Results 1 to 13 of 13
http://idgs.in/593154
  1. #1
    Exile_Vindicator's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Sanctuary
    Posts
    5,170
    Points
    16,542.62
    Thanks: 316 / 107 / 82

    Default [Event]Membaca dan mendengar

    Membaca dan mendengar


    Sesuai judul membaca dan mendengar, karena disini saya dan pierot sebagai juri akan membaca karya" cerpen dari user sambil mendengar 1 lagu yang mereka rekomendasikan pada kami.

    Sistem:
    • Disini user akan diminta untuk membuat sebuah cerpen sambil merekomendasikan 1 buah lagu yg cocok didengar sambil membaca cerpennya.

    • Cerpen dengan Genre bebas, boleh fiksi, syarat minimal 1000 kata maksimal bebas, kurang dari 1000 kata akan kena -10 poin penilaian.

    • Lagu yang dipilih bebas mau lagu dari indo, western, ato jepang korea sekalipun selama lagu itu cocok dengan cerpen yang kalian buat.

    • Lagu yang dipilih bisa di ambil dari youtube tinggal search aja copy paste link url ke insert video, dan ini sangat disarankan. Cukup 1 lagu aja. Tapi kalo mau lebih banyak juga gpp, ada nilai plus nya sendiri kok nanti.

    • Jika lagu yg dipilih tidak ada di youtube kalian bisa masukin link download yg ada, sebelumnya harus di cek dulu apakah link nya jalan apa ga. Jangan ngasi link yg udah broken link alias kaga bisa di download. Dan sebisa mungkin dari mediafire/indowebster/4share

    • Deadline dari pengumpulan cerita tanggal 1 Januari 2013.

    • Kriteria penilaian berdasarkan kreatifitas kalian mengarang cerpen dan kecocokan lagu kalian dengan cerpen yg dibuat

    • Dipersilahkan untuk melakukan book terlebih dahulu.

    • Status minimal premium member, staff diperbolehkan ikut

    • Clone tidak diperbolehkan

    • Plagiarisme dan copy paste karya orang akan ditindak


    Juri
    -Exile_Vindicator
    --Pierrot-


    Prize
    - Juara 1 2000 point Vgame + GRP dari saya (Sangat jarang) + Userbar
    - Juara 2 1500 point Vgame
    - Juara 3 1000 point Vgame

    For example
    Spoiler untuk contoh :

    Pada suatu hari ada sebuah melon, trus diinjek sama sapi. CROT
    The end


    Contoh di atas kurang dari 1000 kata jadi bakal -10 poin.
    Ah ga kalo kayak contoh di atas ga gw anggep ikut event, tp bakal dapet infraction.

    Jika ada kekurangan silahkan di koreksi atau ditanya disini
    http://forum.indogamers.com/showthread.php?t=593155

    Ini bukan event gabungan melainkan event IDGS music sendiri.

    Best regards
    Exile_vindicator, -Pierrot-
    Last edited by Exile_Vindicator; 13-12-12 at 15:31.

    Pen spinning is not about how many busts and spreads you perform, its about having fun and making your own style
    "Midnight"


    Professionals have standards.
    Be polite.
    Be efficient.
    Have a plan to kill everyone you meet.
    GA TERIMA BARCEN

  2. Hot Ad
  3. #2
    Exile_Vindicator's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Sanctuary
    Posts
    5,170
    Points
    16,542.62
    Thanks: 316 / 107 / 82

    Default

    Spoiler untuk -Pierrot- :


    Id : CRoesLI

    Nilai : 77

    Spoiler untuk comment :
    Skill nulis gak jelek, diksi lumayan, tapi kalo miskin space line gitu yang baca bisa pusing, secara ini bukan buku text tapi layar komputer. Masalahnya storynya terlalu biasa. Cinta anak sekolahan, mainstream. Tapi sebenarnya, bisa diolah jadi imba kalo ada yang bikin plot yang bener2 amazing. Dan lagi, kreatifitas di cerita ini masi kurang banget. Twistnya langsung muncul begitu aja, ga ada trigger, ga ada penjelasan sebelum, dan gak ada event yang ngebuat twistnya itu kerasa, in other word : alurnya hambar.

    Terus lagunya, cocok buat didenger.. sesudah membaca. Agak meleset dari judul event mendengar & membaca.




    Id : MelonMelon

    Nilai : 87

    Spoiler untuk comment :
    Sebenernya ini ide sekaligus cerita (dibilang cerita juga, ini lebi mirip curhat) paling membosankan yang perna gua baca. Pekerja kantoran biasa, korban PHK karena alasan biasa, makan ditempat biasa, mikirin hal2 biasa, stress gara2 hal biasa, dan semua kejadian yang dia laluin bener2 biasa. Tapi, yang gak biasa adalah cara penyajian cerita yang gak biasa ini, jadi cukup luar biasa (meski masi rada2 rancu, di beberapa kalimat bahasa/kata2nya ada yang formal & ada juga yang nggak).

    Video klip pertama itu cukup menghibur (i see what you did there.. ternyata idenya diambil dari sini toh). Cocok didenger sambil ngebayangin cerita yang barusan dibaca. Yang kedua, lumayan lah.




    Id : Dlucario

    Nilai : 93

    Spoiler untuk comment :
    Ini salah satu cerita paling asik yang pernah gua baca. Dalam satu malam, ada beberapa flashback masa lalu yang nyeritain apa aja yang uda ditempuh dua bersaudara ini. Kebanyakan flashback bisa bikin yang baca capek, tapi setiap ganti setting, trigger dari pemeran utama (yang juga nyeritain cerita) itu bener2 alus. Jadinya point paling keren di cerita ini justru karena flashbacknya. Detail & deskripnya mantep, kreatifitas dalam menyajikan setiap sequence-nya dari awal sampe konflik, problem solving, dan penutup di akhir.. without doubt, Cool

    Music yang dirokemendasikan juga lumayan klop. Overall mantep lah.




    Id : - [bedeviere] -

    Nilai : 82

    Spoiler untuk comment :
    Ceritanya enak dibaca. Penjelasan & deskripsinya bagus, tapi plotnya bener2 kurang. Sequencenya terlalu biasa, twistnya menarik. Masalahnya, event sebelum twistnya muncul itu gak menarik, dan twistnya juga jadi gak berasa. Alhasil, endingnya gagal menunaikan tugas utamanya : membuat pembaca sedih.

    Lirik lagunya cocok buat ngedeskripsiin cerita ini, jadi bisa dibilang ini SongFic. Masalahnya, suasana cerita sama nuansa lagunya gak cocok sama sekali.




    Id : PiCass0

    Nilai : 79

    Spoiler untuk comment :
    Ceritanya.. lumayan membosankan. Diksi bagus, tapi cuma dibeberapa paragraf aja bagusnya. Dan lagi, alurnya yang teeeeeerlalu tidak menarik. Konfliknya kurang berasa, dan deskripisi kejadian, & karakter yang seharusnya bisa dipake buat ngebangun minat & rasa ingin tahu pembaca juga, masi terlalu biasa.. sayang sekali.

    Lagunya cocok.. buat didenger pas konflik sama endingnya.




    Id : Vlin777

    Nilai : 88

    Spoiler untuk comment :
    My god.. Transgender. Kalo cewek ke cowok si mending, tapi cowok ke cewek.. (oke abaikan, itu pendapat karena gua laki2). Jadi, bisa gua bilang idenya cukup kreatif, punya skill bagus, tapi eksekusi masi kurang.

    Pertama, dari karakter Hideo yang katanya sering nyelakain Natsu. Cuma ditulis dia sering nyoba nyelakain, tapi gak ada bukti konkrit lain tentang apa aja yang udah dia lakuin. Padahal, meski gak pernah muncul tapi fungsi keberadaannya Hideo-kun ini gede banget, karena mempengaruhi konklusi di endingnya. Jadi, untuk karakter yang seharusnya penting, malah gak dapet peran buat turun langsung di cerita ini. Terus hubungan Natsu & Sora itu bener2 kurang. Padahal di ending mereka bakal berpisah, dan gua jadi gagal sedih.

    Kedua, deskripisi waktu dia mo operasi pindah kelamin, seterusnya itu cukup meyakinkan bahwa Natsu bener2 mantep pengen jadi transgender. Tapi alasan, kenapa dia pengen jadi transender itu bener2 kelewat minim, padahal ide transgender ini yang seharusnya bkin pembaca lompat dari kursi.

    Dua lagu yang direkomendasiin, lumayan lah..




    Id : LunarCrusade

    Nilai : 92

    Spoiler untuk comment :
    Cerita dari sudut pandang pohon.. ini jarang gua dapet, kecuali di cerita2 jadul buat anak kecil. Kehidupan si anak yang menderita penyakit dan gak bisa keluar rumah karena keterbatasannya itu berhasil dinarasikan dengan indah (dan agak ngeless) oleh si pohon. Pesan penulis di cerita ini juga bagus, dan bisa dieksekusi dengan sempurna. Penulisannya... deskripsi tempat, kejadian, dll ga ada yang kurang. Dan cerita ini, meski gak panjang2 amat tapi pesan2 terakhir buat orang tua mereka.. dan Watashi no Inochi itu, awesome

    However, lagunya kurang cocok. Liriknya pas kalo ngebayangin isi cerita, tapi nuansanya bener2 ga nyambung. Jadinya malah ngerusak kalo gua denger sambil baca ceritanya.




    Id : DeathNote_MeLLo

    Nilai : 93

    Spoiler untuk comment :
    Tanda baca masi kurang banget, dialog juga.. kalo cuma satu orang yang ngomong, cukup dikurung pake sepasang tanda petik aja. Kalo ampe dipisah perbaris gitu, yang baca bisa bingung. Masi di dialog, keterangan tambahan disetiap dialog itu juga masi kurang banget. Gerak-gerik lagi ngapain, perasaan & pikiran apa aja yang lagi ada sementara si karakter ngomong, harusnya ada keterangan kek gitu.

    Dan lagi, Banyak adegan yang bisa dibuat epic, misalnya waktu confess, ato waktu Ai ngasi tau kalo dia nolak banyak client demi Takumi.

    Bagusnya, alurnya cukup kompleks, gua suka. Dan sequence-nya, dari pertama kali mereka ketemu, sadar akan kemiripan satu sama lain, masuk SMA, dst.. itu semua berhasil nambah memori yang berharga supaya endingnya makin epic.

    Dan berhasil. Mulai dari konflik, waktu Takumi sama Ai berantem di telpon, waktu jengung dirumah sakit, sampe dia nyanyiin lagu terakirnya. Kalo gua denger lagunya sampe ngebayangin memori2 yang mereka berdua lalui selama ini, itu bener2 bikin greget.

    Lagu yang direkomendasiin ada dua.. dua-duanya ditempatin di akhir cerita, jadi yah.. sudahlah. Pokoknya Epic



    Spoiler untuk Exile_Vindicator :


    Peserta :CRoesLI
    Nilai :79
    Spoiler untuk Komentar :

    Ini cerita sama lagu dari awal baca aja uda pas gw baca dan baca sampe beres.
    Overall cerita bagus gw suka, tapi ada yg sangat disayangkan dimari. Pas udah nyampe paragraf ke 3, loh? Uda beres?
    Padahal masi bisa dipanjangin ini tapi berhubung ada surat'a dan lagu yg didenger sambil baca surat jadi nilai + juga deh, uda gtu lebih dari 1k kata juga.


    Peserta :MelonMelon
    Nilai :83
    Spoiler untuk Komentar :
    Gw liat sih lagu+video sama cerita pas. Tapi ini knapa jadi kayak curhat man?
    Ini sih bener" slice of life kali ya? Or whatever it is, ya gaya nulis lu menghibur juga kok.
    Biar ga greget kayak cerita curhat lu.


    Peserta : Dlucario
    Nilai :86
    Spoiler untuk Komentar :
    1 dari sekian cerita yg cuma pake lagu instrumen bener" kebawa gw kayak di western.
    Uda gtu cerita'a kakak adek, gw kira ga ada romance'a tapi tau'a ada juga akhir"a
    Cerita bagus lagu juga pas biar cuma 1 kerasa'a lama bgt.


    Peserta :- [bedeviere] -
    Nilai :89
    Spoiler untuk Komentar :
    Gile coy, gw kaget baca cerita'a ni orang, pas play lagu sambil baca dari awal.
    Gw ngikutin + bener" dibawa sama cerita'a, sampe pas akhir" itu tuh ternyata CUMA MIMPI DEYM.
    Jujur untuk cerita yg gw ini gw cukup terharu, karena sense drama dimana pas tau anak'a meninggal itu bener" deh
    Ini nyari lagu dlu kali ya "Honey, I've got real bad news and Then there were just tears"


    Peserta :PiCass0
    Nilai :76
    Spoiler untuk Komentar :
    Hmm, agak bingung juga sih. Tapi cerita'a kurang menarik, konflik juga kurang berasa ya? .
    Tapi disini gw liat pemilihan lagu dan cerita'a pas juga, udah 50 taon tapi masih blom punya pasangan
    Trus lagu'a juga sendiri awal"a, klop lagu nya.



    Peserta :vLin777
    Nilai : 84
    Spoiler untuk Komentar :
    gw bingung mau ngetik komentar apa buat yg 1 ini, ada transgender sgala Cita" yg nulis cerita kali yak
    Okeh to the point, lagu sih oke man cocok apalagi yg pertama, kalo lagu k2 berasa dapet feel nya pas dia tau si cewe'a dah nikah sama org laen.
    Soal cerita, hmm gw bngung juga sih. Ga tau mau komentar apa.


    Peserta :LunarCrusade
    Nilai : 90
    Spoiler untuk Komentar :
    So far, dari sudut pandang gw liat ini yg paling unik, karena dia narasi dari sudut pandang pohon sakura.
    Makna'a gw dapet juga, dan hanya 1 kata mimpi. Biar dia tau bisa mati kapan aja juga tetep gambar dan ga bosen"a buat gambar.
    Dari atas sampe bawah ending, deym si pohon juga kena ternyata nasib lah.

    Btw buat lagu kurang cocok, harus'a kalo lagukek gini pake lagu'a melow" aja. Tapi berhubung lirik'a pas oke deh


    Peserta : DeathNote_MeLLo
    Nilai :92
    Spoiler untuk Komentar :
    Cerita'a guegeh cok, berhubungan sama music juga mentang" event dari sf music.
    Tapi yg sayang banget gw nemu kata ini "Mao" padahal sebelom'a ngmng pake mau.
    Uda gtu buat lagu yg pertama IMO sori dith, cocok pas bagian Ai nya masuk rumah sakit.
    Pas awal"a kurang ngena. Tapi buat encore song'a sih oke banget
    Disini yg bener" jadi nilai plus itu, tema cerita'a si radith yg nyeritain anak SMA dan berhubungan sama music


    Spoiler untuk Nilai :

    CRoesLI = 159
    MelonMelon = 170
    Dlucario = 179 3
    - [bedeviere] - = 171
    PiCass0 = 155
    Vlin777 = 172
    LunarCrusade = 182 2
    DeathNote_MeLLo = 185 1


    Kalo ada kesalahan tolong kasih tau ya. Thank you

    Last edited by Exile_Vindicator; 01-01-13 at 22:22.

    Pen spinning is not about how many busts and spreads you perform, its about having fun and making your own style
    "Midnight"


    Professionals have standards.
    Be polite.
    Be efficient.
    Have a plan to kill everyone you meet.
    GA TERIMA BARCEN

  4. #3
    CRoesLI's Avatar
    Join Date
    Jun 2011
    Location
    Public Server!!
    Posts
    3,424
    Points
    3.21
    Thanks: 8 / 62 / 57

    Default

    L.O.V.E.



    Spoiler untuk CERITA PENDEK :

    Kamu tidak akan pernah tau kapan cinta sejati itu datang, kapan ia pergi... Kamu tidak akan pernah bisa bersiap-siap menyambut kedatangannya. Hal tersebut lah yang telah dirasakan Julia. Dia telah berkali-kali bertemu dengan cinta sejatinya dalam berbagai kehidupan, namun mereka tidak pernah bisa bersatu sampai suatu saat....


    *******


    Siang itu sangat terik, matahari seperti meningkatkan kekuatannya untuk menyinari bumi. Panasnya terasa seperti membakar kulit. Namun, di tengah hari yang terik itu, Julia tetap dengan tenang membaca novel yang ada di tangannya sambil menyeruput teh susu yang tadi dibelinya di kantin. Julia tergolong siswi berprestasi di kampusnya. Ia baru memasuki tahun keduanya kuliah di salah satu universitas swasta ternama di Jakarta. Selain pintar, Julia sangat menarik. Ia tinggi dan cantik. Julia memiliki mata yang indah. Hidungnya mancung dan bibirnya yang mungil seperti mampu membuat semua lelaki jatuh hati padanya saat ia tersenyum. Tetapi nasib cintanya tidak secantik wajahnya . Memang banyak pria yang mengejar cinta Julia, namun Julia terus menolak cinta-cinta yang ditawarkan pria-pria itu. Alasan penolakan itu bukan karena ia sombong akan kecantikan dan kepintarannya. Tetapi memang karena belum ada pria yang mampu mengambil hatinya. Julia sudah berprinsip bahwa ia hanya akan membuka hatinya kepada pria yang benar-benar mencintainya dan cocok untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Bagi Julia, putus nyambung dan bergonta-ganti pacar bukanlah hal yang bagus untuk dibanggakan bagi seorang wanita.
    Hari ini adalah hari pertama kuliahnya di semester 3. Julia berharap mendapat dosen-dosen yang enak. Bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Julia ialah Saskia dan Romi. Mereka ialah dua teman terbaik Julia. Julia dan Saskia memang sudah berteman dari SMA. Mereka berasal dari SMA yang sama. Tapi mereka baru mengenal Romi saat kuliah. Julia, Saskia, dan Romi ditempatkan di kelas yang sama pada selama satu semester awal sehingga hubungan ketiganya menjadi sangat dekat. Dan semester-semester berikutnya pun mereka selalu menyamakan jadwal. Manusia tidak pernah tau kapan dewi cinta merestui cinta bagi mereka. Begitu juga dengan Julia dan Romi. Mereka selama ini berteman sangat dekat dan tidak pernah menyangka bahwa akan timbul perasaan yang jauh dari yang seharusnya diberikan oleh seorang teman. Semuanya semakin rumit ketika Julia mengetahui bahwa Romi sudah punya pacar.
    Saat Julia sedang asyik membaca novelnya, Romi datang dan duduk di kursi yang ada di samping Julia. “Jul, katanya hari ini si Saski gak masuk ya?”
    “Iye, Rom. Lagi gak enak badan tuh anak. Katanya hari ini mau istirahat di rumah dulu, biar besok uda bener-bener sembuh.” jawab Julia sambil tersenyum pada Romi. Dan senyum itulah yang memacu detak jantung Romi seketika. Romi kaget, ia tidak mengerti apa yang kini ia alami.
    “Tidak, ini tidak boleh cinta.” Seakan ia berkata kepada hatinya sendiri. Bagaimana dengan Clara, pacarnya yang telah bersama dengannya selama 6 bulan.
    Memang Clara sudah lama kenal dengan Romi dan mereka sudah berpacaran selama 6 bulan, namun Mama Romi tidak pernah menyetujui hubungan anaknya dengan wanita itu. Alasannya sangat jelas, Clara memang tidak terlihat seperti wanita baik-baik, ia juga berasal dari keluarga broken home. Papanya telah meninggalkan dia dan mamanya sejak dia masih berusia 10 tahun. Romi dan Clara saling mengenal karena mereka bersekolah di SMA yang sama. Pada saat menjelang perpisahan jelang kelulusan, Clara mulai mendekati Romi dan singkat cerita, wanita itu menyatakan perasaannya kepada Romi 6 bulan yang lalu. Awalnya Romi menolak cinta gadis itu, tetapi Clara malah menangis dan memohon agar Romi mau mencoba untuk membuka hati baginya. Meskipun begitu, Romi adalah lelaki yang baik. Ia tidak akan tega bila akhirnya akan menyakiti hati gadis itu. Namun, yang namanya cinta tidak ada yang tau kapan datang dan tak ada seorang pun yang mampu menolak kedatangannya. Inilah yang sedang dialamai Romi dan Julia saat ini. Setelah pulang kampus, Julia langsung main ke rumah Saskia. Julia ingin menjenguk teman baiknya itu dan ia ingin menceritakan isi hatinya yang sudah tidak dapat dibendung lagi. Begitu sampai ke rumah Saski , ia langsung mengetuk pintu. Mama Saskia yang sudah dikenalnya berparas cantik dan baik itu, Tante Ayu menyambut kedatangannya.
    “Halo Julia, apa kabar kamu nak?” tanya Mama Saski sambil memeluk dan cipika-cipiki dengan Julia.
    “Halo tante, aku baik donk. Tante gimana? Makin cantik aja nih, tan.” jawab Juli sambil menggoda Tante Ayu.
    “Bisa aja kamu, nak. Eh iya tuh si Saski lagi istirahat di kamarnya, kamu langsung naik aja ya sayang.”
    “Oh iya, makasih ya tan. Aku naik dulu ya.”
    Begitu sesampainya di kamar sahabatnya itu, ia langsung memeluknya.
    “Sas, gimana keadaan lu?”
    “Udah mendingan kok, Jul. Thanks yah udah nyempetin jengukin gue.”
    “Ia sama-sama sayangku. Oh iya Sas, gue mau cerita nih.. Ini tuh udah gawat banget. Super duper urgent deh. Lu gak masuk sih tadi.” ujar Julia dengan bawelnya seakan mulutnya tak bisa berhenti bicara. Untung saja Saski langsung memotong perkataan Julia sambil menutup mulut gadis itu. Sahabat Julia yang satu ini sudah sangat hafal dengan kebawelan Julia dan kebiasaan bawel gadis itu saat bercerita.
    “Apa sayangku yang super bawel?” tanya Saski.
    Julia pun mulai bercerita gini loh, gawat deh kenapa yah akhir-akhir ini gue tuh ngerasa ada yang beda di antara gue sama si Romi. Belum selesai Julia bercerita, Saski langsung memotongnya dengan iseng menggodanya cie-cie suit-suit sambil mencolek-colek tubuh dan dagu sahabatnya itu. Wajah Julia pun seketika merah padam. Saski pun mulai angkat bicara.
    “Kalau soal itu mah gue udah tau lama kali, sayang. Lu aja yang kelamaan nyadarnya.”
    “Hah, iya? Seriusan Sas? Kok bisa? Dari kapan? Kok gue gatau?” mata Saski sudah melotot maksimal yang menandakan bahwa sebentar lagi ia akan segera membekap mulut Julia jika dia masih belum berhenti bicara.
    “Nih ya, gue bilangin. Lu tuh pasti gak nyadar lah, Jul. Harus orang lain yang liat baru bisa tau. Lu tau gak cara si Romi natap lu itu beda sama kalau dia natap orang lain termasuk gue. Pas dia ngeliat lu itu ya, seakan-akan dia mau jadi satu-satunya orang yang bisa bahagiain lu. Terus juga cara lu liat dia, lu kayak bales tatapan dia dengan tatapan manja gitu. Sama lu selalu manis depan dia. Gue si udah ngira ini bakal terjadi dari lama tapi gue diem-diem aja. Toh kalau gue bilang, kalian berdua juga pasti nyangkal. Soalnya kalian berdua saling jatuh cinta secara gak sengaja. Gitu sayangku, Juli.” jelas Saski panjang lebar.
    Juli menatap Saski dengan tatapan ragu antara mengerti dan tidak percaya apa yang terjadi dengan dirinya dan sahabatnya, Romi. Lalu dia pun lanjut bertanya kepada Saski.
    “Terus menurut lu gimana, Sas?” Ini bahaya gak sih? Boleh gak sih? Romi kan udah punya cewe.” Julia berkata dengan nada gusar. Dan secara tak sadar, ia telah menunjukkan bahwa rasa sedih dan kecewa sudah terselip di dalam hatinya. Saski pun tidak tega melihat sahabatnya itu harus menghadapi lika-liku percintaan seberat ini. Padahal, ia belum pernah berpacaran sama sekali.
    “Gini, Jul. Kalo menurut gue yah. Ini tuh gak salah, bukan salah lu, juga bukan salah Romi kok. Cinta ini gak ada yang tau kapan datangnya, mau datengin hati siapa. Yang lu alamin sama Romi tuh wajar banget. Kalian temenan deket, terus di tengah-tengah persahabatan kalian, terselip perasaan cinta deh. Kalau seandainya lu suka sama gue, itu baru gak wajar. Hahaha.” tawa Saskia meledak seketika. Ia memang paling pintar dalam menenangkan sahabatnya.
    “Terus gue mesti gimana nih, Sas? Kalau seandainya si Romi ampe kenapa-kenapa sama cewenya kan gue jadi ikut-ikutan ngerasa bersalah juga.”
    “Yah, nggak dong, Julia sayang. Kalau ampe si Romi udahan sama cewenya, itu tandanya dia emang gak jodoh. Jodohnya sama elu kali.” goda Saski membuat Julia senyum-senyum sendiri.
    “Wah, makasih banget ya, Sas. Elu emang satu-satunya orang yang ngertiin gue dan selalu aja bisa bikin gue jadi tenang. Thanks a lot, sayang.” jawab Julia sambil memeluk erat sahabatnya, Saskia.


