya kepadanya dengan wajah seram.

    "Hei kalian, biarkan dia masuk!"
    Seorang pria tua dalam changshan dan topi guanmao mempersilakannya masuk seakan Ia telah menunggu Lanh Nha't sejak lama. Ia tengah duduk bersantai di depan mejanya yang berwarna hitam, dengan secangkir teh tampak berada di atasnya. Iapun mempersilakan Lanh Nha't untuk duduk di hadapannya.

    "Hahaha.. maafkan mereka, mereka memang curiga kepada siapapun.. dan hal itu kupikir bagus untuk penjaga.."

    Entah pria tua di hadapannya menyadarinya atau tidak, karena sejak duduk Lhan Nha't memperhatikan wajahnya dengan seksama, berusaha mengingat-ngingat apakah Ia mengenalnya atau tidak.

    "Oh, dan namaku Luu Vinh Pho, salam"

    Dengan kepalan tangan kanan menyentuh telapak tangan kiri, Ia memperkenalkan diri dan memberi salam hormat kepada Lanh Nha't.

    "Sebelumnya saya ingin berterima kasih kepada anda karena telah berbaik hati menolong saya, tapi mohon maaf jika saya lancang bertanya.. siapa anda sebenarnya? Apakah saya pernah mengenal anda?"

    Mendengar pertanyaannya, pria tua itu malah tertawa sambil mengelus jenggotnya. Nampaknya pertanyaan Lhan Nha't terdengar lucu baginya.

    "Tidak..., tidak nak.. kita belum saling mengenal.., karena itu pertemuan ini berarti bukan? Namaku seperti yang sudah kau ketahui, Luu Vinh Pho, dan akulah pemimpin kelompok ini, Cloud Flag".

    "Begitukah? Kalau begitu nama saya Dinh Lanh Nha't, dan saya berasal dari Dao Lang".

    Setelah itu Ia membalas salam Luu Vinh Pho dengan gerakan yang sama.

    "Yaa.. Dao Lang.. ternyata kau berasal dari sana.. hanya beberapa orang yang selamat dari pembantaian oleh para kulit pucat.. ternyata kau salah satunya.."

    Mendengar hal itu, Lanh Nha't langsung terperenjat, Ia tak menyangka ada yang berhasil selamat selain dirinya.

    "Benarkah itu? Dimana mereka? Bisa saya bertemu dengan mereka?"

    Pintanya sangat berharap bahwa ibu dan adik-adiknya adalah salah satu dari mereka yang selamat.

    "Tunggu dulu, santai saja.. mereka juga berada di kamp ini dan tak akan kemana-mana.. sebelumnya aku ingin bertanya mengenai ilmu beladiri yang kau kuasai"

    "Bagaimana anda dapat mengetahui bahwa saya menguasai ilmu beladiri?"

    "Hahaha.. nak, aku dapat melihat aliran qigong di tubuhmu begitu sempurna, tidak mungkin tanpa penguasaan ilmu beladiri aliran qigong-mu bisa seperti itu.."

    Pria tua itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan mengambil golok yang bersandar di dekat lemari. Dan memberikannya pada Lanh Nha't.

    "Begini.. kurasa kau juga memiliki... umm.. 'keahlian' khusus.. dan kau harus tahu aku juga memilikinya.."

    Ia mendekati Lanh Nha't.

    "Sekarang ayunkan golok itu padaku!"

    Lhan Nha't tidak tahu harus berbuat apa atas permintaannya yang aneh, meski jelas-jelas para penjaga melihat dan mendengarnya, mereka tidak tampak khawatir.

    "Cepat!"

    "Baiklah.. HEAAA!"

    *Poof!*

    Sesaat setelah bilah golok menyentuh dirinya, Luu Vinh Pho menghilang bagaikan asap. Meninggalkan Lanh Nha't yang kebingungan.

    "Bagaimana?"

    Entah bagaimana caranya pria tua itu tiba-tiba muncul dari balik tirai yang berdiri tak jauh darinya. Ia berjalan menuju Lanh Nha't dan mengambil goloknya.

    "Kekuatanku ini telah menyelamatkanku beberapa kali.. ini adalah hadiah terbaik dari para Dewa untukku, bukan begitu? Hahahaha"

    "Ya, tentu saja.. tapi aku moh-"

    "Sekarang tunjukkan padaku kekuatanmu"

    Ujar Luu Vinh Pho memotong tiba-tiba.

    "Aku.. maaf, aku tidak bisa.."

    "Tunjukkan padaku"

    "Maaf Tuan, beribu maaf, aku tidak bi-"

    "Tunjukkan padaku!"

    Pria tua itu mendadak mengayunkan golok di tangannya kearah Lanh Nha't, yang secara refleks menangkisnya.. dengan lengannya.. yang diselimuti oleh sinar keemasan.

    "Hooo, menakjubkan! Sungguh menakjubkan! Aku sangat terkesan!"

    Ia tampak sangat takjub melihat kemampuan Lhan Nha't, menurutnya Lhan Nha't akan sangat berharga jika Ia mau bergabung dengan Cloud Flag, dan tentu Vinh Pho tak ingin melewatkannya.

    "Sekarang maaf saya-"
    "Silakan temui rekan-rekanmu di barak timur"

    "Terimakasih Tuan Pho! Aku berhutang padamu!"

    "Ah, sebelum kau pergi, aku ingin kau tahu, jika kau menginginkan sesuatu.. katakan saja padaku.. aku akan berusaha semampuku untuk membantumu.. jangan sungkan"

    Lhan Nha't merasa sangat berterimakasih kepada Vinh Pho, Ia mengangguk memberi jawaban padanya sebelum bergegas menuju barak timur, tempat dimana para pengungsi Dao Lang berada.

    Setelah tiba di sana, Ia dapat melihat wajah-wajah familiar benar-benar berada di sana, namun tidak satupun tanda-tanda keberadaan ibu maupun adik-adiknya terlihat. Kepada salah seorang tetangganya, Ia bertanya:

    "Maaf Chau, apa kau tahu dimana ibu dan adik-adikku?"

    "LHAN NHA'T?! KUKIRA KAU SUDAH MATI?! Ya ampun kami sungguh khawatir!"

    "Tidak Chau, aku belum mati, kau bisa lihat keadaanku begitu sehat! Terimakasih kepada Tuan Vinh Pho yang telah menolongku!"
    "Sekarang dimana ibuku?"

    "Maaf Lhan Nha't.., kami tidak melihat ibu maupun adik-adikmu semenjak kami kabur dari desa.. Ia tidak ada di tempat ini.., aku telah bertanya kepada mereka dan mereka bilang hanya kami yang mereka temukan".

    Sungguh kecewa Lhan Nha't mendengarnya. Ia tahu Chau takkan pernah berbohong. Apalagi Chau sudah seperti saudara baginya. Ia tak tahu lagi harus bagaimana, akan tetapi Lhan Nha't belum menyerah, Ia sangat yakin bahwa ibu dan adiknya tidak mungkin tewas begitu saja. Ia kembali kepada Vinh Pho dengan sebuah tawaran.

    "Tuan Pho, sebelumnya maafkan kelancangan saya. Saya akan bergabung dengan Cloud Flag, dengan syarat anda berjanji akan membantu saya menemukan ibu dan adik-adik saya!"

    "Hahaha.. Lanh Nha't, kau tidak usah khawatir akan hal itu, aku telah mengirimkan orang untuk mencari penduduk yang tersisa, jika mereka menemukan tanda-tanda ibu dan adikmu, aku akan memberitahukannya padamu."
    "Oh, dan selamat bergabung dengan Cloud Flag".

    Sejak saat itu, Lanh Nha't telah menjadi salah satu prajurit dari kelompok Cloud Flag. Pada awalnya setengah hati Ia bergabung dengan mereka, namun saat Ia kembali ke Dao Lang hanya untuk menemukannya habis terbakar, Ia bersumpah, bahwa Ia akan membalas perbuatan bangsa kulit pucat yang membumihanguskan desanya, terutama seseorang bernama Letnan Solomon yang membunuh ayahnya.

    Dengan api dendam yang membara, Lanh Nha't menjadi salah seorang prajurit paling tangguh dari Cloud Flag. Kemampuan khususnya membuatnya begitu menonjol dan disegani baik kawan maupun lawan bahkan menjadi bahan perbincangan oleh Angkatan Laut Republik Franchia, bagi mereka kini Ia adalah ancaman yang sangat berbahaya.

    Dalam beberapa bulan saja Ia sudah menjadi salah satu orang yang paling dipercaya oleh Luu Vinh Pho, meski masih belum ada tanda-tanda keberadaan Ibu dan adik-adiknya. Sambil menunggu Ia terus menjalani tugasnya sebagai pejuang kebebasan. Menyerang desa dan kamp misionaris, menyergap konvoi Republik Franchia, menyerang markas Angkatan Laut Republik Franchia, dan seterusnya. Hingga tiba saatnya Ia harus menyerang desa Son Bai 3 tahun kemudian, yang akan menjadi titik balik di dalam kehidupannya.

    Lanh Nha't dan sekitar 50 orang lainnya baru saja mendapat informasi bahwa di desa Son Bai, sekelompok misionaris tengah berada di sana dan mendirikan kamp serta mengajarkan ajaran mereka. Menurut informasi, terdapat sekitar 10 orang serdadu Angkatan Laut Republik Franchia, seorang pendeta, dan seorang pria tak dikenal.

    Tanpa ragu Lanh Nha't memimpin 50 orang bawahannya untuk menyerang desa Son Bai dan membantai misionaris yang berniat mengotori kebudayaan dan kepercayaan asli negeri mereka. Setidaknya begitulah yang Ia percayai.

    Mereka mengepung desa Son Bai dari segala arah dan menyerang para serdadu yang tidak menyangkanya sama sekali. Pertarungan pun terjadi, suara tembakan senapan laras panjang dan revolver meletus bersamaan dengan suara besi yang saling berdenting. Walaupun hanya bersenjatakan golok dan tombak melawan senjata api, dengan Lanh Nha't di sisi mereka, mereka dapat mengalahkan 10 orang serdadu asing. 2 melarikan diri, sementara 8 tewas. Sementara di pihak Cloud Flag sekitar 3 orang luka parah, dan 9 orang tewas. Kini hanya tersisa 2 orang kulit pucat yang bersembunyi di dalam kapel.

    Anehnya, pintu kapel tidak terkunci maupun diberi barikade sama sekali. Di dalam kapel, tepat di depan altar berdiri seorang pendeta dan seorang lagi dengan jubah putih dengan ornamen emas. Sebuah lambang dari rajutan benang emas menempel di lengannya dengan penuh kebanggaan. Rambutnya yang berwarna putih dan tersisir rapi dengan penampilan berumur sekitar 30-an membuatnya terlihat bagaikan seorang pria terhormat. Seorang gentlemen sejati.

    Tanpa basa-basi 4 orang anak buah berlari kearahnya dengan nafsu membunuh. Sang pendeta langsung bersembunyi dibalik altar penuh ketakutan. Meski begitu berbeda dengan pria misterius itu, matanya sama sekali tidak menunjukkan rasa takut.

    *DUAR!!* *WHOOOOSH*

    "OAAAAAAAGH!!"

    Dari telapak tangannya, pria itu meniupkan lidah api berwarna putih, membakar dan menghanguskan 4 orang yang menyerangnya dalam sekejap. Bahkan golok yang tengah berada dalam genggaman mereka merah membara karenanya.

    Dengan tenang pria itu berjalan keluar dari kapel, dengan tenang walaupun puluhan pria bersenjata tengah mengepung tempat itu. Ia tampak tidak peduli dan terus berjalan, sementara puluhan orang yang mengepungnya tampak ragu menyerang dirinya setelah melihat apa yang terjadi dengan rekan-rekannya di dalam kapel.

    "Montrez-vous porteur de magie!"

    Dalam bahasa tak dikenal, pria itu meneriakkan sesuatu seolah Ia memanggil seseorang. Namun diantara mereka tidak ada yang mengerti maksud pria itu.

    "Ou je vais tuer tout le monde ici!"

    Kembali Ia meneriakkan sesuatu dalam bahasa asing. Tidak ada yang mengerti. Hanya keheningan yang Ia terima. Tak mendengar jawaban, pria itu menyeringai, dan dalam sekejap..

    *DUAR!!* *WHOOOOOSH*

    "AAAAAAAAARGH!! AAAAAAARGH!!"

    Terjadi sebuah ledakan api putih dari pria tersebut. Membakar habis siapapun yang tersentuh olehnya walaupun sedikit saja. Meluluhlantakkan rumah-rumah yang berada di sekitarnya tanpa ampun. Dalam waktu beberapa detik saja Ia telah membunuh puluhan orang dalam api yang membara. Dalam keadaan itu, hanya satu orang yang masih berdiri tegak, melindungi dirinya dalam balutan sinar keemasan yang menyelimuti seluruh tubuhnya.

    "Ah, j'ai finalement vous avez trouvé".

    Wajahnya terlihat gembira setelah mengetahui Lanh Nha't berada di hadapannya.

    "Je suis Magister LeBlanc de Council of The White Flame, le plaisir de vous rencontrer porteur de magie".

    Pria itu terdengar tengah memperkenalkan dirinya, namun tak satupun kata-katanya dapat Lanh Nha't mengerti kecuali di bagian awal, karena sama persis seperti kata-kata Letnan Solomon saat memperkenalkan dirinya. Pria asing di hadapannya mungkin bernama Magister LeBlanc.

    "Jadi mereka juga memiliki orang-orang seperti ini.."

    Saling berhadapan dan bergerak menyamping melingkari pusat lapangan, masing-masing hendak saling menyerang.

    "Fiery Lance!"

    Magister LeBlanc menyerang terlebih dahulu. Dari sekeliling dirinya muncul panah-panah api. Panah-panah itu meluncur tepat menuju Lanh Nha't yang kini berlari kearahnya dengan konsentrasi sinar keemasan menyelimuti lengannya.

    *DUAR! DUAR! DUAR! DUAR!*

    Keempat panah api berhasil Lanh Nha't singkirkan, Ia berlari dan dalam sekejap Ia telah berada di hadapan Magister LeBlanc dan bersiap memberinya tinju Roar of Heaven. Sinar keemasan di ujung tangannya pun telah berubah meruncing. Akan tetapi..

    "Forceful Gust"

    *FYUUUUUUUUUUUUH!!*

    "Uagh!"

    Kali ini dari telapak tangan Magister LeBlanc muncul gugusan angin begitu kuat hingga mendorong dan menghempaskan Lanh Nha't yang tidak menduganya.

    "Rising Mesa"

    *BRUAK!* *BUAGH!*

    "Agh!"

    Sebuah pilar batu muncul dari dalam tanah dan menghantam punggung Lanh Nha't yang tengah berada di udara setelah terhempas oleh serangan angin Magister LeBlanc, membuat Lanh Nha't terpental vertikal ke udara.

    "Backdraft"

    "!!"

    *DUAR!!* *BLUM!*

    Entah bagaimana caranya tiba-tiba saja Magister LeBlanc sudah berada di atasnya dengan telapak tangan tepat diatas perutnya. Kemudian sebuah ledakan api muncul tepat sesaat setelah Lanh Nha't menyilangkan lengannya untuk melindungi dirinya dari sihir api pria itu.

    "Si-sial, siapa dia? Sihir macam apa ini?!"

    Sebelum Lanh Nha't sempat berdiri, Magister LeBlanc kini sudah berdiri di sebelahnya, dengan telapak tangan terbuka kearahnya.

    "À plus tard"
    "Earthshatter!"

    *DUAR!!*

    Sebuah tekanan yang begitu berat menghantam tubuh Lhan Nha't dengan telak. Ia tak menyangka dapat dikalahkan dengan begitu mudah seorang kulit pucat. Matanya berkunang-kunang dan semakin gelap, Ia semakin kehilangan kesadarannya.

