11.000 Rudal Iran Siap Hadapi Invasi Amerika Serikat
Teheran - Krisis nuklir Iran yang terus berlanjut membuat AS berkali-kali mengancam akan menginvasi negara di Teluk Persia itu. Bukannya gentar, Iran balik mengancam dengan menyatakan telah menyiapkan 11.000 rudal dan roket yang siap menyambut AS.
"Di menit pertama musuh menginvasi kami, 11. 000 rudal dan roket akan kami tembakkan ke markas musuh," ancam Komandan Artileri dan Misil Pertahanan Darat Garda Revolusi Iran Brigadir Jenderal Mahmoud Chaharbaghi seperti dilansir AFP, Minggu (21/10/2007).
"Jumlah dan kecepatannya akan terus bertambah," imbuh dia.
Seperti diketahui, AS merupakan negara yang paling menentang keras program kontoroversial nuklir Iran untuk energi di bawah pimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Berungkali Washington mengeluarkan sikap keras dan mengancam akan menyerang Iran seperti yang mereka lakukan terhadap Irak.
Ancaman AS tersebut selalu ditanggapi Iran dengan menyatakan tidak pernah berniat menyerang negara manapun, namun mereka menegaskan tak akan tinggal diam jika ada pihak yang akan mengganggu kedaulatan Tanah Airnya.
"Jika kemudian perang benar-benar terjadi, kami pastikan itu tidak akan berlangsung lama. Karena kami akan membenamkan hidung mereka ke dalam tanah," lanjut Chaharbaghi.
"Sekarang para musuh harus berpikir ulang, berapa banyak dari rakyat mereka yang siap berkorban dari tindakan bodoh menyerang Iran," cetusnya.
Pejabat Iran bahkan berkali-kali memperingatkan AS, bahwa markas operasi militer AS yang berada di sekitar Irak dan Afghanistan akan menjadi sasaran empuk rudal Iran karena lokasi itu sudah dipantau.
Chaharbaghi menambahkan, divisi yang dipimpinnya akan segera menerima roket yang bisa ditembakkan dengan jangkauan sejauh 250 kilometer. Salah satu rudal Iran yang paling ditakuti itu adalah rudal Shahab-3 yang mampu menjangkau Israel dan sejumlah pangkalan AS yang ada di Timur Tengah.
"Kami sudah mengidentifikasi target kami. Kami dapat segera merespon kebodohan musuh dengan segera," tegasnya.
Saat ini, lanjut dia, semua sistem persenjataan Iran telah disebar di seluruh wilayah Iran. Dengan begitu, serangan musuh yang akan dilancarkan tidak akan mampu merusak fasilitas militer http://www.detiknews.com/indexfr.php...008/idkanal/10
Mengunjungi Forum 'IRAN Defence Forum': Isu-isu Seputar Konflik dg AS
Saya menemukan sebuah situs yang membahas perkembangan mutakhir seputar isues-isues politik, militer dan kondisi sosek lainnya tentang negeri para mullah itu. Isinya, berbahasa Inggris, tampaknya 'lebih bebas' sehingga banyak informasi dari tangan pertama yang dapat kita peroleh langsung di tanah air. Termasuk bahasan thread terbaru, Iran akan luncurkan 11.000 rudal kalau diserang AS, dan informasi seputar bagaimana kehidupan keseharian warga Iran yang hendak dilumatkan AS itu. Ini situsnya:
TEHERAN (SINDO) – Iran bersikeras, kebijakan nuklir mereka tidak akan berubah menyusul pengunduran diri Ketua Negosiator Ali Larijani. Teheran menunjuk Saeed Jalili, deputi menteri luar negeri, menggantikan posisi Larijani.
“Pengunduran diri Larijani sudah disetujui presiden, tetapi kebijakan strategi Republik Islam Iran terkait isu nuklir tidak akan berubah,” kata Mohammad Ali Hosseini, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Iran. Diperkirakan, perbedaan pendapat antara Larijani dan Presiden Mahmoud Ahmadinejad menjadi pemicu pengunduran diri Larijani. Sementara itu, beberapa kalangan mengkhawatirkan, Jalili bisa mempersulit proses negosiasi karena memiliki pandangan lebih keras dibanding Larijani yang lebih moderat. Analis Barat mengatakan, Jalili, penulis buku The Foreign Policy of Prophet, akan menempuh cara yang lebih keras daripada Larijani.