    *******


    Keesokan harinya di kampus......
    Hari itu hari Selasa, satu-satunya hari dimana mereka masuk pagi. Jam kuliah pertama mereka ialah jam setengah delapan pagi. Biasanya Julia yang paling rajin di antara kedua temannya itu selalu tiba duluan , begitupun pagi ini. Ia sudah menunggu di depan kelas pada saat jam menunjukkan pukul 7 pagi. Sepuluh menit berselang, Romi datang. Hari ini, Romi terlihat sangat tampan. Memang secara fisik, ia sudah sangat tampan. Matanya indah karena seakan-akan bisa ikut tersenyum saat ia tersenyum, matanya mampu menunjukkan kebahagiannya, hidungnya mancung, bibirnya mungil dengan kedua lesung pipi menghiasi kedua pipinya dan rahangnya yang tegas pun melengkapi salah satu kesempurnaan karya Tuhan itu. Kulit Romi kuning langsat, ia tidak terlalu putih namun kulitnya juga tidak dekil dan gelap. Tubuh Romi tinggi dan atletis. Ia memiliki tubuh six-pack hasil dari usahanya yang rajin dalam fitness secara rutin di salah satu pusat kebugaran di Jakarta. Tidak heran jika banyak wanita yang dengan mudah jatuh hati kepadanya. Tapi, pagi ini Romi terlihat lebih tampan dari biasanya dimata Julia. Mungkin karena dia sedang jatuh cinta dengan pria itu.
    “Hai, cantik! Tar temenin gue makan yuk. Sekalian gue mau cerita nih.. Yah?” Romi mengucapkan kalimat itu seakan memohon kepada Julia.
    “Oh My God, Tuhan.. Dia ganteng banget. Gak mungkin aku bisa hilangin perasaanku ke dia.” Juli seaakan berkompromi dengan hatinya sendiri.
    “Oh, oke Rom! Tapi anterin gue balik ke rumah dengan selamat yah!”
    “Siap Tuan Putri!”
    Romi dan Julia memang sudah sangat lama dekat seperti itu. Seakan-akan mereka merasa sangat nyaman satu sama lain.
    Beberapa saat kemudian datanglah Saskia.
    “Hai teman-teman!”
    “Halo Sas!” jawab Julia dan Romi secara bersamaan.
    Saskia pun tak tahan jika tidak menggoda kedua temannya itu.
    “Ah cie-cie, makin kompak aja sekarang. Suit-suit!” ujar Saskia sambil sok-sok menunjukkan gaya siulannya yang super kocak.


    *******


    Seminggu kemudian, terdengar kabar yang mengejutkan dari bonyok Romi, anaknya masuk rumah sakit karena penyakit jantung yang sebenarnya sudah sekian lama menggerogoti anaknya, tapi baru kambuh saat ini..
    Julia dan Saskia berkali-kali menjenguk Romi, namun apa daya... Tiap kali mereka menjenguk sahabat sehidup-sematinya itu, tak sekali pun Romi membuka matanya.. Ia tetap dalam keadaan koma..
    Waktu berjalan begitu cepat, hingga akhirnya mereka berdua terutama Julia harus ikhlas melepaskan kepergian pria yang selama ini menjadi pujaan hatinya itu. Ya, Romi meninggal hanya 2 minggu sejak dia masuk rumah sakit.... Tidak ada lagi degup jantung yang kencang saat dia menatap Julia.
    Hanya secercah surat yang tersisa dari kenangan Romi di dunia ini, sudah lama... bahkan sudah sangat lama sejak Romi menitipkan surat itu kepada mamanya untuk diberikan kepada Julia..
    "Penyesalan Memang Selalu Datang Terlambat" mungkin itu adalah sebuah kalimat yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati Julia setelah membaca surat itu... Andai saja dia berani mengungkapkan perasaan hatinya kepada Romi dari lama... Semuanya tidak akan berkahir seperti ini... Apa memang Tuhan sudah merencanakan kehidupan cinta mereka berdua yang tidak akan pernah berkurang sedikitpun meskipun mereka tidak akan pernah bertatap muka lagi...


    Spoiler untuk SURAT :


    Jul, uda lama banget gue suka ama elo...
    Tp, ntah kenapa gw gk berani nyatain perasaan ini ke elo...
    Lo boleh nganggep gw banci, pengecut, coward
    tapi gw janji, suatu saat nanti, gw bakal nyatain perasaan ini ke elo..
    Gue ada sepenggal puisi buat elo...

    Karena bulan enggan bercerita,
    patutkah bintang mewakilinya?
    Sedang kunang-kunang yang beterbangan,
    redup sinarnya terselubung kegalauan,
    mendalam.

    Jika rasa ini tak pernah menjadi suara,
    biarlah getaran hati tumpah meluap,
    walau tak bisa ditafsirkan oleh mendung,
    tetapi sebuah rahasia tetap akan terungkap,
    suatu saat.

    Karena mentari terlalu banyak tugas,
    pantaskah lautan jadi tempat mengadu?
    Sedang kata-kata tetap menjadi kata-kata,
    tak harus terucap dalam sebuah kalimat,
    tanpa cacat.

    Andai diamku bisa bicara,
    dia akan menyampaikan kepada dunia,
    dia akan bernyanyi bagai seorang diva,
    nyanyian tentang pelangi di dalam kepala,
    penuh warna
    .


    Gue pingin lo janji satu hal sama gue,
    kalo suatu saat nanti gw ninggalin lo, apapun penyebabnya
    lo harus tetep fokus sama tujuan hidup lo, karena dimanapun gw berada,
    satu hal yang perlu lo tau, MY HEART IS ALWAYS YOURS, Jul


    Spoiler untuk TAMBAHAN :

    oke, sedikit aja... Untuk baca cerita pendek ini, lagu yang didengarkan adalah "Officially Missing You", sedangkan pada saat membaca surat, lagu yang didengarkan adalah "A Thousand Years". Sengaja gak gue tampilin lirik, karena lagu ini bukan untuk dimengerti, tp untuk diresapi dan dirasakan pada saat membaca cerita pendek dan surat ini.tq





    Link : "Officially Missing You" = http://www.youtube.com/watch?v=0rHAjuSmPso
    Last edited by CRoesLI; 30-12-12 at 10:15.
    Kritik dan Saran seputar vGame? http://idgs.in/276403
    Ngobrol-Ngobrol seputar vGame? http://idgs.in/500901
    Daily EVENT vGame? http://idgs.in/348576

  5. The Following User Says Thank You to CRoesLI For This Useful Post:
  6. #4
    MelonMelon's Avatar
    Join Date
    Dec 2011
    Location
    Melon's Farm
    Posts
    3,010
    Points
    27,268.78
    Thanks: 73 / 47 / 33

    Default

    Spoiler untuk PENTING! Buka ini dulu sebelom baca ceritanya! :
    Videonya gue masukin ditengah cerita, ya. ada 2. nah, saran gue sih biar asik ceritanya, nonton videonya pas muncul di cerita, ya.


    Spoiler untuk ceritanya :
    DASI

    Sabtu malam adalah salah satu momen berharga yang terjadi hanya seminggu sekali. Malam-Mingguan, begitu sebutan populernya. Sebenarnya malam ini tak terlalu berbeda dari malam-malam lainnya, hanya saja kebanyakan orang menggunakan waktu beberapa jam itu untuk melakukan berbagai hal. Yang biasanya adalah bersenang-senang.

    Sayang sekali belum semua orang dapat berbahagia saat malam Minggu tiba. Mungkin masih sibuk bekerja, bisa juga tak punya acara, atau berada dalam situasi berbahaya. Kebetulan, gue nggak termasuk diantara ketiganya. Oh, bukan, gue bukan gak bahagia gara-gara sedang menjomblo, eh tapi iya sih…lagi gak punya pacar.

    PHK, pemutusan hubungan kerja; adalah –kemungkinan besar- salah satu hal yang paling ditakuti pekerja berjabatan non-bos. Manajer contohnya, dia mungkin cukup mapan, posisinya cukup oke dikantor dan mungkin dia punya beberapa bawahan, setidaknya senyum tipis akan menghiasi wajahnya. Namun ketika wabah PHK menyerang, kantongnya akan berdesah ketakutan, seakan sedang diteror ramalan kiamat bangsa dari Meksiko itu.

    Kebetulan, tadi pagi gue baru dapat surat PHK, dan jabatan gue sampai kemarin adalah manajer personalia.

    Sebuah amplop putih bersih, tak bernoda sama sekali, polos dan membuat penasaran. Isinya ditulis dengan untaian kata yang mungkin bermaksud tak ingin menyakiti hati si penerima –terlalu dalam-. Namun inti dari surat itu sangat kejam, jabatan dihapuskan. Saat surat itu sampai, semua terasa damai. Hebatnya saat surat itu dibaca langsung terdengar suara sayup-sayup lemah dari arah kantong belakang.

    “Besok nasip gue gimana ini, kurus dah kurus…”

    Dompet gue berduka, ia tahu dirinya akan segera mengalami penurunan massa tubuh yang signifikan. Doi memang sudah terbiasa dengan system diet yo-yo; diawal bulan dia akan menjadi si tambun yang terlihat –lebih- eksklusif, kemudian disekitar tanggal berkepala dua dia akan menjadi…ehm, memiliki bentuk yang lebih proporsional. Tapi kini tak ada lagi yang akan mengisi tanki bahan bakarnya untuk sebulan kedepan, mungkin ia sedang dilanda khawatir akan busung lapar. Penuh dengan struk kartu kredit…mungkin..?

    Tapi ada yang lebih penting daripada dompet, si empunya, gue! Biarkan dompet mengaung kelaparan, asal perut gue masih bisa selamat dari penyakit pencernaan. Tapi bagaimana caranya? Gue masih punya tabungan, hasil kerja setahun yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Dari penghasilan rata-rata seorang manajer, yang semula direncanakan untuk sebuah mobil. Tapi kini beralih menjadi modal hidup enam bulan kedepan.

    Yang lebih bikin frustrasi adalah kenapa gue sampe dipecat. Rasa-rasanya hasil kerja gue gak jelek, tepat waktu…ah, telat dikit. Dan berujung pada sakit kepala akibat kebanyakan mikir.

    Di sebuah Sabtu malam yang panas, jika kamu melihat seorang pria duduk termenung di pinggiran sebuah kafe rakyat (baca: warteg) dengan segelas kopi yang telah diminum setengah, itulah gue. Nggak tau harus gimana, dilanda gundah gulana, gue harus nyusun rencana.

    Normalnya, putus pacar cari gebetan, dapet phk lamaran siap. Gue harus kirim lamaran kerja lagi, salah satu hal yang paling gue benci. Ribet, nggak enak, deg-degan dan laennya. Ah, zona nyaman itu emang paling enak. Sayangnya kalo orang-orang sukses di cerita-cerita anggota MLM itu memeilih buat keluar dari zona nyaman dengan tekad berubah, lah ini gue dipaksa buat keluar dari area asik nan mantap tersebut. Jujur aja, gue puas dan tadinya belom sama sekali terpikir buat ninggalin pekerjaan gue.

    Dulu bisa diterima perusahaan itu juga kebetulan. Gue hasil DO (Drop Out) universitas kurang terkenal di daerah Bogor, bertemu bos perusahaan hampir tutup usia di Jakarta (biar perusahaan memble tetap jabatannya bos!). Kekurangan orang, gue yang sebenernya anak temen si bos langsung direkrut. Sekarang perusahaan itu telah berhasil bangkit dan berkembang, dan sepertinya banyak yang mau kerja disana. Mungkin itu alasannya kenapa pegawai standar kayak gue ini disudahkan saja nasibnya. Agak kesel juga, nggak menghargai kerja orang yang udah bekerja disana lumayan lama.

    Ada pepatah berbunyi “nasi sudah menjadi bubur, asal jangan kamu jadi dubur, kembalilah ke sawah yang subur!” Artinya, gue harus semangat!

    Tapi kalo dipikir-pikir, gue bisa manfaatin waktu ini buat liburan. Maklum, pekerja kantoran itu lumayan jarang liburnya, nggak semacam pelajar yang setiap tiga bulan dapet libur seminggu, atau bahkan lebih. Jadi sebelom mulai cari kerja lagi, gue mau liburan, ah.

    Seru juga ya, liburan. Bali, pantai, bikini, matahari terbenam, aahhh… Gue mulai berimajinasi. Kalo orang lain liat, muka gue mungkin nampak *****. Imajinasi memang bisa memunculkan euforia berlebih…dan kalo kebanyakan malah bisa bikin kecewa saat liat aslinya, nggak sesuai dengan bayangan. Persis kalo bayangin cewek di kencan buta; cantik seksi mulus Agnes Monica, taunya yang keluar item dekil kribo mbak-mbak warung sebelah. Depresi instan.

    Lagi asik bayangin pantai Kuta, hotel bintang lima, belanja…tiba-tiba yang di kantong belakang berbisik; “Bos, kalo liburan pas pulang gelandangan, loh.”
    Ah.

    Gue lupa kalo dompet gue bukan tong duit yang siap mengucurkan dana buat keperluan tersier macam liburan mahal. Nah, bener kan, kadang kenyataan berkata lain dari harapan. Dan bayangan yang terbentuk indah itu turut menambah kesedihan. Ngayal mulu memang kurang bagus.

    Segelas kopi yang terminum setengah, jam dinding menunjukkan waktu hampir tengah malam, dan kafe rakyat semakin kosong pengunjung. Gue diusir. Mau tutup, mungkin.

    Pulang? Rasanya payah banget kalo pulang, yang ada galau diranjang. Kemana, ya…klub? Bar? Gang Dolly? Net café? Warteg lain? Nah, bosen juga ngerakyat terus. Kebetulan ada MoonBucks, kedai kopi waralaba dari negeri seberang yang jadi tren tempat nongkrong remaja alay…gaul 2012. Sekali-kali kopi nya jangan Kapal Uap, deh. Yang berkelas sedikit.

    Masuk kedalam kedai itu. Jelas suasananya jauh dari warung rakyat beberapa puluh meter di dalam gang sebelah sana. Semburan angin dingin dari AC, sofa yang empuk, dan penataan ruang yang cukup mewah. Tepat diatas meja pemesanan terlihat daftar menu. Dan tepat saat gue melihatnya, si calon-kurus-dalam-enam-bulan-kedepan berteriak;

    “ITU SATU GELAS JATAH MAKAN TIGA HARI, WOII~~~!”

    Gue kaget, tidak menyangka ternyata anak muda itu meminum minuman macam beginian. Pasti bapaknya semacam pejabat semua, rela uangnya dihamburkan buat aneh-aneh beginian. Kalo gue punya anak, bakal gue berikan kopi Indokopi sejak dini, biar dia bosan sama kopi dan gak terpikir buat mencoba beginian. Tapi berhubung udah masuk, gue beli juga itu kopi demi menghindari rasa malu.

    Mocha Latte, kopi rasa moka? Terasa begitu biasa, dengan harga yang kurang biasa. Apa mungkin gue yang kurang mengerti cita rasa eksklusif? Persetan, yang jelas ini nggak enak di lidah gue, dan di dompet gue juga. Tapi duduk di sofa ini memang nyaman. Kalo tempat ini buka 24 jam, mungkin gue bakal sering tidur disini. Jujur lah, sofa nya lebih nyaman dibanding ranjang gue di rumah.

    Sendirian ditengah kumpulan orang yang sedang bermesraan (ingat, ini malam Minggu) membuat suasana galau semakin kental. Dan sekali lagi yang terpikir adalah masalah yang belum terselesaikan itu, kerja. Khawatir, masih ada tempat yang mau terima gue sebagai pekerja? Kemampuan gue yang bisa dijadikan mata pencaharian juga gak ada.

    Tiba-tiba, terdengarlah suara aneh dari arah TV.



    Sebuah video klip music band…Korea, mungkin? Bahasa nya terdengar asing buat gue yang lumayan sering denger lagu Jepang dan Mandarin. Tapi muka personel nya terlalu aneh buat orang Vietnam atau Thailand. Band…punk dari Korea? Hei, selama ini gue taunya negara itu penuh sama boyband dan girlband macam Hyper Senior dan Ladies’ Era yang kerjaannya joget berjamaah sambil nyanyi lagu upbeat dan sejenisnya. Ini unik juga. Eh, darimana gue tau nama-nama itu? Gue nggak terlalu kuper, lah.

    Yang lebih menarik adalah video klip nya sendiri. Itu…gue?

    Gue nggak ngerti apa arti liriknya, tapi rasanya lirik itu diciptakan buat gue. Dengan penggambaran orang yang situasinya mirip kayak gue di kantor, mungkin tingkat depresi yang sama, mengenaskan. Ah, gue emang nggak sendiri. Hehehe, entah kenapa sekarang gue tertawa sendiri. Rasanya pengen nyengir.

    Kalo begini ceritanya, yang kurang ya tinggal “refreshment” yang aneh. Hahaha, ini namanya ngarep. Nampaknya gue terlalu terhisap dalam video klip yang sebenarnya aneh itu. Gue pun keluar dari kedai kopi, berniat pulang. Sudahlah, semua yang udah terjadi jangan diharap bisa berbalik. Gue udah dipecat, gak ada guna berharap si bos bilang itu cuma bercanda. Mulai besok gue tinggal cari kerjaan baru.

    Di sebuah Sabtu malam yang panas, kota metropolitan, di jalan menuju kompleks perumahan. Jika kamu melihat seorang lelaki mengenakan setelan jas hitam berjalan sendiri sambil memutar-mutar dasi diatas kepala, terlihat girang merusaha menyembunyikan kesedihan. Itulah gue. Sedih, memang.

    Gue yakin gue tidak sendirian. Dompet yang daritadi diam di kantong belakang celana gue juga pasti merasakan kesedihan yang sama. Yakinlah kalau dia manusia, kantong belakang itu pasti sudah basah oleh airmata. Sayang dia hanyalah sebuah jalinan bahan yang tak dapat menangis. Namun raungan nya terdengar jelas, oleh gue.

    Telinga gue mendadak menangkap suatu suara. Ini…sebuah suara yang sangat gue kenal! Iya, gue ingat ini!

    Kaki yang biasa berdiri diantara kumpulan orang dalam bus kota ini pun gue paksa berlari. Menerjang kerasnya trotoar, menembus hembusan angin malam, dan melawan panasnya udara yang entah bagaimana walaupun angin terus menyeliwir. Dan terlihat disana, sebuah panggung gemerlap bermandikan cahaya. Empat orang berdiri disana menyanyikan sebuah lagu.

    link menuju video kedua, soalnya cuman muat 1.


    Lagu yang gue tahu sejak beberapa tahun yang lalu. Telinga gue mengingatnya, itu adalah lagu yang dulu sering gue nyanyikan. Liriknya, nadanya, semua terekam secara sempurna dalam memori gue. Dan tanpa gue sangka, lagu ini muncul sekarang. Seakan mengobarkan semangat dalam diri gue.

    Tangan nya mengepal tinggi keatas, kemudian membuka seakan menyebarkan semangat yang sejak tadi dipancarkannya diatas panggung. Penonton sorak melompat, tak terkecuali gue. Hingga lagu berakhir, sontakan semangat itu masih menggeliat diatas panggung. Tepuk tangan meriah tak berhenti, sorak sorai meminta agar mereka melanjutkan seakan tiada habisnya. Gue? Dengan sukses berhasil tenggelam kedalam lautan kemeriahan itu.


    *


    Rasanya video klip yang tadi itu bener-bener gue. Si kumal berkacamata itu nasibnya ternyata beneran ga beda jauh sama gue. Dan hebatnya, gue dapet “pencerahan” yang hampir sama. Dan sukses, galau yang tadinya menghantui sekarang hilang lenyap tak berbekas. Takut akan paranoid bekerja berubah menjadi semangat untuk memulai lagi.
    Tinggal satu masalah tersisa: mau kerja apa, ya?

    Rasanya gue udah terlalu males buat jadi pekerja kantoran yang tiap hari menurut perintah bos. Gue pengen jadi bos…ah, bos nya aja gila gimana kabar karyawan nya. Gue juga nggak punya kemampuan aneh-aneh kayak sulap atau akrobatik. Heu, ini nggak kalah bikin bingung.

    Terdampar lagi di warung rakyat yang kemarin. Dengan segelas kopi hitam, kali ini masih mengepul belum diminum. Ditengah Minggu siang yang tak kalah panas dari kemarin malam, dan kali ini mata gue melihat sesuatu. Kembali suatu hal yang familiar, seorang yang gue kenal.
    Seorang teman, teman gue semasa SMA. Dan tak perlu waktu lama untuk memunculkan sebuah obrolan.

    “Hoi, kemana aja lu?”

    “Ada, hahaha. Denger-denger lu main band ya?”

    “Iya, band punk. Cita-cita gue dari dulu.”

    “Oh, hebat ya lu.”

    “Yoi lah. Tapi gue lagi kekurangan orang nih, vokalis gue cabut.” Katanya sambil menghela napas,

    “Elu dulu SMA bukannya ikut paduan suara ya, bisa nyanyi kan?”

    “Iya sih..?”

    “Ikut gue nge-band, yok!”

    Vokalis band punk? Hei…

    “Hei, bukannya ngajak gue dari kemaren-kemaren lu!”


    *


    Begitulah, dasi dan jas gue sekarang sukses tergantung rapi didalam lemari.


    Spoiler untuk note :
    Itu ada dua video, ya.

    Yang pertama itu judulnya Necktie, lagu dari band punk KorSel. Oh, nama band nya itu No Brain. arti liriknya ya kurang lebih tergambar melalui MV nya, orang yang kerjaannya bikin stres ga sesuai bayangannya terus dapet "ilham"

    Yang kedua sih dari band lokal. kalo nggak tau mah keterlaluan.

    Liriknya gak gue masukin, yah. Lagu pertama gue cari gak dapet, lagu kedua...ehm, pengucapan si Duta jelas, kan.

    Nggak ada istilah yang bener2 aneh, kan? yah, sudahlah.



    Jadinya begitulah, salam ganteng.
    Last edited by MelonMelon; 29-12-12 at 18:40.

    FACEBOOK | TWITTER | Melon's Blog
    I am a melon - MelonMelon

  7. #5
    Dlucario's Avatar
    Join Date
    Nov 2012
    Posts
    431
    Points
    19,914.57
    Thanks: 7 / 25 / 23

    Default



    (Durasi lagu cuma 5 menit, cerita sekitar 2600 words. Jadi, gua saranin downlod dulu, terus denger pake fitur auto-replay )

    Spoiler untuk The Journey & The Memory :
    Aku memacu harley tuaku dibawah langit sore yang mendung. Padahal tidak lama yang lalu, langit biru dengan sinar matahari yang hangat masih menemani perjalanan kami ditengah gurun tandus Nevada.

    “Heyy Jim!!”

    Gadis yang melekat dipunggungku itu berteriak melawan laju angin yang menelan suaranya.

    “Sebaiknya kita berhenti untuk memasang tenda!!”

    Tanpa repot-repot membalas sarannya, aku mengendurkan pegangan pada handle Harley, membiarkannya melambat, sampai akhirnya mengeremnya untuk berhenti.

    Gadis itu melompat ketanah dengan anggun, kemudian menengadahkan wajahnya pada langit. Awan gelap yang menutupi sebagian besar cahaya matahari makin menebal, bersamaan dengan hembusan angin yang memaksa jaket kulit kami berkibar.

    “Wilayah ini termasuk yang paling jarang menerima hujan. Hey Jane, mungkin sebaiknya kita bermain sebentar, seperti masa lalu?”, ujarku sambil tersenyum.

    “Bodoh..”

    Jane, gadis berambut pirang yang tidak lain dan tidak bukan adalah adik kandung yang hanya terpaut jarak setahun denganku itu mulai mengeluarkan barang-barang kami dari tumpukan tas yang terpasang pada bagian belakang Harley.

    Mungkin sebagian orang bertanya, apa buruknya diguyur hujan sesekali, toh selain masuk angin guyuran hujan tidak akan membunuhmu. Yah, itu berlaku untuk mereka yang memiliki kamar mandi dengan air hangat dan handuk untuk mengeringkan badan di dalam rumah yang nyaman. Sedangkan kami berdua? Hanya kakak-beradik yang melakukan perjalan jauh tanpa arah yang pasti. Tujuan kami hanya satu, pergi sejauh mungkin dari tempat kelahiran kami.

    Tanpa berbicara lebih lanjut, kami berdua mulai menyiapkan apapun yang diperlukan untuk bertahan dari hujan malam ini. Jane mengambil sebuah kantung raksasa yang terlipat rapi, yang merupakan perlengkapan tidur kami. Sedangkan aku menarik keluar terpal biru, dan tiga buah silinder logam yang bisa dipanjangkan untuk fondasi.

    Dengan kerja sama yang baik, terlatih dari belasan minggu melakukan perjalan bersama di tengah kejamnya tanah tandus Amerika, sebuah tenda yang cukup besar untuk dimuati dua orang berdiri kokoh di gundukan tanah yang tinggi. Tidak lupa menyelimuti tenda dengan terpal khusus untuk menahan hujan, dan Harley dengan terpal yang lain, persiapan kami untuk malam ini sempurna.

    “Kau tahu?”, aku berkata sambil membuka pergelangan tanganku untuk menerima titik-titik air yang mulai berjatuhan dari langit. “Aku tidak begitu keberatan kalau kita harus kehujanan sekarang.”

    “Kenapa”

    “Baju kita basah kalau terkena hujan, kan?”

    “Dan..?”

    Aku melirik kaus putih ketat yang ia kenakan dibalik Jaket kulit coklatnya.

    “Bajumu jadi transparan..”

    “.. Dasar mesum.”

    Aku hanya tertawa menerima reaksi dinginnya. Masih terngiang dengan jelas ditelingaku, ketika frasa itu dilontarkannya padaku untuk pertama kalinya, dua tahun yang lalu.



    ***



    “DASAR MESUM!!!”

    Dengan intonasi yang agak berbeda tentunya.

    Jane berteriak sambil melempar botol shampo-nya.

    “Kau tidak akan mengenai siapapun kalau melempar sambil panik begitu.”, tunggu bukan itu yang harusnya kukatakan... AARGHH!!

    Sekarang tinju kanannya tepat bersarang diwajahku. Lebih karena terkejut, aku terpental sampai bersandar didinding. Jane kini berdiri didepanku, tangan kirinya menahan handuk yang membalut tiga perempat dadanya (yang cukup besar untuk ukuran gadis 14 tahun), sampai ke bagian atas lutut.

    “Ada kata-kata terakhir?”, katanya sambil tersenyum kejam.

    “P.. parley please..”