    "Il est le vôtre lieutenant Solomon"

    Dari balik pepohonan hutan di pinggiran desa muncul Letnan Solomon beserta serdadu-serdadunya. Sang Letnan menyeringai penuh kemenangan dan menunjukkan deretan gigi peraknya sebagai pengganti gigi-giginya yang telah hilang akibat tinju dari Lanh Nha't. Dengan mata penuh dendam Ia mendatangi Lanh Nha't dan menendang wajahnya hingga Ia pingsan.

    Setelah itu, Letnan Solomon membawanya menuju sebuah penjara di pinggiran kota Ha Phui. Ia menerima perlakuan yang begitu kasar dari Letnan Solomon yang sangat dendam kepadanya. Tinju dan tendangan telah menjadi makanan sehari-hari baginya. Ia tidak dapat menggunakan kekuatannya karena borgol dengan ukiran-ukiran emas yang mengikat tangannya seolah menyerap seluruh kekuatannya. Lhan Nha't tidak dapat melakukan apapun untuk meloloskan diri.

    Pupus sudah mimpinya untuk mengusir bangsa asing dari negerinya dan menemukan ibu serta adik-adiknya. Kini Ia terpenjara dalam ruangan gelap yang pengap. Entah sudah berapa lama Ia mendekam di sana, merajut dendam dan obsesi kepada pria asing bernama Magister LeBlanc dan sihir baratnya, serta Letnan Solomon yang telah membunuh ayahnya, Ia sudah mulai kehilangan harapan.

    Akan tetapi, beberapa bulan kemudian..

    Entah mengapa keadaan penjara menjadi ramai. Para serdadu berlari kesana kemari seolah terjadi sesuatu yang besar. Mereka berlarian mengambil senjatanya dan meninggalkan penjara begitu saja. Mereka meninggalkan Lanh Nha't sendirian seolah Ia tak berguna lagi.

    Dari luar penjara terdengar berbagai macam teriakan. Bunyi letusan senapan serta besi-besi yang berdenting terdengar dengan keras bersama dengan teriakan-teriakan memainkan simfoni peperangan. Lanh Nha't yakin tengah terjadi peperangan diluar sana.

    Ia mulai menjalankan rencananya untuk kabur dari sana. Lengannya yang telah menjadi kurus melalui kejamnya jadwal makan penjara yang tidak teratur menjadi kunci untuk meloloskan diri baginya. Karena begitu kurus, Ia berhasil meloloskan kedua tangannya dari ikatan borgol yang membelenggunya selama ini.

    *BRUAK!!*

    Dengan kembalinya kekuatan sihirnya, Ia dapat menjebol pintu penjara dengan mudah. Ia benar, tidak ada seorangpun penjaga di dalam penjara itu. Usahanya meloloskan diri berjalan dengan mulus, pintu utama penjara terbuka lebar di ujung lorong. Ia berlari sekuat tenaga menuju kebabasan.

    "Ka-kau..? Vinh Pho?"

    "Lanh Nha't saudaraku!"

    Tak disangka-sangka Ia dapat bertemu dengan Luu Vinh Pho di tempat tersebut. Apakah ini semua kebetulan belaka ataukah memang bagian dari rencana "penyerangan" yang dimaksud Vinh Pho berbulan-bulan lalu sebelum Ia tertangkap?

    "Akhirnya aku dapat menemukanmu, ayo saudaraku, kita menangkan pertempuran ini!"

    "Pertempuran? Jadi inikah rencana yang kau katakan padaku beberapa bulan lalu? Tentang menyerang kota Ha Phui?"

    "Ya saudaraku! Oh, saat kau tertangkap, aku mendapatkan benda ini dari orang yang kuperintahkan untuk mencari ibumu!"

    Vinh Pho mengeluarkan sebuah anting perak dari kantung celananya. Lanh Nha't mengenal betul anting itu.

    "Ini.. anting ibuku?! Darimana kau dapatkan ini?!"

    "Orangku mengatakan Ia menemukannya di hutan tak jauh dari Dao Lang, dan tampaknya sudah tertinggal dalam waktu yang lama, mereka tidak menemukan tengkorak!"

    "Jadi.. ada kemungkinan bahwa.. ibuku masih hidup?!"

    "Benar sekali, dan satu lagi.."

    Vinh Pho melepaskan kalung yang selalu Ia kenakan sejak mereka pertama kali bertemu, kemudian memakaikannya kepada Lanh Nha't.

    "Kalung ini adalah sumber kekuatanku, dengan kalung ini, carilah kekuatan, ikutilah panggilannya, jadilah pria terkuat dan hancurkan siapapun orang yang telah membuatmu harus mengalami ini semua!"

    "Tapi.. bagaimana denganmu?"

    "Aku sudah terlalu tua untuk melanjutkan semua ini, saudaraku! Lanjutkanlah perjua-"

    *DOR!*

    Sebuah peluru menembus perut Vinh Pho yang lengah. Ia ambruk setelah menerima tembakan itu, namun Lanh Nha't menahan tubuhnya. Tepat dibawah pintu masuk, terlihat seringai dengan barisan gigi perak. Menggunakan revolver yang sama saat Ia membunuh ayahnya, Letnan Solomon menembak Vinh Pho.

    "Kau... KAU!!"

    Sinar keemasan kembali menyelimuti lengan Lanh Nha't, tetapi kali ini tidak hanya itu saja, entah bagaimana caranya dirinya muncul satu persatu dan menjadi banyak. Dan semuanya memiliki amarah yang sama kepada Letnan Solomon.

    Letnan Solomon yang ketakutan menembaki satu demi satu dari gerombolan Lanh Nha't yang mendatanginya. Hanya untuk mengetahui bahwa yang Ia lakukan percuma karena sesaat setelah peluru mengenai tubuh mereka, mereka menghilang seperti asap.

    "Kau.. MATILAH KAU!!"

    Seluruh sosok Lanh Nha't berlari dan melompat menuju Letnan Solomon. Dengan Roar of Heaven mereka meninju Letnan Solomon pada saat yang bersamaan, dari segala arah, menghancurkan dan menceraiberaikan seluruh tubuhnya menjadi potongan-potongan daging yang tak berbentuk. Hingga hanya tersisa sepotong barisan gigi perak miliknya.

    Lanh Nha't segera kembali menuju Vinh Pho yang tengah terbaring tak berdaya dengan genangan darah dibawah tubuhnya. Ia berusaha membangunkan Vinh Pho yang telah memejamkan matanya. Ia telah tewas, keluarga barunya sekali lagi direnggut oleh Republik Franchia.

    Meski pertempuran jembatan Cau Guay dimenangkan oleh Cloud Flag, angkatan laut dan misionaris Republik Franchia tetap tidak mau meninggalkan negeri mereka, Sankin.

    Dendam dan amarah Lanh Nha't kini telah mencapai puncaknya. Ia bersumpah akan mengusir setiap orang yang berasal dari Republik Franchia dari negerinya untuk selamanya, apapun caranya.

    Akan tetapi Ia tahu untuk mencapainya, Ia memerlukan kekuatan yang dahsyat, kekuatan yang dapat membantunya untuk melebihi Magister LeBlanc dan pada akhirnya mengalahkannya beserta seluruh republik. Seperti yang Vinh Pho katakan padanya.

    Setelah meninggalkan Cloud Flag, Lhan Nha't memulai perjalanan barunya mencari kekuatan. Berbekal dendam dan kalung dari Vinh Pho, Ia memulai petualangannya mengikuti cahaya dari batu hitam yang menempel di kalung yang menggantung di lehernya. Sebuah memento terakhir seorang kawan dan saudara, menuntunnya menuju kebebasan dan kemenangan.





    Spoiler untuk Chapter 3 :

    Tale 3. Enter The Darkness


    Khurtovyna tundra. Sebuah tempat dimana salju seolah abadi. Sebuah tempat dimana malam dan siang tidak menampakkan perbedaan. Satu hari terang penuh, atau satu hari malam penuh, hanya menjadi lebih kejam jika badai salju datang menyerang, membekukan siapapun yang berani berada di bawah naungannya.

    Tidak ada seorang pun yang berniat pergi kesana kecuali sekelompok manusia, terkumpul ke dalam sebuah sekte penyembah dewa kegelapan; Ygg-Samir, dapat dikenali dari tengkorak elk yang pemimpin mereka kenakan di kepala dan jubah hijau tua bertudung yang selalu menyembunyikan sosok mereka. Mereka adalah para penyihir yang tersesat ke dalam lembah hitam necrona dan tidak berniat kembali ke jalan yang benar, mereka adalah skullmancers; para pengikut sekte Ygg-Samir. Mereka berkumpul di dekat reruntuhan ziggurat misterius yang terletak di ujung utara Khurtovyna Tundra; Semenanjung Themir, tempat yang sangat terpencil dari peradaban dengan kota terdekat berjarak ratusan kilometer di selatan, berbatasan langsung dengan kutub utara.

    Diantara mereka adalah Lagshmivar bersaudara. Abrams, Kirill, dan Arina. Abrams si sulung adalah The Advisor, pemimpin dari sekte Ygg-Samir, sementara Kirill, dan Arina si bungsu adalah anggotanya.

    Meski pada awalnya menolak untuk ikut ke dalam sekte, mengingat apa yang telah terjadi pada orang tua mereka saat The Council of the White Flame menyergap dan menghabisi seluruh pengikut sekte yang tertangkap saat tengah melakukan ritual untuk mengangkat pecahan kunci dari tempatnya di Vlastanburg; kota kelahiran Lagshmivar bersaudara, Kirill tidak dapat meninggalkan Arina sendirian. Ia pernah mencoba saat berumur 14 tahun, namun terpaksa harus kembali karena Arina menderita paru-paru basah dan Ia tak memiliki uang untuk memanggil dokter. Kini Ia terpaksa menjadi anggota meski jauh di dalam hatinya Ia sangat muak berada di dalamnya. Satu hal lain yang menahan dirinya untuk tidak melakukan pelarian kembali bersama Arina untuk kedua kalinya adalah ucapan Abrams bahwa Ygg-Samir dapat menghidupkan kembali kedua orangtua mereka. Dan Arina sangat mempercayai hal itu.

    Dibawah pimpinan Abrams selama 6 tahun, sekte mereka berhasil mengumpulkan pecahan demi pecahan kunci untuk membuka portal yang menghubungkan bumi dengan takhta Ygg-Samir tanpa diketahui oleh ASASIN maupun konsul yang menyangka mereka sudah dibubarkan.

    Hari ini adalah ulang tahun Kirill, namun tidak seorangpun mengetahuinya; bahkan Abrams tidak mengingatnya sejak obsesinya kepada kunci Ygg-Samir. Tidak seorangpun memberinya selamat, tidak bahkan Arina. Ia hanya menerimanya dan menjalani hari itu seperti hari-harinya yang lain.

    Malam ini tanpa diduga menjadi malam yang ditunggu-tunggu oleh sekte. Malam kebangkitan Ygg-Samir. Tak disangka setelah melalui proses perbaikan yang panjang, seluruh pecahan kunci berhasil menyatu kembali; berkat ritual pengorbanan mana-pool yang dilakukan oleh para keymaster. Ironisnya Kirill adalah salah satunya karena Ia pemilik mana-pool terbesar di dalam sekte dan tak aneh lagi baginya untuk menjadi salah seorang keymaster.

    Dengan kunci Ygg-Samir yang telah lengkap berada di tangannya, Abrams bersama para tetua sekte memulai ritual pembukaan gerbang kegelapan. Mereka berjalan menaiki tangga ziggurat menuju altar yang berada di puncaknya. Semakin mereka mendekati altar, semakin gelap warna objek bernama kunci berupa benda berbentuk segitiga itu dari emas hingga hitam, dan semakin berat udara terasa di tempat terkutuk itu.

    Awan spiral mulai terbentuk di atas ziggurat, Abrams bersiap memasukkan kunci ke dalam lubang berbentuk segitiga terbalik yang berada di tengah altar. Entah bagaimana hujan es mulai turun, dan semakin meliar menjadi badai es semakin kunci mendekati lubang.

    Tiba-tiba..

    "Serangan! Di arah selatan!"

    Salah seorang acolyte berteriak setelah melihat sosok-sosok yang beterbangan di horizon selatan. Sayap-sayap putih terlihat dari balik punggung mereka, Kirill mengenal betul siapa mereka.

    "Para half-angel!! Mengapa konsul mengetahui tempat ini?! Abrams kita harus pergi dari sini!"

    Salah seorang tetua yang selamat dari pembantaian 6 tahun lalu berusaha menghentikan Abrams dan mengajaknya pergi, kabur dari apa yang telah Ia impikan selama bertahun-tahun. Obsesinya akan Ygg-Samir telah membutakan mata dan hati Abrams.

    "Tidak pak tua! Tinggal sedikit lagi Ygg-Samir akan terbebas, sang Dewa tidak akan menunggu lagi!"

    Tanpa mendengarkan kata-kata para tetua, Ia tetap bersikeras menyelesaikan ritual. Abrams tak dapat dihentikan, kunci telah kembali ke tempatnya. Gerbang kegelapan mulai terbuka.

    "Ka-kau gila Abrams! Aku pergi dari sini!"
    "Aku juga!'
    "Begitupun denganku!"

    Ketiga tetua meninggalkan Abrams untuk melarikan diri. Mereka tak mau mengorbankan hidupnya karena kebodohan seorang pria muda dan obsesinya. Mereka terlalu egois untuk itu.

    "Pergilah para pengecut, aku tak butuh lagi kalian semua!".

    Di saat yang sama, puluhan half-angel telah tiba dan mulai menyerang satu demi satu anggota sekte walau mereka belum berbuat apa-apa. Pembantaian sekali lagi terjadi, para acolyte mulai mempertahankan dirinya dengan seluruh kemampuan mereka. Dalam kekacauan itu Kirill mencari Arina yang lepas dari pengamatannya.

    Pertarungan besar mulai terjadi diantara half-angel dan acolyte sekte, necrona, arcana, dan draecana berdansa dan menari ditengah kerumunan yang kacau. Bola api beterbangan di udara, pasukan tengkorak dibangkitkan dengan hell caller, ledakan earthshatter menghempas, dan windmesser menyayat. Tidak ada kata-kata lagi yang dapat menjelaskan secara pasti keadaan di kaki ziggurat saat itu.

    Terus mencari dan memanggil Arina, Kirill terus menyusuri kekacauan yang berada di sekelilingnya. Dalam hati Ia terus berharap agar Arina tidak terluka, Ia tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika Arina harus meninggalkannya, karena tinggal adiknya itulah satu-satunya orang yang Ia sayangi di dunia ini; dunianya.

    Pada akhirnya Ia dapat menemukan Arina. Kirill melihatnya tengah berlari keatas ziggurat, tepat menuju Abrams dan pancuran miasma pekat yang berasal dari pusat altar. Kirill berlari secepat yang Ia bisa untuk mengejar Arina, akan tetapi seakan takdir menghalanginya, Ia terpental oleh bola api yang jatuh tepat di hadapannya, menghambatnya dari mengejar adiknya.

    "Abrams! Abrams!"

    Arina terus berlari menuju kakak tertuanya, Ia terus memanggil namanya, namun Abrams nampak tidak perduli. Tidak ada alasan bagi Abrams untuk perduli pada panggilan Arina, Ia bahkan tidak perduli kepada kekacauan yang menimpa sekte yang dipimpinnya walau pembantaian itu hanya berjarak beberapa puluh meter darinya. Ia terus mengagumi proses bangkitnya Ygg-Samir dari sisi altar.

    "Abrams! Abrams! Kapan kau akan membangkitkan bat'ka dan maty?"

    Arina mengguncang tubuh Abrams agar Ia mau mendengarkannya, namun Abrams malah merasa terganggu dan mendorong Arina hingga terjatuh.

    "Jangan konyol, tidak ada waktu untuk hal itu, Ygg-Samir akan membuatku menjadi penguasa dunia, dan aku akan menghabisi setiap anggota konsul dan seluruh keluarga mereka!"

    "Ta-tapi, kau bilang.."

    "Hahahaha, bodoh sekali kau mau percaya.. untuk apa membangkitkan kembali orang-orang tak berguna!"

    Arina tentu saja shock mendengar ucapan Abrams yang telah kesetanan, akan tetapi Kirill akhirnya tiba dan membantu Arina berdiri kembali.

    "Mereka orangtua kita, bukan orang tak berguna"

    "Siapa yang peduli!? Aku tak butuh mereka lagi! YGG-SAMIR, BANGKITLAH!"

    Badai es semakin menguat, awan spiral menari-nari dan petir mulai menyambar-nyambar. Dari tengah pusaran miasma muncul sesuatu yang mengerikan, dengan hawa jahat begitu kuat hingga membuat salju di sekitar ziggurat menjadi hitam. Ygg-Samir mulai memasuki dunia ini.

    Sebuah tentakel besar berwarna hitam yang dipenuhi oleh mata bersinar oranye-kemerahan naik keluar dari pusat altar. Ratusan bola mata itu bergerak kesana kemari hingga mereka tampak mendengar Abrams memanggilnya.

    "Wahai Yang Mulia Ygg-Samir, Raja dari segala raja, untukmu aku serahkan jiwaku!"

    Tentakel besar itu merundukkan tubuhnya kepada Abrams, sementara ratusan bola mata yang menyelimutinya menatapnya dalam-dalam, memperhatikannya.

    "O Sang Dewa, kepadamu aku memohon agar- AAAAAAAAGH!"
    "Kyaaa!!"

    Tentakel itu melilit dan mengangkat Abrams kemudian menariknya ke dalam pusaran miasma bersamanya. Arina menjerit, sementara Kirill hanya bisa melihatnya dalam terror.

    Tak berapa lama kemudian, ziggurat mulai berguncang, tanah di sekitar tundra ikut berguncang, bahkan mungkin seluruh semenanjung ikut berguncang. Di tengah guncangan, miasma hitam pekat mulai meluap dan membanjiri ziggurat, dari pusat altar muncullah sesuatu yang tak dapat dijelaskan oleh siapapun. Sepotong bagian tubuh dari Ygg-Samir.

    Ratusan tentakel hitam dalam balutan jutaan bola mata muncul dari luapan miasma. Bagaikan menara hitam, ratusan tentakel itu menjadi satu dan menegakkan dirinya, kemudian dalam satu gerakan memecah dan melebarkan jangkauannya hingga memayungi ziggurat dengan ribuan tentakel hitam.

    Melihatnya, Kirill tak bisa tinggal diam. Ia menghadap kepada Arina dan menggenggam kedua bahunya, menatapnya.

    "Arina, aku harus menghentikan semua ini dan mengembalikan Dewa terkutuk ini kemanapun tempat dia berasal, tapi aku tak dapat melakukannya sendirian.."

    Kirill tampak ragu melanjutkan kata-katanya, Ia hanya menatap mata adiknya dengan tatapan yang menyedihkan.

    "Aku.. aku- lupakan.."

    Ia melepaskan genggamannya dari bahu Arina dan bangkit berdiri.

    "Aku akan membantumu!"
    "Tidak.. aku tak ingin kehilangan siapapun lagi.. sudah cukup mahluk ini menyebabkan kematian bat'ka, maty, dan Abrams.."
    "Kau kira aku tidak berpikir begitu?! Kau pikir aku menerima begitu saja kematian mereka?! Kau pikir aku tidak merasakan hal yang sama denganmu!? Sekali lagi kukatakan, aku akan membantumu!"

    Kirill begitu terkejut melihat adiknya, yang selama ini selalu Ia anggap gadis kecil manja dan tak tahu apa-apa ternyata telah berubah. Ia telah dewasa diluar pengamatan Kirill, yang selalu merasa mengetahui segalanya tentang diri adiknya.

    "Baiklah..."
    Kirill menghela nafasnya.
    "Kau lihat dua orb yang berada diatas tiang kecil di ujung sana? Kau pegang yang kiri dan aku pegang yang kanan"
    "Lalu apa yang harus aku lakukan?"
    "Setelah aba-aba dariku, salurkan seluruh mana yang kau miliki hingga portal tertutup kembali, kau mengerti?"
    "Aku mengerti.. tapi bagaimana kau tahu semua ini?"
    "Huh.., kau pikir hal seperti apa yang harus seorang keymancer ketahui? Merangkai bunga?"
    "J-jangan bercanda di saat seperti ini!"
    "Haha.. baiklah, ayo kita jalankan!"

    Arina ikut bangkit dari duduknya, Ia telah mengumpulkan kembali keberanian dan kekuatannya. Saat Arina hendak melangkahkan kakinya Kirill berkata padanya:

    "Jangan mati"

    Namun Arina hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian bergegas menuju orb yang berada di ujung sisi kiri altar. Sementara Kirill bergerak menuju ujung sisi kanan altar.

    Semua berjalan dengan mulus, Ygg-Samir nampak tidak melihat, atau bahkan tidak memperdulikan keberadaan mereka dan terus melakukan apapun yang tengah Ia lakukan, tapi sebagian besar adalah menyerang balik para half-angel yang mulai menyerangnya. Kirill tiba di depan orb diikuti oleh Arina yang berada di seberang tangga.

    "Sekarang!!"

    Dengan aba-aba dari Kirill, mereka mulai menyalurkan mana mereka ke dalam orb secara bersamaan. Aliran miasma mulai berhenti dari pusat altar, dan tentu saja hal itu disadari oleh Ygg-Samir.

    Salah satu tentakel menyadari apa yang tengah mereka lakukan. Ratusan bola mata oranye yang menyelimutinya kini menatap Kirill dan Arina secara bergantian, seakan predator tengah memilih mangsanya.

    Mangsa telah ditetapkan, tentakel raksasa itu bergerak menuju Kirill. Namun Kirill tidak mau melepaskan kedua tangannya dari orb karena hal itu akan membuat proses penutupan portal harus dimulai dari awal lagi. Ia bersikeras harus menyelesaikannya saat itu juga walau bahaya tengah mengancamnya.

    "Kirill, pergi!"
    "Tidak Arina, aku harus menyelesaikannya!"
    "Tidak Kirill, masih ada kesempatan, tetapi tidak jika kau tewas!"
    "Tidak! Ini harus selesai saat ini juga!"
    "Dasar keras kepala!"

    Arina melepaskan kedua tangannya, kemudian melakukan sesuatu yang tak terduga.

    *DUAR!!*

    Ia meluncurkan firebolt kearah tentakel tersebut, mengalihkan perhatiannya kepada dirinya.

    "Apa yang kau lakukan!?"

    "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, kesini kau tentakel bau!"

    *DUAR! DUAR!*

    2 buah firebolt meluncur kembali dari telapak tangan Arina, namun sihir arcana level 2 semacam itu tidak mampu melukai Ygg-Samir the Great Old One, bahkan tentakel yang entah hanya berapa persen bagian dirinya tidak terlihat merasa sakit sama sekali. Meski begitu, perhatiannya berhasil teralihkan kepada Arina. Tentakel itu bergerak dengan cepat meninggalkan Kirill dan menuju adiknya.

    "TIDAAAAAAAK!!!"

    Tentakel itu melilit dan mengangkat Arina, namun tidak seperti Abrams, mahluk itu tidak menariknya ke dalam pusaran miasma; melainkan membantingnya ke lantai ziggurat.

    Saat mahluk itu hendak membanting Arina untuk yang ketiga kalinya, seorang half-angel terbang menyayat tentakel dengan zweihander putihnya hingga terpaksa melepaskan lilitannya dari Arina. Menjatuhkannya.

    "Arina!"

    Pada akhirnya Kirill melepaskan kedua tangannya dari orb dan berlari menuju Arina yang jatuh bersimbah darah. Ia mengangkat kepala dan punggung Arina sambil memanggil namanya.

    "Arina! Bangun! Apa yang kau pikirkan hingga melakukan hal bodoh semacam itu!"

    Tubuh Arina terasa dingin, darah keluar bersama batuknya, kondisinya sangat parah, luka dalam yang dideritanya sudah terlalu berat. Ia mulai merasa mengantuk.

    "Arina, bertahanlah, Arina!"

    Ia tidak mengatakan apapun, Arina hanya tersenyum kemudian berbisik:

    "Selamat ulang tahun.."

    Sebelum Ia memejamkan matanya.

    Kirill tidak dapat menerimanya, Ia berusaha membuat Arina terbangun kembali dengan mengguncangkan tubuhnya dan menggoyangkan pipinya, meski Ia tahu hal itu tidak akan membuatnya terbangun.

    "Tidak.. tidak, kau tidak boleh... kau tidak-"

    Sebuah zweihander putih mendarat di hadapan Kirill. Half-angel yang sama dengan yang menolong Arina mendarat di depannya.

    "Kau punya pekerjaan yang harus diselesaikan, cepat kembali ke orb mu!"

    "A-apa yang, siapa kau?!"

    "Tidak relevan, sekarang kembali bekerja, aku sudah mengerti semuanya, tidak perlu memberi penjelasan padaku!"
    "Olwen! Caer! Lindungi kami apapun yang terjadi!"

    Serunya kepada 2 orang half-angel yang berada tak jauh darinya.

    Tak peduli walau melihat Kirill tengah menangisi kematian saudara terakhirnya, kematian satu-satunya orang yang Ia sayangi, half-angel itu tanpa perasaan membawa Kirill terbang kembali menuju orb yang berada di sisi kanan dan menaruhnya begitu saja. Sementara Ia kembali terbang menuju orb yang berada di ujung sisi kiri altar, menggantikan Arina.

    "Apa yang kau lakukan?! Cepat sentuh orb terkutuk di hadapanmu!"

    Pada akhirnya Kirill sadar ini bukanlah saatnya untuk bersedih, ini adalah saatnya menyelesaikan hal yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah Ia mulai karena telah menjadi bagian darinya. Kirill mengumpulkan kembali keyakinannya dan mengelap air matanya. Ia memberikan aba-aba pada half-angel yang menjadi pengganti Arina.

    "Sekarang!"

    Kembali mana tersalurkan ke dalam orb, miasma terhisap kembali, sementara portal semakin menyempit, dan terus menyempit. Tentakel-tentakel raksasa mulai kesakitan dan berusaha menyerang baik Kirill maupun partner barunya secara membabibuta, akan tetapi seluruh half-angel yang berada di udara tidak membiarkan apapun mengganggu mereka, tidak bahkan Ygg-Samir sekalipun.

    Warna hitam di atas salju mulai tersedot kembali ke dalam pusaran miasma, begitu pula dengan awan spiral yang menggumpal masuk ke dalam portal. Kunci segitiga yang berada di pusat altar terbang dan melayang dari tempatnya. Warnanya perlahan menjadi cerah dan menjadi emas. Kunci itu meledak menjadi pecahan-pecahan yang terbang ke segala arah, meninggalkan debu berwarna emas sementara massa tentakel Ygg-Samir meledak menjadi asap hitam yang hilang begitu saja seolah semua ini tidak pernah terjadi.

    Kirill jatuh terduduk pada lututnya. Ia tidak percaya kepada apa yang baru saja terjadi, pada dirinya, pada Abrams, pada Arina. Half-angel yang berada di orb seberang terbang dan mendarat di sampingnya, dan mengatakan padanya:

    "Bahkan Blake tidak sehina kalian hingga menggunakan necrona, terimakasih telah membantu, tapi aku khawatir aku harus membunuhmu.."

    Ia mengangkat zweihander putih bergagang emas miliknya dan bersiap menebas kepala Kirill yang tengah berlutut tak menjawab.

    "Selamat tinggal skullmancer.."
    "TUNGGU FIONN!!"

    Seorang pria dalam pakaian putih dengan lambang familiar dirajut di bagian lengan jubah panjangnya datang dan menghentikan Fionn; nama half-angel yang telah menyelamatkan Arina kemudian hendak membunuh Kirill.

    "Ada apa?"
    "Apa yang kau pikir akan kau lakukan?!"
    "Tentu saja menjalankan perintah.."
    "Pria ini sudah cukup menderita, adiknya baru saja tewas di depan matanya!"
    "Magister Williamson.. dengan segala hormat, kau pikir aku peduli akan hal itu?"

    Pria itu, Magister Williamson, menggaruk rambut merah pendeknya yang tersisir rapi setelah mendengar jawaban Fionn yang cukup nyeleneh.

    "Dengar, pria inilah yang memberi informasi yang dibutuhkan semua operasi ini, hell bahkan dia yang memberi tahu lokasi tempat ini dan cara menutup kembali portal! Dan kau hendak membunuhnya?"
    "Tapi dia salah satu dari mereka.. dan membunuh mereka adalah perintahnya.."
    "Fionn, sebagai representatif dari pihak yang menyewa kalian, aku, Magister Williamson dari The Council of The White Flame.. MEMERINTAHKAN. PADA. DIRIMU. UNTUK. TIDAK. MEMBUNUH. PRIA. INI. Kau mengerti?"
    "Ck. Terserahlah.."

    Fionn terbang meninggalkan mereka dengan kesal, meski begitu Ia tidak membantah kepada perintah Magister Williamson yang meneriakinya semata-mata demi menghormati kontraknya.

    "Apa kau baik-baik saja?"
    "Kenapa kau menghentikannya? Aku tidak memiliki alasan hidup lagi.."

    Mendengarnya, Magister Williamson menepuk bahu Kirill.

    "Nak, adikmu baru saja tewas karena menolongmu, sekarang kau bilang tidak lagi memiliki alasan hidup, setidaknya hormati pengorbanannya dengan tidak mati dalam jangka waktu yang lama!"

    Pandangan Kirill melayang jauh entah kemana, Ia tampak sedang mencerna dalam-dalam kata-kata Magister Williamson. Ia hanya memandangi salju yang berada di bawahnya.

    "Apa yang akan terjadi pada pengikut sekte yang tertangkap?"

    "Mereka akan mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya".

    "Lalu bagaimana denganku?"

    "Kau? Siapa kau? Aku tidak mengenal dirimu, aku hanya mendapat informasi dari seorang skullmancer yang tidak kukenal, pergilah"

    Kirill berdiri kembali dan hendak berjalan pergi seperti yang sang Magister sarankan.

    "Sebelum aku pergi, Magister, mengapa kau menolongku?"

    "Sederhana, karena kau telah menolong kami".

    Setelah menjawab pertanyaan Kirill, Ia langsung berjalan begitu saja meninggalkannya. Bersama dengan para tahanan dan half-angel, kearah selatan, meninggalkan salju abadi semenanjung Themir.

    "Aku tak bisa membiarkan hal ini terjadi lagi.. aku harus memburu para tetua dan menghancurkan semua pecahan kunci.."

    Dengan begitu, dimulailah perjalanan Kirill Lagshmivar, anggota terakhir keluarga Lagshmivar, seorang skullmancer, untuk mengakhiri apa yang telah Ia mulai. Apa yang telah keluarganya mulai. Memasuki kegelapan




    Spoiler untuk Chapter 4 :

    Tale 4. The Wingless Demon


    Tengah hari, Silvervein, kota kecil di gurun antah berantah sekitar 1500 kilometer arah barat laut New Hampshire. Kota dengan gaya old west klasik itu hanya memiliki satu jalan utama yang seakan membentuk koridor yang dibatasi oleh bangunan-bangunan berlantai dua yang terbuat dari kayu usang.

    Seorang pria dalam duster coat hitam menunggangi kudanya mulai memasuki kota Silvervein yang tampak lengang meski di siang hari. Derap langkah kaki kuda tedengar perlahan-lahan, menandakan Ia tidak terburu-buru sama sekali. Ia memperhatikan setiap bangunan yang berada di sisi kiri dan kanannya, matanya menyusuri koridor beratapkan langit biru yang dipijari panasnya matahari gurun, menyiratkan bahwa Ia sedang mencari sesuatu.

    Pandangannya berhenti pada sebuah bangunan dengan papan besar bertuliskan “Saloon”. Ia menyeringai, menurunkan sedikit ujung topi koboinya dan segera mengarahkan kudanya kesana.

    Di depan bangunan itu, Ia melompat turun dari kudanya, mengikatnya pada balok kayu yang berada di depan sebuah wadah air minum kuda, kemudian berjalan menuju pintu saloon yang berupa pintu koboi. Bagian dalam saloon begitu gelap jika dilihat dari luar, namun saat pria itu membuka pintu dan masuk.. perlahan irisnya dapat menyesuaikan pandangan matanya.

    Tepat setelah Ia masuk, seluruh pengunjung saloon memperhatikannya dengan wajah jauh dari ramah seakan mereka semua membenci pendatang baru; yang kelihatannya memang begitulah kenyataannya. Namun pria itu nampak tak perduli dan melanjutkan langkahnya menuju bartender yang berada di seberang ruangan.

    Melihat sebuah kursi yang kosong diantara 2 orang bertopi sombrero berwajah sangar, tanpa ragu Ia duduk disana seolah rasa takut tidaklah berarti baginya, atau malah merasa takut sama sekali.

    “Apa pesananmu bung?”

    “Segelas apapun yang kalian para imbisil miliki”

    Seolah menantang Ia sengaja menghina seisi saloon, membuat kecurigaan berubah menjadi amarah yang tampak dari mata tiap-tiap pengunjung, terutama 2 orang bertopi sombrero yang mengapitnya.

    Bartender memberikannya sebuah minuman keras dengan wadah gelas kaca yang tampak sangat kotor hingga terlihat flek pada permukannya. Segera saat pria itu hendak meraihnya, pria bertopi sombrero yang berada di sisi kanannya memukul gelas itu hingga terpental dengan laras senapannya.

    *prang*

    “Nampaknya gelasmu sangat membencimu hingga Ia melompat dari meja ini”

    *klik* *klik*.

    Kedua pria bertopi sombrero itu menodongkan senapannya ke arah pria sombong bertopi hitam yang berada diantara mereka.

    “Oooh.. maaf, nampaknya aku menyinggung kalian karena kurasa kalian para ***** tidak mengerti apa arti ‘imbisil’ “.

    Pria itu malah menambah ledekannya yang secara otomatis membuat amarah kedua pria yang mengapitnya meledak.

    “Cukup atas penghinaanmu pada kami Estranza bersaudara!”

    *DUAR* *DUAR*

    Kedua pria yang rupanya Estranza bersaudara, dua orang bandit lokal yang cukup terkenal menembakkan senapan mereka padanya. Seisi saloon tampak terkejut, begitu pula bartender yang berada di hadapannya, namun bukan karena suara senapan tapi karena pria itu melakukan sesuatu yang tak mereka duga.

    *Gubrak*

    Estranza bersaudara jatuh dari kursinya pada saat yang bersamaan, darah mengalir saat tubuh mereka menyentuh lantai kayu yang telah lapuk. Rupanya pria itu menghindar begitu cepat sambil mengarahkan laras senapan saat Estranza bersaudara menembakkannya, sehingga masing-masing malah menembak saudaranya sendiri.

    “Ah.. maaf atas keributan ini dan gelasmu tuan.. kurasa ini cukup untuk ganti rugi..”

    Dari kantung duster coatnya Ia mengeluarkan sesuatu yang berkilau dan melemparkannya pada bartender. Mimik wajah bartender nampak berubah drastis saat Ia memperhatikan dengan seksama benda yang pria itu lemparkan padanya, benda itu adalah jari seseorang dengan cincin emas berinisial "J.J" yang masih melekat.

    “Di-di-dia, DIA MEMBUNUH BARRELED-FINGER JAMES!”

    Seru bartender yang diiringi dengan suara kaget seluruh pengunjung. Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk bertanya siapa sebenarnya dirinya.

    “Si-siapa kau sebenarnya??”

    Tanpa membuang tenaga untuk menengok mengetahui siapa yang bertanya kepadanya, Ia menjawab dari balik punggungnya.

    “Haha, ternyata kalian memang imbisil tidak mengenaliku.., namaku Archer, tapi orang-orang memanggilku.. Archer the Darkheart..”

    Jawaban darinya spontan menjadi bahan perbincangan diantara seisi pengunjung saloon, beberapa dari mereka tampak ketakutan, beberapa malah langsung melarikan diri dari saloon.

    “Tu-tuan Archer, jika kau ingin uang aku bisa memberikannya padamu, tapi aku mohon jangan bunuh aku!”

    Bartender sekaligus pemilik saloon tampak begitu ketakutan seolah Ia sedang menghadapi seorang pembunuh kejam, namun Archer tampak sedikit tertawa dan bangkit dari duduknya.

    “Aku bukan perampok Tuan Bartender, aku hanyalah seorang pemburu hadiah, kau tidak perlu melakukannya..”

    Ia kemudian menunduk diantara mayat Estranza bersaudara dan mengambil sombrero mereka, kemudian dengan santainya berjalan keluar dari saloon dan melipat dan memasukkan topi itu ke dalam kantung yang menggantung dari sadel kudanya.

    “Apa ada yang mau memberitahuku yang mana kantor walikota?”

    Tanpa jeda, salah seorang dari pengunjung langsung merespon pertanyaan Archer dan bangkit dari duduknya seolah Tuhan memberi titah padanya untuk membantu Archer.

    “A-aku akan mengantarmu!”

    Dipandu oleh pengunjung itu Archer mengikutinya menuju kantor walikota yang berada di ujung koridor kota.

    “Ka-kalau boleh tahu, mengapa Archer the Darkheart yang terkenal ini datang ke kota kami? Selain Estranza bersaudara kurasa tidak ada yang menarik lagi bagimu?”

    “Ch, jika kau pikir Estranza bersaudara menarik untukku maka kau sedang menghinaku”

    “Ma-maaf Tuan Archer! Bukan begitu maksudku!”

    Jawab pria yang mengantarnya ketakutan.

    “Aku datang untuk hal yang lain, lagipula tak lama lagi kau akan tahu mengapa aku datang kesini.. kudengar akhir-akhir ini kalian sering kehilangan orang bukan?”

    “Ya.. kurasa sejak beberapa bulan yang lalu.., kami rasa hal itu berhubungan dengan Estranza bersaudara.., bahkan Sheriff pun menghilang begitu saja..”

    “Haha.. begitukah menurut kalian?”

    Tanpa terasa mereka telah tiba di depan bangunan kantor walikota, Archer menggenggam kalungnya yang berbentuk pedang yang meliuk-liuk kemudian berkata pada pengantarnya:

    “Kurasa kau harus menjauhi tempat ini.. segera..”

    “Ba-baik!”

    Pria itu langsung berlari sekencang-kencangnya menuruti kata-kata Archer, Ia tahu bahwa desas-desus mengatakan dimana Archer berada disanalah seseorang akan tewas. Dan Ia tak ingin menjadi salah satu dari orang-orang yang tewas.

    Ia membuka pintu utama kantor walikota dan segera disambut oleh 2 pria bertopi koboi serta berpakaian lusuh, salah satunya memiliki jenggot yang cukup panjang tak terawat. Kedua pria itu hanya menatap Archer yang melewati mereka menuju tangga yang mengantarnya kedepan pintu ruangan kantor walikota.

    Pintu itu juga dijaga oleh 2 orang berpakaian lusuh dengan wajah yang sama sekali tidak menyiratkan kebaikan, tapi badge sheriff menempel di rompi salah satunya sementara badge deputi menempel di rompi pria lainnya. Archer berhenti tepat di depan pintu yang dijaga oleh mereka.

    “Siapa kau, mau apa kau datang kesini?”

    “Aku datang, untuk minum-minum, dan membunuh.. dan aku kehabisan minuman!"

    “Persetan denganmu, enyah dari tempat ini, walikota tidak bertemu dengan siapapun!”

    “Oh ya?”

    *BRAK!!*

    *BUAG!*

    Salah seorang dari penjaga pintu yang menghina Archer terpental menjebol pintu, Ia berjalan dengan tenang melalui pintu yang sudah terbuka lebar karena hancur tersebut, sementara si penjaga pintu hendak bangkit kembali dengan darah mengalir dari sisi bibirnya. Namun Archer telah menendang dagunya terlebih dahulu hingga Ia pingsan.

    “Kau! Apa yang kau lakukan!?”

    2 orang penjaga yang tadinya berada di lantai bawah langsung mencabut revolvernya dari balik duster coat mereka.

    “Whoa whoa whoa, ada apa ini, kita tidak memerlukan kekerasan disini!”

    Seru walikota.

    “Aha, sang terkutuk berada di hadapanku, sungguh bagus sekali..”

    Ujar Archer sambil terus berjalan santai menuju walikota walaupun 2 orang di belakangnya bersiap menembaknya.

    “BERHENTI KAU!”

    *Klik* *Klik*

    Pelatuk revolver mereka telah ditarik, jari telunjuk masing-masing penjaga sudah berada di depan pelatuk dengan laras mengarah tepat menuju tubuh Archer. Biarpun begitu Ia tetap tidak memperdulikan mereka dan terus berjalan menuju walikota.

    “BERHENTI!”

    “TIDAK, HENTIKAN TURUNKAN SENJATA KALIAN!”

    Sahut walikota balas menyeru.

    “Tapi boss..”

    “Sudah, pergilah kembali ke bawah aku bisa tangani ini sendiri!”

    “OK, Baiklah..”

    Kedua penjaga itu memasukkan kembali revolvernya sambil menggerutu, nampaknya walikota; boss mereka, tidak ingin kekerasan terjadi di kantornya.

    “Oke tuan siapapun dirimu, kita bisa bicarakan ini semua baik-baik, tidak perlu ada ke-“

    *klik*

    “Ucapkan selamat datang untuk wujud aslimu”.

    *DOR!*

    “Apa yang-”

    *DOR!* *DOR!*

    Tanpa alasan Archer mengeluarkan revolvernya kemudian langsung menembak kepala walikota dari jarak dekat, kemudian sebelum kedua anak buahnya sempat mengeluarkan kembali revolver mereka Archer telah menembak terlebih dahulu.

    Ia menggenggam kemudian mencabut kalungnya yang perlahan-lahan membesar menjadi sebuah pedang flamberge hitam keunguan dengan sebuah batu permata merah menempel di pangkalnya.

    “Bangun, aku belum selesai denganmu!”

    Walikota yang seharusnya sudah tewas membuka kembali kelopak matanya dan menunjukkan matanya yang kini merah menyala. Archer mengayunkan pedangnya hingga suara dari angin yang terbelah terdengar seperti sebuah nyanyian. Namun Ia meleset karena kini gerakan walikota sangat cepat dan tidak manusiawi; Ia bergerak mundur dengan posisi kayang.

    “Huh, akhirnya wajah burukmu kau tunjukkan juga..”

    “Pedang itu.. Doomsinger.., rupanya kaulah orang yang membantai saudara-saudaraku!”

    “Uh-huh, tapi tebakanmu setengahnya salah..”

    “Kau.. bersiaplah.. untuk mati!”

    Gigi taring walikota memanjang hingga menyentuh dagunya, sementara tangannya berubah menjadi cakar yang tajam, kulitnya berubah kebiruan dan begitupula dengan rambutnya yang tadinya pirang.

    “Ini pasti akan menyenangkan”.

    Walikota mendesis kemudian berlari dengan kedua kaki dan tangannya seperti hewan buas menuju Archer dengan kecepatannya. Ia melompat dan menerjang Archer yang menangkisnya dengan pedangnya, namun kekuatan terjangan walikota sangatlah kuat hingga membawa Archer melayang menuju jendela bersamanya.

    *Prang!*

    *Bruak!*

    Mereka berdua terjatuh dari lantai dua bangunan kayu kantor walikota kemudian terjerembab keatas tanah. Walikota berusaha mencabik-cabik Archer dengan cakarnya, namun dengan lihainya Archer terus menangkisnya menggunakan Doomsinger yang mulai menyala kemerahan bersamaan dengan munculnya pijaran api dan nyanyian yang membuat jiwa serasa terbakar api neraka; Song of Blazing Wings.

    Menyentuh Doomsinger yang kini berbalutkan api kemerahan nampaknya sangat menyakitkan untuk walikota, dalam sekejap Ia melompat mundur meraung.

    Sambil meraung, walikota berlari diatas kedua tangan dan kakinya menuju sekumpulan warga kota yang keluar untuk mencari tahu sumber keributan yang baru saja terjadi. Kini mereka sadar bahwa rasa penasaran dapat menjadi sangat berbahaya saat melihat walikota yang kini menjadi mahluk mengerikan berlari kearah mereka.

    Jeritan dan teriakan terdengar dari sekumpulan warga yang sangat ketakutan dan berlarian ke segala arah. Walikota nampak mengincar salah seorang dari warganya sendiri dan mengejarnya seolah-olah seekor predator yang hendak memburu mangsanya. Namun sebelum hal berdarah sempat terjadi..

    *Siiing* *Duar!*

    Dari ayunan Doomsinger, Archer melepaskan api yang bergerak meliuk-liuk seperti ular dan tepat menghantam punggung walikota hingga Ia jatuh terjerembab, menyelamatkan calon korbannya.

    Bangkit kembali, walikota menghadap kepada Archer dan mendesis dengan keras sambil menatap Archer dalam-dalam. Walikota tiba-tiba berlari menuju bangunan terdekat dan menghempaskan dirinya melewati pintu, mendobraknya hingga pecahan kaca bertebaran dimana-mana. Suara jeritan langsung terdengar meski hanya bertahan selama kurang dari satu detik, sebelum putus begitu saja.

    Meski jelas-jelas mendengarnya, Archer tidak tergesa-gesa; bahkan Ia tampak tidak perduli dan hanya berjalan dengan santai menuju bangunan dengan papan yang menjelaskan bahwa tempat itu adalah sebuah toko kelontong.

    Sekarang jelaslah mengapa jeritan yang baru saja terdengar tiba-tiba berhenti, kini di dalam toko tergeletak mayat seorang wanita bersimbah darah dengan dada yang terkoyak. Di atasnya walikota menggenggam sebuah jantung yang sepertinya milik wanita tersebut, dan Ia hendak memakannya. Akan tetapi sebelum jantung yang masih berdetak itu menyentuh mulutnya, benda itu meletus tepat di depan wajahnya hingga darah tersembur kemana-mana.

    *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!* *DOR!*

    Menggunakan tangan kirinya sementara tangan kanannya menggenggam Doomsinger, Archer menembaki walikota dengan revolver unik miliknya. 9 timah panas kaliber .42 menghantam tubuh walikota, dan sebagai penutup orkestra mini tersebut, dari laras kedua di bagian tengah revolver meluncur bola-bola timah berkecepatan tinggi dari selongsong shotgun ukuran 16 gauge dan untuk kesepuluh kalinya menghantam walikota, mendorongnya hingga jatuh tergeletak.

    Ternyata semua peluru itu tidak mampu membunuh walikota, kini tubuhnya nampak dipenuhi oleh lubang yang anehnya tidak mengeluarkan darah. Sekali lagi mendesis dengan keras, Ia tampak sangat marah dan menerjang Archer dengan kekuatan penuh. Mereka berdua terpental hingga menembus tembok kayu toko menuju koridor kota dan berguling-guling kemudian masing-masing mundur dan menjauh dari lawannya.

    Berdiri dan saling menatap, duel klasik nampaknya akan dimulai; dimana momen ini biasanya adalah saat penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Angin bertiup dan menghembuskan debu, teriknya sinar matahari di siang bolong membuat fatamorgana terbentuk di ujung horizon. Mereka berdua berdiri terdiam ditengah nuansa yang menyiratkan bahwa waktu berhenti bersama mereka.

    Sepotong kayu terjatuh dari mulut lubang di tembok toko kelontong. Seakan menjadi bel, mereka berdua saling berlari ke arah masing-masing.

    *DOR!* *DOR!*

    Sebuah kejutan ternyata menyergap Archer. Walikota ternyata masih memiliki sebuah derringer kaliber .40 di dalam kaus kakinya, memuntahkan dua butir peluru ke bagian dada sang pemburu hadiah.

    “Ta-tapi, tidak mungkin!? Half-demon ?! Tanpa sayap?! Kukira kami sudah membayar keluarga Blake untuk tidak mengganggu kami!? Kenapa!?”

    Archer tidak hanya dapat bertahan, namun Ia juga tampak tidak terluka meski menerima 2 butir peluru kaliber .40 langsung dari jarak dekat. Alasan yang sama yang juga membuat walikota begitu terkejut adalah bagaimana wujud Archer saat ini: kulit yang menjadi hitam pekat, kuku yang berubah menjadi cakar hitam, dan mata ber-iris oranye dengan pupil hitam seperti ular. Meski begitu sepasang sayap tidak nampak dari balik punggungnya.

    “Sudah kubilang tebakanmu hanya separuhnya benar.. aku bukan lagi anggota keluarga bodoh itu.. kau bisa lihat dari sayapku; ah maaf, sayapku sudah tiada.., sekarang nikmatilah detik-detik terakhirmu!”

    “COBALAH JIKA KAU BISA MEMBUNUHKU!”

    Kembali walikota menerjang Archer, tetapi karena Archer saat ini bukan lagi manusia, Ia dapat melampaui kecepatan dan kekuatan walikota yang seorang soul reaver. Archer menangkap dan menggenggam leher walikota menggunakan tangan kirinya saat Ia masih berada di udara, kemudian tanpa basa-basi menghunuskan Doomsinger melalui lehernya hingga tembus, lalu menebasnya hingga terputus. Archer melepaskan tubuh walikota dan menangkap kepalanya yang terlepas, secara praktis menghakhiri pertarungan diantara mereka. Ia pun mengembalikan Doomsinger menjadi kalung dan menggantungkannya kembali di lehernya.

    “Tidak heran kaulah yang terkuat dari para sampah sebelumnya..”

    Berjalan begitu saja menuju kudanya sambil menenteng kepala walikota di tengah koridor Silvervein yang kosong melompong. Tidak ada yang berani keluar dari dalam bangunan setelah melihat apa yang telah terjadi, mereka hanya berani mengintip dari balik jendela, memperhatikan Archer yang telah kembali ke wujud manusia tengah memasukkan kepala walikota ke dalam sebuah karung yang menggantung di sadel tanpa suara.

    Sang pemburu bayaran pun pergi untuk mengklaim hadiahnya, menunggangi kudanya menuju matahari yang terbenam bermandikan sinar merah dengan deru angin gurun sebagai musik latar belakang. Meneruskan usahanya untuk membuktikan bahwa dirinya lebih hebat dari seluruh anggota keluarga Blake sebagai seorang pemburu bayaran independen.





    Spoiler untuk Chapter 5 :

    Last Tale. Dying Darkness and Sparkling Flame


    Bertahun-tahun telah berlalu semenjak keempat orang terpisah yang tidak saling mengenal, para tokoh utama cerita ini menemui titik balik dalam hidupnya. Tahun demi tahun takdir merangkai jalan hidup masing-masing dari mereka untuk saling bersimpangan. Levkutsk, 1900, April.

    Levkutsk. Sebuah kota di bagian barat pinggir sungai besar bernama Leina yang berada di tengah tanah antah berantah nun jauh di bagian timur Kekaisaran Rukraisina. Kota yang telah memiliki sejarah selama 250 tahun itu nampak sangat-Rukraisina, dengan bangunan-bangunan kayu nan gagah beserta jendela-jendela kaca besarnya. Jalan utama berlapis batu abu-abu menambah nuansa etnisitas kota yang baru saja berkembang sejak ditemukannya sumber emas dan batu bara tersebut. Di kota inilah, di akhir musim dingin, keempat pria dengan masa lalu dan latar belakang yang berbeda-beda bertemu satu sama lain.

    Pria pertama memasuki panggung takdir. Seorang dengan duster coat dan topi koboi hitam memasuki lobi utama yang juga merupakan bar sekaligus restoran dari satu-satunya penginapan di kota itu. "The Green River"; nama penginapan itu.

    Pria yang juga kita kenal dengan nama Archer itu langsung menuju konter bar, merasa cukup lelah karena baru saja tiba di Levkutsk. Bahkan ini pertama kalinya Ia pernah mengunjungi Rukraisina dan jika bukan karena sebuah misi, Ia tidak akan pernah berada di sini. Nuansa di tempat itu cukup ramai berisikan para pekerja tambang yang hanya ingin bersenang-senang dan mengistirahatkan otot-otot mereka yang lelah setelah bekerja seharian penuh. Ia pun segera duduk di atas kursi kayu yang tepat berada di depan meja konter bar.

    "Ingin memesan apa... uh.. tuan?"

    Melihat gaya berpakaian Archer yang nampak asing dibandingkan dengan mereka, sang bartender tampak ragu menawarkan minuman padanya.

    "Ch, segelas dari apapun yang kalian orang Rukraisina minum.."

    Dalam sekejap, segelas vodka telah tersedia di atas meja di hadapannya. Tanpa ragu Ia menyicipinya dan langsung disambut oleh kandungan alkohol yang begitu tinggi.

    "Hmm.. bagus juga.. apa ini? Vodka?"

    "Ya tuan.. Vodka, untuk menjagamu tetap hangat"

    "Barang bagus, aku suka minuman ini.."

    Sekali lagi Ia pun menyisipnya.
    Pada saat yang sama, masuklah seorang pria lain ke panggung takdir mereka. Tangzhuang putih berlengan panjang yang dikenakannya dari balik rompi kulit beserta topi bulu tidak dapat menutupi ke-oriental-annya. Beserta sebuah tas karung dan tombak merah di punggungnya Ia menginjak lantai kayu penginapan dari atas tangga lalu segera menuju konter bar. Ia tak lain adalah Feng Liu, sang pria kedua.

    Sesaat setelah Ia menyentuh konter, sang bartender langsung datang padanya. Mereka pun mulai berbicara. Meski tersamar oleh betapa ramainya; atau malah bisa dibilang betapa berisiknya tempat itu, Archer dapat mendengar percakapan mereka.

    "Aku ingin membayar..., berapa ....nya?"

    ".... saja"

    "Baik, jadi sudah... informasi... tentang kuil...?"

    "Ya... Leina... hari"

    "Baik, terimakasih banyak".

    Setelah itupun sang bartender kembali ke tempatnya semula, tengah melayani seorang pemabuk yang duduk 3 kursi di kiri Archer. Anehnya, pria oriental itu membayarnya sekali lagi setelah Ia bicara tentang informasi. Ia kini merasa orang itu memiliki informasi yang berguna untuk menemukan hal yang tengah Ia cari.

    "Bartender!"

    "Ya tuan!"

    "Siapa pria oriental tadi? Kelihatannya dia bukan orang sini tentunya.."

    "Ah, dia hanya seorang pengunjung penginapan, dia bilang dia berasal dari-"

    "Shi Huei? Bukan begitu?"

    "...Ya.. begitulah yang Ia katakan.."

    "Kudengar kalian berbicara tentang kuil, dan aku sangat tertarik akan hal itu.."

    "Uh.. maaf tuan.. aku tidak mengerti apa yang anda katakan.. sama sekali.."

    Mendengarnya, Archer melepas cincin emas di tangannya kemudian melemparnya kepada bartender.

    "Mungkin ini bisa membuatmu ingat"

    "Uh... OH! YA! Aku ingat tuan, dia bilang dia ingin mengetahui dimana letak kuil dewa blabla aku tak tahu persis apa yang Ia katakan, jadi kuberi tahu saja Ia tentang dongeng yang pernah kudengar sewaktu masih kecil"

    "Dan dongeng itu adalah..?"

    "Ah, sepertinya aku sudah pikun.. aku sudah lupa, maaf"

    "Ck.."

    Kali ini Ia mengambil sesuatu dari kantung duster coat nya, sebuah sheriff badge perak dan sekali lagi melemparkannya kepada bartender yang dengan lihai menangkapnya.

    "Dan anehnya, aku ingat kembali! Zaman dahulu kala, terdapat sebuah kuil yang berjarak 5 hari menunggangi arus sungai Leina dari Levkutsk ke arah hilir. Kuil itu milik para pemuja dewa kegelapan bernama blabla entahlah aku tidak ingat, dan barang siapa mendekati kuil tersebut takkan pernah kembali. Tamat."

    Setelah mendengar hal tersebut, Archer langsung menghabiskan segelas vodka nya dalam sekali teguk.

    "Hmm.. ok, kurasa ini saatnya bagiku untuk pergi.."

    "Vodka itu gratis karena kemurahan hatimu!"

    "Ya, ya, terimakasih kembali... dasar tamak.."

    Langsung bergegas menuju pintu utama dan keluar dari penginapan, udara dingin langsung menyerangnya. Meski sudah memasuki bulan April, salju masih tampak menumpuk di mana-mana. Melalui salju yang turun kembali, Ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari-cari kemana Feng Liu pergi. Sebuah tombak merah yang menonjol walau di tengah gelapnya malam memandunya kepada Feng Liu yang ternyata berjalan menuju sisi utara kota. Archer pun mulai mengikutinya secara diam-diam.

    Feng Liu nampaknya tidak mengetahui bahwa Archer tengah mengikutinya, pasalnya Ia terus berjalan seolah tidak merasa curiga sedikitpun. Ia tetap terus berjalan kemanapun Ia tengah menuju. Hingga di suatu persimpangan, Feng Liu melihat seseorang, tengah tergeletak di pinggir jalan, hanya mengenakan sepotong kemeja putih, celana katun panjang dan sebuah topi caping yang tak dapat melindungi dirinya dari suhu mendekati 0 derajat celsius Levkutsk.

    Ia menghentikan langkahnya, tidak melihat sosok orang tersebut Archer menyangka Feng Liu menyadari bahwa Ia membuntutinya. Secara reflek Ia bersembunyi di balik bangunan kayu yang bersebelahan dengan gang tempatnya mengintip.

    Feng Liu mendekati pria malang tersebut, saat Ia berusaha membangunkannya agar tidak tidur dalam cuaca sedingin ini dibawah langit, Ia melihatnya. Wajah yang nyaris sama orientalnya dengan miliknya, hanya saja warna kulitnya lebih kecoklatan. Tak diragukan lagi Ia adalah sang pria ketiga, Dinh Lanh Nha't

    Meski berkali-kali Feng Liu mengguncang-guncang tubuhnya, Lanh Nha't tetap tidak bergerak. Saat Ia mengecek nafas dan denyut nadinya, Ia merasa sedikit lega bahwa orang aneh di hadapannya masih hidup.

    "Permisi"

    Entah muncul darimana secara tiba-tiba seseorang dalam balutan jubah hijau tua dengan wajah tersembunyi dibalik bayangan tudung datang dan mengagetkan Archer.

    "Whoa! Sebentar bung, aku sedang ada urusan disini"

    "Permisi"

    "Sudah kubilang sebentar, apa kau tidak lihat aku sedang sibuk?!"

    "Permisi"

    "Bung, sekali lagi kau-"

    *Brugh*

    Setelah ketiga kalinya Ia meminta kepada Archer untuk memberinya jalan keluar dari gang tempatnya datang, Ia tanpa perasaan mendorong Archer begitu saja hingga Ia sedikit terdorong kearah luar gang.

    "Hei, kau!"

    Tentu saja Archer tidak menerima perlakuannya begitu saja, seperti halnya Ia tidak menerima perlakuan Archer begitu saja. Setelah Ia melewatinya keluar dari gang, tanpa pikir panjang dan tampak lupa bahwa Ia tengah mengikuti seseorang secara diam-diam, Archer menarik kerah belakang jubah orang itu, membuat tudungnya terjatuh hingga menampakkan wajahnya saat Ia menengok.

    Setelah melihat tatapan matanya, Ia merasa ada yang tidak beres dengan pria tersebut dan langsung melepaskan genggamannya. Dan saat itulah Archer baru menyadari bahwa Ia tengah membuntuti Feng Liu yang kini menyadari keberadaannya.

    "Ah goddamnit! Berkat si tudung kini dia melihatku! Aku harus melakukan sesuatu"

    Agar Feng Liu tidak mencurigainya, Archer berpura-pura terus berjalan dengan tenang menuju gang yang berada di seberang jalan tanpa membuat kontak mata dengannya. Setelah sampai di seberang jalan Ia melihat seorang pria separuh baya tengah menghangatkan dirinya di depan sebuah api unggun kecil. Entah apa rencananya Archer menghampirinya.

    "Hei pak, apa pekerjaanmu?"

    "Pekerja tambang.. tadinya.. sebelum boss memecatku karena mencu-"

    "Apa kau butuh pekerjaan? Apa kau ingin pekerjaan?"

    "Uh.. ya.. apapun untuk sepotong roti.."

    "Aku punya pekerjaan bagus untukmu. Kau lihat pria oriental diluar sana?"

    Archer menunjukkan Feng Liu yang tengah berusaha mengangkat Lanh Nha't.

    "Ya... dan?"

    "Kau ikuti dia, dan jika Ia keluar dari kota ini, kabari aku di 'The Green River'. Kau mengerti?"

    "Uh.. ya.. ok.."

    "Bagus, dan aku yakin aku dapat mempercayaimu, karena kalau aku salah maka seseorang akan kehilangan kedua tangannya dan tidak dapat bekerja lagi selamanya, sampai nanti".

    Setelah itu Archer meninggalkannya untuk menggantikan dirinya mengikuti Feng Liu, sementara Ia kembali ke "The Green River". Feng Liu memapah Lanh Nha't menuju sebuah tanah kosong tak jauh dari tempat itu. Ia menaruhnya di sebelah tempat Ia menaruh setumpuk kayu bakar yang baru saja Ia keluarkan dari dalam tasnya.

    Sang pengangguran dibuat kaget olehnya; Feng Liu membuka ikatan kain yang menutupi mata tombaknya, kemudian menggunakannya untuk menyalakan api unggun melalui petir yang menyambar darinya. Gemeretuk api terdengar seiring dengan menyalanya kayu bakar. Api mulai memakan kayu dan menghasilkan panas yang mulai menghangatkan tubuh Feng Liu dan Lanh Nha't.

    Kemudian Feng Liu mengeluarkan sebuah panci dari tasnya, meletakkannya diatas api unggun dan ditahan oleh sebuah kayu berbentuk balok. Dari sebuah kantung berbahan kulit Ia menuangkan air, dan dilanjutkan dengan memasukkan bahan-bahan makanan lain seperti jamur dan sayur-sayuran beserta bumbu-bumbu yang tak terlihat jelas dari jauh. Bau sup yang nikmat pun mulai tercium.

    Tidak lama setelah suhu badannya kembali normal, Lahn Nha't akhirnya terbangun. Melihatnya, Feng Liu segera mengangkat panci berisi sup yang sudah matang dan menawarkannya beserta sendok sup keramik kepadanya.

    "Ah, rupanya kau sudah bangun, ayo, makanlah agar tubuhmu kembali hangat"

    Akan tetapi Lanh Nha't hanya memperhatikannya seolah Ia tidak mengerti. Namun rupanya Feng Liu tidak menyerah, Ia bertanya kembali menggunakan berbagai macam bahasa daerah dan dialek yang Ia ketahui; hingga akhirnya Lanh Nha't akhirnya mengerti apa yang Ia katakan.

    "Ah, rupanya sudah bangun kau, ayo agar tubuhmu kembali hangat makanlah"

    Begitulah yang Lanh Nha't dengar, meskipun tidak sama persis dengan apa yang ingin Feng Liu katakan. Setidaknya kini mereka dapat saling mengerti.

    "Terima kasih"

    Lanh Nha't tentu tidak menolak tawaran itu. Seolah belum makan berhari-hari Ia menyuapkan sup yang masih panas ke mulutnya seakan tidak berarti. Sementara Feng Liu tampak mengikat kembali kain yang menutupi mata tombak merah bernama Lei Mao miliknya. Setelah selesai menyikat habis supnya hingga tak bersisa, Lanh Nha't yang heran bertanya kepada Feng Liu:

    "Maaf jika pertanyaanku menyinggung, tapi kenapa engkau menolong orang asing sepertiku?"

    "Tidak ada alasan khusus, guruku mengajarkan sudah mendarah daging diriku di dalamnya hingga tak butuh alasan lagi aku"

    Namun Lanh Nha't malah tertawa mendengarnya, mungkin karena tatabahasa Feng Liu terdengar konyol baginya.

    "Tidak perlu memaksakan diri menggunakan bahasa yang dapat kumengerti karena sebenarnya aku mengerti kata-katamu sejak awal".

    Feng Liu terlihat kaget mendengar bahwa Lanh Nha't ternyata menguasai bahasanya, kini Ia merasa malu.

    "Kalau begitu kenapa kau tadi diam saja? Kukira kau berasal dari bagian lain Shi Huei!"

    "Aku hanya terkejut dengan kenyataan bahwa seseorang telah menolongku, bahkan Ia menggunakan bahasa yang dapat kumengerti! Selain itu aku bukan berasal dari Shi Huei.."

    Kini Ia bangkit dari duduknya, kemudian berdiri dan memberi salam hormat kepada Feng Liu dan memperkenalkan dirinya.

    "Namaku Dinh Lanh Nha't dari Cankin, aku berhutang padamu!"

    "Ah"
    Kini giliran Feng Liu membalas salamnya.
    "Namaku Feng Liu dari Shen Huang, perkenalkan! Dan silakan duduk!"

    Mereka berdua pun duduk kembali diatas batang kayu masing-masing dengan api unggun terus mengeretuk memberi kehangatan di hadapan mereka.

    "Apa yang sebenarnya terjadi hingga kau bisa bernasib seperti ini? Tergeletak tak berdaya di tengah kota antah berantah.."

    "Ah, itu.. sebenarnya 3 hari yang lalu seluruh bekalku habis, sementara aku tak memiliki uang lagi. Selain itu aku tidak memiliki perlengkapan berburu. Seisi penduduk kota tidak mau memberiku pekerjaan disamping aku tak dapat berbicara bahasa mereka, jadi tanpa tempat menginap dan makanan aku berusaha mengemis di persimpangan tadi hingga akhirnya aku jatuh kelaparan. Aku beruntung orang sepertimu menyelamatkanku dari kematian"

    "Tapi itu tidak menjawab pertanyaan mengapa kau bisa berada disini?"

    "Itu.. aku hanya hendak menjalankan urusan pribadiku, namun maaf beribu maaf aku tak ingin membicarakan hal itu pada siapapun"

    "Aneh.., kukira kau sedang mencari hal yang sama denganku.. ngomong-ngomong aku melihatmu mengenakan kalung yang familiar bagiku.."

    "Kalung?"

    Saat Feng Liu mengatakan hal itu, Lanh Nha't baru tersadar Ia tak lagi mengenakan kalung pemberian Vinh Pho.

    "Tuan, aku mohon jika kau memiliki kalungku, segeralah kembalikan"

    "Bagaimana jika aku menolak?"

    "Kalau begitu, aku terpaksa menggunakan kekerasan"

    "Oh ya?"

    Menganggapnya sebagai tantangan, Lanh Nha't menerimanya. Masih dalam posisi duduk, Ia mengayunkan tangan kanannya sebagai pukulan backhand kepada yang mengarah ke wajah Feng Liu, yang Ia berhasil menangkap pergelangan tangan Lanh Nha't menggunakan tangan kirinya. Terkejut, kali ini Lanh Nha't melayangkan tendangan menggunakan kaki kirinya, yang juga ditahan oleh Feng Liu yang mengangkat kaki kanannya untuk menahan pergelangan kaki Lanh Nha't di udara dengan telapak kakinya.

    Menanggapinya, Lanh Nha't menendangkan kaki kanannya sambil menarik tangan kanannya dari genggaman Feng Liu, yang kemudian terpaksa melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan Lanh Nha't. Ia hendak menahan tendangan kaki kanan Lanh Nha't dengan cara yang sama menggunakan kaki kirinya, namun ternyata Ia tertipu karena Lanh Nha't sebenarnya mengincar kaki kanannya untuk membebaskan kaki kirinya. Keduanya pun berdiri dan mengambil jarak satu sama lain.

    "Ayolah, kita tak perlu melakukan ini.. aku tak ingin berkelahi dengan seseorang yang telah menolongku"

    "Maaf, tapi aku terpaksa untuk memastikan sesuatu"

    "Baiklah, jangan bilang aku yang memulainya"

    Lanh Nha't mulai menyerang, Ia meluncurkan straight kiri yang dihindari oleh Feng Liu dengan memiringkan kepalanya ke arah kiri. Dilanjutkan dengan swing kanan yang lagi-lagi berhasil dihindari Feng Liu dengan memiringkan tubuhnya ke belakang. Tidak menyerah, Lanh Nha't melakukan scissor sweep. Kaki kiri yang menyerang daerah perut berhasil ditepis oleh Feng Liu, namun kaki kanannya berhasil menyentuh bagian belakang lutut Feng Liu dan membuatnya kehilangan keseimbangan.

    Mengejutkan bagi Lanh Nha't, ternyata Feng Liu malah menangkap kaki kanannya dengan bagian belakang lututnya yang menekuk sementara kaki kirinya masih berada di udara. Giliran Lanh Nha't yang kehilangan keseimbangan, namun Ia berhasil memutar balik keadaan dengan menggunakan kaki kanannya yang terkunci sebagai tumpuan untuk melakukan reverse roundhouse kick dengan kaki kirinya.

    Untuk menghindarinya, Feng Liu terpaksa menundukkan badannya; yang juga melepaskan kunciannya pada kaki kanan Lanh Nha't. Menyadari bahwa kaki kirinya telah mendarat di depan kepala Feng Liu sementara kaki kirinya terlepas, Ia tidak melewatkan kesempatan itu dan dengan bertumpu pada kaki kirinya Ia meluncurkan tendangan kaki kanan yang tepat menuju wajah Feng Liu. Namun lagi-lagi Feng Liu berhasil menghindar, kali ini dengan berguling ke kanan dan berdiri kembali setelah mengambil jarak.

    "Cih, ternyata masih banyak orang hebat di dunia ini.."

    "Begitu juga pendapatku"

    Sekali lagi mereka mengadu ilmu bela diri. Anehnya, Feng Liu hanya terus menepis dan menangkis serangan Lanh Nhat tanpa membalasnya, hingga bermenit-menit berlalu setelah banyak pukulan dan tendangan diluncurkan kepada Feng Liu.

    "Ayolah.. kupikir kau.."
    Feng Liu mengeluarkan kalung milik Lanh Nha't dari sakunya.
    "..menginginkan ini kembali.."

    "Ch.., kalau begitu aku terpaksa.. menggunakannya.."

    Kedua tangan dan kaki Lanh Nha't mulai bersinar keemasan, tanda bahwa Ia sudah mulai sangat serius hingga menggunakan ilmu Fist of Wrath of Heaven miliknya. Namun belum sempat Ia berbuat apapun dengan ilmunya Feng Liu melemparkan kalungnya kembali kepadanya.

    "Ambillah, aku sudah melihat apa yang aku ingin pastikan.."

    "A-apa yang sebenarnya engkau inginkan? Siapa kau sebenarnya?"

    "Sudah kuduga kau adalah pendekar tapak emas dari kerajaan awan, semua berjalan sesuai dengan ramalan"

    "Ramalan? Pendekar tapak emas? Aku?"

    "Ya, dan ramalan mengatakan bahwa kau akan membantuku dengan memanduku menuju kuil dewa kegelapan menggunakan kalungmu"

    "Kalungku? Jangan katakan... hal yang engkau cari sama dengan yang kucari?!"

    "Ah? Jadi kau juga mencari kuil dewa kegelapan?"

    "Aku tidak tahu apa-apa tentang kuil apapun, aku hanya mengikuti kemana kalung ini membawaku.. sahabat lamaku mengatakan aku akan mendapatkan kekuatan dari manapun kalung ini akan membawaku"

    "Maaf, tapi dewa kegelapan tidak memberi kekuatan kepada siapapun.. dan ramalan mengatakan aku harus mencegahnya masuk ke dunia ini"

    "Kau gila, sahabatku tidak mungkin berbohong, kau pikir kenapa aku mau menolongmu?"

    "... Kau masih berhutang padaku.."

    "... engkau benar.. baiklah, mari kita tunda perdebatan ini hingga tiba di sana.."

    Mendengar persetujuan dari Lanh Nha't untuk melakukan gencatan senjata, Feng Liu memberikan salam hormat kepadanya.

    "Terimakasih atas kerjasamamu, kita berangkat pagi ini"

    Beberapa jam telah berlalu, Feng Liu dan Lanh Nha't bersiap-siap untuk melakukan perjalanan bersamaan dengan munculnya matahari pagi di ufuk timur. Mereka mematikan api unggun kemudian berjalan kearah sungai sambil membawa barang masing-masing. Tentunya mata-mata Archer masih mengawasi dan mengikuti mereka hingga pinggir sungai.

    Mereka terlihat mendatangi seorang pemilik kapal di pelabuhan dan membicarakan sesuatu. Sang mata-mata bersembunyi di balik bangunan kayu kantor administrasi pelabuhan untuk menguping pembicaraan mereka.

    "Jadi.. berapa biaya menuju hilir?"

    "Apa? Hilir? Kau gila, tidak ada yang mau pergi kesana!"

    "Tapi kami ingin kesana, apakah anda bisa mengantarkan kami?"

    "Tidak! Aku belum ingin mati! Tidak ada yang pernah kembali dari sana!"

    "Bagaimana jika kami menyewa kapal anda?"

    "Tidak bisa, aku memerlukannya untuk mencari uang!"

    "Ugh.. kalau begitu bagaimana jika kami.. membeli perahu anda?"

    "Hmm... baiklah, apa yang kau tawarkan?"

    Feng Liu mengeluarkan sebuah kantung kecil dan memberikannya pada pemilik kapal. Ia tampak terkejut setelah melihat isi kantung kecil yang Feng Liu berikan padanya.

    "Ba-baiklah.. ini cukup.. kurasa.. akan kulepas tambatannya".

    Merasa telah cukup mendengar apa yang Ia ingin ketahui, mata-mata Archer berlari secepat yang Ia bisa kembali ke pusat kota Levkutsk menuju penginapan 'The Green River' untuk memberi tahu Archer semua yang Ia lihat dan dengar.

    Sementara itu, perahu telah dilepaskan dari tambatannya. Feng Liu dan Lanh Nha't pun segera menaikinya bersama dengan barang bawaan mereka, mendayung perahu kayu tersebut menuju arah hilir dipandu oleh kalung milik Lanh Nha't.

    Beberapa jam telah berlalu, tidak ada hal yang spesial dari perjalanan mereka menyusuri sungai Leina menuju hilir; hanya saja Lanh Nha't melihat sebuah perahu jauh di belakang mereka.

    "Aku rasa ada yang mengikuti kita.."

    "Aku tahu, sejak meninggalkan penginapan Ia terus mengikutiku.. namun karena Ia belum melakukan apapun aku tidak menggubrisnya.."

    "Oh ya? Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?"

    "Kita tidak perlu mencegah penyakit yang tidak ada. Duduk dan tenanglah"

    "Baiklah.."

    Feng Liu memutuskan bahwa selama Archer tidak melakukan apapun, Ia tidak akan mengkonfrontasinya. Mungkin terdengar naif, tetapi Feng Liu memiliki agenda lain.

    Sesuai dengan legenda yang diceritakan oleh bartender, setelah 5 hari berlalu diatas perahu, mereka mulai merasakan hawa jahat menyelimuti udara meski tidak terlihat. Tanpa perlu perintah, Lanh Nha't segera mengeluarkan kalungnya dari balik kerah bajunya kemudian menggunakannya layaknya Ia menggunakan sebuah kompas. Ia berputar dari selatan, ke barat, kemudian utara, dan saat Ia menghadap ke timur, mata kalungnya mulai berpendar.

    "Kita harus turun disini!"

    Mengikuti petunjuk Lanh Nha't, Feng Liu mendayung perahu mereka hingga mencapai bibir sungai. Mereka mendarat tepat di hadapan hamparan hutan pinus yang begitu lebat. Setelah mengangkat perahu kepinggir sungai, mereka pun mulai memasuki hutan pinus yang sangat lebat. Hanya bermodalkan bimbingan dari kalung mereka melalui hutan tersebut tanpa tahu akan tiba dimana. Dalam beberapa menit saja mereka menemui sebuah sungai kecil dan berjalan menyusurinya menuju hulu yang nampaknya berada di gunung yang terlihat di kejauhan.

    Sore hari telah tiba. Sudah berjam-jam mereka berjalan menyusuri sungai. Kini mereka tiba di depan sebuah air terjun yang lumayan besar. Berdasarkan kalung, jalan mereka adalah tepat berada di atas tebing yang ada di hadapan mereka.

    Namun tidak begitu menurut Feng Liu. Berdasarkan kitabnya, kuil dewa kegelapan tersembunyi di balik tubuh seekor naga biru. Dan satu-satunya 'naga biru' yang berada di sana adalah air terjun dari sungai yang mereka susuri.

    "Tempatnya pasti ada di balik air terjun itu"

    Benar saja, ternyata sebuah gua tersembunyi di balik derasnya air yang menutupi keberadaannya. Namun senja sudah akan berakhir, Lanh Nha't menyarankan bahwa Ia tak ingin mengambil risiko menelusuri gua tersebut saat malam hari. Akan tetapi Feng Liu memaksa bahwa mereka harus masuk malam ini karena menurut ramalan, kesempatan terakhir untuk menghentikan dewa kegelapan adalah setelah bulan melalui kepala pada bulan ke-3 dan hari ke-8 di tahun tikus, yakni hari ini.

    Meski awalnya tidak setuju, pada akhirnya Lanh Nha't terpaksa mengikutinya karena selama ini 'ramalan' yang Feng Liu selalu jadikan alasan belum pernah salah. Keputusan itu juga disyukuri oleh Archer yang terus diganggu oleh gerombolan nyamuk yang terus menyerangnya sejak mereka mendarat dari sungai Leina.

    Setelah menyalakan api unggun, Feng Liu dan Lanh Nha't meninggalkan barang bawaan mereka di tempat itu dan membawa benda-benda yang hanya mereka perlukan serta sepasang obor. Sementara Archer tidak memerlukan obor karena matanya telah beradaptasi dengan baik pada kegelapan sebagai seorang half-demon apalagi Ia cukup mengikuti dua orang yang membawa obor sebagai satu-satunya sumber cahaya di dalam gelapnya gua.

    Bagian dalam gua pada beberapa menit awal hanyalah seperti gua pada umumnya, dinding batu tak beraturan disertai stalaktit dan stalakmit yang menghiasi seluruh sisi gua. Namun semakin dalam mereka menelusurinya semakin halus dinding gua dan semakin sedikit stalaktit maupun stalakmit yang mereka temui hingga hilang sama sekali dan digantikan oleh lapisan dinding batu dengan tekstur kotak-kotak. Menandakan bagian gua tersebut adalah buatan manusia.

    Hingga mereka tiba pada sebuah bagian gua yang begitu luas dan tinggi, dengan gerbang batu raksasa menyambut mereka. Mungkin gerbang inilah yang akan tertutup jika ramalannya benar. Dibalik gerbang yang masih terbuka lebar terdapat sebuah cabang jalan. Diatas masing-masing kedua pintu masuk cabang terdapat ukiran yang bergambar lambang awan dan petir. Keduanya berdiri di hadapan percabangan, sementara Archer menunggu sambil mengambil jarak di balik pintu gerbang raksasa.

    "Jadi.. bagaimana?"

    "Bukankah kita sudah tahu jawabannya? Masing-masing manusia memilih jalannya sendiri.."

    "Ch, baiklah aku pilih yang awan.. tapi jangan menyesal jika aku sampai terlebih dahulu!"

    "Seorang laki-laki tidak menyesali keputusannya tetapi belajar darinya. Silakan"

    "Kalau begitu hutangku pada engkau sudah terbayar?"

    "Kelihatannya begitu temanku, semoga hatimu menuntunmu ke arah yang benar"
    "Ha! Di dunia ini tidak ada jalan yang benar atau salah! Semua gila!"

    Setelah merasa terbebas dari beban hutang nyawa, Lanh Nha't berlari ke dalam cabang gua pilihannya tanpa menengok kembali. Tinggal sedikit lagi Ia mencapai kekuatan untuk mengalahkan Magister LeBlanc dan mengusir penjajah; begitulah menurutnya.

    Setelah cahaya obor Lanh Nha't tidak terlihat lagi, Feng Liu berjalan menuju jalan berukiran lambang petir yang Ia pikir tepat untuk mendeskripsikan kemampuannya dan Lei Mao. Saat Archer hendak bergerak menutupinya sebuah guncangan besar terjadi, tak terasa bulan telah berada di sisi timur sesuai dengan ramalan yang Feng Liu katakan; singkatnya pintu gerbang tertutup tiba-tiba sebelum Archer sempat melewatinya, menguncinya diluar.

    "Sial, sial, sial! SIAL!"

    Seperti apapun Ia berusaha mengangkat pintu, bahkan dengan wujud half-demon pintu tidak bergerak sedikitpun seolah sebuah kekuatan besar menahannya. Pukulan dan sabetan dari Doomsinger pun tidak memberi efek apapun karena pintu itu dilindungi oleh sejenis draecana tingkat tinggi yang sangat kuat. Setelah satu jam Ia mencoba berbagai macam hal Ia duduk dalam rasa frustrasi sambil tengah memikirkan kembali bagaimana Ia dapat berada di bagian lain dari pintu di hadapannya itu.

    "Brengsek.. sekarang apa yang harus aku lakukan...."
    *Fyuuuh*

    Entah darimana terdengar suara angin bertiup, Archer menengok ke segala arah mencari sumber suara itu berasal.. dan berakhir dengan sebuah lubang selebar kira-kira satu meter yang terletak di sebelah kiri atas tembok yang menempel dengan gerbang.

    "Hmm... kurasa boleh dicoba.."

    Tanpa pikir panjang Ia pun memasuki lubang itu. Satu hal yang Ia tidak ketahui adalah dibawah lubang itu adalah ukiran bergambar tengkorak.

    Entah berapa lama telah berlalu sejak Feng Liu berpisah dengan Lanh Nha't, Ia telah melalui jalan yang berliku-liku dan penuh jebakan. Akan tetapi belum sekalipun Ia memerlukan Lei Mao sama sekali. Ia merasa yakin, sesuatu yang aneh sedang terjadi karena menurut ramalan seharusnya kuil dewa kegelapan dipenuhi oleh mahluk jahat. Namun anehnya tidak satupun Ia temui.

    Kini Ia tiba di sebuah ruangan. Di seberang ruangan terdapat sebuah pintu batu yang tertutup. Feng Liu mendengar sesuatu dari ruangan tersebut, Ia mencabut kain yang menutupi mata tombaknya, kemudian melempar obornya ke tengah ruangan. Dengan siaga Ia memasuki ruangan, berjaga-jaga jika ada sesuatu yang tengah menunggunya di sana. Selangkah demi selangkah Ia berjalan menyebrangi ruangan, mendekati pintu yang berada di sana. Ia mendorongnya, tidak bergerak. Ia berusaha mengangkatnya, juga tidak bergerak. Menggunakan kekerasan juga tidak berarti karena pintu di hadapannya dilindungi oleh draecana tingkat tinggi. Terdapat dua opsi di saat seperti ini: Kembali dan mengambil jalan lain, atau mencari cara untuk membuka pintu. Feng Liu memilih opsi kedua.

    Saat Ia berbalik, sekali lagi Ia mendengar suara aneh.. seperti.. langkah seseorang yang tengah berlari, ditambah samar-samar suara nafas seseorang yang bergerak semakin mendekat. Akan tetapi tidak jelas darimana asal suara itu, karena satu-satunya jalan masuk ruangan hanyalah jalan tempat Ia datang, dan Feng Liu yakin suara itu tidak berasal dari sana. Suara itu berasal dari bagian kiri atas ruangan. Persis dari atas dinding. Dan saat Ia hendak mendekat untuk menyelidikinya..

    *BRANG! BRUAGH* *GUBRAK!*

    Salah satu ornamen yang menempel di tembok hancur berkeping-keping bersama dengan munculnya seseorang dari baliknya, diikuti oleh runtuhnya atap lorong kecil tempat Ia masuk hingga tertutup kembali. Ia mengenal orang itu.

    "Whew.. nyaris saja aku tertimbun.. uh.. whoops.."

    Tanpa sadar kontak mata terjadi, pria dengan duster coat hitam penuh debu di hadapannya benar-benar orang yang sama dengan orang yang mengikutinya. Archer.

    "Kau... kau yang mengikuti kami !? Katakan apa yang kau inginkan?!"

    "Hei, hei, singkirkan tombakmu!"

    Melihat Feng Liu berada dalam posisi kuda-kuda penuh dengan mata Lei Mao menghadap dirinya, Ia merasa tersinggung.

    "Tidak sebelum kau katakan mengapa kau mengikuti kami?!"

    "Keras kepala kau ya..., ck, kau beruntung aku tidak menggunakan senjata api pada orang bersenjata kuno.., begini, enyah dari hadapanku sekarang, lalu pergi dari tempat ini, syuuh, syuuh.."

    "Maaf, tapi aku harus mencegah dewa kegelapan sebelum memasuki dunia ini.. dan sekali lagi aku meminta jawaban darimu!"

    "Hahaha.. keras kepala.. KAU YA!"

    *CTRANG!*

    Dalam sekejap Archer telah mencabut kalungnya menjadi Doomsinger bersamaan dengan ayunannya yang langsung menghantam mata tombak Lei Mao. Sungguh mengejutkan bagi Archer melihat bagaimana Feng Liu dapat bertahan pada posisi sebelumnya tanpa sedikitpun kehilangan kontrol atas tombaknya setelah menerima ayunan kuat dari flamberge kesayangannya.

    "Hoo.. ini pasti akan menarik.."

    Dalam sekejap, keduanya telah menjadi pemeran festival pertarungan di dalam ruangan gua mistis tersebut. Suara dentingan metal dan kadangkala percikan api menyinari dinding gua yang terbuat dari batu berwarna abu-abu gelap.
    Archer cukup terkejut bahwa ternyata Feng Liu dapat bertahan dari semua serangannya. Semua tebasannya berhasil pria Shen Huang itu tepis atau hindari.

    "Ck, ternyata kau cukup jago juga ya... sudah dalam kurun waktu lima tahun terakhir aku belum pernah menemui orang yang dapat berdiri setara denganku!"

    "Terimakasih atas pujianmu, jadi bisakah kita menghentikan ini dan kau menjawab pertanyaanku sebelumnya?"

    Mereka berdua masih dalam posisi kuda-kuda menyerang setelah pertarungan konvensional dengan senjata jarak dekat mereka jalani. Archer tersenyum, nampaknya ia belum menginginkan pertarungan yang sangat menarik ini berakhir untuknya.

    "Tidak sebelum aku menghabisimu!"

    Nyanyian mistis mulai terdengar bersamaan dengan menyalanya Doomsinger dalam balutan kobaran api berwarna kemerahan. Song of Blazing Wings. Menandakan keseriusan Archer dalam menghadapi lawannya.

    Melihat hal itu, Feng Liu juga menggunakan kemampuan asli dari Lei Mao. Kilatan cahaya biru dan pijaran petir menghiasi mata tombak merah di tangannya, Feng Liu yang selama perjalanan ini sangat jarang harus menggunakan kekuatannya yang sebenarnya terpaksa mengerahkannya untuk melawan Archer.

    Archer berlari kearah Feng Liu sambil mengayunkan pedangnya, dari ayunan tersebut meluncur api yang bergerak meliuk-liuk seperti ular. Feng Liu meresponnya dengan mengirimkan kilatan petir berwarna biru keputihan yang langsung menghantam serangan api meliuk dari Doomsinger. Kilatan cahaya yang sangat menyilaukan hasil dari peraduan kedua jurus mereka sesaat membutakan pandangan Feng Liu, dan pada saat yang sama ternyata ia telah berada dalam jarak serang Archer yang sejak tadi terus berlari tanpa henti.

    Archer mengayunkan Doomsinger dari sisi kiri Feng Liu, ia yakin dengan mata yang tak dapat melihat Feng Liu tidak akan dapat menangkis serangannya. Archer salah. Meski tidak melihatnya, Feng Liu dapat menepis ayunannya dengan sempurna seolah ia tidak memerlukan indera pengelihatan dalam pertarungan ini.

    Tentu saja hal ini mengejutkan Archer, belum pernah ia bertemu seorang manusia yang tidak memerlukan indera pengelihatan untuk bertarung dengannya. Archer melompat mundur dan memikirkan kembali strateginya untuk melawan Feng Liu yang sampai saat ini masih memejamkan matanya.

    "Sudahlah, aku sudah muak dengan pertarungan ini!"

    Archer yang frustrasi mencabut revolver miliknya dan mengarahkannya kepada Feng Liu. Namun saat ia hendak menekan pelatuknya, sebuah hawa jahat yang amat sangat muncul dari balik pintu batu di sisi utara ruangan. Tentu saja Feng Liu juga menyadarinya, pandangan mereka berdua beralih kearah pintu batu nan kokoh tersebut.

    Secara tiba-tiba sebuah getaran besar dan bunyi gemuruh muncul dari arah pintu batu yang mulai terbuka secara perlahan. Baik Archer maupun Feng Liu terkejut melihat apa yang tengah terjadi.

    Dari sebuah portal hitam yang terbentuk diantara dua buah tiang batu diatas sebuah altar raksasa, muncul tentakel-tentakel raksasa berwarna hitam yang masing-masing memiliki ribuan pasang mata oranye kemerahan menempel di permukaan kulitnya. Miasma pekat mengalir dari dalam portal, sementara ukiran-ukiran rune dipermukaan bebatuan struktur gua yang mulai menjadi hitam bersinar keunguan.

    Melihat makhluk tersebut, Archer dan Feng Liu secara bersamaan mengucapkan:

    "Ygg-Samir!"

    "Dewa Kegelapan!"

    Mereka saling menengok kearah masing-masing.

    "Kau... kau bilang apa?"

    Tanya Archer heran.

    "Ygg-Samir? Jadi itukah nama sang Dewa Kegelapan yang harus kucegah kemunculannya di dunia ini?"

    Feng Liu balik bertanya.

    "Tunggu, jadi tujuanmu sama denganku?!"

    "Karena itu telah kukatakan padamu lebih baik kita hentikan perkelahian kita bukan?"

    Archer merasa bodoh telah melakukan pertarungan yang tidak ia perlukan dengan Feng Liu, untuk menutupi rasa malunya ia mengajak Feng Liu menghadapi Ygg-Samir dengan nada memimpin.

    "Kalau begitu ikuti aku, kita habisi mahluk jelek ini!"

    Mereka berlari melewati pintu batu yang telah terbuka menuju ruang portal yang ternyata lebih besar dan lebih luas dari yang mereka duga. Di tempat luas itu mereka dapat melihat sosok dua orang manusia; yang satu berdiri tepat di depan altar tempat mahluk kegelapan itu muncul, dan yang satu lagi nampak baru saja memasuki ruang altar dari pintu batu sebelah selatan.

    "Ah, itu Lanh Nha't!"

    Seru Feng Liu melihat orang yang datang dari pintu selatan tersebut.

    "Siapa itu? Temanmu kah?"
    "Ya, namaku Feng Liu, dan dia teman baruku, Dinh Lanh Nha't. Dia juga mengejar sang Dewa Kegelapan", jelas Feng Liu.

    "Dink Lang- apa?", Archer terdengar kesulitan dengan penyebutan nama warga Franchian Indoeast tersebut.

    "Sudahlah, lupakan..." keluh Feng Liu.

    Pada akhirnya mereka bertemu di tengah ruangan, tepat di hadapan gerbang terkutuk yang tengah terhubung ke dunia kegelapan Ygg-Samir.

    "Mahluk apa itu?!"

    Tanya Lanh Nha't pada Feng Liu dalam bahasa Shen Huang yang tidak Archer kuasai.

    "Itulah pemilik kuil ini, Sang Dewa Kegelapan! Bukankah kau ingin meminta kekuatan darinya?"

    Sindir Feng Liu.

    "Apa? Jadi itu mahluk yang akan memberiku kekuatan?! Kalau begitu aku tidak mau, dari bentuknya aku tidak percaya!"

    Jawab Lanh Nha't polos, membuat Feng Liu sedikit tertawa sementara Archer hanya bengong tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

    "Hei, apa yang kalian bicarakan?"

    Tanyanya penasaran.

    "Bukan hal yang penting, lalu siapa orang bertudung hijau gelap itu? Temanmu?"

    Tanya Feng Liu balik. Mendengarnya, Archer samar-samar dapat mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

    "Ah! Itu si jubah kurang ajar yang menabrakku tanpa meminta maaf di Levkutsk! Sialan, ternyata dia juga ada hubungannya dengan semua ini!"

    Ternyata masih menyimpan dendam, Archer berjalan mendatangi pria itu untuk menyampaikan "satu dua hal" dari Doomsinger yang masih berada di genggamannya. Akan tetapi, saat beberapa langkah lagi ia tiba di belakang pria itu...

    "Firestorm!"

    Bersama dengan sahutan pria itu, sebuah badai api mengamuk tepat kearah kumpulan tentakel hitam dengan beribu mata yang tengah memandang mereka semua. Begitu panasnya api dari serangan sihir Arcana tersebut hingga menghanguskan salah satu tentakel.

    Ygg-Samir langsung mengamuk setelah menerima serangan tersebut, massa tentakel hitam langsung bergerak untuk menghantamkan tubuhnya kearah pria itu dan Archer.

    "Apa yang-"

    "DUARR!"

    Begitu besar dan beratnya tentakel-tentakel tersebut hingga menyisakan cekungan di atas lantai batu tempat Archer dan pria itu tadinya berdiri, namun mereka telah berhasil menghindari serangan Ygg-Samir.

    "Hei, siapa kau sebenarnya?!"

    Seru Archer bertanya kepada pria itu.

    "Skullmancer..."

    Dengan suara yang nyaris tidak terdengar itulah jawaban yang sepertinya Archer dengar.

    "Matilah kau..."

    Lanjutnya dengan pandangan penuh dendam kepada ribuan mata oranye yang balik menatapnya.

    "Fiery Cutter!"

    Kali ini ia meluncurkan sebuah pisau api besar yang memotong beberapa tentakel hitam yang mengeluarkan aliran miasma hitam sebagai pengganti darah. Archer sendiri sedang disibukkan oleh tentakel-tentakel lainnya yang entah kenapa menyerangnya.

    "Apa-apaan ini?! Kenapa mahluk hina ini menyerangku juga?!"

    Archer terus melompat menghindar sambil menyabetkan Doomsinger yang telah dibalut oleh api kemerahan dari Song of Blazing Wings. Sayatan flamberge tersebut kepada daging tentakel hitam Ygg-Samir melantukan sebuah nyanyian yang indah.

    Archer yang kelimpungan karena banyaknya sudut serangan dari tentakel-tentakel hitam raksasa lengah, salah satu tentakel berusaha menghantamnya dari arah belakang, hanya untuk terpotong oleh cahaya emas berbentuk mata pedang raksasa yang muncul dari tangan Lanh Nha't.

    "Oh, wow, terimakasih bung!"

    Sahut Archer menyadari pertolongan Lanh Nha't.

    "Jangan senang dulu!"

    Satu lagi tentakel hendak menghantam Archer, namun Feng Liu yang melompat begitu tinggi mendarat sambil menghujamkan Lei Mao yang bermatakan petir kebiruan. Memasak tentakel tersebut ke lantai gua.

    "Kau juga hati-hati!"

    "DOR!"

    Menggunakan revolver miliknya, ia menembakkan buck shot 16 gauge yang meluncur kepada tentakel diatas Feng Liu, mengusirnya dari membahayakan "partner" barunya itu.

    Lanh Nha't terlihat menyerang dengan membabi buta seperti ****** gila, ia terus berlari menuju pusat tentakel sementara tangannya terus menyabetkan sinar keemasan yang memanjang dari tangannya. Walaupun begitu ia tidak menyadari sesuatu: jumlah tentakel yang ada sama sekali tidak nampak berkurang.

    "Sialan, ini sama saja tidak ada habisnya! Feng, lindungi aku sebentar!"

    "Siap!"

    Archer berlari ke arah pria bertudung tadi; Skullmancer, yang saat ini juga tengah membabi buta meluncurkan segala jenis Arcana, walaupun sudah terlihat kelelahan dan kehabisan mana matanya masih menunjukkan dendam yang membara.

    "Hei kau! Kau yang memanggil mahluk ini kan?! Bagaimana cara menutup portal dan mengembalikan mahluk ini?!"

    "Tidak akan sebelum dendamku padanya terbalaskan!"

    Jawabnya berapi-api.

    "Oh ya ampun, lagi-lagi orang keras kepala... hup!"

    Archer berguling ke samping untuk menghindari hujaman tentakel, kemudian ia bertanya kembali.

    "Sekali lagi kukatakan padamu, bagaimana cara menutup portal dan mengembalikan mahluk yang kau taruh dendam ini!?"

    Dengan nada yang lebih tinggi Archer bertanya kembali. Mendengar nada bicara Archer, Skullmancer menengok kepadanya dan berkata:

    "Kubilang sebelum dendamku-"

    "Plak!"

    Archer menampar wajah Skullmancer begitu saja seperti seorang ayah menampar anaknya yang telah kurang ajar. Pria itu terbingung-bingung setelah menerima tamparan dari Archer. Ia ingin marah tetapi ia sudah marah, karena itu ia saat ini sangat bingung harus bereaksi seperti apa.

    "Sekarang?"

    "Kau, aku- ugh... ada 2 buah orb diatas tiang kecil yang berdiri diatas pedestal di sisi kiri dan kanan portal, kemudian... heit!"

    Skullmancer melompat ke samping untuk menghindari ayunan tentakel sebelum melanjutkan jawabannya.

    "... pada saat yang bersamaan, dua orang harus mengalirkan seluruh mana miliknya pada saat yang bersamaan... hei!"

    Entah sejak kapan tetapi Archer telah berubah ke bentuk demon form: kulit yang menjadi hitam pekat, kuku yang berubah menjadi cakar hitam, tanduk yang muncul dari atas dahi, telinga yang meruncing dan mata ber-iris oranye dengan pupil hitam seperti ular. Persis seperti saat ia melawan walikota Silvervein.

    Ia menarik jubah Skullmancer dan membawanya ke arah pedestal yang berada di sisi kanan portal, sangat dekat dengan massa tentakel yang kini mengatapinya.

    "Kau urus orb ini lalu mulai setelah ada aba-aba dariku, dan... FENG!!"

    "Ada ap- whoa kau... IBLIS!!"

    Feng Liu terlihat kaget melihat perubahan wujud Archer.

    "Katakan pada temanmu untuk melindungi si tudung, sementara kau... ck, mengganggu saja!"

    Menyadari tiga buah tentakel tengah menuju ke arah dirinya, dengan gerakan secepat kilat ia melompat keatas masing-masing tentakel dan memotongnya dengan flamberge berapi merah di tangannya, kemudian kembali kepada Feng Liu yang telah memberitahu Lanh Nha't untuk melindungi Skullmancer.

    "... ikut denganku!"

    "Whoa hei!"

    Kali ini Archer menarik kerah tangzhuang putih yang dikenakannya, kemudian membawanya ke atas pedestal yang berada di sisi kiri portal.

    "Apa yang harus kulakukan di sini?"

    Tanya Feng Liu terheran-heran.

    "Alirkan seluruh mana mu kepada bola itu setelah aba-aba dari-"

    "Apa itu mana?"

    "Ugh... memangnya di Shen Huang tidak diajari konsep mana ya...?"

    Feng Liu hanya menggelengkan kepalanya.

    "Pokoknya alirkan saja seluruh energi sihirmu setelah aba-aba dariku!"

    "Oh, baiklah kalau cuma itu!"

    Setelah merasa Feng Liu cukup mengerti, Archer melompat dan melompat ke atas tentakel-tentakel satu demi satu, dari paling bawah hingga ke paling atas, membawanya sangat dekat dari atap gua. Diatas tentakel terakhir ia melompat kearah yang berlawanan dari portal. Pada saat berada di udara, Doomsinger memancarkan cahaya merah yang lebih kuat, sementara api merah yang menyelimutinya bergejolak dengan liar.

    Dalam satu sabetan, Archer meluncurkan begitu banyak liukan api yang lebih besar dari biasanya, dan masing-masing mengincar satu tentakel. Ledakan demi ledakan dari hantaman tehnik tersebut dianggap sebagai aba-aba oleh Feng Liu maupun Skullmancer yang langsung mengalirkan seluruh kekuatan sihirnya ke dalam orb di hadapannya masing-masing.

    Dalam sekejap mata aliran miasma berhenti mengalir dari dalam portal, Ygg-Samir tentu saja menyadari hal ini dan langsung berusaha menyerang Feng Liu serta Skullmancer. Walaupun begitu, baik Archer maupun Lanh Nha't tidak membiarkannya. Mereka bekerja dengan sangat baik melindungi kedua keymaster hingga tak satupun dari begitu banyak tentakel dapat menyentuh pedestal.

    Perlahan-lahan seluruh miasma beserta warna hitam yang menyelimuti seisi dinding, lantai, dan atap gua terhisap kembali ke dalam portal, sementara rune yang terukir diatas dinding batu tidak lagi bersinar keunguan. Semakin menyempit portal, semakin membabi-buta serangan Ygg-Samir. Namun tidak satupun serangannya mendarat berkat kelihaian Archer dan Lanh Nha't.

    Kunci segitiga yang berada di pusat altar terbang dan melayang dari tempatnya, mengingatkan Skullmancer akan kejadian beberapa tahun lalu di atas ziggurat Semenanjung Themir, Khurtovyna Tundra. Kunci itu perlahan berubah warna semakin cerah hingga berwarna emas, lalu meledak menjadi pecahan-pecahan yang terbang keluar gua melalui lorong-lorong di sisi utara dan selatan ruang altar, sementara sisa massa tentakel hitam Ygg-Samir meledak menjadi kepulan asap hitam sesaat setelah portal tertutup sepenuhnya. Namun semua belum berakhir, guncangan hebat mulai terasa dan sekujur dinding gua bergetar dengan hebat.

    "Uh oh, kurasa tempat ini akan runtuh... cepat pergi dari sini!"

    Archer yang entah sejak kapan kembali berubah menjadi sosok manusia berlari ke arah pintu utara, hanya untuk berhenti di hadapannya.

    "Tapi aku tak tahu jalannya!"

    "Ikuti aku!"

    Dengan Lei Mao sebagai penerang jalan, Feng Liu menunjukkan jalan keluar melalui pintu utara diikuti oleh Archer, Lanh Nha't, dan Skullmancer. Di belakang mereka berempat runtuhan batu mengejar, atap dan dinding gua rubuh begitu saja setelah sang pemilik kuil berhasil mereka kembalikan ke alamnya.

    Pada akhirnya mereka tiba di pintu keluar dan melompat menembus air terjun kemudian terjatuh ke dalam kolam yang berada di bawahnya. Tanpa sadar waktu berjalan begitu cepat hingga langit sudah terang benderang dan matahari telah berada di ufuk timur.

    Setelah berenang ke pinggir, masing-masing berusaha mengeringkan pakaiannya dengan cara memerasnya. Air yang dingin mengalir keluar dari pakaian mereka.

    "Habis sudah harta karunku... kukira aku akan berhenti setelah ini..."

    Keluh Archer menggerutu.

    "Harta karun? Kau bilang kau memiliki tujuan yang sama denganku?"

    Tanya Feng Liu kaget.

    "Uh... ya... lupakan saja, waktu itu aku hanya membual agar kau percaya padaku..."

    Jawab Archer enteng.

    "Ngomong-ngomong apa kau ******* memanggil mahluk gila seperti itu ke dunia ini?! Apa kau ingin mati?!"

    Seru Archer pada Skullmancer.

    "Aku yang ingin dia mati! Mahluk ******* itu telah membunuh adikku! Aku seharusnya membunuhnya di sana!"

    "Ternyata kau memang sudah gila, apa kau tak lihat bagaimana dia tidak pernah kehabisan tentakel?"

    Tanya Archer lagi mendesak.

    "Kau... benar... nampaknya mahluk itu tidak bisa dibunuh... maafkan aku, Arina..."

    Gumam Skullmancer pada diri sendiri.

    "Aaaah, kalau begini kembali kepada kehidupan pemburu bayaran yang melelahkan..."

    Keluh Archer sekali lagi sambil merebahkan dirinya keatas hamparan rumput yang empuk.

    "Kalau begitu, izinkan aku ikut denganmu."

    Sahut Feng Liu mendadak.

    "A-apa? Tapi... kenapa?"

    "Ramalan sudah terpenuhi, Huo de hei'an zhi shen ditutup dengan Sang Pengelana berguru kepada Sang Iblis yang telah membantunya mengusir Dewa Kegelapan. Karena itu, mohon izinkan aku."

    Kali ini Feng Liu memohon dengan memberi salam hormat khas orang Shen Huang.

    "Hmmm... boleh juga sih... tapi mungkin prosentase yang akan kau dapatkan tidak terlalu banyak..."

    "Aku tidak keberatan."

    Jawab Feng Liu mantap.

    "Kalau begitu aku juga ikut, aku harus mengumpulkan pecahan kunci segitiga untuk menyegel Ygg-Samir selama-lamanya, dan untuk itu aku membutuhkan uang, dan kurasa cara yang paling cocok adalah menjadi pemburu bayaran sepertimu."

    Kali ini Skullmancer yang meminta.

    "Uh... bagaimana ya... sulit percaya kepada orang gila sepertimu..."

    "Aku juga ikut, aku harus mencari seseorang dan hal itu membutuhkan uang! Aku tak ingin kejadian di Levkutsk kembali terulang!"

    Lanh Nha't pun ikut meminta.

    "Tunggu, kupikir kau tidak mengerti bahasaku!?"

    "Memangnya kau pikir semua orang timur bodoh!"

    Seru Lanh Nha't tersinggung.

    Archer menatap rerumputan di bawahnya sambil mengusap dagunya. Ia nampak tengah menimbang-nimbang untung-ruginya jika orang-orang ini ikut dengannya.

    Setelah kupikir-pikir, kurasa aku sudah lelah bekerja sendirian, sudah banyak order yang terbuang karena aku kekurangan tenaga... mungkin bersama kalian aku dapat menguasai pasar...

    "Terimakasih!"

    Serempak mereka bertiga berterimakasih kepada Archer.

    "Baiklah, ayo kita kembali... dan jangan lupa, bagian kalian masing-masing adalah 10%"

    "Apa?!"

    Kali ini mereka bertiga menyahut tidak percaya.

    Demikianlah kisah dari empat orang pria dari empat penjuru dunia. Masing-masing memiliki motif serta latar belakang yang berbeda. Ironisnya takdir mempertemukan mereka melalui Ygg-Samir. Sekarang mereka telah bertemu dan bergabung menjadi sebuah kelompok pemburu bayaran, sebuah kelompok dengan keberagaman budaya maupun karakter di dalamnya, sebuah kelompok pemburu bayaran yang secara tiba-tiba muncul menjadi pemain utama pasar berkat keahliannya. Orang-orang mengenal mereka sebagai... Simurgh.


    Last edited by the_omicron; 23-08-12 at 10:28.


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  2. Hot Ad
  3. The Following 2 Users Say Thank You to the_omicron For This Useful Post:
  4. #2
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    wuidih latarnya Chinese nih

    jadi entar petualangannya ngapain nih sama tombak sakti tsb?


    ...yang sebagian besar bangunannya terbuat dari lumpur.
    rumahnya benyek"? a

    tanah liat mungkin maksudnya?



    terus...

    makhluk did, bukan mahluk


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  5. #3
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    wuidih latarnya Chinese nih

    jadi entar petualangannya ngapain nih sama tombak sakti tsb?




    rumahnya benyek"? a

    tanah liat mungkin maksudnya?



    terus...

    makhluk did, bukan mahluk
    jiah gw telanjur mahluk dimana2

    makasi uda mengingatkan

    rumah dari lumpur tu maksudnya kyk

    http://www.shelterholland.nl/project...hmhaus_big.jpg


    Chapter 2 nongol


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  6. #4
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    sekarang bergeser ke Vietnam? (Franchia Indoeast itu French Indochina kan? skrg Vietnam-Laos-Kamboja )

    apa hubungannya ini Feng Liu sama Lanh Nha't



    NB:

    gw kagak tau bahasa Prancis nya apaan artinya


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  7. #5
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    sekarang bergeser ke Vietnam? (Franchia Indoeast itu French Indochina kan? skrg Vietnam-Laos-Kamboja )

    apa hubungannya ini Feng Liu sama Lanh Nha't



    NB:

    gw kagak tau bahasa Prancis nya apaan artinya
    Ho oh, jeli juga loe

    hubungannnya ntar di chapter terakhir baru ketauan


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  8. #6
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by the_omicron View Post
    Ho oh, jeli juga loe

    hubungannnya ntar di chapter terakhir baru ketauan
    you're underestimating An Angel and A Reaper writer huh?



    hah muke gile chapter terakhir

    tapi bole juga ini, berarti ada 2 cerita berbeda yg bakal ketemu di akhir


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  9. #7
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    you're underestimating An Angel and A Reaper writer huh?



    hah muke gile chapter terakhir

    tapi bole juga ini, berarti ada 2 cerita berbeda yg bakal ketemu di akhir
    2? There are more than that


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  10. #8
    Gabrielizm's Avatar
    Join Date
    Sep 2009
    Location
    Di Hati setiap orang
    Posts
    143
    Points
    122.53
    Thanks: 33 / 21 / 17

    Default

    cerita bagus begini gak ada yang komen. parah
    [SIGPIC][/SIGPIC]

  11. #9
    -Pierrot-'s Avatar
    Join Date
    Aug 2011
    Location
    CAGE
    Posts
    2,600
    Points
    15,814.97
    Thanks: 44 / 119 / 91

    Default

    Uraiannya keren & jelas. Fantasynya menurut gw lebih kental dari SciFinya.

    Terakhir gw tetep ga bisa nebak apa ini cerita sengaja digantung, ato hiatus karena yang buat cerita emang kelewat Langka spawnnya

  12. #10
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Quote Originally Posted by -Pierrot- View Post
    Uraiannya keren & jelas. Fantasynya menurut gw lebih kental dari SciFinya.

    Terakhir gw tetep ga bisa nebak apa ini cerita sengaja digantung, ato hiatus karena yang buat cerita emang kelewat Langka spawnnya
    biar dilanjutin mending kita sumbang bandwidth buat momodnya...


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  13. #11
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    Quote Originally Posted by -Pierrot- View Post
    Uraiannya keren & jelas. Fantasynya menurut gw lebih kental dari SciFinya.

    Terakhir gw tetep ga bisa nebak apa ini cerita sengaja digantung, ato hiatus karena yang buat cerita emang kelewat Langka spawnnya
    Quote Originally Posted by LunarCrusade View Post
    biar dilanjutin mending kita sumbang bandwidth buat momodnya...
    malah nongol chapter 4 karena ga ada kerjaan nungguin ad gw di ultah temennya


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

  14. #12

    Join Date
    Jun 2012
    Location
    Somewhere I Belong
    Posts
    14
    Points
    5.00
    Thanks: 2 / 0 / 0

    Default

    btw judul the last wanderer kok jadi kepikiran the last air bender

  15. #13
    the_omicron's Avatar
    Join Date
    Oct 2006
    Location
    di Cinere say........... Ongoing Novel: S|L|M
    Posts
    3,908
    Points
    13,246.30
    Thanks: 6 / 116 / 69

    Default

    updateeeeeeeeeeeeeeeeeed


    Click To Read Sweet~.

    Mari Menulis Disini

    Quote Originally Posted by dono View Post
    Dilihat dari system server kami, dikarenakan sudah lebih dari 2000 pages kami mengambil keputusan untuk menutup thread in, karena menyebabkan ada nya keberatan dari server forum sendiri. Mohon maap dan terimakasih.

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •