Jend Tyasno : “Kita Tidak Butuh Pemimpin Antek Asing”
Jakarta, GRN-news
Krisis kepemimpinan dinilai sebagai salah satu penyebab kegagalan Indonesia mengatasi krisis multidimensi yang sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Para pemimpin tidak lagi memikirkan nasib rakyat, meski mereka dipilih melalui Pemilu langsung. Celakanya, sistem yang digunakan bukan asli jati diri bangsa melainkan, sistem asing yang dipaksakan berlaku dengan tipu muslihat bernama amandemen UUD 45.
Oleh karena itu, ada desakan agar sistem dikembalikan ke sistem asli yakni UUD 45, setelah kembali kemudian diamandemen sesuai jati diri bangsa dan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan asing seperti selama ini terjadi dalam amandemen 1999 - 2002. Tak cukup dengan kembalinya sistem, orang-orang atau pemimpinnya juga diganti dengan pemimpin yang pro kepada rakyat.
“UUD 45 harus dikembalikan ke naskah asli, baru dilakukan amandemen sesuai dengan cita-cita proklamasi yakni untuk kesejahteraan rakyat, bukan karena pesanan asing seperti amandemen yang lalu,” ujar mantan KSAD Jend (Purn) Tyasno Sudarto, Senin (11/8) sebelum menuju Salatiga Jawa Tengah untuk menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Bangkitlah Indonesiaku ! Saatnya Menjawab Problematika Bangsa”. Seminar akan berlangsung di Kampus UKSW, hari Rabu, 13 Agustus 2008 pukul 09.00 WIB – 13.00 WIB. Selain Jend (Purn) Tyasno Sudarto, pembicara lain yakni Kwik Kian Gie, Pontjo Sutowo dan Prof. Kutut Suwondo.
Jend (Purn) Tyasno akan berbicara mengenai kepemimpinan Nasional. Sementara Kwik akan mengupas kejanggalan kebijakan BLBI dan kebijakan kenaikkan harga BBM.
Setelah UUD 45 dikembalikan, lanjut Tyasno yang juga Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, pemimpinnya juga harus diganti dengan pemimpin yang merdeka.
“Kita tidak butuh pemimpin yang menjadi boneka atau antek asing, yang lebih takut kepada asing daripada takut kepada rakyatnya. Kita butuh pemimpin yang berjiwa, berpikir dan bertindak merdeka,” cetusnya.
Tyasno Sudarto yang juga tokoh Gerakan Revolusi Nurani (GRN) juga mengingatkan seluruh rakyat bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang di jajah oleh asing. Namun bukan penjajahan fisik seperti jaman perang kemerdekaan, melainkan penjajahan gaya baru dengan penguasaan ekonomi, asset-aset strategis, teknologi, idoelogi, politik dan budaya.
“Indonesia mempunyai kekayaan alam yang melimpah tapi yang menikmati adalah asing, sementara rakyat Indonesia hidup dalam keadaan miskin. Ini tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat,” ujar mantan Pangdam IV Diponegoro Jawa Tengah ini.
Untuk melawan kekuatan asing ini, Tyasno mengajak seluruh rakyat bersatu padu membangun kekuatan rakyat. Sebab, kekuatan asing ini dinilainya sudah sangat besar dan kuat, karena didukung oleh komprador-komprador atau antek-antek dalam negeri yang bekerja untuk kekuatan asing tersebut.
“Kalau jaman penjajahan dulu, musuhnya jelas. Tapi kini musuhnya dalah bangsa sendiri yang tega menjual tanah airnya demi kepentingannya sendiri,” tambahnya.
Situasi ini bisa terjadi, lanjut lulusan AKABRI tahun 1970, dikarenakan UUD 45 sebagai konstitusi Indonesia telah diubah menjadi UUD 2002 dalam proses amandemen 4 kali sepanjang tahun 1999-2002. Akibatnya, UUD 2002 ini menjadi UUD yang liberal kapitalistik.
“Kita tidak anti amandemen, tapi perubahan harus dilakukan untuk penyempurnaan, bukan merubah tatanan menjadi amburadul seperti sekarang ini,” kata Jenderal kelahiran Magelang.
Dampak yang ditimbulkan dari amandemen atau perobahan UUD 45 ini bisa dirasakan hingga saat ini, yakni munculnya berbagai UU yang pro kapitalis seperti UU Sumber Daya Air, UU Migas, RUU BHP, UU PMA dan lain-lain.
“Jadi kalau BBM sekarang naik dan akan terus dinaikkan, ini sumbernya karena ada UU Migas liberal yang didasarkan pada UUD 2002 yang liberal. Bagaimana mungkin harga minyak di Indonesia, disamakan harganya dengan harga di New York, sementara pendapatan warga Indonesia dengan New York sana ibarat bumi dan langit,” katanya memberi contoh.
Demikian juga dengan biaya pendidikan yang makin mahal, dan harga-harga kebutuhan yang makin tinggi disebabkan karena kebijakan pemerintah yang mengikuti aturan global yang ditentukan oleh para pemilik modal asing. (Humas GRN)
Sumber : http://www.berpolitik.com/viewnewspost.pl
bapak tyasno yang terhormat,apakah anda sudah membaca naskah lengkap UUD 1945 yang telah di amandemen 4 kali dalam satu naskah. saya ragu bapak telah membacanya karena komentar anda sama sekali tidak mencerminkan anda sudah membaca dan memahaminya isinya. setahu saya,apabila ada UU yang bertentangan dengan kepentingan rakyat bisa di gugat kog dimahkamah konstitusi dan sudah banyak kali mahkamah konstitusi membatalkan UU yang neoliberal dan berpotensi merugikan kepentingan rakyat dan negara indonesia. mungkin anda masih ingin UUD 1945 diterjemahkan semaunya oleh yang punya kuasa kayak soeharto dulu ??? ,bersyukurlah ada mahkamah konstitusi . yang perlu dijaga adalah jangan sampai orang kayak TODUNG MULYA LUBIS masuk dalam jajaran hakim mahkamah konstitusi,karena dalam beberapa kali yang bersangkutan justru mewakili kepentingan pihak Perusahaan Multinasional yang beroprasi di Indonesia melawan Pemerintah RI.
Share This Thread