    ***



    “Apa-apaan kau tersenyum seperti itu..”

    Jane menarik keluar dua kaleng pasta makan malam kami dari tas hitam yang berisikan bahan dan persediaan makan kami, sambil menatapku curiga.

    “Aku hanya teringat.. sedikit masa lalu.”, kataku singkat.

    Wajahnya berubah murung, “Kau tidak seharusnya..”

    “Saat aku secara tidak sengaja masuk ke kamar mandi, yang kukira tidak ada orang didalam, tapi ternyata kau sedang mandi dan lupa mengunci...”

    “KAU TIDAK SEHARUSNYA MENGINGAT HAL SEPERTI ITU!!!”

    Ia melempar pasta kaleng ditangan kirinya. Kali ini lemparannya tepat mengenai dahiku. Tampaknya lain kali aku harus lebih berhati-hati karena akurasi lemparannya sudah jauh meningkat seiring dengan waktu.

    Ah.. kalau kuingat lagi, makan malam hari itu juga pasta kaleng.



    ***



    Aku mulai melahap pasta dingin makan malam kami. Jujur saja, aku tidak begitu suka dengan makanan kaleng, tapi mau bagaimana lagi? Bahan makanan segar terlalu mahal untuk kubeli hanya dengan penghasilanku dan Jane. Meski kami berdua sudah berhenti sekolah sejak kematian mama, dan mulai bekerja dibebarapa tempat, menghidupi keluarga ini hanya dengan mengandalkan penghasilan dua orang anak dibawah umur itu terlalu..

    *Braaakkk!!*

    Suara gebrakan pintu menghentikan aktivitas makan kami. Suara langkah kaki dari orang yang melangkah masuk dapat terdengar jelas dari ruang makan. Ketika melihat sosok Jane yang agak gemetaran, aku hanya memandangnya sambil tersenyum dan berbisik, “tidak apa-apa.”

    Aku beranjak dari kursiku begitu pria yang baru saja masuk kerumah kami itu sampai ke ruang makan.

    “Mana uangku..”

    Suaranya terdengar seperti bisikan parau. Aroma alkohol dan keringatnya menyebar diruang makan kami yang kecil. Tanpa basa-basi, aku mengambil semua dollar yang ada dikantung celanaku, dan menyerahkannya pada pria itu.

    Sejenak menghitung jumlahnya, pria itu kemudian memasukkannya dengan kasar kekantung celana jeans kotornya. Matanya kemudian menyapu meja makan, dimana Jane yang sedang gemetaran duduk tak bersuara tanpa berani menyentuh makan malamnya.

    “Mana.. bir-ku..”

    Oh.. ****..

    “Maaf.. uang yang kudapatkan.. kalau aku membeli bir dengan uang itu, jumlahnya tidak akan..”

    *Buaaaghhh!!!*

    Punggung tinjunya menyapu keras pipi kiriku. Hari ini, untuk kedua kalinya tubuhku terpaksa terpental mencium lantai kayu.

    Jane menjerit histeris, aku langsung berteriak untuk menghentikan rasa paniknya.

    “Tidak apa-apa, Jane.. tidak apa-a..”

    Kali ini sepatu boots kotornya menendang telak lambungku, dan beberapa bagian tubuh lain yang tidak cukup beruntung. Keringatku mulai bercucuran tak terkendali karena usaha keras menahan suara erangan sakit.

    “Hal ini.. sebaiknya tidak terjadi lagi..”, kata pria itu.

    Aku bisa membayangkan wajah kejamnya sambil terus menatap lantai kayu yang dingin. Mulutku bergetar, mencoba melawan usahaku untuk mulai bersuara.

    “B..baik.. Papa..”



    ***


    Jane melahap pastanya dengan ekspresi murung. Jelas sekali ia juga sedang teringat pada malam itu, ketika aku dihajar habis-habisan oleh ayah kandung kami sendiri hanya karena kami tidak berhasil menyediakan sebotol bir untuknya. Salahku juga karena berkata yang tidak-tidak, dan memaksa ingatannya tentang hari itu kembali muncul.

    “Makanan itu akan tambah tidak enak kalau kau mengingat hal yang tidak mengenakkan juga, Jane.”, aku berkata sambil tersenyum padanya.

    Suara petir mulai terdengar ditengah guyuran hujan malam, menandakan seberapa derasnya hujan kali ini. Kami memasang tenda dipuncak gundukan tanah dan batu yang menyerupai bukit mini, setidaknya kami tidak akan kebanjiran tapi kuharap tenda ini mampu bertahan sampai besok pagi.

    Butuh waktu beberapa detik untuk Jane menanggapi perkataanku. Ia mengangguk singkat, dan senyum letih mulai merekah diwajah cantiknya. Terkadang, aku lupa betapa cantiknya wajah tersenyum Jane karena seharian penuh ia hanya duduk dibelakangku, dalam petualangan tanpa arah kami mengarungi jalan raya Amerika.

    Seharusnya aku tidak lupa... karena senyum itu lah, alasan untukku terus berjuang.



    ***



    *Bruaaghhhh!!!*

    Meja makan yang tadinya tertata rapi, kini hancur berantakan dengan semua makanan yang ada diatasnya berserakan di lantai kayu, dan dua dari empat kakinya patah karena tidak sanggup menahan tekanan terlampau kuat.

    Tubuhku terbaring tak bergerak diatas semua kekacauan itu. Didepanku, pria yang menyebabkan semua ini berdiri dengan nafas tersengal-sengal dan wajah memerah karena mabuk berat. Tangan kanannya meraih kaki meja yang patah, mengangkatnya tinggi-tinggi dan bersiap untuk menghantamkannya pada tubuhku.

    “HENTIKAAANN!!!!”

    Aku bisa mendengar dengan jelas teriakan Jane. Dirinya yang tadi terduduk dalam terror di sudut ruangan, kini berlari kearah kami dan menahan tangan Papa. Balok kayu yang tadinya adalah kaki dari meja makan kami, kini terhenti tidak kurang dari 10 cm didepan wajahku. Tanpa pikir panjang aku langsung menendang benda itu kesamping, merengut Jane kedalam dekapanku, dan segera melompat kebelakang.

    Terjadi keheningan selama beberapa detik setelah itu. Papa yang tampaknya mulai menyadari situasi terkini, mulai bicara dengan suara bergetar.

    “Kalian.. berdua..”

    Aku tidak perlu menjelaskan apa yang selanjutnya terjadi kan?

    Pukul sembilan malam, ia akhirnya berhenti dan menyuruh kami untuk membereskan semua kekacauan yang ia ciptakan sendiri. Pintu kayu yang dibuka dengan kasar menghasilkan suara yang sangat mengganggu. Tidak lama setelah itu, terdengar suara mesin motor Harley meraung dikegelapan malam.

    “Aku.. tidak kuat lagi..”, Jane mulai menangis ketika suara motor itu tidak lagi terdengar.

    “Tidak apa-apa..”, Aku berkata sambil menahan rasa sesak didada dan panas luar biasa yang menyerang kedua mataku. Tangan kiriku melingkari punggungnya, dan tangan kananku mengusap lembut rambut pirang panjangnya.

    “Jim.. Aku ingin pergi dari tempat ini.. aku benci ayah.. aku benci kehidupan kita..”, Kedua tangannya menjambak kerah bajuku, dan wajahnya terbenam didalam dadaku. “Aku.. tidak kuat lagi.. Jim..”

    Tangan kananku beralih pada pipinya yang halus, dengan lembut membawa wajahnya untuk menatap wajahku. Aku tersenyum dan menatap mata biru Jane yang berpendar seperti warna lautan di pagi hari.

    “Selama aku masih ada disini, aku berjanji.. tidak akan membiarkan orang itu menyakitimu. Karena itu, tersenyumlah.. Jane.”



    ***



    Kuraih tangan kurus Jane, untuk perlahan mengaitkan jemariku pada jemarinya.

    “Kau tidak mau wajahmu berkerut karena terlalu keras berpikir, kan?”

    Aku merangsek ke sisi kanan tubuhnya. Ia tidak menunjukkan sedikitpun penolakan.

    “Aku tidak pernah dengar hal seperti itu..”, kata Jane sambil tersenyum masam.

    “Wajah perempuan memang dapat berubah karena berbagai hal. Itu sebabnya perawatan untuk mereka seperti tidak ada batasnya.”

    Jane tidak bisa tidak tersenyum mendengar leluconku. Ia kemudian berkata, “Kau tidak pernah kehabisan akal untuk membuatku tersenyum eh? ..Jim.”

    “Aku berani melakukan apapun untuk membuatmu tetap tersenyum..”

    Jane terdiam sejenak setelah mendengar pernyataanku. Wajahnya sedikit memerah, tapi aku juga bisa melihat ekspresi terluka dibaliknya.

    “Tidak lagi.. Kau tidak boleh menyakiti dirimu.. seperti waktu itu.. hanya untuk melindungiku, kau..”, ia meraih pipi kananku dengan tangan kirinya yang masih menggenggam tanganku.

    “Harganya cukup pantas, kan?”

    “Tidak! Jangan lakukan lagi.. aku tidak kuat melihatmu menderita, Jim!”, kini tangannya balas menggenggam tanganku. Aku terkejut dengan intensitas kemarahannya, namun entah kenapa ada sesuatu yang mulai bergejolak didalam dadaku, ketegangan yang menyenangkan ini.. bisa berbahaya jika terus kubiarkan.

    Tapi, melihat wajah serius Jane.. sekali saja.. aku ingin bisa jujur untuk sekali ini saja..

    “Mungkin sebenarnya.. aku melakukan semua itu untuk diriku sendiri..”

    “Eh?”

    Aku tergagap.. bahkan sebelum mengatakan apapun.. bahkan ketika kalimat yang ingin kuucapkan masih terangkai dalam otak, aku kesulitan memikirkannya. Bayangan bahwa aku bisa saja kehilangan Jane, mulai merasuk seperti hembusan angin dingin yang membekukan setiap jengkal tubuhku...



    ***



    “Ini semua bohong kan.. Jane..”, kata-kataku bergetar tak terkendali. Dihadapanku, Jane berdiri kaku mengenakan pakaian yang tak pernah kulihat sebelumnya. Pakaian itu bukan miliknya, mungkin papa memberikan pakaian itu beberapa waktu yang lalu. Tidak, aku tidak percaya Papa pernah membelikan Jane pakaian mahal seperti ini. Penampilan Jane hari ini seharusnya membuatnya terlihat lebih cantik, namun..

    “Kau tidak menginginkannya Jane.. aku tahu kau tidak ingin..”

    Jane menggeleng sambil memejamkan matanya, “Kau salah Jim, aku memilih semua ini karena aku memang ingin.. Setelah ini.. setelah ini kita tidak perlu lagi hidup susah.. Papa tidak perlu lagi menyiksamu karena kita kekurangan uang.. Kau tidak perlu lagi menderita Jim..”

    “Apanya yang aku tidak perlu lagi menderita, Don’t **** with me Jane!!

    Air mata mulai mengalir dari kedua mata Jane. Ia terus menggeleng dan menolak perkataanku, tapi bagaimanapun.. bagaimana mungkin aku mau menerima semua ini.. Aaargghh!!

    Tubuhku terpental kedidinding akibat hantaman keras di pipi kananku. Aku tidak perlu bertanya siapa yang melakukannya.

    “Kau pikir apa yang sedang kau lakukan anak bodoh? Kau tahu berapa uang yang kukeluarkan untuk mendadandaninya sampai seperti ini, haahh??”

    Uang? Uang katamu??”, Aku berdiri perlahan. “Hanya itukah yang ada didalam pikiranmu selama ini? Pernahkah kau memikirkan perasaan anak-anakmu? Pernahkah sekalipun terlintas dalam benakmu, seberapa besar penderitaan kami karena ulahmu selama ini? Tidak cukupkah kau menyiksa kami setiap hari untuk kepuasanmu sendiri? AYAH MACAM APA KAU INI???”

    Satu pukulan lagi menghantam telak pipi kiriku.

    “Sudah berani melawan kau, bocah..”, kalimatnya yang tanpa dibarengi secuilpun ekspresi manusiawi, terasa seperti peluru es yang menembus jantungku.

    “Aku.. adalah ayah kalian. Aku lah yang memberikan kalian tempat tinggal, tempat untuk tidur, tempat untuk hidup.. Ya, akulah yang membiarkan kalian hidup hingga hari ini. Karena aku kalian bisa ada di dunia ini.. SUDAH SEPANTASNYA KALIAN MEMATUHI SEMUA KEINGINANKU!!”

    “Aaaaahhh!!”, Jane berteriak histeris ketika Papa mulai menarik tangannya dengan kasar.

    “Hari ini kau akan bertunangan.. dan ketika kau menikah, mereka akan memberikanku banyak uang.. jumlah yang tidak akan pernah bisa kalian dapatkan meski bekerja seumur hidup sekalipun.”

    “JANGAN BERCANDA!!”, aku berteriak lantang. “Kalau kau bermaksud menjual Jane, aku tidak akan pernah membiarkan..”

    *Cklek*

    “Membiarkan apa?”, ia menarik sebuah pistol dari saku celananya, dan mengarahkannya tepat padaku.

    Aku bisa melihat wajah Jane yang dibekukan rasa takut. Ia terduduk lemas seperti kehilangan semua tenaganya.

    “J.. Jane..”, tanpa sadar aku melangkah kedepan.

    Saat itu, telingaku seperti kehilangan fungsinya. Suara ledakan keras, bau terbakar yang tidak menyenangkan dari senjata api, dan rasa panas yang membakar pipi ini.

    “Diam ditempat, jangan bersuara.. aku akan meladenimu setelah ini semua berakhir, bocah..”, Papa mengangkat tubuh Jane dengan sebelah tangannya, seperti sedang menenteng boneka jerami tak bernyawa. Mata Jane memandang kosong kearahku.. tidak.. pandangan itu.. Jane..

    “JANE!!!”

    “B.. bocah.. sudah kubilang..”, ia kembali menodongkan pistolnya kerahku.

    Mengabaikan ancaman yang mungkin dapat merengut nyawaku itu, aku berkata sambil menatap lurus mata Jane.

    “Kalau kau pikir semua akan berakhir baik-baik saja jika menuruti semua keinginannya, kau salah besar.”

    “Apa yang mau kau katakan bocah!!”, Tangannya bergetar, tembakan pertama dimaksudkan hanya untuk menakutiku. Namun untuk membunuh orang, manusia tidak akan semudah itu menarik pelatuk.

    Tapi jika ia memang mampu melakukannya, aku tidak peduli lagi.. Paling tidak, aku ingin mengatakan hal yang harus kukatakan sekarang juga.

    “Kau pikir aku masih bisa hidup dan memaafkan diriku jika aku membiarkan orang ini menjualmu, Jane??”, Aku melangkah kedepan.

    “Jangan bergerak bocah!! Atau aku akan menembak!!!”

    Tembak saja kalau kau mau..

    Kutarik nafas dalam-dalam, lalu kuhembuskan perlahan. Setelah ini.. aku tidak peduli lagi kalau kepalaku harus berlubang sebagai bayarannya.

    “... I love you, Jane.. Please go out with me. And when i say ‘go out with me’ i really.. really mean it.”

    “Eh?”, Wajah Jane yang tadinya sepucat salju, kini berubah merah seperti ketel mendidih. “Apa.. tapi.. tapi.. kita ini, kan..”

    Aku tidak begitu memperhatikannya, tapi tampaknya reaksi Papa juga sama terkejutnya dengan Jane.

    “Jane!”, aku kembali memanggil namanya dengan lantang. “Apa kau ingin pergi dari tempat ini, bersamaku?”

    Meski warna merah disekujur permukaan wajahnya masih belum hilang, tapi ia tampak lebih menguasai dirinya kali ini. Air mata mulai mengalir disepanjang garis wajahnya, namun itu bukan air mata putus asa yang biasanya kulihat.

    Jane kemudian mengangguk tanpa keraguan sedikitpun sambil tersenyum. Senyum itu.. senyum itulah yang membuatku terus berjuang.. tidak akan kubiarkan siapapun juga merengut senyum itu dari wajahnya.

    Tanpa peringatan apapun, aku langsung melesat zig-zag kesamping, secepat kilat menendang pistol itu dalam semua kekacauan ini, kemudian lanjut menghantam wajah Papa dengan tinju kananku. Tubuh gemuk itu terlempar jauh dan menghantam telak dinding, sambil menghasilkan bunyi yang.. cukup menyenangkan didengar.

    “Dia tidak akan sadar untuk sementara waktu.. Aku akan mengambil tambang dari gudang untuk mengikatnya. Jane, keluarkan semua tas yang kita punya dan masukkan semua makanan dan barang yang dapat kita gunakan di luar sana.”

    “Jim.. apa kau yakin, kita bisa..”

    Aku memandangnya sambil tersenyum hangat, “Tidak ada yang tidak mungkin dikamusku..”, kemudian memungut pistol yang baru saja terlempar kesudut ruangan. “Hey, pistol ini tidak punya peluru lagi! Pantas saja tadi ia tidak menembak..”



    ***



    “Apa kau tahu, apa yang kupikirkan.. perasaan ku saat itu. Perasaan takut.. seperti apa rasanya jika..”, kalimatku terputus-putus, aku memang tidak pernah pandai dalam hal ini.

    “Jika apa, Jim?”, tanya Jane lembut.

    “Jikaa.. seandainya aku pistol itu memiliki lebih dari satu peluru.”, kataku menghindar, sambil dalam hati memaki betapa pengecutnya diriku saat ini..

    Tanpa bersuara Jane bergerak mendekatiku. Seperti ular yang menerjang mangsanya tanpa suara, dengan kecepatan yang menakjubkan, namun kuakui.. sangat menawan.

    Bibirnya mentutupi bibirku sebelum aku bahkan sempat menyadarinya. Ini adalah ciuman pertama kami.. ciuman yang kami lakukan dengan dada berdebar.. Hangat dan penuh rasa ingin tahu. Ciuman pertama.. yang membuatku menginginkan ciuman lainnya.



    Keesokan paginya, hujan sudah berhenti sebelum kami bahkan sempat menyadarinya. Genangan air dengan cepat merembes masuk ke tanah. Cahaya matahari pagi yang hangat menemani kami membereskan perlengkapan tidur dan tenda, yang untungnya dapat menunaikan tugasnya dengan baik sampai pagi menjelang. Dalam aktivitas ini, beberapa kali mata kami bertemu, namun tidak dapat kurasakan sedikitpun perubahan sikapnya karena kejadian semalam. Mungkin hanya perasaanku atau perempuan memang sangat pandai menyembunyikan perasaannya? Well.. hal itu akan tetap menjad misteri yang tak akan pernah terungkap.


    “Hey Jim..”

    “Hmm?”

    “Dari kemarin, ada hal yang benar-benar ingin kutanyakan padamu.”

    “Apa itu?”

    Jantungku berdebar tanpa alasan yang jelas. Tidak juga.. aku tahu betul kenapa jantungku tiba-tiba berdebar seperti ini.

    “Apa kau yakin, ini memang jalur menuju kota berikutnya?”

    “...”

    “...”

    “Hari ini cuacanya bagus ya..”

    Jane mengangguk setuju.




    -And their journey continues-
    Last edited by Dlucario; 31-12-12 at 19:15.

  8. #6
    Exile_Vindicator's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Sanctuary
    Posts
    5,170
    Points
    16,542.62
    Thanks: 316 / 107 / 82

    Default

    Edit 1st post point k4.

    Thank you.

    Pen spinning is not about how many busts and spreads you perform, its about having fun and making your own style
    "Midnight"


    Professionals have standards.
    Be polite.
    Be efficient.
    Have a plan to kill everyone you meet.
    GA TERIMA BARCEN

  9. #7
    Bedeviere's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Osean Federation
    Posts
    2,317
    Points
    11,328.81
    Thanks: 118 / 45 / 34

    Default

    Sepuluh


    Author : - [bedeviere] -
    Genre(s) : Drama, Slice of Life
    Song : Ten by Yellowcard
    Copyright ©2012 - f395 IDGS Forum

    ================================================== =====

    Spoiler untuk the story :

    “Papa~~ ayo bangunnn~~~ katanya mau mengantar aku sekolah?”

    “Iya iya. Sebentar ya, Papa mau liat jam dulu.”

    Dengan setengah ngantuk, aku meraih jam weker di meja sebelah kanan tempatku tidur. Bagus, masih jam 6 pagi. Masih banyak waktu sampai Billy sekolah pukul 08.00.

    Langsung saja aku bangun dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Billy juga masuk ke kamar mandi yang sama. Entah kenapa, kali ini dia mengikuti semua gerakanku. Aku cuci muka, dia cuci muka. Aku sikat gigi, dia sikat gigi. Aku cukur jenggot, dia—

    “Loh Billy? Kok gerakan Papa yang ini tidak diikutin?”

    “Papa ini bagaimana sih… Kan aku belum punya jenggot!” Billy mengkerutkan dahinya sambil memegang-megang pipi dan dagunya. Lucu sekali. Kami pun tertawa setelahnya.

    Tak lama setelah kami keluar dari kamar mandi, tercium sebuah aroma yang sedap. Baunya seperti sesuatu yang sedang dibakar. Oh, itu pasti bau roti bakar yang sedang dimasak Hayley.

    “Tuh Mama sepertinya lagi memasak roti bakar. Ayo cepat ganti bajumu, Billy. Kita akan langsung berangkat setelah sarapan.”

    “Mmm~!” Billy menganggukkan kepalanya dengan semangat.


    . . . . . . .


    “Tom, bisa kesini dulu sebentar?” Hayley yang sedang berada di dapur memanggilku.

    Billy sepertinya asyik sekali menghabiskan roti bakarnya itu. Ah, kurasa tak apa-apa jika aku meninggalkannya sebentar saja.

    “Ya, ada apa sayang?”

    “Hei~~~ anak kita sudah sebesar itu lho. Masa kita belum menikah juga?” Tanya Hayley dengan nada yang agak mengejek.

    “Hahaha sudah kuduga pasti kamu akan bertanya seperti itu. Yah kamu tahu sendiri kan, penghasilan kita belum cukup untuk menutup biaya pernikahan beserta pestanya.”

    “Iya aku tahu kok, aku juga tidak mau sehabis kita menikah malah banyak hutang-piutang di sana sini. Anggap saja aku akan bertanya seperti itu terus supaya kamu akan selalu ingat, hihihi.” Hayley berkata seperti itu disertai senyum manis yang agak bandel.

    Hhhhh sang ibu tidak kalah menggemaskan dari anaknya.

    “Papaa~~~ aku sudah selesai makan! Ayo berangkat ke sekolah!” Dengan semangat, Billy langsung mengambil tas kesayangannya.

    “Tuh Billy sudah siap. Ayo cepat keburu kalian telat. Lihat itu sudah pukul 07.00.” Ucap Hayley sambil menunjuk sebuah jam dinding.

    “Oke deh kalo begitu, bye Hayley!

    Bye Mom!”

    “Hati-hati di jalan ya kalian berdua.”

    Hayley menunduk dan mencium pipi Billy. Setelah itu, dia melihatku, dengan senyumnya yang khas, dan mendaratlah ciumannya di pipiku. Rasanya, aku seperti menjadi orang paling bahagia dengan dua makhluk penuh cinta di sekitarku.

    Berangkatlah aku dan Billy dengan mobil kesayanganku. Tidak lupa kami melambaikan tangan ke Hayley yang sedang berada di teras rumah sebelum mobil ini aku jalankan.


    . . . . . . .


    Pukul 07.30 am.

    Kami sudah sampai di sekolah. Aku melihat ke arah Billy, dan dia tertidur pulas sekali. Hhhhh anak ini memang hobinya tidur kalau sudah masuk mobil. Yah, meskipun wajahnya ketika tidur itu cukup menggemaskan. Sambil menunggu Billy bangun, aku memutuskan untuk menikmati udara pagi sebentar saja. Keluarlah aku dari mobil dan bersender sambil menghadap ke arah sekolah. Aku langsung menyalakan sebatang rokok karena udara pagi saat itu cukup dingin. Sambil menghabiskan satu batang itu, aku melihat anak-anak mulai berjalan ke arah sekolah dengan berkerumun.

    Sebentar. Rasanya ada yang terlupakan. Seharusnya hari ini ada sesuatu. Tapi apa ya?

    Aku coba mengingat-ngingat hari apa ini tapi tetap saja aku tidak bisa mengingat apa-apa. Tak terasa sudah lima belas menit berlalu. Saatnya untuk membangunkan Billy.

    “Bangun Billy, kita sudah sampai.”

    “Wahh… cepat sekali…” Billy terbangun dan mengusap matanya yang masih setengah ngantuk itu.

    “Hayo, nanti kamu cuci muka dulu ya sebelum masuk kelas. Biar tidak ngantuk pas guru sedang mengajar.”

    “Hehehe oke deh Pa.”

    Billy langsung memelukku dengan erat. Setelahnya, dia langsung berlari menuju lima anak yang sedang berkerumun. Sepertinya mereka itu teman-teman sekelasnya.

    Tak lama setelah itu, handphone-ku berbunyi. Aku mengambilnya dan melihat layar kecil yang ada di situ. Oh, rupanya Hayley yang menelpon.

    “Hei sayang, ada apa?” Tanyaku.

    “Tom, kamu lupa ya hari ini hari apa?”

    “Hah? Hari ketika kita pertama kali kencan kah?” Aku sama sekali lupa hari ini hari apa. Refleks, kujawab saja seperti itu.

    “BUKAAAAAAAANNN!!!!!” Ah, kenapa dia harus berteriak seperti itu sih.

    “Terus hari ini hari apa dong?”

    “Hari ini itu… hari ulang tahun Billy yang kesepuluh…”

    Oh rupanya Billy ulang tahun hari ini.

    ….

    EH??? HARI INI BILLY ULANG TAHUN???

    “Haduhhhh kenapa kamu baru bilang sekarang…?”