“Saya pikir, akan semakin sulit mencapai kesepakatan karena tidak ada lagi orang yang bisa diajak bernegosiasi,” kata Mark Fitzpatrick, Direktur Program Perlucutan Nuklir di Institut Internasional Kajian Strategis. Juru Bicara pemerintah Gholam Hossein Elham,yang mengumumkan pengunduran Larijani Sabtu lalu, mengatakan bahwa Larijani sudah beberapa kali menawarkan diri untuk mundur. Ini menjadi indikasi jelas bahwa Larijani tidak senang dengan kebijakan nuklir Teheran. Meskipun sudah resmi mundur, Larijani tetap bisa bergabung dalam tim juru runding nuklir Iran sebagai wakil dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Larijani bersama Jalili akan menghadiri perundingan dengan Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana di Roma, Italia, pada Selasa (23/10) mendatang. “Jalili akan berada di sana dan Larijani juga akan berada di sana.Mereka akan mewakili Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei,” tandas Hosseini dalam konferensi pernya. Ketua negosiator nuklir –atau secara resmi adalah posisi sekretaris Dewan Keamanan Tertinggi Nasional– bertanggung jawab memimpin perundingan dengan Uni Eropa dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Cheney Sebut Iran Penghalang Perdamaian
Sumber : ANTARA News
Wakil Presiden AS, **** Cheney, Ahad, menggambarkan Iran sebagai penghalang bagi perdamaian di Timur Tengah dan mengatakan dunia tak dapat berdiam diri dan membiarkannya mengembangkan senjata nuklir.
Komentar Cheney tersebut mempertegas pernyataan bermusuhan AS kea rah Iran dan dikeluarkan hanya beberapa hari setelah Presiden George W. Bush memperingatkan bahwa Iran yang bersenjata nuklir dapat "mengakibatkan Perang Dunia Ketiga".
"Rejim Iran perlu mengetahui bahwa jika mereka tetap pada jalur saat ini, masyarakat internasional siap memberlakukan konsekuensi serius," kata Cheney kepada satu forum yang diselenggarakan di Washington Institute for Near East Policy. "Amerika Serikat bergabung dengan Negara lain dalam mengirim pesan jelas. Kami takkan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir."
"Negara kami dan seluruh masyarakat internasional tak dapat berdiam diri sementara negara pendukung-teror memenuhi ambisi paling agresifnya," katanya, seperti dilansir Reuters.
Cheney membahas Iran dalam pidato, saat ia menekankan perlu dilanjutkannya keterlibatan AS di Timur Tengah dan mengatakan Amerika Serikat "mengupayakan kestabilan di sana" tapi bukan jenis "masalahyang semata-mata bisa ditutup dengan mudah".
Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice belum lama ini telah kembali dari Timur Tengah, tempat ia telah berusaha meletakkan kerangka dasar bagi suatu konferensi mengenai perdamaian Timur Tengah yang direncanakan diselenggarakan di Annapolis, Maryland, pada penghujung November atau awal Desember.
Cheney hanya berbicara secara garis besar mengenai sasaran upaya perdamaian tersebut, dan mengatakan konferensi itu bertujuan "menyediakan dukungan diplomatic" bagi semua pihak yang mengupayakan kesepakatan mengenai negara Palestina dan mengkaji kemajuan dalam pembangunan berbagai lembaga Palestina.
Mengenai Iran, ia mengulangi kecaman Washington bahwa Teheran "ikut-campur" di Irak, selain menyampaikan keprihatinan mengenai program nuklirnya.
Iran membantah tuduhan bahwa negeri tersebut sedang berusaha mengembangkan *** nuklir, dan menyatakan Teheran mengingini teknologi nuklir untuk tujuan sipil yang damai seperti pembangkit tenaga listrik, dan telah menolak untuk mengacuhkan PBB.
Dewan Keamanan PBB menuntut Iran menghentikan pengayaan uranium yang sensitive.
Cheney mengatakan kemajuan ke arah Timur Tengah yang damai dan lebih stabil akan tergantung atas tanggung-jawab yang diemban semua negara di wilayah tersebut, seperti "dihormatinya kedalautan" tetangga dan "dipatuhinya semua kesepakatan internasional".
"Jika anda melaksanakan semua tindakan ini, itu menjadi sangat jelas bahwa pemerintah Iran tak mencapainya dan menjadi penghalang yang kian besar bagi perdamaian di Timur Tengah," kata Cheney.
Bush, yang telah berkeras ia "mengingini penyelesaian diplomatic bagi masalah Iran", mendorong dijatuhkannya babak ketiga sanksi PBB terhadap Iran. Tetapi ia menghadapi penentangan dari Rusia, salah satu anggota tetap pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB ?yang mendukung dua babak sanksi terbatas PBB atas Iran tapi telah bersikap dingin mengenai gagasan tentang tindakan baru yang keras.
Sementara itu, pengunduran diri Ali Larijani sebagai pemimpin perunding Iran, yang diumumkan Sabtu, telah dipandang oleh sebagian pengulas sebagai tanda bahwa sikap lebih keras Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad kea rah Barat mungkin mendapat pengaruh di dalam negeri Iran. Larijani dan penggantinya diduga akan menghadiri pembicaraan dengan Uni Eropa di Roma, Selasa.
AS Tak Akan Biarkan Iran Punya Senjata Nuklir
Sumber : Nurfajri Budi Nugroho - Okezone
Wakil Presiden Amerika Serikat Dich Cheney menegaskan negerinya tidak akan membiarkan Iran untuk memperoleh senjata nuklir.
"Negara kami dan seluruh komunitas internasional tidak dapat berdiam diri sementara negara pendukung teror memenuhi ambisinya," ujar Cheney saat berbicara di forum the Washington Institute for Near East Studies Minggu waktu setempat, seperti dilansir CNN, Senin (22/10/2007) WIB.
Jika Iran melanjutkan langkahnya itu, Cheney menyatakan Amerika Serikat dan negara lain mempersiapkan untuk menjatuhkan konsekuensi yang keras. Namun Cheney tidak menyebut adanya langkah militer. "Kami tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir," ujar dia.
Pernyataan Cheney ini sepertinya hanya untuk meningkatkan eskalasi dan retorika Negeri Paman Sam itu dalam beberapa hari, termasuk pernyataan Bush bahwa nuklir Iran dapat mengantarkan pada Perang Dunia III.
Cheney berpendapat tujuan akhir dari Iran adalah untuk menjadikan dirinya sebagai kekuatan hegemonik di Timur Tengah.
Dia juga menekankan dilanjutkannya keterlibatan AS di Timur Tengah dan mengatakan Amerika Serikat "mengupayakan kestabilan di sana".
TEHERAN - Juru runding senior Iran bidang nuklir Ali Larijani mendadak mengundur diri. Isu yang santer berkembang, Larijani berbeda pendapat dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad terkait dengan posisi Iran di dunia internasional.
Seperti yang sudah diduga, posisi Larijani digantikan Saeed Jalili, wakil menteri luar negeri. Jalili, selama ini, dikenal dekat dengan Larijani. Namun, dia juga orang kepercayaan Ahmadinejad.
Dengan menunjuk Jalili, Ahmadinejad berharap agar implementasi kekerasan sikapnya terkait dengan isu nuklir bisa terwujud. Yang pasti, Ahmadinejad tidak akan mengubah kebijakan nuklirnya meski ada pergantian juru runding. "Mundurnya Larijani mendapatkan persetujuan presiden. Namun, kebijakan dan strategi Republik Islam ini pada isu nuklir tidak berubah," kata juru bicara kepresidenan.
Juru bicara itu juga menjelaskan bahwa para pejabat Iran terus berjalan di jalan yang sama. Juga, tidak ada perubahan apa pun. Hal yang sama disampaikan Mojtaba Samareh Hashemi, penasihat senior Ahmadinejad. "Meski ada perubahan individu, kebijakan nuklir Iran tidak akan berubah," katanya.
Juru bicara pemerintahan Gholam Hossein Elham, yang mengumumkan pengunduran diri itu, mengatakan bahwa Larijani sudah berulang-ulang meminta mundur. Permintaan tersebut menggambarkan betapa tokoh berusia 49 tahun itu tidak sesuai dengan kebijakan nuklir Teheran.
Meski sudah mundur, Larijani masih bergabung dengan penggantinya dalam pembicaraan program nuklir Iran dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (EU) Javier Solana. Pembicaraan tersebut diagendakan berlangsung di Roma, Italia, Selasa (23/10).
Dikatakan Elham, Larijani masih tetap di dewan mengingat posisinya sebagai penasihat pemimpin supremasi Iran Ayatullah Ali Khamenei. Elham tidak menjelaskan apakah pertemuan di Roma bakal menjadi tugas kenegaraan terakhir Larijani. "Untuk hal selanjutnya, kita tunggu saja," ujar Elham.
Analis barat mengatakan, Jalili sepertinya akan merefleksikan keinginan Ahamdinejad. "Saya pikir, kata sepakat antara Iran dan negara Barat tidak akan mudah setelah Larijani mundur," kata Mark Fitzpatrick, direktur Non-Proliferation Program di International Institute For Strategic Studies.
Dia juga melihat bahwa mundurnya Larijani berarti menutup pintu dialog dengan Iran. "Dan, itu mengindikasikan pemimpin supremasi tidak berniat untuk berkompromi juga," tegasnya.
Israeli Prime Minister Ehud Olmert on Monday took a swipe at U.N. nuclear watchdog chief Mohamed ElBaradei for saying there was no clear and present danger from Iran's nuclear programme.
ElBaradei, the director of the International Atomic Energy Agency (IAEA), said in an interview with Le Monde newspaper that Iran would need "between three and eight years" to develop a nuclear bomb and that there was no immediate threat.
"If ElBaradei thinks that an Iranian bomb in three years time does not bother him, it certainly worries me, even extremely," Olmert told journalists in Paris after meeting with French President Nicolas Sarkozy.
"If it's three years, this is very near and extremely concerning," he said, adding dryly: "It would be better if ElBaradei made an effort to prevent them from obtaining a bomb."
ElBaradei had said earlier that "all the intelligence services agree that supposing Iran does intend to acquire a nuclear bomb, it would need between another three and eight years to succeed."
ElBaradei said force should be used only when all diplomatic options have failed, adding there was plenty of time for diplomacy, sanctions, dialogue and incentives to bear fruit.
"I want to get people away from the idea that Iran will be a threat from tomorrow, and that we are faced right now with the issue of whether Iran should be bombed or allowed to have the bomb," the Nobel peace prize winner said.
"We are not at all in that situation. Iraq is a glaring example of how, in many cases, the use of force exacerbates the problem rather than solving it."
Top
U.S.wont allow it
Meanwhile on Sunday U.S. Vice President **** Cheney described Iran as an obstacle to peace in the Middle East and said the world could not stand by and allow it to develop a nuclear weapon.
Cheney's comments underscored a ratcheting up of U.S. rhetoric toward Tehran and came just days after President George W. Bush warned that a nuclear-armed Iran could lead to World War Three.
"The Iranian regime needs to know that if it stays on its present course, the international community is prepared to impose serious consequences," Cheney told a forum organized by the Washington Institute for Near East Policy.
"The United States joins other nations in sending a clear message: We will not allow Iran to have a nuclear weapon."
Iran Perlu Hingga Delapan Tahun Ciptakan *** Nuklir
Sumber : ANTARA News
Iran membutuhkan tiga hingga delapan tahun untuk membuat *** nuklir, kata kepala badan pengawas nuklir PBB, dalam wawancara yang terbit pada Senin.
Mohamed ElBaradei, kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), kepada koran Prancis, Le Monde, mengemukakan masih banyak waktu untuk mendapatkan hasil lewat diplomasi, sanksi, dialog dan insentif.
Wapres AS, **** Cheney, Minggu, mengemukakan bahwa dunia tidak akan diam dan membiarkan Iran membangun senjata nuklir. Washington belum mengesampingkan untuk melakukan serangan. Iran mengemukakan instalasi nuklirnya bertujuan damai dan mereka membantah akan membuat *** atom.
"Saya tidak menilai tujuan mereka, tapi misalkan Iran memang ingin memiliki *** nuklir, hal itu butuh antara tiga hingga delapan tahun lagi," kata ElBaradei kepada Le Monde.
"Semua badan intelijen setuju dengan hal itu. Saya ingin menjauhkan orang dari pikiran bahwa Iran akan segera menjadi ancaman dan bahwa saat ini kita sedang menyoal apakah Iran sebaiknya di *** atau dibiarkan memiliki ***," kata peraih Nobel perdamaian itu.
"Kita sama sekali tidak dalam situasi seperti itu. Iran adalah contoh menyolok dari banyak kasus tentang bagaimana penggunaan kekuatan justru memperbesar masalah dan bukan menyelesaikannya."
Pihak Barat ingin memberlakukan sanksi lebih jauh kepada Iran yang menolak menghentikan pengayaan uranium. Proses itu dapat membuat tenaga bagi pembangkit listrik, atau, bahan untuk hulu ledak.
Negara-negara besar sepakat untuk menunda sanksi tersebut sampai November guna mengetahui jika Iran menjawab pertanyaan IAEA mengenai tujuan mereka. ElBaradei mengatakan tidak akan jadi masalah jika pembicaraan itu diperpanjang hingga Desember.
Negara-negara kuat juga sedang menunggu hasil pembicaraan perunding Uni Eropa, Javier Solana, yang akan bertemu delegasi Iran di Roma pada Selasa. Pertemuan itu akan dihadiri mantan kepala tim perunding Iran, Ali Larijani, dan penggantinya, Saeed Jalili, demikian laporan Reuters.
Condy Rice: Iran Tantangan Terbesar Bagi Keamanan AS
Washington (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, menyatakan Iran "mungkin merupakan satu-satunya tantangan terbesar" bagi keamanan nasional Amerika, karena program nuklirnya dan kebijakannya "yang mendukung terorisme".
"Kami sangat prihatin bahwa kebijakan-kebijakan Iran itu mungkin merupakan satu-satunya tantangan terbesar bagi kepentingan keamanan nasional Amerika di Timur Tengah dan seluruh dunia," kata Rice pada dengar-pendapat di Kongres, seperti dilaporkan AFP.
Setelah pernyataan-pernyataan AS yang bernada perang akhir-akhir ini, termasuk peringatan Presiden George W. Bush bahwa Iran yang bersenjatakan nuklir menimbulkan ancaman "Perang Dunia III", Rice mengemukakan Washington tetap bertekad mengupayakan perundingan untuk mengakhiri program atom Iran.
"Kami, bersama mitra-mitra internasional kami, terus mengupayakan pendekatan dua arah atas masalah nuklir itu," katanya kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR, ketika memberikan keterangan mengenai kebijakan AS menyangkut Timur Tengah.
Rice mengingatkan bahwa seiring dengan perundingan yang dipelopori Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Javier Solana, Washington dan mitra-mitranya di Uni Eropa menyusun sanksi-sanksi PBB yang lebih ketat terhadap Iran karena penolakannya meninggalkan program pengayaan uranium.
Di luar diplomasi itu, menurut Rice, Bush bertekad memburu "para pemain Iran yang mencederai pasukan kami di (Irak) dan orang-orang Irak yang tidak berdosa".
Pasukan Quds, bagian dari Garda Revolusi Iran, dituduh oleh para panglima AS membantu milisi-milisi Syiah yang terlibat dalam konflik sektarian berdarah di Irak.
Senat AS bulan lalu memutuskan menyebut Garda Revolusi sebagai organisasi ******* -- sebuah langkah yang kata beberapa anggota Demokrat telah menempatkan AS di sebuah jalur menuju perang dengan Iran. http://www.antara.co.id/arc/2007/10/...as-kata-condy/
Teheran Kecam Prancis karena Desak Sanksi UE Terhadap Iran
22/10/2007
Iran's Foreign Minister Manouchehr Mottaki
Manouchehr Mottaki
Iran mengeritik Prancis karena mendesak Uni Eropa mengenakan sanksi terhadap Iran karena program nuklirnya yang kontroversial. Menteri luar negeri Iran, Manoucher Mottaki mengatakan dalam surat kepada menteri luar negeri Prancis, Bernard Kouchner bahwa memaksakan yang disebutnya sanksi sepihak bertentangan dengan hukum dan melanggar Piagam PBB.
Mottaki menambahkan, upaya Prancis adalah bagian dari kebijakan kalah. Seterusnya Mottaki mengatakan, Iran adalah negara bertanggungjawab namun tidak akan melepaskan haknya.
Sanksi dan kesulitan, katanya, hanya akan menolong Iran ke arah mencapai ketidak-tergantungan (independen), swa-sembada dan peningkatan dalam teknologi. Kouchner bulan lalu mendapat protes dari Iran karena mengatakan dunia harus siap menghadapi kemungkinan perang dengan Iran mengenai isu nuklir itu.
Perunding utama dan baru Iran untuk isu nuklir Saeed Jalili bersama yang digantikannya Ali Larijani hari Selasa akan bertemu di Roma dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Javier Solana tentang program nuklir Iran. Lariyani mengundurkan diri sebagai perunding utama Iran terhitung hari Sabtu.
AS Berlakukan Sanksi Terhadap Militer dan Bank Iran
Sumber : Republika Online
Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice hari Kamis mengumumkan sanksi-sanksi yang diberlakukan pemerintah AS terhadap militer Iran dan tiga bank negara itu untuk menghentikan aliran dana bagi republik Islam tersebut.
"Ini berarti tidak ada warga AS atau perusahaan swasta yang diizinkan melakukan transaksi keuangan dengan orang atau lembaga ini," kata Rice dalam pernyataan kepada wartawan.
"Tindakan-tindakan ini akan membantu melindungi sistem finansial internasional dari kegiatan gelap pemerintah Iran. Sanksi itu akan menjadi perintang yang kuat bagi setiap perusahaan dan bank internasional yang akan melakukan bisnis dengan pemerintah Iran," katanya.
Rice, yang Rabu mengatakan Iran dan program nuklirnya merupakan ancaman tunggal terbesar bagi keamanan AS, menegaskan lagi bahwa Washington bertekad mengupayakan penyelesaian diplomatik atas krisis itu.
Namun, ia memperingatkan, "Jika mereka memilih terus melangkah di jalur konfrontasi, maka AS akan bertindak bersama masyarakat internasional untuk melawan ancaman-ancaman rejim Iran ini."
Sanksi-sanksi itu ditujukan pada satuan elit Iran, Pasukan Quds, yang dituduh oleh AS menjadi pendukung terorisme, dan Garda Revolusi yang disebut-sebut sebagai pengembang senjata penghancur massal.
Tiga bank milik pemerintah Iran juga menjadi sasaran sanksi tersebut, kata Rice tanpa menyebutkan namanya, juga sejumlah organisasi dan individu-individu pribadi tertentu.
Menteri Keuangan AS Henry Paulson menuduh Republik Islam Iran memanfaatkan "hubungan finansial globalnya untuk memburu kemampuan nuklir, mengembangkan rudal balistik dan mendanai terorisme". Ia menyatakan, sanksi-sanksi AS itu akan meminta lembaga-lembaga keuangan di dunia untuk membuat keputusan paling informatif mengenai orang-orang yang akan melakukan bisnis dengan mereka.
Sanksi-sanksi itu diberlakukan setelah pernyataan-pernyataan AS yang bernada perang akhir-akhir ini, termasuk peringatan Presiden George W. Bush bahwa Iran yang bersenjatakan nuklir menimbulkan ancaman "Perang Dunia III".
Pasukan Quds, bagian dari Garda Revolusi Iran, dituduh oleh para panglima AS membantu milisi-milisi Syiah yang terlibat dalam konflik sektarian berdarah di Irak.
Senat AS bulan lalu memutuskan menyebut Garda Revolusi sebagai organisasi ******* -- sebuah langkah yang kata beberapa anggota Demokrat telah menempatkan AS di sebuah jalur menuju perang dengan Iran.
WASHINGTON - Amerika Serikat, tampaknya, tak tahan lagi untuk segera menggempur Iran. Sebagai langkah awal, mereka memberikan sanksi kepada Iran dengan dalih militer mereka menjadi ancaman terbesar bagi keamanan AS. Ini diungkapkan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza "Condi" Rice.
Seperti dilansir Washington Post dan New York Times, Rice dan Menteri Keuangan Henry Paulson menyebut bahwa pasukan elite Iran, Qud, adalah pendukung terorisme, sedangkan Garda Revolusi sebagai biang senjata pemusnah masal.
Meski telah menjatuhkan sanksi tersebut, lanjut Condi, Washington masih tetap terbuka terhadap kemungkinan adanya "solusi diplomatis". Pengumuman pemberian sanksi itu menjadi titik kulminasi setelah serangkaian pernyataan pedas dari kedua belah pihak. Kemarin, Condi juga kembali mengulang pernyataan Teheran untuk "menghapus Israel dari peta."
Sanksi terhadap militer Iran itu berimbas terhadap perekonomian. Ratusan perusahaan yang bekerja sama dengan Iran diminta membatalkan kerja samanya. Bila tidak, mereka juga berisiko mendapatkan sanksi dari AS. Amerika juga akan menghentikan aktivitas perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan Garda Revolusi. Di Iran, Garda Revolusi tersebut memang sangat berkuasa. Selain mengendalikan perusahaan, mereka juga menguasai pembagian industri minyak.
Menurut Condi, pihaknya juga bakal menyetop aktivitas Iran di Iraq yang dianggap membahayakan. "Caranya, dengan menahan atau mengurangi anggota Pasukan Qud dan para pelaku lainnya yang membahayakan manusia dan stabilitas nasional," ujar Condi. Kini anggota kelompok tersebut mencapai 125 ribu orang. Konon, kelompok itu juga membantu pembentukan militan Hizbullah pada 1982. Mereka jugalah yang mempersenjatai muslim Bosnia ketika terjadi Perang Balkan.
Dikatakan oleh petinggi militer AS, Qud telah mempersenjatai dan melatih militan, yang beberapa waktu lalu menyerang serdadu AS di Iraq.
Sanksi terhadap Iran itu merupakan yang terbesar yang pernah diberlakukan sejak 1979. "(Sanksi tersebut) untuk memperingatkan Iran bahwa ada balasan atas tindakan mereka. Kami melakukannya karena kami tidak melihat perubahan Iran," kata seorang pejabat pemerintahan AS yang tidak disebut namanya.(afp/ap/dia)
LISBON - Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam sanksi militer yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) terhadap Garda Revolusi dan Quds Iran. Kepada wartawan saat menghadiri konferensi Uni Eropa (EU)-Rusia, Putin menyatakan, sanksi tersebut hanya akan memperburuk konflik nuklir Teheran yang hingga kini belum diketahui kapan berakhir.
"Anda dapat berlari seperti orang gila yang membawa pisau cukur. Ini bukanlah sebuah solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah. Sanksi militer hanya akan memperburuk situasi," papar Putin, Jumat (26/10/2007) dini hari tadi.
Pernyataan tegas Putin itu disampaikan kurang dari 24 jam setelah Washington sepakat untuk menjatuhkan sanksi militer terhadap Garda Revolusi Iran dan Pasukan Quds, dua kekuatan militer Iran. Sanksi tersebut di antaranya berupa pembekuan aset serta rekening bank milik Garda Revolusi Iran dan Quds di luar negeri.
Selain itu, otoritas keuangan AS akan mengisolasi tiga bank swasta Iran. Gedung Putih mengklaim Quds dan Garda Revolusi Iran merupakan organisasi militer yang mendukung terorisme global dan melindungi proyek nuklir Iran. Teheran diklaim sebagai pihak yang membiayai perjuangan milisi di Irak dan Afghanistan dalam menghancurkan pasukan koalisi pimpinan AS.
Putin menambahkan, masalah nuklir Iran harus diselesaikan melalui jalur diplomasi, seperti halnya Korea Utara (Korut). Dia yakin sanksi militer untuk Iran akan mengarah pada kebuntuan yang dapat berakibat fatal. Dia tidak merinci apa yang akan dilakukan Rusia terhadap putusan Gedung Putih.
"Mengapa kita harus memperburuk situasi dengan menjatuhkan sanksi atau tindakan militer. Dulu kita kesulitan menyelesaikan konflik nuklir Korut. Namun, dengan diplomasi, kita berhasil menyelesaikannya dengan damai," ujar Putin, yang beberapa pekan lalu mengunjungi Teheran.
Sementara itu, sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat curiga sanksi tersebut adalah awal serangan AS ke Iran. Senator Christopher Dodd kepada Reuters menyatakan, sanksi tersebut akan menutup upaya diplomasi yang tengah diupayakan komunitas internasional. "Saya prihatin ini adalah langkah untuk menuju perang," ujarnya.
Sebelumnya, Partai Demokrat mencurigai kenaikan anggaran militer Pentagon untuk merenovasi pengebom B-2 Siluman yang mencapai USD88 juta. Partai Demokrat beranggapan renovasi itu dilakukan untuk menghancurkan sejumlah reaktor nuklir Iran yang dibangun di bawah tanah.
Berbeda dengan Partai Demokrat, para wakil rakyat dari Partai Republik mendukung putusan Washington. Kandidat presiden dari Partai Republik Mitt Romney menuturkan, serangan ke Iran harus tetap menjadi salah satu pilihan dalam menyelesaikan konflik nuklir Teheran. "Bagaimanapun, opsi menyerang Iran tidak bisa dibuang dari meja perundingan," tegasnya.
Sementara itu, pemerintah Iran mengecam putusan Gedung Putih. Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Iran Mohammad Ali Hosseini menyatakan, sanksi itu tidak berdasar dan melanggar hukum internasional. "Ini adalah langkah semena-mena," tegasnya.
Dia menambahkan, sanksi tersebut tidak akan menghalangi ambisi Negeri Mullah untuk meneruskan proyek pengayaan uranium yang telah memasuki skala industri. "Ini tidak akan berhasil. Kami tetap akan meneruskan proyek yang menjadi hak kami," jelas Hosseini.
Komentar berbeda disampaikan oleh pemerintah Israel. Juru Bicara Deplu Israel Mark Regev menyatakan, kebijakan Gedung Putih merupakan langkah yang tepat dan harus didukung semua pihak. (sindo sore)
China Tentang Sanksi AS Terhadap Iran
Sumber : ANTARA News
China, Jumat, mengindikasikan mereka menentang sanksi terbaru AS terhadap Iran, dengan mengingatkan bahwa hal itu adalah langkah terburu-buru yang akan "mempersulit" masalah nuklir dengan Teheran.
Washington mengumumkan sanksi baru tersebut pada Kamis, dengan menuduh pasukan Pengawal Revolusi pemerintah Teheran menyebarkan senjata pemusnah massal. Beijing bergabung dengan Moskow yang menentang langkah tersebut.
"China selama ini menentang penerapan sanksi yang terlalu terburu-buru dalam hubungan internasional," kata juru bicara kementerian luar negeri, Liu Jianchao, dalam pernyataan pendek yang dipublikasikan di situs web kementerian tersebut (www.fmprc.gov.cn).
"Hal itu hanya membuat suasana semakin sulit," katanya.
Pernyataan Beijing tersebut menyusul pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang mengemukakan langkah AS itu hanya menyudutkan Iran dan menambah kekhawatiran internasional tentang Gedung Putih telah bersiap untuk perang.
Washington menjatuhkan sanksi tersebut terhadap lebih dari 200 perusahaan milik Iran, bank-bank dan individu Iran serta kementerian pertahanannya, demikian Reuters.
Share This Thread