Pernyataan Komandan Pangkalan Udara Husein Sastranegara Bandung, Kolonel (PNB) Umar Sugeng:
"Sudah ratusan kali bahkan hampir ribuan saya melintas gunung itu. Tapi tidak ada wilayah misterius atau angker kecuali segitiga bermuda yang merupakan pusat gravitasi." Dia pun menyangkal anggapan banyak orang bahwa gunung itu memiliki magnet sehingga pesawat yang melintas di udara pun akan terbawa.
"Di Indonesia itu tidak ada gunung seperti itu. Semua daerah di Indonesia sudah terdeteksi. Itu hanya sebuah cerita saja," terangnya.Mengenai anggapan Sukhoi yang jatuh karena pilot mendadak menurunkan pesawat dari 10.000 kaki menjadi 6.000 kaki, Umar enggan berandai-andai. Menurut mantan Komandan Skadron Udara-2 Halim Perdana Kusuma itu, hanya KNKT yang bisa menjawab.
Namun jika melihat spesifikasi pesawat yang canggih, Umar hanya menyebut nasiblah yang menjadikan pesawat itu nahas. "Nahas saja, karena jika lihat sepak terjang pilot dia (pilot Sukhoi - Alexander Yablontsev) pilot hebat. Jam terbang pun jauh di atas saya. Apalagi Sukhoi pesawat canggih," ungkapnya.
Namun bagi masyarakat sekitar, Gunung Salak bukan hanya sebuah tumpukan batu dan hutan belantara, tetapi juga memiliki cerita gaib. Gunung itu pun selalu dikaitkan dengan Prabu Siliwangi dan harta karun. "Kalau masyarakat menilai seperti itu ya ga apa-apa, tetapi dalam istilah penerbangan di Indonesia tidak ada istilah seperti itu," tandasnya.
dan untuk tambahan mungkin bisa jadi pertimbangan:
Saat Sukhoi Superjet 100 jatuh di Gunung Salak, Rabu (9/5), Emergency Located Transmitter (ELT) tidak terdeteksi oleh tim SAR. Perbedaan frekuensi, ternyata menjadi penyebabnya.
pengamat telematika Roy Suryo Notodiprojo :
"ELT dulu namanya Emergency Located Beacon Aircraft (ELBA). Alat itu sudah merupakan standar penerbangan sipil kalau ada pesawat jatuh dengan tekanan atau tinggi di atas 5 dia akan memancar frekuensi sehingga kalau dia jatuh bisa dicari," Roy yang juga anggota Komisi I DPR ini diminta bantuan oleh Kepala Badan SAR Nasional Daryatmo untuk mendeteksi peralatan yang ditemukan tim SAR dari evakuasi korban di Gunung Salak.
Roy menjelaskan, di Indonesia, otoritas penerbangan menggunakan frekuensi 406 Mhz untuk memonitor ELT. Sedangkan, ELT yang digunakan Sukhoi yang nahas tersebut adalah model lama dengan frekuensi 105.
"Ternyata terjawablah sekarang. Yang kita jadikan panduan dalam monitor satelit yang kerjasama dengan Basarnas, yang memonitor di frekuensi 406. Ternyata ELT yang digunakan pesawat Sukhoi (model) lama, masih menggunakan frekuensi lama di 105, sehingga akibatnya, tidak lagi termonitor karena 105 VHF itu jenis pancarannya line offline atau lurus," Dengan sinyal lurus tersebut, maka jika pancaran sinyal terhalang gunung tidak akan terdeteksi oleh alat penerima. "Andaikan sempat menyala, ELT tidak terdeteksi karena terhalang gunung. Di Indonesia rata-rata menggunakan frekuensi 406," ujarnya. "Ini akan jadi koreksi kalau pesawat ini masih dipasarkan. Kita ada pakai VHF tapi untuk latihan terbang saja," pungkas Roy.
Berbagai analisa telah disampaikan baik oleh pilot senior, mantan pilot serta pakar penerbangan, bahkan Wakil Presiden Rusia menduga bahwa Human error sebagai penyebab kecelakaan pesawat ini. Penyelidikan untuk mengetahui penyebab kecelakaan terus dilakukan dan akan memakan waktu yang panjang sampai disimpulkan penyebab utama dari jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ini.
Di Amerika sendiri angka kecelakaan pesawat terjadi sejumlah 33 kasus per 10 juta penerbangan dalam kurun 20 tahun terakhir. Berbagai penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa rata-rata 70 % kecelakaan pesawat terjadi karena “human error”. Adapun faktor “human error” terjadi pada 38 % perusahaaan penerbangan besar, 74 % penerbangan komersial dan 85 % penerbangan umum. Kesalahan utama pilot terjadi karena keputusan yang tidak tepat, kurang perhatian dan kesalahan dalam pengendalian pesawat. Ketiga hal ini menjadi faktor utama kesalahan manusia tersebut. Salah satu keputusan yang tidak tepat yang sering dilakukan oleh seorang pilot adalah terbang terlalu rendah.
Berbagai analisa pilot senior dan pakar penerbangan Indonesia mengenai kecelakaan Sukhoi Superjet 100 menyebutkan bahwa pilot telah menurunkan pesawatnya terlalu rendah sehingga menabrak tebing Gunung Salak. Disisi lain pakar Sukhoi Superjet juga sudah melakukan simulasi pesawat bahwa pada kondisi pesawat yang membahayakan pasti berbagai alarm baik dengan suara maupun lampu akan memperingatkan pilot akan bahaya yang mengancam. Pertanyaan berikutnya apakah pilot kurang mengindahkan peringatan tersebut? Pilot terlalu lelah sehingga kurang berkonsentrasi? Sekali lagi kita harus menunggu kesimpulan akhir kenapa pesawat ini jatuh.
Penerbangan sukhoi di Indonesia tersebut merupakan penerbangan promosi. Pesawat ini terbang dari satu negara ke negara lain. Para crew pesawat termasuk pilot telah melakukan perjalanan yang panjang karena Jakarta adalah bukan kota pertama yang dikunjungi karena perjalanan Sukhoi ini telah melalui beberapa kota di berbagai negara antara lain Myanmar, Pakistan, dan Kazakhstan. Mendaratnya pesawat ini diberbagai kota sebelumnya juga dalam rangka promosi.
Pilot kemungkinan mengalami spatial disorientation atau disorientasi ruang dan ini bisa berhubungan dengan jet lag. Jet lag terjadi karena jam biologis kita berubah setelah melakukan perjalanan panjang dengan menembus berbagai zona waktu yang berubah. Jet lag akan mengganggu performa fisik dan psikis kita akibat berubahan jam bilogis yang mendadak tersebut. Jet lag membuat kita merasa lemas, disorientasi, kurang konsentrasi dan tidak bersemangat. Jet lag akan diperberat jika seorang kurang tidur dan kurang minum. Apalagi kita ketahui bahwa cuaca Jakarta saat ini sedang panas oleh karena harus tetap banyak minum menkonsumsi air baik sebelum terbang dan tetap menjaga minum selama perjalanan diatas pesawat. Kitapun diminta menghindari minum alkohol sebelum dan selama penerbangan untuk menghindari Jetlag. Pesawat Sukhoi datang ke Jakarta dalam rangka promosi, kita bisa memprediksi bahwa pilot dan crew akan berinteraksi dengan banyak orang karena pasti banyak orang akan bertanya akan kehebatan Sukhoi Superjet ini. Hal ini juga bisa menyebabkan pilot tersebut kurang istirahat atau mengalami kelelahan.
Kita semua pasti penasaran kenapa pesawat ini menabrak gunung Salak, berbagai kemungkinan bisa terjadi. Proses evakuasi korban masih terus berlagsung, duka keluarga yang anggota keluarga menjadi korban adalah duka kita semua. Berharap tentu kejadian ini tidak akan terulang lagi. Kita harus selalu mengambil hikmah atas apa yang terjadi.
Sumber
Share This Thread