    “Habisnya… aku juga baru teringat tadi hehehe… selamat mencari kadonya sendiri yah.”

    “Lah, enak sekali kamu menyuruhku mencari kadonya sendirian…”

    “Ya habis mau bagaimana lagi. Di rumah lagi kosong makanan nih. Aku mesti belanja dulu sekarang. Bye, sayang.”

    Oke, langsung ditutup.

    Billy hari ini ulang tahun. Ternyata itu yang mengganjal di pikiranku sejak tadi. Hhhhh bisa-bisanya aku dan Hayley lupa dengan hari bersejarah ini. Tampaknya Billy juga lupa karena perilakunya biasa saja sejak tadi pagi. Ah, sudahlah. Sebaiknya aku langsung saja mencari kadonya sekarang. Mumpung sekolah masih lama berakhirnya, yaitu jam setengah 3 siang.

    Sebaiknya aku beli apa ya buat Billy?


    . . . . . . .


    Pukul 02.30 pm.

    Fuhhh untung saja aku tepat waktu sampai di sekolah untuk menjemput Billy. Tentu saja aku sudah membelikan kado untuknya. Aku meletakkan kado itu di kursi depan mobil tempat dia biasa duduk untuk menambah keterkejutannya.

    Ah, itu dia Billy. Dia berjalan keluar dari sekolah bersama teman-temannya. Ketika dia melihatku, wajahnya berubah jadi agak murung. Dia sudah ingat rupanya. Billy terlihat berpamitan dengan teman-temannya dan kemudian dia berjalan menghampiriku.

    “Hai Billy.”

    Hey Dad.

    “Ada apa nak di sekolah? Kenapa wajahmu murung sekali?” Aku sok-sok saja bertanya.

    Padahal aku tahu persis kenapa dia murung. Sejak dulu, di keluarga kami ada sebuah tradisi. Jika diantara kami bertiga ada yang berulang tahun, kami akan membangunkannya di pagi hari dan memberikan sebuah kado yang sudah disiapkan sehari sebelumnya. Tadi pagi, malah dia yang membangunkanku. Ditambah dengan tidak adanya kado yang diberikan. Itulah kenapa Billy menjadi murung.

    “Eh? Ooooh ya begitulah.” Jawabannya cukup singkat. Kelihatan sekali dia sedang menyembunyikan sebuah kekecewaan. Yah tak lama lagi wajah itu akan berubah ceria.

    Nah, ini dia yang kutunggu. Billy mulai berjalan ke arah pintu penumpang depan.

    3…

    2…

    1…

    …..

    Billy membuka pintu mobil.

    “UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!!!!!” Billy langsung kaget. Di depannya adalah sebuah gitar yang di bagian tuning-nya terikat sebuah pita biru, warna kesukaan Billy.

    Kenapa gitar? Sebulan yang lalu, kalau aku tidak salah ingat, Billy pernah memintaku untuk mengajarinya bermain gitar ketika aku baru pulang dari konser. Sayangnya waktu itu aku sudah capek sekali sehingga tidak bisa menuruti kemauannya. Kupikir, sebuah gitar sebagai kado ulang tahunnya yang ke sepuluh merupakan pilihan yang tepat.

    “Hahahaha Happy 10th birthday Billy!

    “Loh… Aku kira… Papa tidak ingat…” Air mata kebahagiaan langsung keluar dari matanya disertai wajahnya yang perlahan berubah ceria.

    “Papa macam apa aku ini jika ulang tahun anak sendiri saja tidak ingat? Hahaha.” Padahal, aku betul-betul tidak ingat sebelumnya. Untung saja Hayley menelpon waktu itu.

    Karena rasa terharu yang sangat kuat, Billy langsung memelukku. Meski suaranya agak kecil, aku bisa mendengar ucapannya.

    Thank you, Dad.

    Tepat ketika Billy mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba suasana langsung menjadi hening dan pandanganku menjadi gelap dengan seketika.


    . . . . . . .


    Aku terbangun. Hal yang pertama yang kurasakan adalah beberapa goncangan. Aku melihat jendela yang ada si sebelah kiriku. Perlahan aku mencoba membangunkan diriku meraih jendela itu. Terlihat suasana malam jalanan kosong yang damai. Ah, pemandangannya kenapa terasa berjalan?

    Oh, ternyata aku sedang berada di sebuah bus khusus. Dan sadarlah aku bahwa peristiwa yang kualami sebelumnya adalah mimpi.

    Ya, mimpi. Bisa-bisanya aku bermimpi seperti itu. Wajar sih, karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah. Aku dan Hayley sudah sepakat untuk menamai bayi kami Billy semenjak kelamin dari anak itu sudah diketahui, yaitu laki-laki. Hhhhh sudah tidak sabar lagi rasanya.

    Saat ini, aku dan band-ku dengan bus khusus ini sedang dalam perjalanan menuju sebuah kota yang merupakan kota terakhir dalam tur manggung kami. Sudah hampir setahun tur ini berjalan. Begitu tur ini selesai, aku akan langsung mengambil perjalanan terbang menuju kota tempat Hayley berada. Untuk menemaninya ketika saat-saat dia akan melahirkan tiba. Tentu saja aku sudah menyiapkan tiket pesawatnya.

    Ketika aku sedang menikmati pemandangan malam hari dari jendela bus, tiba-tiba saja handphone-ku berbunyi. Oh, rupanya Hayley yang menelpon. Aku angkat saja telponnya.



    Ada apa ini? Aku hanya mendengar suara isak tangis.

    “Hayley? Ada apa? Kamu menangis?” Tanyaku.

    “Sayang… Ada berita buruk… Sangat buruk…”

    …..

    …..

    Tak lama setelah itu, hanya ada tangisan diantara kami.


    . . . . . . .


    Semenjak aku menerima telpon dari Hayley di hari itu, semuanya seakan tidak sama lagi.

    Saat ini, aku sedang berdiri di depan sebuah kuburan yang kecil. Ini adalah kuburan milik seorang bayi yang meninggal 10 tahun yang lalu. Penyebabnya karena lahir prematur sebelum genap 9 bulan. Yang akhirnya hanya menghembuskan napas selama 4 jam dikarenakan beberapa organ vital yang tidak berfungsi dengan baik.

    Ya, ini adalah kuburan milik Billy.

    Malam sebelum aku datang kesini, aku mendapat mimpi yang sama persis dengan waktu itu. Aku bermimpi bagaimana kehidupanku saat ini jika seandainya waktu itu Billy lahir dengan selamat. Aku bermimpi ketika Billy berulang tahun yang ke sepuluh. Pelukannya di mimpiku itu masih terasa.

    “Sayang, masih ingin berada di sini?” Ucap Hayley yang sejak tadi memeluk tangan kananku.

    “Dia… seharusnya berumur genap 10 tahun saat ini…” Perlahan, air mata keluar dari mataku.

    “Iya… setiap malam aku membayangkan dia memakai piyama sambil menonton Star Wars.”

    “Hayley…”

    “Hm?”

    “Maafkan aku karena tidak ada didekatmu saat dia lahir. Aku menyesal tidak sempat melihat wajah mungilnya ketika dia masih bernapas…” Air mata ini terus mengalir.

    “Sudah sudah, sayangku. Bagaimana pun juga, kejadian itu terlalu tiba-tiba. Aku tahu kamu bukan manusia super yang bisa berpindah tempat dari California menuju Ohio dalam sekejap.” Dia melihat kearahku dengan senyumannnya yang khas.

    Sungguh tegar sekali perempuan yang ada di kananku ini. Padahal bisa saja dia trauma seumur hidup karena dialah yang melahirkan. Namun tidak, Hayley tetap bisa tersenyum. Mungkin suatu pendapat yang menyatakan bahwa perempuan itu punya mental lebih kuat dari laki-laki ada benarnya juga.

    “Tom, mari kita pulang.”

    Sambil menyeka air mata dari wajahku, aku mengganguk.

    Kami berdua berjalan meninggalkan kuburan itu. Sesekali, aku melihat ke arah kuburan sambil mengingat momen-momen yang ada di mimpiku itu. Momen-momen yang tidak pernah terjadi secara nyata.

    Selamat tinggal, Billy. Maafkan aku karena tidak ada di dekatmu di saat-saat terakhir. Dan seandainya kamu masih ada, you would be harmony to every single part me. And you would have all the love in my heart.


    -THE END-


    Spoiler untuk music & lyric :

    Ten

    Artist : Yellowcard
    Album : Southern Air
    Songwriter : Ryan Key



    I found out in the fall. I've been gone
    On the road for a year
    She said,
    "Honey, I've got real bad news" and
    Then there were just tears
    And we would never be the same again
    Since then I've often wondered
    What you might have been like
    How it would have felt to hold you,
    Would you have my eyes?
    Don't you think we would've been best friends?

    You would be ten and I'd be
    Driving you to school
    You would tell all your friends
    That you thought I was cool
    And you would have
    All the love in my heart
    Yeah, you would have
    All the love in my heart

    We were twenty-two years young then
    Breaking rules all around
    We were
    Moving in that first apartment
    It felt like it was never gonna end
    Both so lost and crazy
    We were young so we ran
    Now I live in a dream where I am
    Holding your little hands
    I never got to meet you, my best friend

    You would be ten and I'd be
    Driving you to school
    You would tell all your friends
    That you thought I was cool
    You would be out in the sun
    Until it was gone
    You would be watching Star Wars
    With your PJ's on
    And you would have
    All the love in my heart
    Yeah, you would have
    All the love in my heart

    Don't you think we would have been best friends?

    You would be ten and I'd be
    Driving you to school
    You would tell all your friends
    That you thought I was cool
    You would be out in the sun
    Until it was gone
    You would be watching Star Wars
    With your PJ's on
    You would be playing tunes on
    On your first guitar
    You would be harmony to
    Every single part of me
    And you have
    All the love in my heart
    Yeah, you would have
    All the love in my heart



    Spoiler untuk notes :

    • Buat yang bingung kenapa Billy bisa lahir dalam keadaan kedua orang-tuanya belum menikah, itu karena gw ngambil setting tempatnya di negara Amerika Serikat. Dimana pasangan yang menikah setelah melahirkan anak dianggap lumrah
    • California tempat Tom berada saat itu dan Ohio tempat Hayley melahirkan Billy kira-kira sejauh dua lingkaran merah ini

      sumber gambar : http://en.wikipedia.org/wiki/United_States

    Last edited by Bedeviere; 29-12-12 at 18:05. Reason: nambahin info buat lagunya

  10. #8
    PiCass0's Avatar
    Join Date
    Nov 2006
    Location
    ~ : - MedaN - : ~
    Posts
    11,011
    Points
    6,371.69
    Thanks: 181 / 95 / 89

    Default

    Smoga Cerita yang saya buad ini tidak sulit dibaca..
    selamat menikmati

    Spoiler untuk Cerita :
    Dewi, maafkan diriku ini yang terlanjur mencintimu!

    Dewa adalah seorang pria yang bekerja disebuah perusahaan sarung tangan. Dewa merupakan
    seorang karyawan yang sudah bekerja di awal tahun 2009. Pekerjaan yang dimiliki Dewa ini ialah pekerjaan pertama yang didapatnya selama tamat dari pendidik SLTA nya. Pekerjaan yang didapat setelah dimasuk semester ke-9 disalah satu perguruan tinggi swasta yang cukup terkenal dikota nya. Sifatnya yang penakut akan sebuah hubungan dengan wanita, yang membuat dia tidak mampu untuk memiliki hubungan khusus teman wanita nya. Sehingga sering kali teman-teman / rekan kerja menganjurkan untuk mencari pacar, sebab umur Dewa juga tidak muda lagi karena sudah berumur 24 Tahun saat itu.

    Suatu ketika dia berjumpa dengan seorang wanita, Dewi namanya. Dewi seorang wanita baik
    hati yang sempurna bagi dewa, kehadiran Dewi membuatnya seolah menjumpai seorang bidadari yang welas asi dari surga. Dewi yang baru saja masuk pada pertengahan tahun 2011 itu, menjadi seorang staff pada perusahaan yang sama dengan Dewa. Aneh nya perasaan yang dimiliki Dewa terhadap Dewi tidak langsung muncul begitu saja disaat pertama mereka jumpa. Seiring dengan berjalannya waktu, hubungan pertemanan Dewa dan Dewi semakin erat dimana mereka juga bersahabat dengan 2 rekan kerja yang lain nya.

    Dua sabahat mereka yang lain bernama Dinda dan Dedy, Dinda memiliki sifat kekanak-kanakan
    yang sering membuat Dewa merasa sakit hati tetapi masih sanggup ditoleransikan olehnya, mgkn sifat pemaaf yang dimiliki Dewa itu sering membuat dirinya mudah untuk dikerjain. Dinda terlihat cukup baik, tetapi sifat egois yang dimiliki membuat Dewa tidak begitu menyukainya lebih dari sahabat. Dewa tidak menyukai sifat egoisnya dan cara dia bergaul dengan teman dengan bahasa yang kasar, itu sebab nya tidak ada niat Dewa untuk menjadikan nya pasangan hidup. Untuk Umur Dewa yang sudah ½ abad itu pasti memikirkan mencari seorang pasangan yang baik dan sesuai dengan kriteria nya untuk dijadikan istri atau pendamping hidupnya sampai ajal menjemput nya.

    Dedy merupakan teman akrab Dewa, karena mereka berdua sama-sama cowok yang ada dalam
    empat serangkai itu. Posisi Dedy dalam perusahaan, merupakan peninggalan Dewa. Dengan kata lain, Dewa ialah seniornya Dedy dalam pekerjaannya. Hal tersebut yang membuat mereka semakin akrab, seiring dengan beberapa masalah yang baru dijumpai Dedy, yang dimana dia membutuhkan saran dari seniornya. Di sisi tersebut pekerjaan Dedy terbantu dengan ada nya Dewa, sebab masih bisa menanyakan hal-hal kurang dipahami mengenai pekerjaan administrasi nya.

    Sebelumnya Dewa ada seorang Staff Divisi Gudang, yang saat ini digantikan oleh Dedy.
    Sekarang Dewa telah menjadi seorang Staff IT pada perusahaan yang sama, hal itu dikarenakan Dewa ingin mencari pekerjaan baru dengan posisi baru sebagai Staff IT di perusahaan lain. Tapi karena posisi Staff IT saat sedang mencari pengganti yang baru, maka Dewa dimutasi ke bagian Staff IT. Jadi merupakan hal yang mudah bagi Dewa untuk membantu Dedy jika mengalami kesulitan, sebab Dewa sudah berpengalaman selama 2 tahun di Divisi Gudang.

    Mereka berempat sangat akrab sekali, dalam seminggu pasti mereka membuat sebuah acara
    untuk kumpul-kumpul di suatu tempat. Baik itu untuk makan malam bareng atau untuk berkaraokean diluar bersama. Hari-hari yang dilewati mereka bersama begitu berwarna. Sampai suatu ketika, Dewa memiliki simpati yang kuat. Yang biasa orang meyebutnya dengan kata CINTA. Perasaan campur aduk yang dirasakan ketika mengingat bahwa Dewi sudah memiliki kekasih, yang sudah berpacaran lebih dari 2 tahun.

    Semakin hari Dewa merasakan kecocokan yang dirinya terhadap Dewi semakin mendalam, sifat
    dan sikap Dewi yang lembut dalam melakukan pekerjaan dan menangani sebuah masalah dengan baik dan tidak gegabah, yang membuat sosok Dewi menjadi sosok seorang wanita dewasa yang sangat sempurna dimata Dewa. Karakter yang dimiliki Dewi berbeda banget dengan Dinda yang merupakan rekan sedivisi nya. Mereka berdua berada dalam divisi Ekspor-Impor. Keseharian yang mereka berdua lakukan didalam pekerjaannya sehari-hari hampir setiap saat Dewa mengetahui nya. Sebab ada beberapa pekerjaan yang masih sulit untuk dipecahkan pada Hardware yang dimiliki Dewi dan Dinda.

    Karena sudah muncul perasaan yang begitu indah nya, maka apabila ada waktu senggang Dewa
    menghampiri Dewi yang sedang asik bekerja. Dengan hanya duduk didalam ruangan nya. Dewi yang tidak merasakan perubahan sikap Dewa terhadap dirinya, sampai pada suatu ketika Dewa mengatakan kepada Dewi mengenai perasaan yang dimiliki. Hari itu adalah hari libur, jadi entah bagaimana percakapan yang terjadi antara Dewa dan Dewi lewat BlackBerry Messenger berujung kepembicaraan dari hati ke hati.

    Pernyataan secara tidak langsung, yang hanya melalui Media BlackBerry Messenger itu pun
    berlalu dengan cepat. Dewi hampir tidak percaya dengan apa yang Dewa katakan, tetapi lewat beberapa penjelasan yang dilontarkan Dewa, sehingga Dewi mempercayainya. Tetapi semua itu tidak berakhir happy ending begitu saja, perasaan yang telah diutarakan tersebut tidak berujung dengan awal dari perjalanan cinta mereka. Tetapi hanya cukup diketahui saja, sebab Dewi masih sangat menjaga akan keutuhan hubungan nya dengan pacar nya saat itu.

    Dewa yang memiliki sikap bijaksana, menerima keputusan Dewi yang dimana Dewa juga tidak
    terlalu berharap bahwa Dewi bisa menjadi pacar dan pasangan hidup nya sampai ajal menjemput dirinya. Satu hal yang dipercayai oleh Dewa bahwa dalam sebuah hubungan itu tidak ada nya sebuah hubungan yang kekal atau abadi. Semua itu dapat berakhir apabila sudah waktunya. Mungkin ada yang merasa itu sebagai sebuah sikap penakut akan menggambil sebuah keputusan. Tapi itu lah prinsip yang didalami oleh Dewa.

    Apabila memang menjadi jodoh, pasti tidak akan pergi kemana-mana. Sebab pertemuan menjadi
    seorang teman yang berkembang menjadi sahabat dekat juga merupakan sebuah jodoh yang indah. Setidak nya dalam kehidupan ini Dewa pernah berjumpa dengan wanita yang memiliki kepribadian malaikat yang dirasa itu merupakan sosok idaman pasangan hidup nya Dewa. Hari-hari berjalan dengan hal-hal baru yang membuat Dewi sedikit membuat jarak, sebab setelah pengakuan yang Dewa lontarkan itu. Dewi teringat pernah memberikan kata-kata candaan yang kalau dianggap serius itu merupakan wujud perasaan cinta, dengan nada yang serius dia mengatakan “saya janji ngak akan mengulangi kata-kata tersebut, nanti kamu akan salah paham”.

    Perkataan yang sederhana itu cukup berarti dan sedikit membuat Dewa terpukul. Tapi itulah
    hidup, tidak ada yang mengetahui pasti nya hari esok seperti apa. Kita hanya bisa membuat rencananya saja. Hal yang biasa kita lakukan sedikit berbeda, ketika Dewa yang saat itu akan keluar dari perusahaan nya untuk mencaari pekerjaan baru. Biasanya kalau mereka berempat mau keluar pergi mencari makan, biasa nya Dewi ikut Dewa sedangkan Dinda ikut Dedy, mulai beberapa hari tersebut Dewi tidak ingin merepotkan Dewa dengan dibonceng oleh nya. Dia memilih untuk meminjam kendaraan rekan kerja yang lain. Perasaan dihindari yang dirasakan oleh Dewa dari Dewi itu yang membuat Dewa mengurungkan niat nya untuk terlalu memaksakan dirinya agar Dewi benar-benar mau menerima dirinya sebagai pendamping hidupnya.

    Hari demi hari pun berlalu begitu saja, hingga pada hari dimana Dewa mendapatkan tawaran
    pekerjaan baru yang diinginkannya. Sebab ada sebuah posisi yang sangat bagus yang didapat dari tawaran teman kuliah nya, sehingga Dewa memiliki keinginan untuk resign kantor nya saat itu. Dewa pun meminta pendapat Dewi mengenai tawaran tersebut, lalu Dewi menjawab “kalau kamu ingin pekerjaan itu kenapa tidak di ambil saja, lagian kamu masih muda. Jadi untuk mempelajari pekerjaan bukanlah hal yang sulit untuk orang seumuran mu.”

    Keesokan hari nya, Dewa menghubungi temannya untuk memberikan konfrimasi bahwa dia
    menerima tawaran pekerjaan tersebut. Dengan kerelaan hatinya, Dewa membunuh dalam-dalam keinginannya untuk menjadikan Dewi menjadi pasangan hidup sampai dia berhenti menghembuskan nafas nya di dunia ini. Seminggu kemudian, Dewa mendapat panggilan dari perusahaan baru tersebut yang mengisyaratkan bahwa dia diterima diperusahaan tersebut. Langsung saja Dewa menceritakannya kepada Dewi, Dewi pun ikut bahagia mendengar kabar tersebut. Walau hubungun pertemanan ini sangat singkat, tapi bagi Dewa pernah bertemu seseorang seperti Dewi merupakan anugerah yang sangat besar yang diberikan pencipta umat manusia ini.

    Hingga sampailah waktu dimana, mereka akan semakin jarang berjumpa. Dihari perpisahan Dewa
    dengan rekan kerjanya itu, Dewa juga tidak lupa untuk menyalami sahabat dekat nya. Yang tidak lain adalah Dedy, Dewi dan Dinda yang seharusnya masih bisa berjumpa diluar. Tapi secara formal Dewa tetap ingin berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih atas kerja sama nya selama mereka menjadi rekan kerja. Kemudian perpisahan dengan rekan kerja juga berakhir dengan canda tawa. Tentu saja tanpa isak tangis yang sanggup membuat Dewa yang sentimentil tersebut ikutan menangis.

    Sebulan kemudian, Dewa berjumpa kembali dengan rekan-rekan kerja pada perusahaan
    lamanya. Sebab Dewa diundang oleh Dinda yang bertepatan pada hari itu dia merayakan ulang tahun nya. Disana Dewa berkesempatan untuk berjumpa dengan Dewi lagi. Tapi persaaan yang dimiliki Dewa tidak seperti sebelumnya lagi, walau rasa tertarik terhadap Dewi masih ada. Di tempat karaokean tersebut Dewa memilih sebuah lagu, yang khusus dia pilih dan akan dinyanyikan untuk Dewi. Lagu tersebut berjudul “Harus Terpisah” , sebuah lagu patah hati yang dinyanyikan oleh “Cakra Khan”. Selain lagu itu, Dewa juga menyanyikan lagu “Butiran Debu”

    Sampai pada akhir nya, perasaan cinta yang dimiliki Dewa terhadap Dewi hanya menjadi sebuah
    cerita percintaan yang tidak berujung indah.


    Last edited by PiCass0; 27-12-12 at 14:00. Reason: merapikan margin paragrafnya :)

  11. #9

    Join Date
    Apr 2008
    Posts
    2,801
    Points
    1,662.85
    Thanks: 104 / 156 / 116

    Default

    Spoiler untuk Cerita :
    Author : Tsundere / vLin777
    Genre : Semi-Romance, Psychology, Drama, Moral.
    Copyright ©2012 - SF Music (/f395) | Forum IDGS





    Haru, Watashi wa Watashi
    春,私は私




    Spring | Osaka, 2007

    Setiap tahunnya, aku selalu duduk di taman ini, hanya untuk menikmati pemandangan indah musim semi. Aku sudah melakukan kegiatan rutin ini semenjak aku duduk di kelas 2 SMP. Tidak jauh dari taman ini, tampak sebuah gedung yang cukup indah dan kokoh. Ya, itulah sekolahku, salah satu sekolah ternama di Osaka. Di tempat itulah, aku mulai mengenal makna musim semi yang sebenarnya. Bagiku, musim semi tidak hanya mengenai bunga sakura yang bermekaran.

    Tahun ini, aku berniat untuk mengabadikan semua pemandangan di depan mataku ini. Kamera tua milikku yang sudah sedikit berdebu telah aku siapkan untuk hari ini. Harapanku saat ini adalah kamera di genggamanku ini masih berfungsi dengan baik dan dapat menyimpan memori ini untuk selamanya.

    “Cekrekk! Cekreekk! ..Bbbbzzz!”

    “No, no, not this time, huh?”
    (Tidak, tidak, jangan saat ini.)

    Kamera itu mati setelah mengambil 7 foto. Sebelum semua kata umpatan keluar dari mulutku,

    “Natsu! Natsu! Kau tidak masuk? Ini sudah jam berapa?!”

    Ah, Sora. Rasanya aku tidak pernah melihatnya menikmati hidupnya, apapun yang dikerjakannya selalu saja terburu-buru. Ia sangat berbeda dengan prinsipku untuk selalu datang tepat waktu. Namun, jika saat ini di depanku Sora sedang berlari ke arahku sambil berteriak jam berapa sekarang... itu berarti,

    “Jam berapa sekarang?!”

    Dengan panik aku melihat jam tanganku dan dengan sontak aku berdiri dan langsung berlari kecil menuju sekolahku. Aku memang tidak pernah pandai berlari, karena aku tidak pernah ada di kondisi seperti ini. Lain halnya dengan Sora yang saat ini telah menyamai langkahku, padahal posisinya tadi saat mengejarku masih terhitung lumayan jauh.

    “Natsu, ada apa dengan dirimu? Baru pertama kali aku melihatmu terlambat. Atau aku yang masih ‘terlalu’ pagi?”

    Tidak sengaja aku mengabaikannya; pikiran di dalam otakku masih enggan untuk keluar. Dengan napas yang tersengal-sengal, aku tiba di auditorium sekolahku dan tentu saja, aku dan Sora mengalami kesulitan untuk mencari kursi di mana anak-anak kelas kami seharusnya duduk. Untunglah, mata Sora sangat jernih untuk hal-hal semacam ini. Namun, 2 kursi yang kosong itu terletak terpisah. Aku dan Sora pun terpisah, sehingga aku terbebas dari pertanyaan selanjutnya.

    Ah, berikan aku waktu untuk menenangkan pikiran dan napasku sejenak.

    “Penampilan selanjutnya akan dipersembahkan oleh Yamamoto Haruna. Ia akan membawakan sebuah lagu yang berjudul Sakura no Hanabiratachi (桜の花びらたち)”

    Mendengar nama itu disebut, aku tahu apapun yang aku rasakan dan pikirkan saat ini harus ku hentikan. Aku mengangkat kepalaku, dan melihat ia ada di depan sana. Tubuhnya terlihat sangat mungil di atas panggung yang sangat luas itu. Entah apa yang membuatku dapat melihat tubuhnya yang gemetar dari jarak yang sangat jauh ini. Ia menyapu pandangannya ke seluruh isi auditorium dan sambil tersenyum ia mulai menyanyikan lagu itu.

    http://www.youtube.com/watch?v=gM6L4_lCDec

    Aku memejamkan kedua mataku, berusaha untuk memfokuskan diriku pada setiap lantun musik dan suara itu. “ ...sakura no Harubira tachi ga saku koro, dokoka de dareka ga kitto inotteru. Atarashii sekai no doa wo jibun no sono te de hiraku koto.
    (Setiap kali bunga sakura bermekaran, di suatu tempat, seseorang sedang berdoa. Berdoa menuju ke dunia baru, di mana kita hanya dapat membukanya dengan tangan kita sendiri.)

    “Haru-chan, apa kamu benar-benar yakin dan percaya dengan lagu yang kau nyanyikan? Haru-chan, apa yang kau tahu tentang mimpi dan harapan? Apa yang akan terjadi padamu saat aku yang kau kenal tidak akan pernah kembali lagi?”

    Suara itu datang lagi menggema dalam hati dan pikiranku. Siapa yang selama ini menemani Haru-chan di setiap perjalanan hidupnya selain keluarganya? Siapa yang mengajarkan dirinya bahasa Inggris ketika ia bermimpi untuk menyanyikan lagu berbahasa Inggris? Siapa yang selalu ada untuk menemaninya saat ia ingin menangis di malam hari? Siapa orang yang paling dipercaya keluarganya? Semua pertanyaan itu dapat dijawab dengan sebuah nama. “Natsu”. Ya, aku lah jawaban dari semua pertanyaan yang akan dilontarkan orang tentang dirinya.

    Hari ini adalah hari di mana aku, Haru-chan, dan anak-anak SMA lainnya akan lulus dan melanjutkan hidup kami masing-masing. Hari ini adalah hari terakhir aku akan berada di Osaka. Pukul 9 pagi keesokan harinya, aku sudah harus berada di Narita Airport untuk terbang ke Jakarta, Indonesia. Mengapa harus Jakarta? Aku memiliki beberapa saudara jauh yang telah berhasil merayu kedua orangtuaku untuk membiarkan aku melanjutkan kuliahku di sana. Aku tidak memiliki bayangan sama sekali tentang kota itu, dan sejujurnya, aku memang tidak ingin pernah pergi dari Osaka.

    Aku tidak dapat berkonsentrasi setelahnya. Sejujurnya, aku ada di sini hanya untuk melihat penampilan Haru-chan. Aku tidak ingat apa saja yang dikatakan oleh kepala sekolahku, namun yang terpenting adalah aku dan Haru-chan sudah resmi dinyatakan lulus.

    Setelah acara lulusan itu berakhir, aku sudah menunggu Haru-chan di depan auditorium. Haru-chan keluar dari auditorium dan dengan cepat berlari lalu memelukku. Ah, jika saja pelukan ini dapat aku abadikan dengan menghentikan waktu yang terus bergulir.

    “You did it very well, Haru-chan! I’m very proud of you!”
    (Kau melakukannya dengan sangat baik, Haru-chan! Aku sangat bangga padamu!)

    “Hmmm, really?”
    (Hmmm, benarkah?)

    “Of course. Mind to have some food wtih me?”
    (Tentu saja. Ingin makan denganku?)

    Aku tidak butuh jawaban berikutnya, bukan Haru-chan jika ia menolak penawaranku itu. Ia masih mengenakan seragam yang tidak membuat kecantikannya sirna sedikitpun. Hari ini akan jadi kali terakhir aku melihatnya mengenakan seragam itu. Ah, kameraku tidak dapat diharapkan.

    “Haru-chan, do you bring your cell-phone?”
    (Haru-chan, apakah kamu membawa hape-mu?)

    “Hu-umh. Why?”
    (Hu-umh. Mengapa?)

    “I really need to take a photograph of us wearing this uniform.”
    (Aku sangat membutuhkan foto kita menggunakan seragam ini.)

    Langkah Haru-chan sontak terhenti. Ia membalikkan tubuhnya, menatapku dalam-dalam.

    “Promise me you will never go.”
    (Berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan pernah pergi.)

    “Promise.”
    (Janji.)

    “Hahaha. You are still a good liar, aren’t you? You will leave me tomorrow! ...”
    (Hahaha. Kamu masih saja menjadi pembohong yang baik. Kamu akan meninggalkan aku besok!)

    Haru-chan berusaha keras untuk melanjutkan keceriaan itu. Namun, sekeras apapun ia berusaha, ia tidak akan pernah dapat membohongi diriku.

    “Just take a picture first! Then we will make another promise.”

    (Foto sajalah dulu! Nanti kita buat janji lainnya.)

    “NATSU! Kenapa kamu harus pergi?!”

    “Aku udah bilang itu jauh-jauh hari kan? Aku sendiri tidak mengerti apa yang dipikirkan orangtuaku, tapi inilah jalanku. Ayo foto dulu!”

    Haru-chan mengeluarkan ponselnya dan kami berhasil mengabadikan satu foto dengan senyum yang sangat indah.

    “Then, what is the promise?”
    (Lalu, apa janjinya?)

    “Hmmhh, catat ini di kepalamu baik-baik, Haru-chan! Aku ga akan memaafkanmu jika kamu lupa dengan janji yang satu ini!”

    “What is that?”
    (Apa itu?)

    “I will tell you in Japanese! Aku ragu kamu dapat menghapalnya dengan baik jika dalam bahasa Inggris! Hahaha..!”
    (Aku akan memberitahumu dalam bahasa Jepang. ....)

    “Oke! Jangan sombong ya mentang-mentang kamu pintar! Apapun janjinya, kita akan selalu seperti ini kan? Haru-chan who always depends on Natsu-kun!
    (....... Haru-chan yang akan selalu bergantung pada Natsu-kun!)

    “...Of course, Haru-chan. ... I love you.”
    (...Tentu saja, Haru-chan. ... Aku sayang padamu.)

    I love you too! Terus apa janjinya?”

    Haru-chan memang tidak pernah berubah. Ia selalu ceria dan bersemangat, itulah salah satu alasan mengapa aku selalu ingin melihatnya seperti itu. Aku berani mempertaruhkan apapun untuknya; aku tidak akan pernah membiarkan seorang pun menyakiti hatinya dan membuatnya menangis.

    “Berjanjilah bahwa kita akan bertemu lagi 4 tahun lagi, setelah kita lulus dari kuliah kita.”

    “Bagaimana caranya? Kau saja di Jakarta, Natsu-kun!”

    “Just promise me that one. It will be surprising!”
    (Berjanjilah saja padaku mengenai hal itu. Itu akan mengejutkan!)

    “Okay, I promise!”

    Percakapan itu terhenti sampai di sana, aku menemaninya makan dan mengantarkannya pulang. Ah, adalah baiknya jika aku juga berpamitan dengan orangtuanya. Aku benar-benar memastikan bahwa Haru-chan akan baik-baik saja, menyadari aku memang tidak akan kembali lagi selama 4 tahun, karena sebuah alasan. Ibunya sempat menitikkan air mata saat aku berpamitan. Waktuku semakin sedikit, sehingga aku tidak dapat lebih lama lagi di tempat ini. Setelah aku keluar dari rumah Haru-chan, aku mengelilingi perumahan tempat ia tinggal sementara waktu, berusaha untuk merekam semua kegiatan yang pernah aku lakukan bersama Haru-chan di tempat itu di dalam otak-ku.

    Sebelum meninggalkan perumahan itu, entah apa yang membuat langkahku kembali ke depan rumah Haru-chan. Rumah Haru-chan yang sangat sederhana tapi sangat terawat memang memancarkan aura baik keluarga itu. Empat tahun dari sekarang, aku berjanji, apapun yang terjadi, aku harus kembali ke depan gerbang rumah ini lagi. Ya, itulah sumpah untuk diriku sendiri.

    Semua orang menyangka bahwa aku adalah pasangan Haru-chan, namun siapa aku? Aku hanya seorang ‘teman baik yang terlalu baik’ bagi keluarganya. Haru-chan menganggapku sebagai kakaknya yang teramat baik. Walau bagaimanapun, aku mencintai Haru-chan. Hanya saja, seakan langit dan tanah ini tidak pernah mengizinkan itu terjadi. Bagaimana tidak? Sesungguhnya hari ini aku ingin menyatakan semua yang aku rasakan dan membuang mimpiku yang lainnya. Namun, mendengar Haru-chan berkata bahwa ia menginginkan hubungan ini selalu seperti ini. Itu berarti, ia hanya mengharapkan aku menjadi kakaknya, bukan?

    Walaupun mimpiku untuk menjadikan Haru-chan sebagai pendamping hidupku didukung oleh hampir semua orang di sekelilingku, aku sudah gagal. Hidup adalah pilihan dan mimpi apapun tidak ada yang mustahil, jika aku yang menginginkannya. Pilihanku selanjutnya dapat membuat aku kehilangan hampir seluruh orang yang sangat berarti di hidupku, termasuk Haru-chan. Meskipun demikian, ini mimpi dan jalanku yang aku inginkan sejak kecil. Hanya saja, aku selalu menahan diriku untuk Haru-chan.

    Jakarta, 2009

    Dua tahun telah berlalu sejak saat itu. Bagaimana hidupku saat ini? Aku sangat bahagia saat ini. Bagaimana dengan Haru-chan? Ah, perasaanku padanya memang tidak akan pernah pudar sedikitpun, tapi aku sudah memilih jalanku. Jalan yang sudah memisahkan aku dengan Haru-chan, mungkin untuk selamanya.

    “Natsu! Bengong terus! Mikirin siapa sih?”

    “Hahaha! Engga, emang aku harus mikirin siapa?”

    “Mikirin calon dokter yang ke kelas kita tadi yaaa? Ganteng kan dia?”

    “Engga lah yaa! Buat kamu aja itu mah! Aku udah ada yang punya lagian. Hehehe.”

    “Wah siapaaaa? Ih ga pernah cerita-cerita sama kita!”

    “Hmmm, di Jepang.”

    Di Jepang? Ah, pikiranku melayang ke Osaka. Tanpa harus memejamkan mata, siluet tubuh Haru-chan telah tergambar dengan jelas di sana. Apa yang akan Haru-chan katakan jika ia tahu apa yang sudah terjadi di hidupku saat ini? Apakah ia masih menantikan kepulanganku ke Osaka? Apa ia masih mengingat janji kita?

    “Aaaaaa! Mau dong dikenalin sama cowo Jepang juga. Yayayayaya?”

    Semua temanku bergelayut manja sambil menarik-narik bajuku. Namun, aku hanya mengedipkan sebelah mataku, dan berlalu. Saat ini aku sedang berada di salah satu universitas negeri di Jakarta. Hidupku kini jauh dari keluargaku dan aku sudah tidak lagi tinggal di rumah saudara jauhku. Sesungguhnya aku sudah tidak memiliki siapapun di hidupku kini. Aku memilih untuk menghilang dari semua orang yang pernah ada dalam hidupku. Ya, karena sebuah alasan.

    “Haru, aku merindukanmu.”

    Semua orang tidak perlu ada yang bertanya jurusan apa yang aku geluti di universitas ini. Pakaianku ini sudah menunjukkannya. Aku memilih untuk mengambil jurusan keperawatan, untuk menjadi suster. Inilah cita-citaku sejak kecil. Transgender menjadi pilihan keduaku, setelah aku gagal mendapatkan Haru-chan. Seluruh keluargaku tidak perlu tahu akan hal ini. Aku akan menghadapi semua resiko yang akan ku terima kelak. Inilah aku.
    Ah, memoriku berlayar kembali saat aku tiba di Jakarta bulan Maret tahun 2007 silam di Jakarta. Aku sudah merencanakan semuanya. Kuliah di Jakarta baru akan dimulai pada bulan September 2007. Itu hal yang menarik, karena aku dapat meraih cita-citaku dengan sempurna. Keluarga jauhku sempat bertanya jurusan apa yang aku pilih, namun aku hanya menjawab dengan “tidak tahu”. Mereka memaksaku untuk mengambil jurusan dokter atau teknik. Tapi aku tidak pernah menginginkan itu semua. Diam-diam, aku membeli tiket pesawat menuju Bangkok dan di sanalah aku memulai semua cerita kehidupanku yang baru.

    Bangkok, 2009

    “Are you sure you want to do this without any family beside you?”
    (Apakah kamu yakin kamu akan melakukan ini tanpa ada pihak keluarga di sampingmu?)

    “Yes, Doctor. Just please make me an appointment for the next surgery.”
    (Ya, Dokter. Tolong buatkan aku janji denganmu untuk pengoperasian berikutnya.)

    “If I may ask, why?”
    (Jika saya boleh bertanya, mengapa?)

    “This is my life. I don’t need any reason to stop my action and dream.”
    (Ini hidup saya. Saya tidak perlu membutuhkan alasan apapun untuk menghentikan perbuatan dan mimpiku.

    “Okay, you’re such a good person with strong ambition. Just make sure you won’t regret anything after all of these actions. You can’t go back to this point anymore.”
    (Oke, kamu adalah seseorang yang baik dengan ambisi yang kuat. Aku hanya memastikan bahwa kamu tidak akan menyesali setelah semua ini terjadi. Kamu tidak akan bisa kembali ke titik ini lagi.)

    Dokter itu menyerahkan beberapa dokumen yang harus aku tandatangani. Aku hampir menitikkan air mataku saat pen itu bergerak mulus tanpa ada yang berniat untuk menghentikan. Ya, aku seorang diri di sini. Tidak ada perdebatan dengan orang-orang yang ku sayangi untuk keputusanku ini. Ironisnya, mereka sama sekali tidak tahu apa yang sedang aku lakukan di tempat ini. Hidupku akan berubah sepenuhnya setelah saat ini. Banyak hal yang harus aku lakukan setelah ini. Setelah tahap penyembuhan pasca operasi ini selesai, aku harus menyempatkan waktu untuk kembali ke Osaka untuk mengurus passport, akter lahir, dan banyak hal lainnya. Ini memang tidak mudah, tapi aku harus mencobanya.

    Ternyata penyembuhan pasca operasi memakan waktu yang lebih lama dari yang aku bayangkan. Itulah yang menyebabkan aku akhirnya menunda satu tahun kuliahku untuk mengurus semua hal hingga tuntas terlebih dahulu. Akan sangat tidak memungkinkan jika aku memberikan dokumen-dokumen diriku yang masih berjenis kelamin laki-laki ke universitasku.

    Spring | Osaka, 2011

    Waktu berlalu sangat cepat dan di sinilah aku berada sekarang. Gaun panjang berwarna merah muda ini terbalut sangat manis di tubuhku. Aku benar-benar harus mempersiapkan diriku untuk hari ini. Pribadiku kini sangatlah berbeda dari empat tahun silam, namun janjiku pada Haru-chan akan selalu ada.

    Sesaat aku terdiam. Haruskah aku kembali ke rumahku terlebih dahulu untuk menemui orangtuaku yang sudah empat tahun lamanya bertanya-tanya ke mana saja diriku pergi? Selama empat tahun terakhir, aku memang mengabarkan bahwa aku baik-baik saja, e-mail demi e-mail pun masih aku kirimkan secara berkala kepada orangtuaku. Aku mengatakan bahwa aku sudah tidak lagi tinggal di rumah saudaraku dan lebih memilih tinggal di asrama universitasku. Ketika kedua orangtuaku bertanya jurusan apa yang aku pilih, aku berbohong dengan mengatakan bahwa aku mengambil jurusan musik. Mereka pun memaklumi itu, karena mereka tahu aku sangat ingin menjadi penyanyi sejak dulu.

    Sudah empat tahun lamanya aku mengabaikan semua telepon, baik voice call maupun video call dari Haru-chan maupun keluargaku. Aku sudah menghabiskan seluruh uangku untuk operasi transgender total, hingga pita suaraku. Hampir tidak mungkin mengangkat telepon mereka dengan kondisiku saat ini. Semua pikiran yang membebani pikiranku, akhirnya berujung pada keputusanku untuk menemui Haru-chan terlebih dahulu.
    Aku memanggil sebuah taksi dan dalam perjalanan menuju rumah Haru-chan, aku mengambil ipod dari kantongku dan memutar lagu “Watashi wa Watashi” (私は私) yang selama ini membuatku menjadi lebih kuat untuk menjalani hidup. Lirik lagu itu sudah sangat ku hapal karena terlalu sering ku nyanyikan. Aku bersenandung kecil,

    “...aruiteiru ima no michi wa itsuka nozonde kita michi na no ni, kaze ga sukoshi fuita dake de fuan ni omoi jibun ga kirai...”
    (....Jalan yang kini ku tempuh adalah jalan yang aku mimpikan sebelumnya, tapi aku membenci diriku yang menjadi sangat khawatir dengan hanya terpaan angin yang bertiup pelan...)

    “Anata no koe ha utsukushii desu” secara tiba-tiba supir taksi itu mengomentari suaraku.
    (Suaramu bagus sekali.)

    “Ah...Arigatou, ojisan.” balasku sambil tersenyum malu-malu.
    (Ah... Terima kasih, paman.)

    Aku berhenti untuk bersenandung kecil saat mengetahui rumah Haru-chan sudah tidak jauh lagi. Aku berdoa dalam hatiku, berharap Haru-chan baik-baik saja selama ini dan aku berharap ia masih menerimaku apa adanya.

    Aku turun dari taksi, mengambil koper kecilku di bagasi, dan melihat sekeliling, menyadari rumah ini sudah kelihatan sedikit tidak terawat dan kumuh. Ibu dari Haru-chan membukakan pintu, dan aku membalasnya dengan senyuman, bertanya apakah Haru-chan ada di rumah.

    “Haru-chan? Maaf sebelumnya, aku tidak pernah melihatmu. Namun jika kau memanggil Haru-chan seperti itu, sepertinya kau adalah teman dekat semasa kuliahnya yang tidak aku kenal. Apa Haru-chan tidak pernah memberitahumu bahwa ia sudah pindah ke Tokyo bersama suaminya sejak mereka menikah?”

    Sejenak hatiku seakan hancur. Menikah? Sejak kapan? Haru-chan yang polos memang sudah tumbuh dengan sangat cepat. Ia memang tidak pernah menungguku untuk kembali. Mungkin, janji itu memang sudah tidak pernah ada. Apa ia tidak menyelesaikan kuliahnya?

    “Menikah? Oh, kabar yang sangat baik. Namun sayang, aku melewatkannya. Aku memang teman kuliahnya, namun aku pindah ke luar negeri, mungkin itulah yang menyebabkan aku melewatkan informasi penting seperti itu.”

    Aku harus mendapatkan informasi yang aku butuhkan. Aku harus melihat Haru-chan, meskipun untuk yang terakhir kalinya.

    “Ya, mereka sudah menikah sejak... Hmm, biar aku ingat-ingat, ah ya, sejak akhir 2009. Haru-chan sekarang sedang mengandung anak pertamanya. Mereka hidup sangat bahagia di Tokyo dan melihat Haru-chan bahagia adalah cita-citaku sejak dahulu. ...”

    Mengandung? Akhir 2009? Ya, aku ingat jelas. Pada bulan Desember 2009, Haru-chan pernah sembilan kali meninggalkan e-mail bahwa ia ingin membicarakan hal penting denganku dan ia berharap aku akan mengangkat telepon darinya. Namun, aku mengabaikannya. Aku tidak tahu hal seperti ini yang akan ia bicarakan padaku. Haru-chan, mengapa? Entahlah, aku sudah tidak dapat lagi berpikir.

    “Haru-chan terus-menerus merasakan kesedihan saat satu-satunya orang yang ia sayangi pergi ke luar negeri dan tidak pernah ingin berbicara dengannya lagi. Anak itu, yang dari dulu ku kira baik, meninggalkan Haru-chan begitu saja, dan mungkin dia sudah hidup bahagia dengan perempuan lainnya di sana. Ah, sudahlah. Aku sangat marah saat itu dan semenjak kematian ayahnya pada tahun 2008, Haru-chan sudah tidak ingin melanjutkan kuliahnya lagi. Ia sangat depresi dan aku terus-menerus mencari anak itu. Namun, ia selalu menolak telepon dariku.”

    “Oba-chan, kau harus tegar. Mungkin anak itu juga sedang mengalami suatu masalah sehingga ia tidak dapat memberi kabar kepada keluargamu. Oh ya, bagaimana Haru-chan bisa bertemu dengan suaminya? Itu hal yang menarik!”

    “Jika anak itu memiliki masalahpun, ia tidak seharusnya meninggalkan putriku seperti itu!”

    Suara Ibu dari Haru-chan tiba-tiba meninggi. Ya, aku memang sudah membuat semua keadaan semakin kacau. Aku tidak akan pernah lagi diterima oleh keluarga Haru-chan. Aku bodoh, egois, dan sangat jahat.

    “Jika ia muncul suatu hari nanti, aku tidak akan membiarkan ia menemui Haru-chan! Ia tidak layak untuk dekat dengan anakku yang kini sudah bahagia. Haru-chan anak yang baik, ia hanya cocok dengan pasangan yang baik pula. Haru-chan bertemu dengan Hideo-kun pertama kali sejak mereka duduk di bangku SMA.”

    Hideo. Anak itu selalu ingin mencelakakan aku dari dulu tanpa alasan yang jelas. Kini aku sudah mengerti ada apa dibalik ini semua.

    “Hideo-kun anak yang sangat baik, ia sudah menyukai Haru-chan sejak mereka pertama kali bertemu, namun karena anak sialan itu, Haru-chan tidak pernah bisa melihat kebaikan Hideo-kun. Mereka ternyata pergi ke satu universitas yang sama, dan Hideo-kun tetap baik pada Haru-chan. Aku sendiri yang melihat kebaikannya! Dan aku yang menyuruh Hideo-kun untuk melamar Haru-chan. Umurku sudah tua, aku ingin cepat melihat cucuku. Hideo mengatakan bahwa jika Haru-chan memutuskan untuk berhenti dari kuliahnya, ia juga akan berhenti dan mencari kerja di Tokyo. Pertamanya aku sangat keberatan jika Haru-chan jauh dari aku. Tapi, apalah artinya jika seorang Ibu tidak dapat mengalah untuk kebahagiaan anaknya bukan?”

    Tidak terasa, air mata kebahagiaan dari Ibu Haru-chan itu tersirat sangat jelas di pipinya. Aku tidak tahu apakah aku harus bahagia ataupun bersedih. Aku sudah kehilangan Haru-chan selamanya, terlebih akhirnya yang menjadi pasangan hidup Haru-chan adalah orang yang teramat membenciku. Hidup ini tidak pernah adil? Ya. Setidaknya, Haru-chan bahagia, meski aku harus menderita.

    Aku tidak dapat lebih lama lagi di sini. Aku harus segera pamit sebelum aku menjadi gila di tempat ini. Sebelum itu, aku meminta alamat rumah Haru-chan dengan alasan ingin mengucapkan selamat berbahagia padanya. Sebelum aku keluar dari rumah itu,

    “Kau terlihat mirip dengan anak itu. Ah, mungkin hanya halusinasiku saja. Terima kasih telah menjadi teman mengobrolku hari ini.”

    Hari itu juga, aku segera memesan tiket pesawat menuju Tokyo. Aku batal kembali ke rumah. Aku harus segera terbang ke Tokyo malam ini juga.

    Spring | Tokyo, 2011



    Haru in Tokyo. Musim semi di sini tidak kalah indah dengan di Osaka. Apa mungkin Haru-chan yang membuat aku merasa musim semi akan selalu lebih indah dari biasanya? Sudahlah, Haru-chan sudah jadi milik orang lain.

    Keesokan paginya, dengan ragu aku berjalan menuju rumahnya. Aku mengetuk pintu rumah Haru-chan dan ketika pintu itu terbuka, aku melihat Haru-chan di sana. Ia masih sangat cantik dengan baju rumahan. Rambutnya diikat satu ke belakang, ia masih tampak sangat anggun, walaupun perutnya sudah membuncit. Ia tampak kebingungan,

    “Hmm, mau cari siapa?”

    “Haru-chan? I miss you.”
    (Haru-chan? Aku merindukanmu.)

    Aku tidak tahu lagi harus memulai dengan percakapan seperti apa. Aku hanya tahu, aku harus menumpahkan segala sesuatunya saat ini. Aku tidak ingin membuang-buang waktu lagi.

    “Nat-Natsu... –kun?”

    You remember me?! Haru-chan, ....”
    (Kamu mengingatku?! ....)

    “What... what happen to ... you?”

    (Apa.... Apa yang terjadi... dengamu?)

    “Bolehkah aku masuk? Apa Hideo-kun ada di rumah?”

    “Dia sedang bekerja. Aku seorang diri saat ini.”

    “Aku takkan lama, Haru-chan. Aku akan pergi sebelum ia pulang. Aku menghargai hidupmu.”

    Ia tidak bergerak. Ia berdiri di sana, menahan tangisnya. Aku memeluknya, meskipun aku menyadari bahwa air mataku sendiri tak dapat lagi aku tahan dan ia pun terisak, menyadari aku dan dirinya memang tidak akan pernah sama lagi. Tubuhku bergetar, namun aku harus mengatakannya,
    “Haru-chan who always depends on Natsu-kun, right?”"

    “You still remember that?”
    (Kamu masih mengingat itu?)

    “I remember everything that happened in our life, Haru-chan.”
    (Aku mengingat apapun yang terjadi di hidup kita, Haru-chan)

    “Kamu jahat! Kamu membiarkan aku seperti ini seorang diri! Kamu tidak perlu takut aku akan meninggalkanmu! Aku selalu mencintai Natsu-kun. Walaupun aku tahu, kita memang tidak akan menikah, setidaknya aku ingin tua dan mati di sampingmu. Natsu-kun..... Why you do this to me?.... Aku terpaksa menikah dengan Hideo-kun. Hideo-kun mencari cara untuk membuktikan bahwa ia memang pantas untukku. Ia mendekati Ibu, dan Ibu memaksaku untuk melupakanmu. Aku hidup di dalam kepalsuan. Aku hidup hanya karena ingin membahagiakan Ibu dengan senyum palsuku. Natsu-kun! Bicaralah!!!”
    (.... Mengapa kamu melakukan ini padaku? .......)

    Haru-chan mengguncang tubuhku, aku sungguh lemah. Apa yang telah aku perbuat? Aku sungguh ingin kembali ke masa-masa di mana dokter itu menanyakan apakah aku akan menyesal dengan perbuatanku ini. Ya, aku sungguh menyesal. Namun, dokter itu benar. Aku tidak akan dapat kembali lagi. Aku harus melanjutkan hidupku, begitupula Haru-chan.

    “Jika engkau ingin menangis, bukan saat ini.” sahutku berulang kali pada diriku sendiri.

    “Haru-chan, aku menyesali mengapa kamu tidak mengingat janjiku bahwa aku akan kembali setelah 4 tahun lagi. Aku membencimu karena kau telah menikah dengan Hideo-kun, orang yang selama ini ingin mencelakaiku dan aku .... “

    Aku terdiam cukup lama dan aku tahu aku harus menyelesaikan semuanya saat ini juga.

    “AKU TIDAK AKAN PERNAH MENEMUIMU LAGI, selamanya. Natsu-kun yang kau kenal dulu sudah mati. Aku kembali menemuimu, hanya untuk mengatakan bahwa hidupku sudah jauh lebih bahagia tanpamu.”

    “Ta-tapi..Na-Natsu-kun... Kau baru saja mengatakan bahwa aku selalu bergantung... padamu?”

    “Ya, janji itu sudah tidak ada mulai hari ini. Aku membencimu.”

    Aku berdiri dari tempat dudukku, menatapnya sekali lagi. Ia menundukkan kepala, menutup muka dengan kedua tangannya, dan terisak.

    “Aku tidak boleh memperdulikannya lagi. Aku hanya akan menyakitinya jika aku mengatakan bahwa aku mencintainya sejak dahulu. Ia harus bahagia dengan.... Hideo.” gumamku pelan, yang akhirnya hanya terbawa pergi oleh angin.

    “NATSU! WHY DO YOU DO THIS TO ME????!!!”

    Aku berjalan ke arah pintu, membukanya, dan menutupnya dari luar. Aku mengambil secarik kertas yang sudah aku sediakan. Aku membaca isi kertas itu sekali lagi,

    “Sudah lama kita tidak berjumpa Haru-chan. Aku mencintaimu dan aku tidak akan pernah berubah. Aku akan selalu ada di sampingmu tiap kau merindukanku, dan aku akan selalu menjadi musik setiap kali kau bernyanyi. Terima kasih telah mengajarkanku untuk mengerti, bahwa musim semi bukan hanya tentang bunga sakura, melainkan dirimu yang indah.

    Natsu-...”


    Setetes air mata jatuh tepat di atas kertas itu. Aku menangis. Ya, kini aku hanyalah perempuan biasa yang juga dapat menangis. Aku merobek kertas itu menjadi serpihan kecil dan membuangnya.

    “...watashi wa watashi na da yo ne? Don’na jibun mo.. Hito wa dare demo MAI PEESU de ikiteiru. Kitto mitsukaru; watashi sika arukenai michi wo mou sukoshi yukkuri arukou...”
    (...aku adalah aku, kan? Tidak peduli siapa aku. Manusia hidup dengan jalannya masing-masing, tidak peduli siapapun mereka. Aku akan menemukannya, sebuah jalan di mana aku akan dapat berjalan di atasnya. Saat ini, aku akan melanjutkan hidupku...)

    Aku berlalu, sambil menyanyikan bait terakhir dari lagu “Watashi wa Watashi”. Aku pergi, meninggalkan musim semiku, entah apapun yang terjadi esok hari, aku tahu ini diriku. Ini hidupku.




    eve-
    291212 | 18:47


    Spoiler untuk Trivia :
    • Haru pada judul mengandung 2 arti: Musim semi dan nama seorang anak perempuan, Haru-chan.
    • Watashi wa Watashi : Aku adalah Aku.
    • Percakapan dalam bahasa Inggris itu, memang karena Haru-chan yang sangat ingin berlatih berbicara dalam bahasa Inggris, dan kebetulan Natsu memang pandai berbahasa Inggris.

    Last edited by vLin777; 30-12-12 at 13:11. Reason: Nambahin Trivia, siapa tau ada yang bingung.
    "The only way to do great work is to love what you do" ♥

    Hobby and Entertainment Forums
    My Personal Corner



  12. #10
    LunarCrusade's Avatar
    Join Date
    Jun 2008
    Location
    Unseen Horizon
    Posts
    8,965
    Points
    30,120.80
    Thanks: 298 / 586 / 409

    Default

    Spoiler untuk Cerita :

    Prunus Life
    Author: LunarCrusade
    Copyright ©2012 - f395 IDGS Forum
    Genre: Slice of Life, Tragedy, Moral




    Udara hari ini cukup hangat, setidaknya lebih hangat dibanding kemarin. Cuaca yang seperti ini adalah kesukaanku.

    Perlahan aku dapat merasakan sepoi-sepoi angin. Semilirnya memainkan rambut hitam panjang seorang gadis kecil, membuat helaian-helaian lembut di kepalanya seakan menari di udara. Tangan kecilnya pun bergerak lembut merapikan tepian rambutnya.

    “Sakura… sakura… yayoi no sora ga…”

    Lantunan melodi itu menandakan kehadiran seseorang. Duduk bersandar pada kusen jendela bercat putih, gadis kecil itu lanjut menyanyikan nada-nada dari lagu kesukaannya. Tak terkecuali diriku, yang juga suka sekali mendengarnya. Warna suaranya yang polos dan menggemaskan namun indah itu selalu membuat batinku tersenyum riang. Apakah kalian bisa dengar juga? Jika tidak sanggup, cobalah dibayangkan saja.

    Suara yang indah untuk nama yang juga indah. Hana, itulah nama anak perempuan berumur 10 tahun itu. Biasanya kusebut dirinya dengan Hana-chan. Aku sudah mengenalnya sejak lama, bahkan semenjak dirinya masih berada dalam kandungan. Sudah lama kedua orang tuanya menunggu kelahiran seorang anak seperti dirinya, dan penantian mereka tidak sia-sia. Setelah 3 tahun menikah, lahirlah seorang gadis yang cantik, lucu, dan periang, yang selalu memberi warna keceriaan dalam rumah keluarganya.



    Oh ya, Hana-chan juga punya satu kegemaran yang sudah ditekuninya sejak… Emm… berapa lama ya? Tiga tahun? Empat? Ah, pokoknya sekitar itulah. Ingatan tuaku ini tidak mampu mengingatnya dengan jelas. Hahaha… maaf, maaf. Aku memang kurang handal menjadi narator. Kuharap kalian bisa memaklumi. Ya sudah, kuteruskan saja.

    Mungkin bisa kalian tebak, hobinya adalah menggambar. Uh-huh, memainkan alat gambarnya di atas selembar kertas untuk menghasilkan bentuk pemandangan yang dia lihat, atau yang dia bayangkan dalam alam imajinasi kanak-kanaknya.

    Untuk ukuran anak seusia Hana-chan, gambar demi gambar yang dihasilkannya jauh di atas rata-rata. Kedua orang tua dan anggota keluarga lainnya sering memuji hasil karyanya, bahkan aku yang tidak begitu paham soal seni pun dapat melihatnya demikian. Kalau aku sih… sudah jelas tidak mampu menggambar seperti dirinya. Maklum, sudah tua.

    Bagaimana dengan kalian? Apa kalian juga bisa mengambar? Tidak? Ya sudah, mungkin keahlian kalian ada di bidang yang lain. Itu tidak masalah. Aku sendiri lebih berbakat dalam menarik mata orang banyak, namun bukan dengan cara yang sama seperti Hana-chan.

    Dan kalau kulihat-lihat, kedua orang tuanya tidak menentang apa yang ditekuni oleh anak mereka tersebut. Baguslah, aku lega melihatnya. Bukan apa-apa, masalahnya aku sering mendengar keluarga-keluarga yang sering ribut hanya karena orang tua tidak merestui apa jalan hidup yang disukai anaknya. Aku tidak mau melihat wajah ceria Hana-chan sirna hanya karena tekanan orang tua.

    Kadang hitam putih, kadang berwarna. Yang kulihat sih, dia selalu menggambar entah dengan pensil atau pensil warna. Belum pernah dia menggunakan media gambar lainnya. Tapi tidak apa-apa. Mungkin karena dirinya yang masih kecil, dia belum berani menggunakan media pewarnaan lainnya.



    “Hari ini aku mau menggambar lagi ah…”

    Begitulah yang dikatakannya sebelum mengambil selembar kertas kosong dan sebatang pensil. Langkahnya selalu pelan dan tidak terburu-buru. Begitu kembali, Hana-chan perlahan menggeser kursi kayunya lebih dekat ke jendela. Kertas itupun ditaruhnya pada bagian bawah kusen yang seingatku, sejak 1 tahun lalu dibuat lebih lebar agar dia dapat menggambar di situ.

    Sambil bersenandung lagu Sakura Sakura, dia mulai menggerakkan tangannya, menari lincah di atas kertas. Kutunggu sekitar 20 menit untuk tahu apa yang digambarnya, meski tidak detail.

    Ah… gambar itu lagi.

    “Pemandangannya indah juga hari ini.”, mata kehitamannya menatap ke arah jalan dan bangunan di seberang jendela, diwarnai senyum kecil dari bibir pucatnya.

    Aku hanya bisa setengah setuju dengan pendapatnya. Oke, sekarang memang bulan April, dan kota ini sedang diwarnai oleh sakura-sakura yang bermekaran. Begitu semarak, memuaskan mata yang lelah. Kota kecil ini seakan merona dalam cerahnya warna merah jambu.

    Tapi… kenapa? Kenapa Hana-chan terus mengatakan pemandangan ini indah nyaris setiap harinya sejak 1 tahun lalu?

    Apa dia tidak merasa jenuh mengamati panorama yang hanya sedikit berganti tiap harinya dari jendela kecil itu?
    Apa dia tidak merasa bosan melihat kaki-kaki karet berbadan besi yang berlalu lalang?
    Apa dia tidak merasa lelah memandang barisan kotak beton, yang sejak hari kelahirannya tidak berubah bentuk sama sekali? Oh, maaf, ada papan reklame yang berubah agak jauh di sana.

    Kalau kalian pastilah sudah muak, dan lebih senang berjalan-jalan bersama orang tua, teman, kekasih, ataupun pasangan hidup kalian. Itu hal yang wajar.

    “Seandainya saja… semua ini bisa kulihat lebih lama.”, gumamnya, lalu beberapa kali mengambil nafas, begitu pelan.

    Tak menghiraukan sekitar, tangan kanannya perlahan kembali menggerakkan pensil. Garis-garis di kertas itupun menjadi makin jelas.

    Ya, dia menggambar pemandangan kota yang hanya dapat dilihatnya dari jendela dengan lebar 1 meter dan tinggi 2 meter. Kanvas hidupnya selama 1 tahun terakhir hanya sebesar itu, dan hanya itulah yang dituangkan ke dalam kertas di depannya. Memang sesekali dia menggambar dari jendela yang lain, namun yang terbanyak adalah dari jendela yang ini. Entah sudah berapa banyak panorama serupa yang dia gambar dari tempat favoritnya itu, selesai ataupun tidak.

    “Wah, akhirnya sedikit lagi. Kali ini berbeda dengan yang kugambar musim dingin lalu yang banyak putihnya. Tidak salah aku memutuskan untuk menggambar kali ini. Ahaha… senangnya…”, dia berusaha tersenyum lebar, menghibur diri. Genggamannya pada pensil mulai goyah, dan dengan sekuat tenaga dia berusaha agar pensilnya tidak jatuh.

    Senang? Senang, katanya? Astaga. Aku tidak paham jalan pikirannya.

    Terus berada dalam rumah dan tidak bisa melihat jauh ke luar sana, dia tetap merasa senang? Ah, aku tidak mengerti. Kalian mengerti maksudku kan? Jika aku menjadi dirinya, mungkin aku lebih memilih untuk jalan-jalan, keliling dunia kalau bisa. Lebih banyak lagi yang bisa digambar di luar sana, menurutku.



    “Setidaknya… aku ingin menyelesaikan sesuatu. Ugh, sedikit lagi… Semoga yang ini sempat.”, gerakan tangannya mulai melemah.

    “K-Kumohon…”, air mata mulai mengalir. “…kumohon tanganku, bergeraklah… Aku ingin yang ini selesai… selagi masih bisa. A-Aku mau… bukan hanya otou-san dan okaa-san yang melihat. Aku mau orang lain juga…”, tangan kirinya, agak gemetar, menghapus jejak air mata.

    Tunggu tunggu tunggu. Sedikit lagi. Gambarnya sedikit lagi selesai. Hei, kalian jangan memotong dulu!! Aku tahu kalian tidak sabar untuk tahu apa yang terjadi, tapi tolong, sabarlah!! Biarkan aku melihat Hana-chan menuntaskan gambar yang dibuatnya…!!

    Sedikit goresan dan…

    “A-A-Akhirnya…”, dia makin gemetar, berurai air mata. Senyuman puas terbentuk di sudut-sudut bibirnya.


    …selesai.


    Uh? Kalian tidak bisa membayangkan gambarnya? Begini. Cobalah kalian membayangkan deretan rumah dengan jalan yang tidak begitu lebar melintang dari kanan ke kiri. Kondisi jalan yang amat sangat biasa, dengan sebuah mobil biru dan motor hitam yang sedang lewat. Ada juga beberapa pejalan kaki. Dua anak sekolah ---sepertinya pacaran--- ada di sisi trotoar seberang. Lebih dekat ke sini, itulah halaman rumah Hana-chan. Di trotoar sisi sebelah sini, ada seorang pria, mungkin 30-an, yang berjalan sambil lalu begitu saja. Belum gelap, mungkin sekitar jam 4. Langitnya juga cerah.

    Dan jangan lupa, kelopak-kelopak sakura yang menari indah di udara. Halaman beberapa rumah dan juga tepi jalan besar beberapa belas meter dari sini memang ditanami pohon-pohon sakura.

    “S-Sepertinya, masih ada yang k-kurang…”

    Dengan susah payah dia meraih kembali pensilnya, lalu sekuat tenaga menulis sesuatu di balik gambarnya. Entah apa itu, tidak terlihat dengan baik dari sini. Tangannya yang terus gemetaran itu juga membuat huruf-hurufnya tidak terlalu jelas.

    Selesai menulis, tangisannya makin menjadi. Sayang sekali, aku tidak dapat memeluk Hana-chan untuk menenangkannya.


    “T-Terima kasih banyak u-untuk segalanya…”


    Diapun menarik nafas panjang, air matanya perlahan terhenti. Ditaruhnya pensil dan penghapus karetnya di atas kertas.

    “Mmm…”, tangannya menggosok-gosok mata. “A-Aku ngantuk… mungkin aku perlu tidur sebentar.”

    Ah, dia tertidur. Yang bisa kulakukan hanyalah mengantar lelapnya dengan kelopak-kelopak yang dibawa hembusan angin musim semi…

    Sebenarnya aku masih heran, apa yang membuatnya begitu memaksakan diri? Oh, mungkin gambar itu menyimpan jawabannya.

    Kucoba mengamati lebih baik lagi kertas terbalik itu, yang ditahan oleh sebuah penghapus karet dan pensil agar tidak terbang jauh. Tulisan itu… hmm… Ah, itu rupanya. Sekarang aku mengerti.

    Hana-chan tidak pernah terbangun lagi. Itulah gambar terakhir yang dibuatnya, yaitu apa yang dilihat dari jendela kecil di kamarnya.


    *


    Maafkan keteledoranku karena tidak memberitahu lebih awal. Sudah kukatakan sebelumnya, aku memang kurang handal menjadi narator, karena ingatanku yang mulai berantakan. Sebagai permintaan maaf, akan kuingat-ingat lagi semuanya dengan baik. Aku janji.

    Baiklah, akan kumulai.


    Pernah dengar penyakit yang bernama ataxia? Penyakit yang hingga sekarang belum bisa disembuhkan, membuat penderitanya perlahan kehilangan kendali atas seluruh tubuhnya. Terus… terus… terus… hingga berujung pada kematian. Parahnya lagi, kematian bisa datang mendadak jika kondisinya sudah tergolong parah. Apa penyebabnya? Lebih baik kalian bertanya pada ahlinya. Aku sendiri tidak paham sebagian besar penjelasan ketika mendengar mengenai penyakit itu. Yang kuingat, kedua orang tuanya menangis semalam-malaman di kamar sebelah begitu kembali ke rumah, setelah memeriksakan kondisi Hana-chan di rumah sakit.

    Gejalanya muncul perlahan setahun yang lalu, dan beranjak parah seiring waktu. Awalnya Hana-chan hanya mendadak jatuh atau melepaskan genggamannya pada benda-benda. Tidak ada demam, bersin, batuk, dan tanda-tanda lain. Hanya gemetar dan terus gemetar, itulah yang sangat jelas nampak dari gerakan tangan maupun kakinya.

    Tapi… satu hal yang membuatku kagum akan gadis kecil itu.

    Menyerah? Tidak. Hana-chan tidak menyerah, bahkan menolak keras jika harus dirawat inap di rumah sakit.

    Ketika kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk sekolah, dia hanya terus menerus berada di kamar. Berjalan? Tidak mungkin dilakukannya lebih dari 3 meter, atau dia pasti jatuh. Rute perjalanannya sepanjang hari hanyalah ranjang, lemari, laci, dan jendela itu. Meski demikian, dia tidak berhenti menggambar walau sering tidak selesai 100 persen… namun tetap saja hasilnya bagus. Jika Hana-chan ingin menggambar di kamar lain, biasanya ayahnya akan menggendongnya ke tempat yang dia inginkan.

    Melihatnya yang seperti itu, terkadang aku bertanya pada diriku sendiri, apa yang menyebabkannya begitu kuat? Kalau aku, lebih baik aku minta disuntik mati, lalu terlelap selamanya dengan tenang. Maaf kalau di antara kalian tidak setuju, tapi itulah pendapatku.

    Yah, mungkin karena ingatanku yang cukup rapuh, kadang aku lupa jika gadis kecil itu menyimpan *** waktu di dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Dia selalu tersenyum ceria ketika memandang keluar jendela. Dia terus menghargai setiap detik sisa hidupnya, meski hanya dari kanvas kecil bertepian kayu berukuran 1 x 2 meter. Apalagi suaranya, seperti yang sudah kalian dengar tadi, bagiku sangatlah indah. Semua itu seakan membawa ketakutanku akan penyakitnya hilang dibawa semilir angin.

    Namun… begitu kubaca tulisan setengah acak-acakannya di balik gambar tersebut, aku mengerti betul apa yang menjadi kekuatannya. Sederhana saja, yaitu sesuatu yang menurutku sudah sering dilupakan orang banyak.


    Mimpi.


    Ya, mimpi. Di balik gambar pemandangan kompleks perumahan pada musim semi itu, tertulis kalimat yang menjadi mimpinya. Hanya itu yang menjadi motivasinya untuk terus menggambar di sisa-sisa hidupnya. Apakah kalian juga masih memiliki hal itu? Kuharap masih.

    Realita? Dia tidak peduli. Dia tahu betul kalau dirinya bisa mati kapanpun, sejak divonis menderita penyakit tersebut setahun yang lalu. Yang dia tahu, dengan pemikiran kanak-kanaknya, dia ingin melakukan apa yang dia suka dan inginkan. Itu, dan hanya itu. Dia ingin mewujudkannya sepenuh hati.

    Ah sudahlah, lupakan ocehan makhluk tua sepertiku. Bagaimanapun juga, aku hanyalah sebatang pohon sakura yang puluhan tahun tertanam di dekat jendela rumah ini, di dekat jendela kesukaan Hana-chan. Dia sudah tidak ada, dan kemungkinan besar orang tuanya akan pindah dan meninggalkan rumah ini untuk melupakan kenangan buruk tentangnya.

    Doakan saja supaya aku masih bisa mekar musim semi tahun depan, masih bisa memamerkan keindahanku pada orang-orang.


    *


    Uh… di mana ini? Terang, banyak lampu. Banyak juga orang di sini. Ruangan? Sepertinya iya, lumayan besar pula.

    Hah? Tubuhku kenapa jadi ramping dan kurus begini?

    Orang-orang silih berganti melihat benda-benda yang digantung pada tembok. Itu… gambar? Uh-huh, ternyata benar, gambar. Dibingkai dengan indah. Lho? Aku jadi bingkai juga rupanya. Hahaha… benar juga, aku baru ingat. Ternyata setelah musim semi berakhir, aku ditebang karena rumahku terjual, lalu tubuhku dikirim ke pengrajin bingkai. Berapa tahun berlalu ya setelah itu? Lima? Enam? Tujuh? Ya, sekitar itulah.

    Kembali aku mengamati ruangan besar ini. Tepat di sebelahku aku dapat melihat…

    Ah, kalau aku punya air mata, mungkin aku sudah menangis.

    Itu gambar yang dibuat Hana-chan. Gambar yang indah, dan nampak dirawat dengan baik. Ternyata orang tuanya tidak melupakan begitu saja.

    Uh, sayang sekali, aku tidak membingkai gambar yang itu. Padahal gambar itulah yang paling sering dilihat orang banyak, terkadang sampai mengucurkan air mata. Huhuhu… aku jadi iri.

    Tunggu.

    Kalau kulihat lebih teliti lagi, mereka mulai menangis bukan ketika melihat gambar itu, tapi… aku.

    Kuamati kertas yang kubingkai. Goresan-goresan huruf… yang sangat kukenal.

    Manusia sudah menemukan scanner sejak lama, dan kemungkinan besar bagian belakang gambar itu di-scan lalu dicetak ulang, barulah dibingkai olehku.

    Hahaha… Hana-chan, Hana-chan. Akhirnya keinginanmu terpenuhi juga. Aku bangga bisa membingkai mimpimu, anganmu, cita-citamu. Yah, tidak buruk juga meski aku tidak bisa berbunga lagi.

    Di bawah diriku dan bingkai untuk gambar asli di sebelahku, ada sebuah plat logam tipis keemasan bertuliskan tinta hitam. Itu adalah judul gambar ini, yang diambil dari penggalan kalimat ‘mimpi’ milik Hana-chan.


    Watashi no Inochi.


    Itulah judulnya. Hei, kalian tidak bisa bahasa Jepang? Itu artinya: Hidupku. Yap, perjalanan seorang gadis yang hanya sampai 10 tahun, namun mampu mewujudkan mimpi melalui hidup yang dilihatnya melalui kanvas berukuran 1 x 2 meter, jendela kecilnya.



    Oh ya, kalian ingin tahu apa kalimat yang ditulisnya?

    Otou-san, okaa-san, aku ingin sekali gambar terakhirku ini berada di dalam pameran seni. Karena… inilah hidupku.”



    THE END

    Spoiler untuk Lagunya :

    Title: Against, Perfect Cherry Blossom
    Vocal: Nachi Sakaue
    Arrange: Masayoshi Minoshima (Alstroemeria Records)



    Spoiler untuk Lirik :

    Sumber: http://kafkafuura.wordpress.com/2010...herry-blossom/



    儚く散る 夢もあるけれど 消えずに 残り続けてる
    想いは 朽ちぬものもある 今もここにずっと
    散っていった 花びらは今も 貴方に 語り続けてた
    桜は 今日も咲いていた たった独りきりで

    hakanaku chiru yume mo aru keredo kiezu ni nokoritsudzuketeru
    omoi wa kuchinu mono mo aru ima mo koko ni zutto
    chitteitta hanabira wa ima mo anata ni kataritsudzuketeta
    sakura wa kyou mo saiteita tatta hitorikiri de


    There are dreams that scatter in an instant, but there are also emotions
    That remain forever undying, never disappearing, here now and forever
    Those scattering flower petals continue to speak to me, even now
    Once again, the sakura blossom all alone



    色褪せてゆくまえに心の中 映していたいの
    咲き続けるこの想いは 今も この地に
    忘れないでいてくれるのならば また咲くわ
    貴方の夢の中

    iroaseteyuku mae ni kokoro no naka utsushiteitai no
    sakitsudzukeru kono omoi wa ima mo kono chi ni
    wasurenaide itekureru no naraba mata saku wa
    anata no yume no naka


    Before their colors fade I want to project what I hold in my heart
    There feelings ever blossoming are here even now
    If you won’t forget, they’ll blossom again
    In your dreams



    舞い降りた 花びらは きっと
    囁いた 貴方への 言葉
    「愛してる いつまでも」そう伝えていた
    桜咲く 届けたい 気持ちも
    映したい この想い 貴方へ
    「私ここにいるから…」

    maiorita hanabira wa kitto
    sasayaita anata e no kotoba
    “aishiteru itsumademo” sou tsutaeteita
    sakura saku todoketai kimochi mo
    utsushitai kono omoi anata e
    “watashi koko ni iru kara…”


    These dancing flower petals should have
    Whispered to you these words
    “I love you, now and forever.”
    As the sakura blossom, I want you to know
    I want to project my thoughts, my feelings to you
    “Because I’m here…”



    寄り添ってた 桜の木の下 今もう それは幻想に
    花びら 涙流すよう 今日もひらり落ちる
    夢の中で 貴方抱きしめた それさえ 今は叶わない
    桜は 今日も咲いていた たった独りきりで

    yorisotteta sakura no ki no shita ima mou sore wa gensou ni
    hanabira namida nagasu you kyou mo hirari ochiru
    yume no naka de anata dakishimeta sore sae ima wa kanawanai
    sakura wa kyou mo saiteita tatta hitorikiri de


    An image of us together under the cherry trees is now but an illusion
    Their petals flowed once again today like tears
    In my dreams you embrace me, but I know now even that will never come true
    Once again, the sakura blossom all alone




    私のこの想いを伝えたくて 手を伸ばすように
    舞い落ちてくこの花びら 貴方 求めて
    私はいるずっとここに今も いつまでも
    咲き続けてるから

    watashi no kono omoi wo tsutaetakute te wo nobasu you ni
    maiochiteku kono hanabira anata motomete
    watashi wa iru zutto koko ni ima mo itsu made mo
    sakitsudzuketeru kara


    Wanting to express my emotions, these dancing
    Flower petals reach out their arms searching for you
    I’ll be here still, now and forever
    Ever blossoming



    夜桜が 散らしてた 花は
    恋しくて 流してた 涙
    「愛してる いつまでも」何度も何度も
    桜舞う 手を伸ばし 伝えて
    なくせない この想い 今でも
    「私忘れないから…」

    yozakura ga chirashiteta hana wa
    koishikute nagashiteta namida
    “aishiteru itsu made mo” nan’do mo nan’do mo
    sakuramau te wo nobashi tsutaete
    nakusenai kono omoi ima demo
    “watashi wasurenai kara…”


    As the nightly sakura scattered
    In love, I cried,
    “I love you, now and forever,” again and again
    As the sakura danced I reached out my arms to say
    I can’t lose these feelings, even now
    “I will never forget…”



    儚く散る 夢もあるけれど 消えずに 残り続けてる
    想いは 朽ちぬものもある 今もここにずっと
    散っていった 花びらは今も 貴方に 語り続けてる
    桜は 今日も咲いていた たった独りきりで

    hakanaku chiru yume mo aru keredo kiezu ni nokoritsudzuketeru
    omoi wa kuchinu mono mo aru ima mo koko ni zutto
    chitteitta hanabira wa ima mo anata ni kataritsudzuketeru
    sakura wa kyou mo saiteita tatta hitorikiri de


    There are dreams that scatter in an instant, but there are also emotions
    That remain forever undying, never disappearing, here now and forever
    Those scattering flower petals continue to speak to me, even now
    Once again, the sakura blossom all alone



    さくら さくら 想いを伝えたくて
    さくら さくら 今も咲き続ける

    sakura sakura omoi wo tsutaetakute
    sakura sakura ima mo sakitsudzukeru


    Sakura, Sakura Please send my thoughts
    Sakura, Sakura Continue to blossom now and forever


    Spoiler untuk Trivia :

    • Prunus adalah nama genus untuk pohon sakura.
    • Hana (花) = flower
    • Lirik lagu yang dinyanyiin Hana-chan asalnya dari folksong 'Sakura Sakura', bait keduanya.
    • 'Against, Perfect Cherry Blossom' adalah hasil arrange dari lagu 'Sakura, Sakura ~ Japanize Dream', BGM Credits Roll dari game 7th Touhou Project: Touhou Youyoumu ~ Perfect Cherry Blossom.
    • 'Sakura, Sakura ~ Japanize Dream' sendiri adalah hasil arrange dari folksong 'Sakura Sakura'.
    • In case buat yang belom tau, otou-san itu panggilan buat ayah, okaa-san itu panggilan buat ibu.


    Last edited by LunarCrusade; 30-12-12 at 13:35. Reason: pada naro lirik, gw juga deh


    +Personal Corner | Lunatic Moe Anime Review
    +My Story INDEX
    +GRP/BRP Formula | IDGS Newbie Guide


    The moment you say a word of parting, you've already parted.
    So long as you and I are both somewhere in this world, we haven't parted.
    So long as you don't say it, you haven't parted.
    That is the way of the world:
    The Law of Linkage.

    Shichimiya Satone - Sophia Ring S.P. Saturn VII

  13. #11
    Mello's Avatar
    Join Date
    Feb 2009
    Location
    Jakarta/Depok
    Posts
    11,007
    Points
    15,294.39
    Thanks: 164 / 188 / 154

    Default

    Spoiler untuk Cerita :


    Future Sound
    Author: DeathNote_MeLLo
    Copyright ©2012 - f395 IDGS Forum
    Genre: Slice of Life, Tragedy, Romance, School Life



    “Terima kasih atas kedatangan nya”

    Suara tepukan tangan dari seluruh pengunjung stadion pun menggema sampai ke langit, wajah wajah tersenyum yang mewakili kepuasan dari hati mereka tersirat dengan jelas di wajahnya. Suasana panggung menjadi sepi karena para personilnya yang sudah meninggalkan panggung.

    “ENCORE !!!”

    “ENCORE, ENCORE, ENCORE !!!”

    Dilanjutkan dengan teriakan encore dari para pengunjung yang berarti acara ini belum selesai sepenuhnya.

    “Hei minum dulu Takumi”

    “Ah iya terima kasih”

    “Sesuai dugaan dari komposer monster kita yang 1 ini”

    “Para penonton dibuat tergila gila, padahal konser sudah 3 jam tapi mereka tidak terlihat lelah”

    “Heeeh jangan sebut aku monster”

    Ya, namaku Fukuda Takumi aku seorang komposer muda yang yah bisa dibilang cukup sukses dalam dunia entertainment musik, aku memulai karir musik ku kurang lebih ketika masih berada di SMA. Lagu lagu karanganku sudah cukup terkenal dan sedikit banyak sudah ada penyanyi penyanyi di luar sana yang menggunakanku untuk mengkomposisikan lirik dari lagu yang mereka ciptakan.

    “Oke Takumi yang lain sepertinya sudah kelelahan ini lagu terakhir kita”

    “Siap …”

    Yah… kesuksesan ku dan besar nya namaku saat ini tidak lain karena DIA. Tidak bisa dibayangkan jika aku tidak bertemu dengan nya mungkin aku saat ini sedang duduk di sebuah kantor dan meneruskan pekerjaan orangtua ku. Cerita ini dimulai kurang lebih ketika aku masih duduk di bangku SMP.

    * * * * *

    “Huaaaa guruuuu, Fukuda-san bilang permainan kamii sangat buruk”

    “Fukuda-san kau tidak boleh bersikap seperti itu kepada teman sekelasmu”

    “Huh jangan membuat aku menjadi seorang penjahat disini”

    “Aku hanya mengatakan yang sejujurnya agar mereka tahu dan tidak menyesal nantinya”

    Aneh. Ya mereka bilang aku anak yang aneh, entah ini pemberian Tuhan atau bukan sejak kecil aku mempunyai Sense dalam suara yang cukup kuat. Orang biasanya tidak akan begitu terganggu dengan gesekan gesekan kecil dari benda sekitar seperti gesekan sepatu dengan lantai/tanah, suara sendok garpu yang menyentuh dasar mangkok ketika mengambil makanan, bahkan suara gesekan pensil ke kertas.

    Dari ketukan suara suara tersebut bahkan aku bisa tahu tangga nada dari suara tersebut, ya ini sangat aneh bahkan terkadang aku merasa takut terhadap diriku sendiri atas bakat yang diberikan ini. Keabnormalanku bukan hanya pada telingaku saja, tapi pola pikirku juga sudah seperti layaknya orang dewasa. Bisa dibayangkan anak 1 SMP sudah mempunyai pikiran dewasa? ya seharusnya diumurku sekarang orang orang sedang menikmati masa indahnya bermain main dengan teman teman baru, bertemu dengan hal hal baru dan hal normal lain nya.

    Melihat betapa bodoh dan lambatnya mereka dalam mencerna pelajaran, menikmati permainan permainan yang sangat membosankan, mengejek ejek teman nya membuatku merasa muak. Ingin rasanya mengajak mereka semua ke dalam hal hal yang serius yang ada malah dikucilkan dan dianggap anak yang aneh.

    “Hah seperti biasa kehidupan sekolah yang membosankan”

    Keabnormalan telingaku membuat minat ku terhadap dunia permusikan menjadi tinggi, tidak perlu repot membeli headphone mahal kemampuan mendengarku sudah lebih bagus tanpa ada bantuan headphone sekalipun. Tidak ada yang menarik dari sekolah ini, bahkan aku sekolah yang berjurusan seni musik. Keluargaku adalah keluarga yang cukup kaya, Orang tuaku bekerja sebagai Direktur Utama di sebuah perusahaan besar dan sangat sibuk bahkan aku sangat jarang melihat mereka berdua.

    Keinginanku di dalam dunia musik ini tidak disetujui oleh kedua orang tuaku yang mereka inginkan ialah meneruskan pekerjaan mereka ketika meninggal nantinya. Hah bosan pasti jika setiap hri harus berada di depan sebuah computer dan melihat sebuah tumpukan tumpukan file yang harus diurus aku tidak ingin menjalani nya.

    Orang tua ku menantang jika sebelum lulus SMA aku bisa memulai debutku di dunia music maka mereka akan menyerah memaksaku agar meneruskan perusahaan mereka.

    1 tahun pun berlalu tidak ada yang special aku menduduki peringkat teratas di sekolah ini yah wajar saja aku merasa sainganku disini sangat berbeda jauh levelnya denganku. Disini aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupanku yang menyendiri, tidak mempunyai teman dan dikucilkan dan membuatku berpikir bagaimanapun bukan salah mereka mengucilkanku, sifat buruk ku lah yang membuatku menjadi seperti ini.

    “Cih setahun sudah kulewati di tempat yang harusnya membuatku bersemangat”

    “Apakah dunia permusikan segini membosankan nya bisa bisa aku kehilangan minat”

    Terlalu banyak mengeluh akhirnya aku memutuskan untuk membeli sebuah minuman

    “Tolong minuman ini 1”

    “Terima kasih”

    Sambil meminum sebuah minuman ringan menggunakan sedotan dan memandangi jendela melihat para murid yang sangat ceria dalam mempelajari musik.

    “Hah kurasa lebih baik aku tidak mempunyai bakat ini sehingga aku bisa menikmati sekolahku”

    “FaMi FaMi”

    Terdengar suara indah dari belakangku yang…. Ah mungkin aku salah dengar

    “FaMi FaMi”

    Tidak aku tidak salah dengar jelas jelas dia berkata FaMi FaMi, apakah dia juga bisa mendengar suara dari hisapan minumanku yang berbunyi Fa dan Mi?, tidak.. tidak mungkin kurasa dia sedang bersenandung sebuah lagu aneh yang dia sukai.

    “Suara …”

    “…. !!!”

    “Suara FaMi mu sangat menganggu”

    Apaaa, dia juga dapat mengidentifikasi suara seperti ku, apakah dia bercanda? Asal bicara? Atau Fami itu nama temannya yang berada di sekitar sini? Tidak…tidak disini hanya ada aku dan penjaga kantin apakah dia salah mengira teman nya yang bernama Fami denganku?

    “Perlu kujelaskan? Suara Fa dan Mi dari hisapan minumanmu sangat menganggu”

    Dia… dia sama sepertiku, dia berada di level yang sama denganku. Gadis aneh berambut panjang bewarna pirang emas diikuti kulitnya yang sangat putih dengan tinggi sekitar 140cm(2 SMP) ini tidak pernah kutemui di setahun sebelumnya, dilihat dari rambut dan wajah dan matanya sepertinya dia campuran orang Jepang dan Eropa. Parasnya yang cantik membuatku, tidak kurasa hampir semua pria yang melihatnya akan membatu akan aura elegant dan kecantikan yang dimilikinya.

    “Si…siapa kamu…”

    Dia tidak menghiraukanku dan langsung pergi begitu saja, aku penasaran dengannya dan sejujurnya hatiku sedikit tergerak karena kecantikan nya.

    “Yah mungkin aku akan bertemu dengan nya lagi”

    Secara dia memakai seragam sekolah ini dan dia sangat terlihat eksentrik diantara para murid murid disini, pasti tidak terlalu sulit untuk mencarinya. Ahhh sudah saatnya aku memasuki kelas pelajaran sebentar lagi akan dimulai.

    “Ya sebelum pelajaran dimulai guru akan memperkenalkan murid baru”

    Huh murid baru, nah tidak ada urusannya denganku siapapun itu

    “Silahkan masuk”

    Pintu kelas dibuka suasana kelas menjadi sangat hening, para siswa terdiam membatu melihat indahnya rambut pirang emas nya yang berkibar, wajahnya yang bulat kecil diikuti dengan bulu mata yang lentik dan warna bola mata yang bewarna biru dengan postur tubuh yang sempurna yang membuat para siswi iri dibuatnya.

    “Ai”

    “Sephiria Ai nama lengkapku”

    Sambil membungkukan badan dan memberikan salam, tidak banyak info yang diberikan olehnya selain nama, dia langsung berjalan ke tempat duduk yang kosong. Seisi kelas mulai berisik dan bergumam akan kedatangannya hingga waktu istirahat pun tiba.

    “Hey namamu indah sekali”

    “Kau berasal darimana wajahmu cantik sekali”

    “Sekolah dimana kamu sebelumnya”

    Dalam hitungan detik murid baru ini menjadi sangat popular dia terus dihujani pertanyaan tanpa berhenti huh berisik sekali, dengan kemampuan mendengarku yang seperti ini aku merasa sangat terganggu nah lebih baik aku pergi keluar saja sampai keadaan tenang.

    “Berisik”

    “Kalian berisik sekali aku benci kehidupan sekolah yang berisik”

    “Tempat ini adalah salah satu tempat yang tidak kusukai, lebih baik kalian pergi”

    Kata kata tajam yang sangat bertolak belakang dengan parasnya menusuk hati para murid, sedikit banyak aku tahu perasaannya karena sama sama mempunyai pendengaran yang lebih tapi kurasa kata katanya terlalu berlebihan.

    Tunggu sepertinya aku pernah mengalaminya waktu semester 1 kemarin, ya aku tidak berbeda dengan nya inilah alasanku tidak mempunyai teman saat ini tidak seharusnya aku berkata setajam seperti itu sampai membuat seorang siswi menangis, sungguh tidak pantas aku mengkritiknya atas sikap yang sudah kulakukan sebelumnya.

    Ah orang orang langsung menjauhi nya setelah dia berkata seperti itu yah wajar saja, kepopuleran nya langsung menurun dalam 1 hari saja.

    Waktu makanpun tiba semua orang makan dengan kelompok nya masing masing kecuali aku dan Sephiria-san yang terasingi. Moment hening pun terjadi ah atmosphere ini sangat menusuk dadaku ingin rasanya ada balok es besar yang jatuh agar dapat mencairkan suasana ini. Kurasa aku harus membuat pergerekan pertama.

    “Nada”

    “….”

    “Nada Sol yang terdengar ketika guru membuka lemari”

    “Dan La yang terdengar ketika kapur bersentuhan dengan papan tulis hitam”

    “Terdengar sangat menganggu bukan”

    Nah dia melihat wajahku dengan ekspresi yang kurang lebih sama denganku ketika pertama kali bertemu dengan nya. Sampai ada butiran nasi yang menempel di wajahnya heh kurasa dia tipe yang ceroboh juga, sambil mengambil tissue dan memberikan untuknya.

    “Sekolah merupakan tempat yang berisik untuk orang seperti kita”

    “Tapi tidak seharusnya kita berkata setajam itu kepada teman kelas”

    “Ini ambil tissue ada nasi menempel di wajahmu”

    Sambil mengambil tissue ku buru buru dia menutup wajahnya yang memerah, karena wajahnya terlalu putih wajah merahnya jadi terlihat cukup jelas.

    “Ka…ka..kau, kau juga dapat mendengar nada dari benda benda kecil?”

    “Ya aku sama sepertimu”

    Tidak kusangka ternyata masih ada orang lain yang mempunyai bakat mengerikan sepertiku, terima kasih kepada bakat ini juga dengan waktu yang tidak terlalu lama aku menjadi akrab dengannya, karena dia mempunyai suara yang sangat indah dia bercita cita menjadi penyanyi tapi lain denganku sepertinya orangtuanya tidak melarangnya dalam hal musik.

    Waktu demi waktu, musim ke musim pergantian semester pun semakin mendekatkan hubungan kami, karena persamaan dalam dikucilkan dan yah mungkin terdengar arogan tapi level kami memang sama.

    “Sephiria-san kau tahu? Aku sudah mengkomposisikan beberapa nada hingga menjadi lagu”

    “Tapi tidak ada orang di sekolah ini yang mau menyanyikan nya”

    “Ah atau kurasa belum ada suara yang pas untuk menyanyikan nya”

    “Sedangkan orang orang diluar seperti artis yang mempunyai nama meremehkanku”

    “Karena musik ini dibuat seorang anak sekolahan”

    Memberanikan diri aku berkata kepadanya

    “Me…menurutku suaramu sangat indah, ma..maukah kau menyanyikan laguku?”

    Kukatakan, aku sudah mengatakan nya. Ah aku tidak perduli dengan respon nya aku tidak tahu lagi kalau ternyata dia menolak ku dan menganggapku seorang freak akan suaranya, dan dia akan menjauhiku sampai aku sendiri lagi ah aku tidak mau itu ter…
    Sambil tersenyum senang dia menjawab

    “Ya…. Aku mau”

    Baru kali ini aku melihat senyuman nya yang seperti itu, membuatku sedikit merinding ternyata ada wanita secantik dia yang seumuran denganku dan berada di dekatku.

    “Ja…. Jangan salah paham”

    “Bukan.. bukannya aku mau menyanyikan nya untuk mu HMPH”

    Heeeee…

    “A…aku juga sama sepertimu”

    “Aku sudah pernah beberapa kali membuat lirik lagu, dan tidak ada yang mau”

    “Membuatkan komposisi nadanya untuk ku”

    “Dan masalahku juga sama sepertimu”

    “Jadi ada baiknya kita bekerja sama”

    “Me….mengerti !! jangan salah paham hmph”

    Ah aku sangat bersyukur dia mau melakukan nya apapun alasan nya. Kurasa aku akan membuat debut dalam waktu dekat.

    “Tidak kusangka kau mau membantuku”

    “A… apa? Aku sudah mau membantumu dan kau meragukanku?”

    “Tidak. Aku sangat senang terima kasih”

    “Menjadi composer handal yang dikenal banyak orang ialah cita cita terbesarku”

    “….”

    Karena dalam waktu dekat sudah akan dimulai ujian akhir sekolah, mau tidak mau kami menundanya sampai lulus dari SMP.
    Waktunya tiba kami lulus dengan nilai yang membanggakan, sekolah ini merupakan sekolah musik yang cukup besar sehingga SMA nya pun kami tetap sekolah di tempat yang sama. Dimulailah debut kami berdua dengan sebuah lagu yang kami pasarkan melalui internet seperti Youtube, Vimeo, maupun Niconicodouga.

    “Fukuda-san kita berhasil”

    Dengan wajah ceria dia berkata padaku

    “I.. iya semua ini berkatmu juga”

    “Sephiria-san”

    Terdiam sebentar ketika aku memanggil namanya dia berkata

    “Mu… mulai sekarang panggil aku dengan namaku”

    Apa… apa ini, apakah hubungan ini sudah mendekati ujungnya dan akan membawaku pada masa masa romance anak sekolah, kuharap begitu.

    “Ja..jangan salah paham!”

    “Ini karena kita sudah kenal cukup lama”

    “Kita juga sudah membuat sebuah karya bersama”

    “Kalau masih memanggil nama dengan nama keluarga akan terlihat aneh hmph”

    Ah aku rasa dia perlu bersikap lebih jujur :3

    “Ba.. baiklah Ai-chan”

    “Ya… Takumi-kun”

    Dengan muka memerah kami berdua saling memandang satu sama lain, ah mood ini atmosphere ini betapa indahnya jika waktu saat itu berhenti hanya kami berdua yang dapat bergerak namun sayangnya….

    “Sephiria-san, Fukuda-san kalian disini”

    Salah satu teman kelas memanggil kami secara mendadak, karena terlalu terbawa dengan suasanya suara langkah kakinya yang harusnya terdengar oleh telinga sensitif kami pun menjadi tidak terdengar

    “Aaaah ada apa?”

    “Lagu kalian berhasil menyentuh angka 1000 view”

    Debut ini lebih berhasil daripada yang di duga, jumlah view nya pun melebihi perkiraan awalnya, kurang lebih mencapai 1000++ . Hal ini membuat kami dikenal banyak orang, frekuensi pengucilan yang dilakukan pun semakin berkurang, masing masing dari kami jadi mempunyai teman dan hubungan kami semakin dekat. Kuharap hal ini berlangsung selamanya, namun seperti di dalam sebuah cerita dongeng yang ada kebahagian tidak berlangsung lama.

    Ketenaran ini semakin meledak, sayangnya ini hanya terjadi di satu sisi saja, kepopuleraritas ku semakin naik, sudah mulai cukup banyak musisi yang tertarik akan komposisi milik ku dan menginginkan ku untuk mengkomposisikan lagu mereka. Tapi tidak hal nya dengan Ai-chan, ketenaran yang dialaminya tidak berlangsung lama namanya hanya melonjak naik pada saat lagunya diluncurkan hingga sampai saat ini belum ada client yang tertarik kepadanya.

    “Ai tidak perlu bersedih”

    “Aku rasa sebentar lagi banyak client yang tertarik memanggilmu”

    “….”

    “ya ….”

    Jawaban yang lesu membuatku turut bersedih melihatnya, ada sesuatu yang aneh dan janggal, kami melakukan debut bersama tapi kenapa hanya aku yang dipanggil ditambah seharusnya singer nya akan jauh lebih dikenal dibandingkan orang yang bekerja dibalik layarnya. Ada apa ini, semoga saja hal buruk tidak terjadi kuharap ini semua karena memang belum waktunya.

    Bulan demi bulan pun berlalu, aku sudah 3-4x menciptakan komposisi musik untuk para client tapi tidak dengan Ai. Frekuensi ku berada di sekolah dan bertemu dengan nya pun menjadi berkurang karena keharusanku untuk terus pulang pergi ke tempat para client . Kalau ini terus terjadi hubungan kami tidak akan bertahan lama, haruskah aku berhenti disini untuknya, haruskah aku meninggalkan cita cita yang sebentar lagi kudapat karenanya.

    Dilema ini menyerangku aku tidak ingin hubungan yang sudah kujalani rusak karena karir, atau bahkan mungkin Ai merasa iri kepadaku.

    Setelah berfikir semalam suntuk sambil mengingat Ai sudah kuputuskan, aku akan meninggalkan karir ini sementara jika menginginkan namaku naik kembali, namaku harus naik bersama dengan nya tidak tidak nama dia harus naik terlebih dahulu sebelum namaku. Aku akan mengatakan kepadanya besok di sekolah.

    “Ai ketika istirahat datanglah kea tap sekolah ada yang ingin kubicarakan”

    “Benarkah? Baikalh”

    Wajah yang tadinya murung itu tersenyum kepadaku, syukurlah kurasa mood nya sudah lebih baik sekarang.

    Jam istirahat pun tiba

    “Apa yang mao kaubicarakan Takumi”

    Setelah dilihat lihat ini perasaanku saja atau dia tampak sedikit pucat dan mengurus

    “Kau sedang dalam diet?”

    “…”

    “I… iya lagipula apa yang mao kau bicarakan”

    “Padahal tubuhmu sudah langsing tidak seharusnya kau berdiet lagi, badanmu akan sakit”

    “Setelah kupikir secara matang matang”

    “Aku ingin bicara sesuatu kepadamu”

    Suasana hening, dia terdiam menunggu pernyataan dariku

    “Aku….”

    *Ring Ring* Di sela sela perbincangan handphone milik ku bordering

    “Kita tidak usah hiraukan ini kita lanjutkan saja”

    “Ti.. tidak apa apa angkat saja dulu, tidak baik bersikap seperti itu”

    “Ba…baiklah”

    Kenapa ada telephone yang berbunyi disaat penting seperti ini, nomor yang tidak kukenal menelfon paling paling ini dari client baru yang memintaku untuk membuatkan lagu. Ah tidak perlu berfikir panjang lagi toh aku akan menghiatuskan karir ku untuk saat ini untuk nya, aku akan langsung menolaknya tanpa pikir panjang.

    “Ya halo Fukuda Takumi disini”

    “Fukuda-san ada client baru yang memanggilmu”

    “Maaf bilang kalau aku….”

    “Tebak siapa yang memanggilmu”

    “Dia artis besar, tidak… bahkan artis favoritmu”

    “Nobuo Uematsu memanggilmu”

    Nobou Uematsu adalah salah 1 composer terkenal di dunia, karya karya suksesnya dapat dilihat pada sebuah permainan video game paling terkenal di dunia tidak lain ialah “Final Fantasy”. Beliau merupakan artis topanganku untuk menjadi sukses sampai sekarang, tidak kusangka hari ini terlalu cepat datangnya…. Aku bisa bertemu dengan orang yang kupuja.

    “Baik baik aku akan datang sekarang”

    “Siapa tadi Takumi”

    “Ai temanku bilang Nobuo Uematsu memanggilku”

    “Ini berita yang sangat bagus Ai dia seperti dewa bagiku akhirnya aku bisa bertemu”

    “… oh iya selamat”

    Wajah senyumnya kembali hilang, walau tetap sambil tersenyum senyumannya terasa seperti menyembunyikan sesuatu. Ah aku terlalu berfikir banyak mungkin dia sedang kurang enak badan karena dietnya.

    “Baiklah Ai aku pergi dulu nanti kita bertemu lagi”

    “Lalu apa yang mau kauceritakan kepadaku”

    “Ah tidak tidak ada apa apa”

    “…Baiklah semoga beruntung”

    Kurasa keputusanku akan kubatalkan untuk saat ini saja, kesempatan ini belum tentu datang kembali, ini tidak boleh disia sia kan. Tapi senyum palsu yang dipancarkan di wajah Ai masih terbayangkan di kepalaku.

    Setelah melakukan deal, tentu aku bertemu dengan Nobuo Uematsu secara langsung, inilah yang kutunggu sejak dulu inilah yang kuinginkan sejak dulu bekerja dengan professional memang sungguh berbeda. Bayaran untuk ku tentu lebih besar ketenaranku berlangsung dengan cepat, namun disinilah kesalahan terfatalku.

    Pekerjaan yang kujalani semakin berat waktu tidak terasa cukup bagiku, liburan hampir tidak pernah ada. Sudah berapa hari aku cuti sekolah, sampai Ai menghubungiku.

    “Takumi-kun kau sudah berhari hari tidak masuk”

    “Maaf aku sedang sibuk Ai”

    “Aku ingin bertemu, kali ini ada yang ingin kubicarakan”

    “Bicarakan saja disini Ai sepertinya dalam waktu dekat aku belum bisa kembali”

    “Tidak aku ingin bertemu denganmu”

    “Hal ini harus kubicarakan langsung”

    “Ada apa Ai tolong dimengerti aku sedang sibuk bekerja”

    “Bicarakan saja disini ya”

    “HUH TAKUMI BODOH MATI SANAA”

    Telfon ditutup olehnya, sepertinya dia marah sekali kira kira apa yang ingin dibicarakan nya selama ini aku tidak pernah ada masalah dengan nya, ya sudah mungkin nanti mood nya akan membaik kembali.

    2 hari setelahnya Ai kembali menelfon

    “Apa yang mau kau bicarakan Ai bicarakan disini saja”

    “AKU INGIN BERTEMU”

    Dikarenakan kesibukanku yang tinggi dan kurangnya tidurku karena pekerjaan membuatku terbawa emosi

    “MENGERTI SEDIKIT AI, jangan bersikap seperti anak kecil”

    “TAKUMI YANG HARUSNYA MENGERTI”

    “Kau ingin bicara apa”

    “Sudah kubilang aku ingin bertemu”

    Semakin terbawa emosi, aku mengucapkan kata kata yang tidak seharusnya

    “Ahahaha aku tahu aku tahu”

    “Kau hanya ingin terus mengangguku agar pekerjaanku tidak lancar kan”

    “Kau merasa iri kepadaku karena kau tidak bisa mendapatkan client satupun”

    “Oleh karena itu kau ingin pekerjaanku juga hancur kan”

    Suara tangisan Ai mulai terdengar samar samar di telfon

    “Ah Ai… maaf aku tidak bermak…”

    Telfon dimatikan olehnya.

    Tangisannya, dia pasti menangis aku merasa bersalah kepadanya tapi aku tidak mempunyai pilihan aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku. Dalam keadaan seperti ini aku melanjutkan pekerjaanku yang membuatku karyaku menurun dari sebelum sebelumnya, sungguh tidak profesionalnya diriku tidak seharusnya perasaan pribadi bisa mempengaruhi pekerjaanku hingga telfon selanjutnya datang kepadaku.

    “Kurasa Ai menelfonku lagi aku harus minta maaf kepadanya”

    “Halo Fukuda-san”

    Ternyata salah 1 teman sekelas Ai lah yang menelfon nya

    “Ya ada apa”

    “Ai… Ai pingsan di sekolah dan saat ini dia dirawat di rumah sakit”

    “APA !!”

    Apa yang harus kulakukan, aku ingin berlari menyusulnya tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku hingga Nobuo Uematsu datang menghampiriku.

    “Kau kenapa Fukuda, kulihat karyamu menurun akhir akhir ini”

    “Orang… orang yang paling kuperdulikan jatuh sakit”

    “Apa,, kenapa tidak bilang dari awal cepat sana susul dia ke rumah sakit”

    “Tapi pekerjaanku”

    "Jadi ini penyebab karyamu menurun akhir akhir ini"

    “Bodoh dengar ini baik baik”

    “Kau tahu musik yang kau buat sebelum sebelumnya”

    “Musikmu itu lahir dengan sendirinya karena kau membuatnya dengan perasaanmu”

    “Musik yang akhir akhir ini kau keluarkan sekarang diciptakan atas perintah darimu”

    “Komposisi terbaik lahir dari perasaan bukan atas suruhan atau paksaan”

    “Jadi jangan berfikir bodoh cepat susul dia sekarang”

    Merasa tertampar oleh perkataan nya, benar juga musik yang selama ini kubuat ialah musik yang lahir karena aku terus memikirkan Ai . Tidak ada gunanya jika ini dipaksakan aku ingin bertemu dengan nya, sejak awal bukannya aku tidak punya pilihan. AKU PUNYA PILIHAN tapi keegoisanku dan kebangganku akan dunia profesionalitas yang membutakan ku hingga saat ini.

    “Terima kasih, aku akan menemuinya sekarang”

    Bergegas menuju rumah sakit yang diberitahu oleh temannya, hujan lebat yang tiba tiba datang membuat jalanan menjadi macet akibat hujan lebat. Pandangan mata menjadi susah melihat karena air terlalu deras mengalir di mataku dengan pijakan yang menjadi sangat licin membuatku terjatuh, bunyik tetesan setiap air yang jatuh menyentuh tanah membuatu pusing karena telinga yang terlalu sensitif ini.

    Hingga akhirnya sampai di rumah sakit dan langsung berlari ke ruangan nya, di depan pintu nya ada seorang laki laki berambut pirang berdiri tegak dia sepertinya pendatang, tidak pikir panjang aku masuk ke ruangan nya.

    Terlihat Ai sedang melihat ke arah jendela yang sedang hujan deras akupun menghampirinya.

    “Ai maafka..”

    Tidak banyak bicara dia langsung memelek ku erat

    “Huaaa Takumi aku ingin bertemu denganmu”

    “Ya… aku disini Ai”

    Merasa bersalah akupun ikut menangis melihat keadaan nya, lama tidak bertemu dia lebih kurus dan pucat dari terakhir yang kulihat sebelumnya. Aku merasa bersalah sebesar besarnya terakhir kali aku bertemu dengan nya di atap sekolah yang ingin memberitahukan kabar baik bahwa aku akan meninggalkan pekerjaanku untuknya malah kulanggar pada saat itu juga.

    “Takumi ada yang ingin kubi..”

    “Tidak aku akan mengatakannya lebih dahulu”

    “Ai… tidak Sephiria Ai”

    “Aku mencintaimu”

    “Maafkan aku Ai selama ini aku dibutakan oleh pekerjaanku”

    “Kaulah yang terpenting dalam hidupku, tanpamu karyaku tidak lebih dari sampah”

    “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi”

    “Jadi… maukah kau pergi denganku?”

    Hujan secara perlahan berhenti, matahari mulai menyinari jendela ruangan ini, suasana semakin romantis embun embun mulai terlihat di jendela burung mulai berkicauan, angin berhembus menghempas rambut emasnya yang indah. Sambil menangis dan tersenyum dia berkata.

    “Aku bahagia mendengarnya”

    Sambil saling memeluk kami berciuman.

    3 hari sudah berlalu yang kudengar darinya penyakit yang dialaminya hanya demam tinggi, tapi tidak ada tanda tanda dia terlihat membaik malah kurasa semakin buruk. Sebenarnya apa yang disembunyikan nya masih optimis kuberfikir kalau dia sedang masuk fase penyembuhan. Setiap hari aku datang merawatnya aku mengurusi kebutuhan sekolahnya. Bukannya keadaan membaik malah scenario terburuk pun terjadi.

    Seminggu setelah nya aku datang kembali ke rumah sakit, tentu ini tidak wajar tidak mungkin penyakit demam memakan perawatan infus sampai 10 hari, setiap hari aku mengajaknya keluar berjalan jalan agar ia tidak suntuk di ruangan nya sebelumnya dia sanggup berjalan sendiri, tapi akhir akhir ini dia harus berpegangan padaku hingga sampai…

    *bruk

    Suara jatuh Ai yang ingin berusaha bangun dari tempat tidurnya terdengar

    “Ada apa Ai”

    “Kaki… kakiku”

    “Kakimu kenapa”

    “Tidak bisa digerakan”

    Hal ini membuatnya harus menggunakan kursi roda, sudah pasti ini bukan penyakit demam biasa, ada penyakit berbahaya yang menyerangnya, percuma menanyakan kepada Ai langsung karena dia selalu diam sambil tersenyum dan menjawab “ini hanya demam biasa”. Aku akan menanyakan langsung ke dokternya.

    Berjalan ke ruang dokter aku mendengar sebuah perbincangan samar samar, terlihat ada seorang pendatang berambut pirang yang sedang berbicara dengan dokter.

    “Tidak adakah kemungkinan penyakit ini disembuhkan ?”

    “Ini penyakit keturunan langka yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya”

    “Satu persatu bagian tubuhnya akan lumpuh”

    “Lama kelamaan kelumpuhannya akan merenggut tubuhnya”

    “Apakah ada keluarga bapak yang terkena penyakit ini”

    “Ya Ibunya sendiri yang sudah meninggal sejak dia kecil”

    “Kemungkinan dia bisa selamat sangat kecil”

    “Berapa lama dia bisa bertahan”

    “Melihat dari mulai lumpuh kakinya dan diukur secara medis”

    “Kurang lebih sebulan”

    “Berikan perawatan terbaik hingga akhir, biaya bukan masalah”

    Aku seperti zombie hidup yang sedang berjalan pulang, nyawa dan tubuhku seperti terpisah jauh, kemampuan telinga sensitifku ini tidak bekerja sedikitpun beberapa kali aku hampir mengalami kecelakaan karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Apakah yang dimaksud dokter itu Ai? Atau ada orang yang kebetulan mengalami penyakit yang sama, perkataan dokter tentang kelumpuhan kaki yang tiba tiba membuatku berfikir kuat bahwa yang dimaksud ialah Ai.

    Kalau begitu siapakah orang tua berambut pirang yang sepertinya pendatang itu, kalau dipikir dia selalu berdiri di depan ruangan Ai.

    “Pendatang dan berambut pirang”

    Ayah, dia ayahnya Ai, kalau benar ayahnya maka yang dimaksud dokter sendiri ialah.

    Kuputar arah jalan pulangku, aku langsung kembali ke rumah sakit saat itu juga. Tiba di ruangannya kali ini terlihat orang tua itu sedang berada di dalam ruangan maka tidak salah lagi, mimpi buruk ini nyata skenario terburuk dalam hidupku terjadi Ai kau….

    “Ta…Takumi”

    “Ayah keluar sebentar”

    “Kenapa kau kembali”

    Pikiran ku kosong saat itu, yang ingin kulakukan hanya memeluknya dengan erat dan tidak ingin melepasnya.

    “Aku mendengar, mendengar semuanya”

    “Tentang penyakitmu,ten…tentang sisa waktumu”

    “Kenapa kau tidak langsung bercerita kepadaku”

    “Aku tidak ingin membuatmu khawatir”

    “Se.. sejak kapan kau alami gejala sakit ini”

    “Takumi aku rasa aku harus jujur padamu”

    Penyakitnya sudah dirasakan sejak setahun lalu, dimulai ketika debut pertama kami sukses, sejak saat itu dia terkena mimisan yang mendadak dan tidak wajar. Disusul dengan mengurusnya tubuh dan pucat mukanya yang sudah kulihat ketika aku sedang ingin membicarakan karirku di atap sekolah. Demam tinggi yang dialaminya sampai membuatnya pingsan disekolah ialah hari dimana dia pertama dirawat di rumah sakit.

    Sejak aku terus dipanggil oleh para client dan frekuensi bertemu dengannya berkurang, ternyata Ai sudah bolak balik ke rumah sakit untuk mengecek kesehatannya. Penyakit ini sudah cukup lama ditahan nya. Kenapa kenapa dia tidak memberitahuku dari awal.

    “Kau tahu kenapa hanya kau yang terus dipanggil ketika debut pertama kita”

    “Coba buka tas kecil yang ada disana”

    Kubuka tas itu sambil gemetaran yang ternyata berisi…

    Tas itu berisi selembaran penuh recruit recruit dari para client, dan beberapa clientnya ialah clientku. Apa maksud dari semua ini tidak ada satupun yang dihiraukan oleh Ai, padahal dia lebih banyak mendapatkan job daripadaku.

    “Kenapa kau menolak semua ini?”

    “Karena percuma..”

    “Aku tahu akan berakhir seperti ini”

    “Lebih baik aku memberikan nya kepadamu yang masih sehat dan mempunyai cita cita tinggi”

    “Ada kemungkinan kau akan membuang mimpimu karenaku”

    “Harusnya kau bilang padaku aku ingin menghabis kan hari bersamamu”

    “Aku ingin terus bertemu denganmu”

    “Aku juga Takumi”

    Air mata menetes dari mataku

    Setalah dipikir Ai lah yang sangat ingin bertemu denganku, aku menghiraukan nya ketika terbawa kesenangan ambisiku. Disaat dia menderita aku malah tertawa, disaat dia membutuhkanku aku tidak berada di sampingnya.

    “Kau tahu Takumi”

    “Sejak awal aku tidak ingin kau membuang mimpimu karenaku”

    Kenapa… padahal aku bersikap kejam kepadamu, aku sudah meneriakimu iri padahal pekerjaan yang kudapatkan semua karena dia, aku menjadi seperti ini semua karenanya. Rasanya aku ingin mati saja kurasa ini hukuman terpantas untuk ku sekarang .

    “Ai…”

    “Kau tahu Takumi”

    “Aku bilang tidak ingin membuang mimpimu, tapi aku tetap menganggumu ketika bekerja”

    “Maaf….”

    “Kau tahu Takumi…..”

    “How i am desperately in love with you”

    Suaraku tidak bisa keluar, betapa merasa bersalahnya aku pada saat itu.

    “Ai aku bersumpah”

    “Bersumpah akan membuat sisa waktumu menjadi sisa waktu yang terbaik dalam hidupmu”

    Setiap harinya aku menghabiskan waktunya bersamaku, aku membawanya ke banyak tempat seperti taman bermain, mall, festival sekolah, tanabat, dan tempat kunjungan menarik lain nya. Terkadang ada tempat yang tidak memperbolehkan kursi roda lewat sehingga aku harus menggendongnya.

    “Takumi aku ingin terus seperti ini”

    “Aku ingin selalu bersamamu”

    “Kenapa ini terjadi padaku”

    “Apa salahku”

    Aku hanya bisa berdiam diri kesal terhadap diriku sendiri, uang berlimpah yang dimiliki orangtua ku, bakat hebat ku tidak bisa berbuat apa apa untuknya, kalau saja ada yang bisa kulakukan untuknya, meski nyawaku harus ditukar aku akan melakukannya.
    Hingga hari terakhir tiba, kini seluruh badan nya sudah lumpuh, hanya tinggal bagian kepalanya saja yang dapat digerakan. Keadaan semakin parah suaranya yang indah mulai sulit dikeluarkan, melihat kondisinya aku sudah tidak kuat lagi tukar saja hidupku dengan nya.

    “Ta…Takumi…”

    Dengan bersusah payah dia berbicara

    “Aku rasa waktuku semakin dekat”

    “Masih ada 1 hal yang kurahasiakan”

    Dengan kemauan yang kuat entah kenapa tangan nya yang harusnya sudah lumpuh total dapat digerakan walau dengan susah payah, tangan lemah itu berusaha menggengam earphone dan menempelkannya di telingaku.

    “Dengarkan ini Takumi”

    “Apa ini Ai”

    “Ini lagu terakhir buatanku”

    “Permintaan terakhirku”

    “Komposisikan musik yang indah untuk lagu ini dan mulailah debutmu kembali dengan lagu ini”

    “….”

    “Baik Ai aku juga ingin menyampaikan sesuatu padamu”

    Mengambil sebuah kotak dari sakuku yang berisi cincin

    “Bertunanganlah denganku”

    “Aku harap di kehidupanku selanjutnya”

    “Aku dan kau menjadi pasangan composer dan penyanyi yang dikenal di seluruh dunia”

    Suara tidak dapat terdengar lagi dari mulutnya yang bisa kulihat hanya senyum tangisan bahagianya, nafasnya semakin berat aku terus menggenggam tangannya sambil mendengarkan lagu buatannya”



    Tepat setelah mendengar lirik terakhir aku sudah tidak bisa merasakan genggaman tangan nya lagi, tubuhnya sudah dingin pendeteksi jantung sudah tidak mendeteksi bunyi detak jantungnya lagi.

    *****

    “ENCORE !!! ENCORE!!!”

    “Nah lihat para penonton sudah beteriak seperti itu”

    “Kita harus segera kesana”

    “Ai”

    "Ya semuanya ini adalah lagu terakhir untuk konser kali ini"

    "Terima kasih atas kunjungan nya kuharap kalian akan datang kembali"

    Spoiler untuk encore song :
    http://www.youtube.com/watch?v=HUzLUGKwQJc


    Aku menyimpan suaranya berdasarkan dari lagu terakhir yang dia berikan, suaranya disimpan ke dalam sebuah program sehingga aku bisa menggunakan suaranya kapanpun kumau. Aku berjanji aku tidak akan menggunakan penyanyi lain selain dirinya. Aku membantumu agar kau bisa ikut terkenal bersamaku, tidak hanya itu program ini bisa membuat orang lain menggunakan suaramu untuk lagu karangan mereka sehingga kau bisa berdiri sendiri tanpa terus menerima bantuanku. Suaramu akan selalu hidup dan diingat di masa lalu, sekarang, maupun nanti di masa depan.

    Program itu disebut….

    VOCALOID.


    Spoiler untuk Lyrics :
    Release My Soul

    Singer: Aimee Blackschleger
    Lyrics: mpi
    Composition: Sawano Hiroyuki
    Arrangement: Sawano Hiroyuki


    *
    Oh take a look in the mirror, you look so sad
    It's so cold like that winter market we used to go
    I don't cry anymore but I feel so hurt

    **
    So I don't need you too close to me
    You don't hear me, so you said
    I don't know why thing have changed since yesterday

    ***
    This could be love again
    All I need is you
    Come back, I'm waiting anytime the heavy rains come
    Still I miss days with you
    I can't look into your face
    Oh Feeling blue and looking back again
    Please come back to me
    * ** *** Repeat

    To stay with you always
    You're the world to me
    And dreaming on
    So you can take my sword for you
    Oh How do you feel so fine
    You're the world to me
    And dream on
    You stole my heart so long ago
    Oh I release my soul
    So you feel my song

    ODDS & ENDS (Encore Song)

    Romaji

    Itsu datte kimi wa waraware mono da
    Yarukoto nasu koto tsuitenakute
    Ageku ni ame ni furare
    Okini no kasa wa kaze de tondette
    Soko no nora wa gokurousama to
    Ashi wo funzuketetta

    Itsumo doori kimi wa kiraware mono da
    Nan ni mo sezu tomo toozakerarete
    Doryoku wo shite miru kedo
    Sono riyuu nante "nantonaku?" de
    Kimi wa tohou ni kurete kanashindeta

    Nara atashi no koe wo tsukaeba ii yo
    Hito ni yotte wa rikai funou de
    Nante mimizawari, hidoi koe datte
    Iwareru kedo
    Kitto kimi no chikara ni nareru
    Dakara atashi wo utawasete mite
    Sou kimi no kimi dake no kotoba de sa

    Tsuzutte tsuranete
    Atashi ga sono kotoba wo sakebu kara
    Egaite risou wo
    Sono omoi wa dare ni mo furesasenai

    Garakuta no koe wa soshite hibiku
    Ari no mama wo bukiyou ni tsunaide
    Meiippai ni oogoe wo ageru

    Itsukara ka kimi wa ninkimono da
    Takusan no hito ni motehayasare
    Atashi mo hana ga takai
    Demo itsukara ka kimi wa kawatta
    Tsumetakunatte
    Dakedo sabishii sou datta

    Mou kikai no koe nante takusan da
    Boku wa boku jishin nandayotte
    Tsui ni kimi wa osaekirenakunatte
    Atashi wo kiratta
    Kimi no ushiro de dare ka ga iu
    Tora no i wo karu kitsu no kuse ni
    Nee kimi wa hitori de naitetanda ne

    Kikoeru kono koe
    Atashi ga sono kotoba wo kakikesu kara
    Wakatteru honto wa
    Kimi wa dare yori yasashiitte koto wo

    Garakuta no koe wa soshite utatta
    Hoka no dare demo nai kimi no tame ni
    Kishindeku genkai wo koete

    Futari wa donna ni takusan no kotoba wo
    Omoi tsuita koto darou
    Dakedo ima wa nani hitotsu omoi tsukanakute
    Dakedo nani mo kamo wakatta
    "Souka, kitto kore wa yume da.
    Eien ni samenai, kimi to aeta sonna yume"

    Garakuta wa shiawase souna egao wo shita mama
    Dore dake yonde mo mou ugokunai
    Nozonda kazu no ketsumatsu ni kimi wa naki sakebu
    Uso daro uso darotte
    Sou naki sakebu

    "Boku wa muryoku da.
    Garakuta hitotsu datte sukueyashinai"
    Omoi wa namida ni
    Potsuri potsuri to sono hoho wo nerasu

    Sono toki sekai wa
    Totan ni sono iro wo
    Ookiku kaeru
    Kanashimi yorokobi
    Subete wo hitotsu to
    Hitotsu wa shitta

    Kotoba wa uta ni nari kono sekai wo
    Futatabi kakemeguru kimi no tame ni
    Sono koe ni ishi wo yadosu
    Ima omoi ga hibiku

    English translation

    You're always someone who gets laughed at
    Whatever you do, it never goes well
    In the end it's all washed away by the rain
    You say your favorite umbrella has been sent flying away by the wind
    That stray over there, it did a
    Great job stepping all over you,
    As always you're someone who's been hated,
    Without any reason even, people keep their distance from you
    But you try giving it your best
    There has to be a reason, "For no reason at all?" you think
    You're at a loss and you've become sad

    If that's the case you should use my voice
    That's impossible to understand by people
    "How annoying to the ear, how cruel the voice is"
    They may sayIt can surely become your strength
    So try making me sing
    Yeah, with your words, and your words alone

    Compose them, and bring them together
    Because I'll be singing those words
    Paint out your ideals
    I won't let anyone touch those feelings

    And then the voice of the odds and ends resounds
    Unskillfully bringing together the truth
    With all your might, raise your voice at the top of your lungs

    One day you became famous
    You were idolized, and I also held my head up high
    But one day, you also changed
    You became coldhearted, but you seemed so lonely

    We already have enough mechanical voices
    So I'll be myselfSo now you've come to hate me
    Behind you, someone says
    "And yet you're just someone who uses others powers as your own"
    You were always crying on your own... weren't you

    Can you hear it?
    This voice
    Because I'll erase those words
    Me, I understand,
    The fact that you're nicer than anyone else

    And then the voice of the odds and ends sing
    For no one other than you
    It jars itself, and passes the limits

    How many lots of words have
    We hit upon I wonder
    And we yet can't think of not one word now
    But we've figured out just about everything
    "Oh right, this just surely just a dream.
    Where I met you who
    I'll never awaken with, yeah, that kind of dream."

    As the Odds and Ends had such a happy smile on
    No matter much you called it, it wouldn't move
    You cry and shout to the ending you should've wished for
    "It's a lie, it has to be a lie
    "Yes, cry and shout.

    "I'm powerless,
    I can't even act as savior for the only Odds and Ends
    "Your feelings, bit by bit
    Wet your cheeks as tears

    At that time, just as
    The world was changing that
    Color in a big way
    Sadness and pleasure,
    Everything will be
    Understood as one

    My words turn into songs and
    Once again the world starts to go round, for you
    Entrust your intentions in that voice
    Now, those feelings will resound


    Spoiler untuk Trivia :
    - Future Sound dapat diartikan sebagai Hatsune Miku (The name of the character comes from a fusion of the Japanese for first (初 hatsu?), sound (音 ne?) and future (Miku (ミク?) sounds like a nanori reading of future, 未来, normally read as "mirai"[1]))

    - cerita ini tidak ada hubungan nya dengan sejarah Vocaloid/Hatsune Miku aslinya

    - lagu Release my Soul adalah salah 1 soundtrack dari anime Guilty Crown

    - lagu Odds&Ends adalah salah 1 dari banyaknya lagu Hatsune Miku yang ada, diciptakan oleh Ryo(Supercell)
    Last edited by Mello; 30-12-12 at 14:21.
    Everlasting Memories project


    When Tsundere's being honest to you, it means she desperately in love with you and that time too she give you her heart, faith, & trust 100%

  14. #12
    Exile_Vindicator's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Sanctuary
    Posts
    5,170
    Points
    16,542.62
    Thanks: 316 / 107 / 82

    Default

    Closed dlu ya, deadline udah lewat.

    Tar buat pemenang paling telat tanggal 8 gw kasi tau.

    Paling cepet ya bsok ato tar malem juga udah nongol.

    Pen spinning is not about how many busts and spreads you perform, its about having fun and making your own style
    "Midnight"


    Professionals have standards.
    Be polite.
    Be efficient.
    Have a plan to kill everyone you meet.
    GA TERIMA BARCEN

  15. #13
    Exile_Vindicator's Avatar
    Join Date
    Jun 2009
    Location
    Sanctuary
    Posts
    5,170
    Points
    16,542.62
    Thanks: 316 / 107 / 82

    Default

    K congratulations buat DeathNote_MeLLo udah jadi juara 1.

    Hadiah buat yg laen juga bakal dibagiin secepet'a.

    Kalo ada kesalahan ato dari komentar kurang enak di hati mohon maaf sekali

    Makasih udah partisipasi semua'a, makasi juga buat pierot san udah mau bantuin

    Best regards.

    Exile_Vindicator.

    Pen spinning is not about how many busts and spreads you perform, its about having fun and making your own style
    "Midnight"


    Professionals have standards.
    Be polite.
    Be efficient.
    Have a plan to kill everyone you meet.
    GA TERIMA BARCEN

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •