Page 1 of 15 1234511 ... LastLast
Results 1 to 15 of 212
http://idgs.in/113411
  1. #1
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default Bush: Ekonomi AS Sedang Menuju Jurang Kehancuran

    BUSH: EKONOMI AS SEDANG MENUJU JURANG KEHANCURAN




    Metrotvnews.com, Washington: Presiden Amerika Serikat George Walker Bush menyatakan ekonomi negara adidaya itu sedang dalam keadaan bahaya. Ekonomi AS sedang menuju jurang kehancuran. Pernyataan ini disampaikan Bush kepada seluruh rakyatnya melalui siaran langsung di televisi, kemarin.

    Bush menyatakan, seluruh sendi ekonomi Amerika sedang dalam bahaya disebabkan krisis keuangan yang sangat serius. Pidato Bush ini disampaikan di hari kedua Menteri Keuangan Paulson dan Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke berupaya melobi Kongres AS untuk meloloskan dana talangan atau Bailout darurat Wallstreet sebesar US$ 700 miliar. Paket penyelamatan krisis keuangan dengan Bailout itu hingga kini masih tidak jelas nasibnya.(DEN)

    http://www.metrotvnews.com/new/berita.asp?id=67322

    Lehman Brothers Bangkrut, Bursa Global Ambruk

    Tuesday, 16 September 2008
    LONDON(SINDO) – Kabar bangkrutnya salah satu bank investasi terbesar di dunia, Lehman Brothers, akibat krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) membuat bursa saham global terguncang kemarin.

    Pelaku pasar khawatir kebangkrutan Lehman Brothers akan mengancam sistem keuangan global. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia ditutup melemah 4,7% (84,808 poin) ke level 1.719,254.

    ”Kebangkrutan Lehman Brothers berdampak langsung kepada pasar finansial dalam jangka pendek,” ujar Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta kemarin. Di pasar Asia lainnya,bursa saham Taiwan ditutup melemah 4,09%,Filipina 4,2%, dan Singapura 3,27%.

    Beberapa bursa seperti Tokyo, Hong Kong, Shanghai,dan Seoul tidak melakukan aktivitas perdagangan lantaran libur. Sementara itu, bursa saham Eropa melemah hingga 5% pada perdagangan siang hari.Kebangkrutan Lehman Brothers memberikan sentimen negatif terhadap harga saham perbankan di Eropa. Di London, harga saham grup perbankan HBOS jatuh hingga 20,2%, sedangkanBarclaysmelemah 10,8%.

    Di Jerman,Commerzbank anjlok 11,7% dan Deutsche Bank jatuh 8,24%. ”Kebangkrutan Lehman Brothers telah memengaruhi pasar keuangan global. Investor khawatir karena sebelumnya bank ini diperkirakan terlalu besar untuk jatuh,” ujar ekonom Global Insight Howard Archer.

    Sementara itu, pasar saham AS dibuka melemah tajam, pagi waktu setempat, sebagai respons atas kebangkrutan Lehman Brothers.Dow Jones Industrial Average (DJIA) tumbang 2,53% beberapa saat setelah pembukaan pasar. BankinvestasiraksasaLehman Brothers telah menjadi korban berikutnya dari krisis kredit macet di AS.Kejadian ini mengejutkan lantaran belum lama ini Pemerintah AS terpaksa mengambil alih raksasa pembiayaan perumahan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk memperbaiki sistem finansial perumahan di negeri itu.

    Kini,giliran bank investasi Lehman Brothers yang menjadi korban. Dalam penjelasannya, bank yang sudah berusia 158 tahun itu mengajukan kebangkrutan demi melindungi aset dan memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham.Kebangkrutan ini adalah yang terbesar dalam sejarah AS Lehman mencatat kerugian sekitar USD3,9 miliar pada triwulan III/2008 menyusul beberapa kejadian penghapusan buku pada aset kredit perumahan yang dipegang perusahaan itu.

    Aset piutang berbasis kredit tersebut terpaksa dihapuskan dari laporan keuangan karena gagal ditagih akibat memburuknya kredit macet. Bank investasi terbesar keempat AS ini menyampaikan formulir kebangkrutan kepada United States Bankruptcy Court for the Southern District of New York pada Senin (15/9) waktu setempat.

    Pengumuman kebangkrutan itu muncul setelah Lehman Brothers gagal mendapatkan pembeli sebagai investor baru.Keputusan ini sekaligus menjadi akhir dramatis dari pertemuan tiga hari berturut-turut yang digelar para bankir, Bank Sentral AS, dan Departemen Keuangan AS.
    http://www.seputar-indonesia.com/edi...-global-a.html

    Senin, 15/09/2008 23:00 WIB
    Wall Street Dilanda Kekacauan
    Lehman Brothers Bangkrut


    New York - Pasar finansial dunia mengalami 'Black Monday'. Setelah bursa Asia, Eropa, Timur Tengah, kini giliran bursa AS ikut dilanda kekacauan dan hancur-hancuran.

    Pada perdagangan Senin (15/9/2008), saham-saham di Wall Street terutama dari sektor finansial hancur-hancuran. Indeks Dow Jones Industrial Average dibuka langsung anjlok 299,22 poin (2,625) ke level 11.122,77.

    Standard & Poor's 500 tumbang 31,40 poin (2,51%) ke level 1.220,30 dan Nasdaq merosot 40,18 poin (1,78%) ke level 2.221,09.

    "Wall Street sedang digulung pagi ini. Hari ini akan menjadi hari yang sulit bagi saham-saham karena pasar mengambil intisari dari berbagai peristiwa yang terjadi akhir pekan ini," jelas Chris Lafakis, dari economy.com seperti dikutip dari AFP.

    Bursa-bursa Asia sebelumnya sudah mendahului kemerosotan. Taiwan anjlok 4,09%, Filipina anjlok 4,2%, Australia turun 1,8%, Singapura turun 2,26%. India anjlok 5,19% dan Indonesia turun 4,7%.

    Bursa Eropa selanjutnya mengekor. Indeks Paris CAC 40 anjlok 3,78%, FTSE 100 London anjlok 3,92% dan DAX Franfurt turun 2,74%.

    'Black Monday' ini terjadi setelah Lehman Brothers gagal mendapatkan investor yang mau menyuntikkan dananya, sehingga harus berakhir dengan kebangkrutan.

    Bank yang sudah berusia 158 tahun itu akhirnya mengumumkan telah meminta perlindungan kebangkrutan. Saham Lehman sudah anjlok hingga 94% sepanjang tahun ini.

    Kabar lainnya yang ikut mengguncang adalah akuisisi Merrill Lynch oleh Bank of America senilai US$ 50 miliar. Merrill mencatat rugi bersih US$ 17 miliar selama 4 kuartal terakhir. Sepanjang pekan lalu, saham Merrill sudah anjlok 27%.

    Setelah pengumuman akuisisi tersebut, saham Merrill memang naik 23%, sementara saham Bank of America justru turun 15%.

    Sementara perusahaan asuransi AIG dan juga Washington Mutual juga dikhawatirkan akan terkena dampak dari krisis kredit di AS juga. Kedua perusahaan itu harus berupaya keras untuk menaikkan modal guna memperbaiki neraca keuangannya.

    Faktor-faktor faktor itu lantas membuat para investor bertanya-tanya. Siapa lagi korban berikutnya? Seberapa parah dampak dari masalah di AS itu terhadap sistem finansial global?

    "Segala sesuatu tertekan ke bawah karena pasar saham sedang berusaha menggambarkan yang akan dilakukan dari penjualan Merrill dan kebangkrutan Lehman baik kepada pasar saham maupun perekonomian," jelas Al Goldman dari Wachocia Securities.

    "Respons pertama adalah akan memukul pasar saham sekeras mungkin karena pasar benci ketidakpastian," imbuhnya.

    Presiden AS George Walker Bush menyatakan, pihaknya sedang berupaya untuk meminimalkan dampak dari kejadian 'menyakitkan' di pasar finansial dunia saat ini.

    "Kita sedang bekerja untuk mengurangi gangguan dan meminimalkan dampak dari perkembangan pasar finansial terhadap perekonomian," jelas Presiden Bush.

    Ia khawatir jika masalah ini tak segera ditangani, maka akan memicu keguncangan pasar finansial dunia.

    "Dalam jangka pendek, penyesuaian di pasar finansial kemungkinan akan menyakitkan. Namun dalam jangka panjang, saya yakin bahwa pasar modal kita akan fleksibel dan tangguh serta dapat menghadapi berbagai penyesuaian ini," tambahnya
    http://www.detikfinance.com/read/200...anda-kekacauan

    Good newsnya, negara2 kayak Jepang dan UE udah mau resesi, Indonesia tidak. Mengapa? Karena kita tidak banyak terpengaruh turbulance ekonomi Indonesia bahkan awarded strongest economy of the year
    Last edited by Menara_Jakarta; 25-09-08 at 15:41.
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  2. Hot Ad
  3. #2
    luna_croz's Avatar
    Join Date
    Oct 2007
    Location
    Void!!
    Posts
    6,132
    Points
    14,571.06
    Thanks: 18 / 128 / 81

    Default

    maybe, perekonomian negara lain resesi kita tidak terpengaruh,, tetapi perekonomian negara lain maju pun kita tidak terlalu terpengaruh juga..
    http://bit.ly/n86th7

    Graboid free download HD movies

  4. #3
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default

    Economic Collapse in September?



    By: Clif Droke, Gold Strategies Review



    -- Posted Sunday, 18 May 2008 | Digg This Article | Source: GoldSeek.com


    A rumor is swirling around the Internet that an inglorious end to the U.S. economy is imminent. Unlike previous rumors to this effect, this one carries the weight of recent events in the financial realm and has many believing the rumor will come to pass.

    Let’s examine some of the claims being made: On March 18, 2008, a “closed door” session of Congress was held for only the fourth time in history. According to House Rule XVII, clause 9, it is forbidden for members of the U.S. House of Representatives to reveal the discussions held behind those doors. The penalty for leaking such information includes loss of seniority, fines, reprimand, censure or expulsion. According to news sources, one purpose of the meetings was to discuss new surveillance techniques to be used by U.S. Homeland Security. Rumors continue to swirl as to what the other topics of discussion took place in that meeting.

    According to the Australia.TO newspaper, as reported in the May 2008 Last Trumpet Newsletter (LTM), several congressmen were so incensed about what was discussed behind those doors that they were compelled to leak the contents of the meeting. Following is what is rumored to have been discussed: Imminent collapse of the U.S. economy by September 2008; imminent collapse of the U.S. Government finances by February 2009; possibility of civil war within the U.S. resulting from the collapse; detainment of “insurgent U.S. citizens” in anticipation of their moving against the government; the potential for violent action taken by citizens against members of Congress due to the collapses; the merger of the U.S. economy with those of Canada and Mexico as a solution to the collapse; the introduction of a new tri-national currency called the “AMERO” as another economic solution.

    Needless to say, that’s a lot of information to process. Unfortunately none of it can be verified and it essentially falls under the category of rumor and as such must be treated as suspect. It brings to mind another rumor that had the Internet community abuzz last September regarding the so-called “Bin Laden options trade.” You may recall the rumors that circulated across many Internet sites in Sept. 2007. The rumors concerned an unknown trader(s) placing options bets on the S&P 500 and the Dow Jones Eurostoxx50 index that wouldn’t pay off unless a 25%+ crash occurred by options expiration that same month. These high-profile “mystery” trades were used by several independent and mainstream media outlets to conjure up images of another 9/11-type terrorist episode.

    The end result was that the stock market rallied sharply shortly after the stories appeared and several indices made new all-time highs in October. The terrorist event that was conjured up by the options trade never came to pass.

    Now before you dismiss me as a Pollyanna, let me say that there does ring a certain measure of truth to the rumor concerning an economic collapse. There wouldn’t be as much fear generated over the headlines, nor would they be as widely circulated as they have been, if there wasn’t. The fact that many people even consider these stories as being potentially true is revealing of the mindset of Americans today: they are nervous about the economy, scared over high oil and gas prices and none too happy over the housing price deflation. So we can imagine how easily someone might be swayed by a rumor of this magnitude. More than anything else, the rumors of an imminent financial and economic collapse are symptomatic of a wounded mass psyche.

    The next consideration is that even if the substance of the rumor is untrue (to say nothing of the projected timeline), the fact that many are inclined to believe it doesn’t reflect well, nor does it bode well, for the government. When rumors like this one begin to spread, and are believed even in part, it is a vote of no confidence for the government and monetary authorities. While such problems can be remedied with short term solutions, the longer term implications are disturbing and are much harder to remedy.

    The Fed may well have dodged the bullet this time but in so doing it has created for itself a new set of difficulties down the road. Those challenges can only be viewed properly through the lens of the long-term Kress cycles. Quoting Machiavelli, “It is in the nature of things that you can never escape one setback without running into another.”

    In the here and now, consumers are feeling the weight of high gas and food prices. An article appeared in the May 14 edition of the Washington Post bearing the headline: “Burdened by the weight of inflation, standards of living are challenged.” The article reported the results of a Washington Post/ABC News poll which surveyed households across the socio-economic spectrum.

    The poll found that nearly 7 in 10 are concerned with their ability to keep up their lifestyles high. Moreover, those expressing concern are not only from the lower and middle classes but also from upper income levels. The results showed a significant spike in just the last five months when a previous poll was taken. The Post reported that anxiety over the economy is at its highest level since 1981.

    The poll found that 40% of respondents are “somewhat worried” about their standard of living, compared to 34% in December 2007. Of those saying they are “very worried”, the number is 28% compared to 17% in December. The combined totals for these worried responses equals 51% in December compared to 68% today.

    Among other findings of the poll is that the top five economic worries among consumers are:

    Inflation
    Gasoline
    Healthcare costs
    Taxes
    Jobs
    The Post also asked respondents to give their reasons why they think oil and gas prices are as high as they are today. The top responses were:



    Greed/profit motive of the oil companies
    Iraq war
    George Bush
    With nationwide gas prices hovering precariously close to $4.00/gallon, the poll found that many respondents had already cut back on their driving habits and were more inclined to use public transportation. Of those who haven’t cut back on their driving, the poll asked what the gas price would have to be to make them drive less. The average response was $5.65/gallon.



    How have the authorities responded to the problems that Americans are now facing? The Congresses’ response to the economic malaise has been the approval of a “tax relief” bill which provides a few paltry hundreds for the purpose of stimulating the retail economy. But will this measure succeed in winning a vote of confidence from the people?

    Let’s turn once again to the wisdom of the one of Machiavelli for the answer. Machiavelli, in his Discourses on Livy, wrote that “no ruler should…wait for dangerous times in order to win over the populace.” He stated further that “in the eyes of the populace, it will not be that ruler who grants them their new benefits, but his enemy, and they will have every reason to fear that once the adversity has passed, their ruler will take back what he was forced to give. Consequently, the populace will not feel bound to him in any way.”

    Since the announcement that $600 checks would be mailed to taxpayers in the form of “relief”, we’ve heard nothing but criticism from the taxpayers. The remarks range from, “Bush is borrowing the money from Red China,” to “we’ll have to pay it all back in next year’s taxes,” to “$600 won’t cover my expenses for even a month!”

    As Machiavelli informs us in his Discourses, a government “must try to foresee what adversity might befall it, and that a government “which acts otherwise…and then believes that during perilous times it can win back the populace with benefits is deceiving itself. Not only will [it] not win over the populace, but it will bring about its own ruin.”

    To this end, an article appearing in the May 14 edition of the Financial Times addressed the evolving monetary policy of the Federal Reserve in dealing with asset “bubbles.” The old-line method employed by former Fed Chief Greenspan was to wait for the bubble to burst, then belatedly attack the problem. Of this unwise policy we have only to consult Machiavelli…or simply look at the results of Greenspan’s many policy blunders in recent years.

    In the wake of the latest blunders, the Bernanke-led Fed is examining the role the Fed should play in lancing asset price bubbles before they burst. How successful the Fed will be in implementing its new strategy remains to be seen. With time running out on the 120-year cycle clock, the economic winds are not against their back as was the case in the 1990s.

    To that end, beginning sometime around the summer of 2009, we’ll be entering a period that not a single one of us has ever experienced before. The last of the Kress long-term cycles peaks at that time, namely the 10-year cycle. From that point until 2014 there won’t be any yearly cycle of long-term consequence in the ascending phase, a configuration that hasn’t been seen since the 1890s. The 120-year Master Cycle will be in its final “hard down” phase and the government along with the monetary authorities will be confronted with many challenges and obstacles.

    It’s very easy, though, to get wrapped up in the fear that anticipating this coming event will bring. Fear is paralyzing and causes us to miss opportunities we might otherwise recognize were we not under its grip. As Jesus said, “Sufficient until the day is the evil thereof.” Let’s not get caught in the trap of constantly fearing the problems of the years to come when we have today to concern ourselves with.

    Let’s turn now to the present stock market outlook. In my April 24 commentary entitled, “At last, good news is on the way!”, I pointed out that “beneath the surface of this stock market, things are improving more and more each week. It won’t be long now before eventually those individual stock prices start moving higher in response to the market’s internal improvement.” This statement was a reference to the dramatic improvement in the stock market’s internal momentum indicators, which show the 30-day, 90-day and 120-day internal rate of change for the NYSE broad market. These indicators are in turn reflections of the dominant interim cycles.

    Since then the stock market has been in recovery mode with the S&P 400 Mid-cap index (MID) showing the most impressive rally of the major indices. Take a look at the progression of the mid-cap stocks since the March price bottom. The Mid-cap index is now at a high for the year and has completely recovered the damage inflicted by the sell-off in December-January. Besides being a good barometer of the corporate outlook, the MID is also a good leading indicator for the S&P 500.



    The stock market continues its upward bias in spite of a lack of broad participation from sidelined investors. The rally up until now has been of the “phantom” variety in the sense that few have participated in it. Billions of dollars in cash remains in low-yielding money market and other “safe haven” funds as the crowd demands more proof of recovery before jumping back into the stock market. This speaks to the paralyzing fear that has many investors in its grip. By looking at the cycles, however, we don’t have to be controlled by fear. Instead, we can put fear aside and take advantage of the opportunities the market hands to us along the way in this once-in-a-lifetime adventure on the road to the 120-year cycle.

    Clif Droke is the editor of the three times weekly Momentum Strategies Report newsletter, published since 1997, which covers U.S. equity markets and various stock sectors, natural resources, money supply and bank credit trends, the dollar and the U.S. economy. The forecasts are made using a unique proprietary blend of analytical methods involving internal momentum and moving average systems, as well as securities lending trends. He is also the author of numerous books, including "How to Read Chart Patterns for Greater Profits." For more information visit www.clifdroke.com


    -- Posted Sunday, 18 May 2008 | Digg This Article | Source: GoldSeek.com


    http://news.goldseek.com/ClifDroke/1211138541.php


    ================================================== ======

    Krismon 1997 terjadi karena kebodohan nepotisme. Bisa dibaca artikel berikut, ada juga alasan untuk tidak takut.

    Rekonsiliasi Kebenaran

    by DoOs_101

    [I]. Pembuka:

    Kebenaran, adalah kata yang menggarap perhatian kita semua. Apakah kebenaran yang kita ketahui sebenarnya benar atau salah. Tidak ada yang pasti kecuali satu, negara Indonesia dilumuti kebodohan.

    Mengenang peristiwa krisis moneter 1997, sudah 11 tahun berlanjut dan pantas apabila kita bertanya, apa sebetulnya kebenaran dibalik krismon'97. Tentunya ada yang mengatakan bahwa itu semua terjadi karena kelicikan mafia Berkeley, betul atau salah tetapi tidak pasti. Ada yang mengatakan itu semua keahlian George Soross, seorang venture capitalist yang menggoda kestabilan tukar/menukar keuangan rupiah di currency exchange market, betul atau salah tetapi tidak pasti penyebab nya hilang seluruh budget moneter. Kemudian ada yang mengatakan, semua terjadi karena IMF, betul atau salah tetapi tidak pasti kejadian sebetulnya. Semua konsep yang dikatakan oleh para konspiran bisa saja betul tetapi tidak pasti, hanya satu yang pasti, kebodohan nepotisme.

    [II]. Sistem moneter korup:

    Pada era kepemimpinan presiden Soeharto, banyak sekali kemajuan ekonomi, membuktikan hal-hal yang positif terjadi di masa lalu, tetapi ada sisi negatif dibalik masa lalu kepemimpinan presiden Soeharto. Banyak orang sudah mengetahui tentang nepotisme yang dibuahi oleh kepemimpinan presiden Soeharto, tetapi apakah mereka semua mengenal nepotisme tersebut? Mari kita pelajari nepotisme era masa lalu yang telah melukai pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai dengan detik ini.

    Sistem moneter adalah sistem keuangan negara, mempunyai dua tugas terhadap rakyat yaitu, memberi pelayanan nabung dana dan memberi pelayanan meminjamkan dana. Yang standar, seorang konsumen yang menabung dana ke bank akan mendapatkan bunga setiap bulan. Yang standar, seorang peminjam akan mendapatkan modal dari bank tetapi juga harus mengembalikan jumlah modal yang sama tambah bunga. Bunga tersebut ditentukan oleh benchmark rate, keputusan direktorat Bank Indonesia.

    Tetapi abominal apa yang terjadi di era jaman nepotisme 1997? Jawaban nya adalah exklusif nepotism. Layanan peminjaman dana kepada rakyat hanya diberikan kepada kelas atas tertentu dan terutama keluarga besar Soeharto. Rakyat kecil yang berkeinginan untuk membangun usaha susah dapat modal karena tidak punya akses, sedangkan kaum superkaya yang mempunyai akses meminjam modal ke bank makin menjadi kaya. Dan kebodohan menghancurkan semuanya. Keputusan peminjamaan modal pun ditentukan oleh keluarga besar Soeharto. Sistem menjadi tidak jelas karena peminjamaan dana bukan sesuai analisa usaha pembangunan tetapi lebih kepada teori kepentingan. Sehingga, yang punya nama pasti dapat modal. Sayang sekali orang Indonesia terutama kelas atas konon dalam sejarah sering sekali tertipu. Modal yang dipinjam berupa 100 milyar, 1 trilliun, dll oleh kaum-kaum superkaya tidak dibalikan, mereka semua tertawa akan kebodohan ini sementara mereka kabur ke negara luar seperti Singapore, Australia, dan Amerika. Hasilnya, dana moneter Indonesia habis diserap oleh para pejabat dan superkaya nakal. Lebih memalukan lagi dana tersebut membuahi negara baru, yaitu Singapore sementara Indonesia jatuh kepada resesi ekonomi, semua menjadi miskin, uang2 tabungan di bank hilang, yang tadinya berharap jadi merunduk.

    [IV]. Effek Sampingan terhadap masa depan:

    Trauma, adalah kata yang tepat untuk dipakai sebagai alesan kelemahan kita. Saat ini harapan banyak sekali, oportunitas didepan mata, banyak sekali jalur pembangunan, tetapi tidak optimal. Karena semua dicegah oleh sistem moneter pelit.

    Saat ini sistem moneter Indonesia sangat pelit dan menggarap keuntungan. Rakyat diberikan bunga 4% untuk penabungan sedangkan untuk meminjam modal Rakyat diberikan interest rate 14%, jadi bank untung 10% dari keuangan yang masuk karena penabungan atau keluar karena peminjaman. Sedangkan ekonomi Indonesia berjalan tidak optimal, World Bank berkomentar bahwa optimal production Indonesia berada di 9-11% tetapi mengapa kita berpoduksi dibawah 6%. Semuanya karena sistem moneter tidak membantu. Investasi sangat relatif kepada interest rate yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Bila interest rate 14%, maka investasi akan menjadi disinsentif karena cost buat membaliki interest sangat mahal sedangkan di luar negri, mereka mendapatkan interest rate hanya 2-5%, sangat menguntungkan.

    Industrial production (paling penting)
    16.0% - China | interest rate: 4.35%
    10.5% - Thailand | interest rate: 3.80%
    4.4% - Indonesia | interest rate: 9.78%
    3.8% - India | NA
    2.6% - Malaysia | interest rate: 3.70%

    Lihatlah perhubungan antara produksi dan interest rate dari kebijakan policy moneter setiap negara. Indonesia paling tinggi maka itu pertumbuhan belom optimal. Padahal Indonesia mempunyai opportunitas buat pembangunan industrial (industrial production) yang bagus, berhubungan kita negara agrari, labor intensif, dan banyak keuntungan yll. Tetapi mengapa?

    Trade Balance Indonesia (Net Trade Account)
    38%

    Current Account Indonesia (Export/Import barang2 + services)
    10%

    38 - 10 = 28%

    28% dari trade balance adalah capital inflow, tandanya banyak dana investasi dari luar masuk ke indonesia. Ini menunjukan bahwa mayoritas wiraswasta yang sudah/sedang membangun usaha mendapatkan modal/dana dari investor luar. Sehingga apa? Investasi di Indonesia terhambat dana macat, susah cari dana, berkompetisi mencari dana kepada investor luar yang sama, dan proses waktu captal inflow masuk ke Indonesia membutuhkan waktu 1 tahun. Sehingga bisa dibilang pembangunan di Indonesia bergantung kepada modal luar yang seharusnya bisa independen dari bantuan sistem moneter negri sendiri.

    Investasi lambat, pembangunan lambat, kemajuan Indonesia tidak optimal.

    Solusi nya adalah untuk merubah kebijakaan moneter sistem tetapi banyak sekali ahli ekonomist dan direktorat bank yang berkata, "tidak mungkin". Mengapa?

    Dijawab saja, "karena takut", mereka akan tutup mulut tidak membalas.

    [V]. Solusi, selalu ada solusi!!!!

    Tentunya selalu ada optimisme dan jalur keluar untuk menyelesaikan masalah. Solusinya adalah untuk mempelajari kesalahan dan memperbaiki nya dengan analisa yang tajam.

    Sebelumnya mari kita samakan kejadian krismon'97 terhadap kejadian The Great Depression 1930, di USA. Dua kejadian tersebut sama parahnya, rakyat kehilangan uang yang mereka tabung di bank dan dana moneter habis, pembangunan terpaksa berhenti. Tetapi ada perbedaan. Di USA, kejadian krismon terjadi karena bank mempunyai insentif untuk meminjamkan rakyat uang untuk bermain di stock market (Bursa Effek, seperti IDX di Jakarta). Lalu pada saat buyout terlalu banyak, stock market melemah, sehingga semua orang kehilangan uang dan juga bank. Ini adalah kegagalan analisa peminjamaan, beda dengan kejadian krismon'97 di Indonesia. Kejadian tersebut terjadi karena kebodohan nepotisme. Keluarga yang berkuasa mengatur peminjamaan keuangan dari bank, mereka meminjamkan dengan teori kepentingan, dan begitu saja dikasih tanpa menanya usaha apa yang dibangun, tujuan, profile income flow, status kriminal, dll. Secara singkat, uang hanya diberikan begitu saja seperti anak diberikan uang jajan oleh ibunya. Hal ini bisa dibilang, dicopet karena bodoh.

    Mengapa takut apabila masa lalu sudah telak? Alesan kejadian subprime mortage crisis di Amerika dipakai sebagai alibi untuk menetapkan kebijakaan pelit Bank Indonesia. Sebetulnya kejadian subprime mortage crisis sangat berbeda karena apa yang terjadi adalah bank memberikan credit pinjaman buat konsumsi terutama konsumsi rumah buat keluarga-keluarga baru. Karena mereka melewati batas hitungan, pada saat keluarga-keluarga tersebut tidak dapat membayar kembali credit pinjaman tersebut, akhirnya bank jadi kehilangan uang, sama saja seperti krismon'97. Tetapi harus diingant, bahwa ini adalah pinjaman konsumtif, bukan produktif. Di Amerika, pinjaman produktif alias credit buat investasi lancar. Bila uang tidak balik, mereka sita usaha tersebut lalu di jual ke merger. Sistem produksi mereka berjalan lancar.

    Solusi...

    1). Mayoritas bank Indonesia perlu merekruit ahli-ahli ekonom dan MBA yang mengerti banyak hal tentang membangun usaha. Rekruit tersebut dijadikan tim analisa pengisuan usaha oleh peminjam dana. Bila mempunyai profesionalisme untuk menganalisa karakteristik usaha dan masa depan nya, bank dapat menilai apabila usaha yang diisukan oleh peminjam dana itu aman, produktif, menjaminkan, dll.

    2). Sistem kolateral dengan digital profiling adalah alternatif yang bagus. Untuk mencegah kecurangan peminjam dana, bank harus dapat menganalisa sejarah peminjam tersebut, mempelajari latar belakang keluarga nya, pekerjaan sebelumnya, catatan kriminal, dan aktifitas kredit selama 10 tahun. Apabila mencurigakan, akan ditolak dan peminjam dana harus mengasih bukti kuat bahwa dia akan memakai dana tersebut untuk membangun usaha.

    3). Membangun perusahaan yang menjual/beli perusahaan gagal. Pertama, mereka membeli usaha yang telah di sita oleh bank. Kedua, mereka membenarkan kesalahaan dari kegagalan perusahaan tersebut. Ketiga, dijual ke korporasi besar yang ingin mempunyai banyak cabang bisnis. (Seperti di film Preety Woman).

    Alasan untuk tidak takut:

    1). Krismon'97 terjadi karena kebodohan nepotisme, sekarang ini sistem berjalan.

    2). Takut akan terjadinya credit crunch seperti Mortage Crisis di Amerika tidak akan terjadi di sektor pembangunan, karena penyebab Mortage Crisis di Amerika adalah peminjaman credit konsumtif berlebihan.

    3). Negri Indonesia mempunyai banyak oportunitas pembangunan, untuk keamaanan liquiditas credit, dapat dijaga apabila mempunyai statistik dan data setiap usaha yang beroperasi, jumlah kapastias setiap sektor industri, prediksi jumlah sumber daya alam, inventory seluruh sumber daya alam di Indonesia.


    Penutup:

    Sekian artikel yang saya tulis buat kalian semua. Semoga dengan membaca tulisan ini kalian jadi mengerti sejarah Indonesia yang membentuk kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

    Referensi:
    * http://en.wikipedia.org/wiki/Main_Page
    * http://www.1ndonesia.info/
    * http://www.indogamers.com/f144/polit...o_ocean-68623/

    "Abandon fear, embrace hope". ~Nelson Mandela

    http://www.indogamers.com/f144/polit...enaran-103301/

    Hidup Indonesia
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  5. #4
    fadillah46's Avatar
    Join Date
    Dec 2007
    Location
    where the mud is blow up
    Posts
    1,673
    Points
    2,006.30
    Thanks: 1 / 0 / 0

    Default

    memang ini sudah saatnya untuk kita...

    tapi ga nyangka bakal secepet ini... prediksi para expert masih 2012 nanti...

    trus, yang paling penting, semoga bangsa ini menyadari kesalahan2 bangsa2 terdahulu...

    kapitalisme...

  6. #5
    Antasari_Azhar's Avatar
    Join Date
    Sep 2008
    Location
    Kantor KPK dan Rumah Rhani
    Posts
    276
    Points
    422.00
    Thanks: 3 / 6 / 5

    Default

    Huahahahaks, saatnya dunia berubah, Rise of China, India and Indonesia

  7. #6
    Antasari_Azhar's Avatar
    Join Date
    Sep 2008
    Location
    Kantor KPK dan Rumah Rhani
    Posts
    276
    Points
    422.00
    Thanks: 3 / 6 / 5

    Default

    Kepercayaan Pelaku Pasar

    Menteri Keuangan (Menkeu) dan Pejabat Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Jumat (19/9), mengatakan krisis yang melanda pasar keuangan global diperparah dengan makin tipisnya kepercayaan pelaku pasar. Oleh karena itu, langkah terpenting adalah mengembalikan kepercayaan pelaku pasar.

    "Masalah yang paling utama sekarang ini adalah mengembalikan kepercayaan dan ini tidak mudah karena lembaga-lembaga keuangan di dunia yang dianggap tidak mungkin bangkrut ternyata bisa juga bangkrut. Inilah yang disebut kerapuhan di dalam sistem keuangan global," kata dia

    Ia menjelaskan sebenarnya terdapat cukup likuiditas di pasar. Namun, tipisnya kepercayaan menyebabkan pelaku pasar menahan diri untuk melakukan transaksi. "Jadi, pada situasi sekarang ini semua merasa panik dan tidak bisa percaya satu sama lain. Mereka bilang, perusahaan seperti Lehman Brothers saja bisa bangkrut dan AIG bergejolak. Jadi siapa yang bisa percaya? Karena tidak saling percaya maka mereka berhenti bertransaksi dan karena berhenti bertransaksi maka likuiditas terhenti di masing-masing kantong. Tidak terjadi pertukaran. Itulah mengapa terjadi isu likuiditas, padahal likuiditas belum tersedot. Fed Rate saja tidak naik," paparnya.

    Akibat dari tipisnya kepercayaan, investor akan mengalihkan dana investasinya dari pasar uang pada komoditas yang dinilai dapat menyimpang nilainya dari likuiditas tersebut.

    Sri Mulyani menilai, pelarian dana investasi ini tidak akan merembet ke komoditas lain karena tidak ada komoditas yang bisa menyimpan nilai likuiditas sebaik emas. "Minyak mungkin akan naik karena dianggap punya storage of value," lanjutnya. Namun, harga minyak dikaitkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat tahun depan. Oleh karena itu, minyak dinilai akan mencapai harga keseimbangan baru pada kisaran US$ 100 per barel.

    Menkeu menilai penting mengembalikan kepercayaan kepada pasar agar investor tidak akan mengalihkan investasinya.

    Bagi Indonesia, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) akan mewaspadai perkembangan global. Beberapa langkah, jelas Menkeu, telah diambil. Salah satunya adalah memperkecil paparan krisis terhadap Indonesia, baik di pasar modal maupun pasar keuangan.

    Ia menambahkan dampak yang dialami Indonesia tidak akan sebesar negara lain. Apalagi, investor domestik telah memiliki kemandirian untuk menentukan arah investasinya di pasar saham. "Dia melihat, ngapain ikut dump toh perusahan yang listing di bursa berlokasi di sini, produksinya di sini, demand masih strong, sehingga kenapa ikut panik?" jelasnya.

    Namun, diakuinya, upaya mengembalikan kepercayaan pelaku pasar memerlukan waktu yang cukup lama. Ia membandingkan dengan pulihnya kepercayaan terhadap Indonesia usai krisis 1997-1998.

    Redam Gejolak Pasar
    AS Usulkan Program US$ 800 Miliar


    Washington – Departemen Keuangan Amerika Serikat (Depkeu AS) akan mengusulkan sebuah program pemerintah bernilai US$ 500-800 miliar. Program itu untuk mengambil alih aset berkaitan dengan kredit perumahan (mortgage) guna dikeluarkan dari pembukuan perusahaan-perusahaan keuangan dan industri perbankan AS, kata sumber Reuters, Jumat waktu setempat (Sabtu, 20/9 WIB).

    Sumber itu mengatakan pemerintah akan mengambil kredit rumah tinggal dan komersial, serta kredit yang didukung sekuritas, yang membutuhkan persetujuan Kongres. Namun, juru bicara Depkeu menolak berkomentar mengenai hal itu.

    Langkah luar biasa lainnya, AS mengikuti Inggris yang untuk sementara melarang penjualan jangka pendek (short-selling), dan Bank Sentral AS, The Federal Reserve menyatakan akan menggunakan US$ 50 miliar untuk mendukung pasar reksa dana.

    Kendati demikian, rencana pemerintah AS ini segera mendorong gejolak naik-turun (rally) di bursa saham New York, Jumat, berakhir pada posisi yang paling dramatis sejak Depresi Besar di era 1930-an.

    Indeks acuan S&P 500 mengalami naik-turun terbesar sejak 21 Oktober 1987, dua hari setelah bursa saham ambruk di 1987.

    Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) ditutup naik 368,75 poin (3,35 persen) pada posisi 11.388,44. Indeks Standard & Poor's 500 (SPX) meningkat 48,57 poin (4,03 persen) menjadi 1.255,08. Indeks gabungan Nasdaq (IXIC) melonjak 74,80 poin (3,40 persen) ditutup pada 2.273,90.

    Meski dengan dua hari naik-turun yang sangat hebat, harga-harga saham masih berakhir datar dalam pekan yang demikian bergejolak–Indeks Dow Jones Industrial sempat terpuruk lebih dari 500 poin Senin, dan sempat naik Selasa, lalu anjlok lagi Rabu.

    Harga saham Washington Mutual (WM.N) naik 42,1 persen menjadi US$ 4,25 setelah Wall Street Journal melaporkan Citigroup (C.N) mempertimbangkan melakukan penawaran. Saham Citigroup langsung melonjak 22,7 persen menjadi US$ 20,65 di Bursa Saham New York (NYSE).

    Saham Morgan Stanley (MS.N), yang menjadi salah satu dari dua bank investasi yang tersisa di AS, meningkat 20,7 persen menjadi US$ 27,21. Saham pesaingnya, Goldman Sachs (GS.N) naik 20,2 persen menjadi US$ 129,80.

    Perundingan Morgan Stanley dengan Wachovia Corp (WB.N), China Investment Corporation dan institusi lain masih berlanjut, kata sumber Reuters. Saham Wachovia ikut melambung 29,3 persen menjadi US$ 18,75.

    Perdagangan sangat luar biasa di NYSE dengan sekitar tiga miliar saham berpindah tangan, jauh di atas perkiraan tahun lalu yang per harinya sekitar 1,9 miliar saham. Sementara itu, di Nasdaq sekitar 3,8 miliar saham diperdagangkan, juga mengalahkan rata-rata harian tahun lalu sekitar 2,17 miliar saham.

    Harga minyak mentah melonjak, Jumat waktu setempat, setelah pemerintah AS tengah mengerjakan rencana komprehensif untuk menyelamatkan sistem perbankan, mendorong para pedagang menilai kembali prospek ekonomi dan penggunaan energi.

    Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Oktober, melonjak US$ 6,67 ditutup pada US$ 104,55 per barel. Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan November naik US$ 4,42 menjadi US$ 99,61 per barel.
    http://www.sinarharapan.co.id/berita/0809/20/sh03.html

    Apocalypse..

  8. #7
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default

    Bush: Ekonomi AS Dalam Bahaya

    Washington DC - Krisis finansial akibat jatuhnya sejumlah lembaga keuangan di AS yang belum teratasi membuat perekonomian AS berada dalam situasi bahaya.

    "Kita berada dalam krisis keuangan yang serius, seluruh ekonomi kita dalam bahaya," ujar Presiden AS George W Bush dalam siaran televisi dari Gedung Putih, seperti dikutip AFP, Kamis (26/9/2008).

    Bush berbicara kepada publik AS untuk menjelaskan situasi terkini mengenai perkembangan krisis yang mendunia itu.

    Bush menuturkan jika tidak ada tindakan yang segera dilakukan maka resesi ekonomi tinggal menunggu waktu. "Negara kita bisa mengalami resesi yang menyakitkan dan lama," ujarnya.

    Bush meminta Kongres AS untuk segera menyetujui rencana penyelamatan sektor keuangan senilai US$ 700 miliar yang dianggapnya mujarab untuk mengatasi krisis. Bush mengaku sebenarnya tidak menginginkan adanya penyelamatan bagi perusahaan yang rugi, namun karena situasinya berbeda, maka penyelamatan itu diperlukan.

    "Jika tidak ada langkah yang cepat dari Kongres AS, Amerika akan jatuh ke dalam kepanikan situasi keuangan," ujar Bush dalam pidatonya yang berdurasi sekitar 13 menit itu.

    Dua Jam sebelum siaran televisi itu, Bush menelepon kandidat Presiden AS, Barack Obama dan John McCain untuk membahas krisis keuangan. Kedua kandidat dikabarkan akan memenuhi panggilan Bush ke Washington.

    Sementara itu, para pemimpin dunia juga mengkhawatirkan krisis di AS. Seperti PM China Wen Jiabao mengingatkan bahwa dampaknya akan lebih serius dan perlunya berbagai upaya untuk mengatasi krisis yang sudah berlangsung selama 1 tahun lebih ini.

    Dia menegaskan bahwa China, yang memiliki cadangan devisa terbesar di dunia dan merupakan pemegang obligasi pemerintah AS terbesar kedua akan membantu mengatasi krisis di seluruh dunia.

    "Volatilitas di pasar keuangan, memberikan dampak di banyak negara, dan efeknya kini menjadi semakin serius," ujar Wen di depan sidang PBB di New York.(ddn/qom)

    http://www.detikfinance.com/read/200...s-dalam-bahaya

    Masih mau ditambah perang lawan Iran?
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  9. #8
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default

    September 24, 2008, 2:42 pm
    Paul Krugman:
    A $700 billion slap in the face

    The initial Treasury stance on the bailout was one of sheer demand for authority: give us total discretion and a blank check, and we’ll fix things. There was no explanation of the theory of the case — of why we should believe the proposed intervention would work. So many of us turned to our own analyses, and concluded that it probably wouldn’t work — unless it amounted to a huge giveaway to the financial industry.

    Now, under duress, Ben Bernanke (not Paulson!) has offered an explanation of sorts about the missing theory. And it is, in effect, a metastasized version of the “slap-in-the-face” theory that has failed to resolve the crisis so far.


    Before I explain the apparent logic here, let’s talk about how governments normally respond to financial crisis: namely, they rescue the failing financial institutions, taking temporary ownership while keeping them running. If they don’t want to keep the institutions public, they eventually dispose of bad assets and pay off enough debt to make the institutions viable again, then sell them back to the private sector. But the first step is rescue with ownership.

    That’s what we did in the S&L crisis; that’s what Sweden did in the early 90s; that’s what was just done with Fannie and Freddie; it’s even what was done just last week with AIG. It’s more or less what would happen with the Dodd plan, which would buy bad debt but get equity warrants that depend on the later losses on that debt.

    But now Paulson and Bernanke are proposing, very nearly, to do the opposite: they want to buy bad paper from everyone, not just institutions in trouble, while taking no ownership. In fact, they’ve said that they don’t want equity warrants precisely because they would lead financial institutions that aren’t in trouble to stay away. So we’re talking about a bailout specifically designed to funnel money to those who don’t need it.

    It took four days before P&B offered any explanation whatsoever of their logic. But as of now, it seems that the argument runs like this: mortgage-related assets are currently being sold at “fire-sale” prices, which don’t reflect their true, “hold to maturity” value; we’re going to pay true value — and that will make everyone’s balance sheet look better and restore confidence to the markets.

    As I said, this is really a giant version of the slap-in-the-face theory: markets are getting hysterical, and the feds can calm them down by buying when everyone else is selling.

    So, three points:

    1. They’re still offering something for nothing. In major financial crises, the beginning of the end comes when the government accepts that it will have to pay some cost to recapitalize the banks. But in this case they’re still insisting that it’s basically a confidence problem, and it we can wave our magic wand — a $700 billion magic wand, but that’s just to impress people — the whole thing will go away.

    2. They’re asserting that Treasury and the Fed know true values better than the market. Just to be fair, it’s possible, maybe even probable, that mortgage-related paper is being sold too cheaply. But how sure are we of that? There are plenty of cash-rich private investors out there; how many of them are buying MBS? And isn’t it bizarre to have officials who miscalled so much — “All the signs I look at,” declared Paulson in April 2007, show “the housing market is at or near a bottom” — confidently declaring that they know better than the market what a broad class of securities is worth?

    3. Even if it works, the system will remain badly undercapitalized. Realistic estimates say that there will be $800 billion or more of real, medium-term — not fire-sale — losses on home mortgages. Only around $480 billion have been acknowledged by financial institutions so far. So even if the fire-sale discount is removed, we’ll still have a crippled system. And Paulson is offering nothing to fix that — unless he ends up paying much more than the paper is worth, by any standard.

    Meanwhile, Paulson and Bernanke seem to be digging in their heels against equity warrants or anything else that would make this a more standard financial rescue. I say no deal on those terms — and if the lack of a deal puts the financial world under strain, blame Paulson and Bernanke, who have wasted most of a week demanding authority without explanation.http://krugman.blogs.nytimes.com/200...p-in-the-face/

    -----------------

    Ekonomi AS menuju kehancuran...
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  10. #9
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default

    Akhiri Era Bank Investasi Wall Street demi Bertahan dari Krisis



    Perusahaan bank investasi di Wall Street yang membentuk wajah dunia keuangan selama dua dekade ini berakhir.

    Persetujuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) atas rencana Goldman Sachs dan Morgan Stanley untuk mengubah status menjadi bank komersial membuat kedua bank tersebut melepas posisinya sebagai bank investasi.

    Bank investasi adalah bank yang core business-nya lebih fokus menjadi penasihat keuangan dan jual beli saham. Dengan posisi barunya sebagai holding bank alias bank induk,Goldman Sachs dan Morgan Stanley bisa melakukan fungsi sebagai bank investasi maupun bank komersial yang menarik dana dari nasabah.

    Sebelum perubahan Goldman Sachs dan Morgan Stanley menjadi bank induk dan menjadi bank komersial yang bisa menerima dana simpanan dari pihak ketiga dan melakukan transaksi keuangan seperti bank komersial lain, bank investasi independen di Wall Street sejatinya hanya tersisa dua, yakni kedua bank ini.

    Tiga bank investasi independen Wall Street lain sudah lebih dulu kolaps. Analis memang sudah meragukan kemampuan keberlanjutan (sustainability) model bank investasi independen tersebut.

    Dalam konferensi mengenai kinerja perusahaan pada 16 September lalu, direktur keuangan (chief financial officer) dari kedua perusahaan ini sudah dicecar analis dengan pertanyaan mengenai kemampuan Goldman Sachs dan Morgan Stanley bertahan sebagai perusahaan independen.

    Spread pada instrumen credit-default swap (CDS) yang menjadi proteksi terhadap risiko gagal bayar (default) melonjak pada kedua raksasa keuangan AS ini ketika investor turut mencemaskan dampak kebangkrutan Lehman Brothers.

    CDS merupakan instrumen keuangan di mana perusahaan-perusahaan di Wall Street mengambil asuransi pasar untuk mengatasi risiko dari gagal bayar obligasi perusahaan yang mereka beli. Produk finansial turunan ini kebanyakan berhubungan dengan kredit perumahan AS yang sekarang macet.

    Tidak aneh kalau Goldman Sachs dan Morgan Stanley akhirnya menyerah dan ikut memilih menjadi universal bank. Universal bank yang mengombinasikan antara fungsi bank investasi dan bank komersial yang berhak menerima simpanan dana nasabah menjadi alternatif bertahan di tengah tsunami keuangan di Negeri Paman Sam.

    Sebagaimana diketahui, Bear Stearns dan Merrill Lynch juga menemukan perlindungan dari badai finansial melalui dua bank universal raksasa,yakni JPMorgan Chase dan Bank of America. Bank universal Inggris Barclays juga menjadi salah satu peminat aset Lehman Brothers setelah bank investasi Wall Street itu dinyatakan bangkrut.

    Begitu pula Citigroup, yang sampai sekarang dinilai sebagai salah satu entitas bisnis yang mengalami kerugian terbesar dari krisis global,memperoleh dukungan dari fungsi bank universal. Pendapatan perusahaan ini tetap stabil dan mendapatkan keuntungan dari pendanaan simpanan yang diperolehnya. Kekakuan regulator AS terhadap bank universal juga melunak.

    Meski Glass- Steagall Act yang disahkan pada 1933 silam-yang memisahkan antara bank investasi dan bank komersial-dicabut pada 1999 lalu, model bisnis perbankan universal ini masih dipandang dengan kecurigaan di AS.

    Di antara langkah yang telah diumumkan pada 14 September silam,The Fed untuk sementara waktu tidak memberlakukan peraturan yang membatasi jumlah dana yang bisa dipinjamkan oleh sebuah bank kepada bank investasi yang menjadi perusahaan afiliasinya.

    Memang banyak yang skeptis regulasi ini mampu membuat perbedaan secara praktis. Bahkan meski anak perusahaan afiliasi dari bank universal yang merupakan bank investasi mampu mencari pendanaan secara terpisah, peringkat induk perusahaannya yang merupakan bank universal biasanya membuat biaya bunga untuk pinjaman atau menerbitkan obligasi pada anak perusahaan bank investasi menjadi lebih murah.

    Dengan berpegang pada patokan di atas, jika bank investasi mengalami kesulitan atau bahkan bangkrut, dampaknya akan merusak hingga ke neraca keuangan perusahaan induk bank universal secara keseluruhan.Yang jelas, suspensi regulasi ini oleh The Fed dan berakhirnya era bank investasi Wall Street yang melegenda itu menunjukkan lanskap perbankan AS telah berubah drastis.

    Sebelum Goldman dan Morgan Stanley berubah menjadi bank induk, sudah banyak yang menanyakan: mampukah keduanya bertahan sebagai bank investasi independen? Dalam kondisi normal, pertanyaan ini kelihatan begitu *****.

    Kedua bank ini sudah membukukan laba dalam tiga kuartal berturut-turut. Kinerja Morgan Stanley bahkan dengan mudah melampaui ekspektasi analis dan pemegang saham perusahaan. Bertumbangannya tiga pesaing bank investasi di Wall Street seharusnya akan mempermudah Goldman dan Morgan Stanley melakukan ekspansi bisnis investasinya serta meningkatkan pricing power.

    Buktinya, Morgan Stanley mencatatkan rekor pendapatan dalam bisnis perantaranya (brokerage). Kedua raksasa ini pun sejatinya berhasil mengurangi eksposur mereka yang paling mencemaskan.Keduanya mampu mengumpulkan modal dalam jumlah yang terbilang layak dan mempunyai likuiditas yang kuat.

    Artinya, Goldman dan Morgan Stanley punya argumentasi kuat bahwa mereka dikelola lebih baik dibandingkan bank investasi lain yang sudah bangkrut. Masalahnya, tentu, sekarang bukanlah kondisi normal bagi perekonomian negara adidaya itu.

    Akibatnya Morgan Stanley sempat diberitakan sedang melakukan penjajakan merger dengan bank Amerika Wachovia dan Citic dari China untuk mempertahankan bisnisnya. Tiga keraguan menggantung pada model bank investasi independen.Kekhawatiran pertama adalah risiko insolvency.

    Bank investasi memiliki leverage (sejauh mana aktivitas perusahaan dibiayai oleh utang dibandingkan modal sendiri) lebih besar daripada bank-bank lain. Fenomena itu minimal lebih terlihat di AS. Ini memperburuk dampak jika nilai aset pada neraca keuangan rontok seperti karena kredit macet perumahan.

    Bank investasi juga tidak memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil seperti pada bank komersial dan bank ritel. Dengan kata lain, bank investasi memiliki ruang gerak lebih sempit untuk terjadinya kesalahan. Reputasi Goldman di bidang manajemen risiko sudah terkenal prima,begitu pula dengan Morgan Stanley.

    Namun, mendapatkan kepercayaan investor dari sisi valuasi dan hedging lebih sulit pada hari-hari terjadinya guncangan finansial sekarang ini. Kecemasan kedua terkait dengan profil pendanaan bank investasi.Sebagai grup korporasi,bank investasi sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek, terutama pada transaksi repo, yakni pihak pembeli mendapat jaminan atas surat utang yang mereka beli.

    Karena itu, bank investasi sangat rentan dengan risiko keringnya likuiditas seperti yang dialami Bear Stearns. Goldman dan Morgan Stanley memang mungkin bisa berdalih kalau deposito ritel pada bank komersial pun bisa mengalami rush seperti pada pasar investasi. Ini seperti yang dialami Northern Rock dan IndyMac.

    Kedua bank komersial itu mengalami rush penarikan dana besarbesaran. Namun, tentu saja pengaruh kejadian tersebut tetap tidak sefluktuatif dampak langsung/tidak langsung dari kehancuran portofolio obligasi berbasis mortgage atau pasar derivatif terhadap neraca keuangan bank investasi.

    Akibatnya, biaya pendanaan meningkat sehingga memicu kecemasan ketiga, yakni mengenai kemampulabaan (profitabilitas). Seiring dengan suramnya prospek Wall Street, bank investasi menghadapi melemahnya permintaan (demand) terhadap layanan mereka.

    Meskipun pasar Wall Street akhirnya bangkit kembali setelah direstrukturisasi, pasar itu akan mengecil ukurannya dan kurang begitu menjanjikan dibandingkan dengan sebelum terjadinya krisis. Karena pertimbangan-pertimbangan di atas,bank investasi Goldman Sachs dan Morgan Stanley akhirnya berubah menjadi bank induk.

    Perubahan tersebut akan memberi mereka akses kredit yang lebih mudah sekaligus membantu kedua perusahaan bertahan dalam krisis keuangan yang kini mengguncang Negeri Paman Sam.(*)

    Freddy Mutiara
    [email protected] (//rhs)

    http://economy.okezone.com/index.php...an-dari-krisis

    Krisis di Jantung Ekonomi Dunia

    APA yang ditulis Paul Krugman dalam buku The Return of Depression Economics(1999) ternyata kini terbukti. Dalam buku yang dinilai banyak kalangan sebagai buku bernuansa pesimistis, Krugman menulis, "The world economy has turned out to be a much more dangerous place than we imagined".

    Gelombang krisis ekonomi bermula di negara-negara pinggiran seperti Meksiko (1995), Asia Timur (1997- 1998), Brasil dan Rusia (1999-2000), serta terus berlanjut mendekati episentrum ekonomi dunia. Sejak Juli 2007, pasar saham dunia sudah bergejolak hebat akibat krisis kredit perumahan berisiko tinggi (subprime mortgage) di Amerika Serikat. Dan bulan-bulan ini kita disuguhi rangkaian keambrukan korporasi AS seperti Bear Stearns, Northern Rock, Fannie Mae, Freddie Mac, dan Lehman Brothers.

    Sejumlah perusahaan lain juga sedang dihantui masalah berat, seperti Merril Lynch, AIG, Goldman Sachs, dan Morgan Stanley. Seperti diberitakan, untuk menyelamatkan sektor korporasi ini, Pemerintah AS menyediakan paket penyelamatan sekitar USD700 miliar (sekitar Rp6.600 triliun). Bila tidak dilakukan penyelamatan segera, pasar keuangan global dipastikan akan rontok dan ekonomi dunia terjerembap dalam krisis yang lebih hebat dibanding Depresi Besar tahun 1930-an.

    Apa yang sesungguhnya terjadi? Dalam buku lain, The Great Unraveling (2004), Krugman menulis munculnya ekonomi balon (bubbles economy) yang disebabkan tujuh ulah investor global, yaitu berpikir jangka pendek (think short term), rakus (be greedy), dan percaya banyak orang lain yang bodoh (believe in the greater fool), Lalu, ikut isyarat kerumunan (run with the herd), gampang menyederhanakan masalah (overgeneralize), suka mempropagandakan keyakinan (be trendy), dan bermain menggunakan uang orang lain (play with other people's money).

    Perilaku investor di pasar keuangan seolah menjanjikan ilusi keuntungan tanpa batas. Dalam ekonomi "kertas mengejar kertas", berbagai produk turunan (derivatives) dapat diciptakan untuk memberi kesan bahwa sukses keuangan dapat diciptakan di alam maya (abstrak) dan tidak harus didukung aset riil yang mendasarinya (underlying assets). Yang terjadi kemudian adalah paradigma Charles Ponzi, menggunakan uang dari investor baru untuk membayar investor lama, dengan tingkat sofistikasi yang tinggi.

    Sebelum ini banyak pihak telah mengingatkan soal munculnya kecenderungan ekonomi global menuju ekonomi kasino yang sarat dengan spekulasi. Alan Greenspan (1996) menyebut adanya irasionalitas ugal-ugalan (irrational exuberance) yang mendorong nilai-nilai aset mengalami penggelembungan hebat. Tingkat bunga yang rendah dan likuiditas pendanaan yang besar telah mendorong lahirnya pemburu-pemburu perusahaan (corporate raiders) yang dalam proses akuisisinya selalu menjanjikan tingkat imbalan lebih tinggi kepada para investor.

    Begitu balon ekonomi tersebut meletus, kerugian yang diderita juga dahsyat. Kejatuhan indeks bursa di Jepang dalam satu pekan, bernilai sama dengan nilai pasar dari jumlah barang dan jasa yang dihasilkan ekonomi Rusia dalam satu tahun. Indeks harga saham bursa Indonesia, yang pada 2007 meningkat 52 persen dan sempat diharapkan naik lagi 30 persen pada 2008, tiba-tiba terpangkas lebih dari 30 persen, dan kapitalisasinya menguap sekitar Rp500 triliun.

    Yang mengkhawatirkan untuk kita adalah apabila penurunan indeks tersebut disertai penarikan besar-besaran dana investasi (rush) dan pelarian uang ke luar (capital outflow). Untuk mengatasi persoalan ini, biasanya pemerintah menaikkan tingkat bunga dan melakukan intervensi menjaga nilai rupiah. Muncul dilema di sini: tingkat bunga rendah bisa mendorong terjadinya pelarian modal, sedangkan tingkat bunga yang tinggi akan memukul sektor riil. Tingkat inflasi yang tinggi (Januari- Agustus 2008 mencapai 9,4 persen), juga mempersempit pilihan kebijakan.

    Harus kita akui, meski kita selalu menyebut secara fundamental makroekonomi kita kuat, pengaruh faktor eksternal masih sedemikian besar. Kita terus-menerus dibuat tegang oleh naik-turunnya harga minyak dan perubahan tingkat bunga di AS (Fed Rate). Kinerja makroekonomi kita lebih merupakan turunan dari kinerja ekonomi regional yang pada gilirannya masih terkait dengan kinerja ekonomi AS. Pernyataan bahwa ekonomi Asia mulai "terlepas kaitan" dengan ekonomi AS, sama sekali tidak terbukti dalam gejolak ekonomi yang terjadi belakangan.

    Gejolak krisis kali ini kembali membuktikan bahwa pemerintah pada akhirnya muncul sebagai penyelamat ekonomi saat sektor korporat swasta bermasalah. Sektor properti yang selalu disebut sebagai sektor yang melahirkan orang-orang kaya baru, juga berkali-kali terbukti menjadi sektor yang menyeret timbulnya krisis keuangan. Dengan demikian, krisis yang terjadi sesungguhnya merupakan penalti dari ayunan bandul yang berlebihan di masa sebelumnya.

    Adakah kapitalisme global sedang mengalami krisis hebat seperti yang berkali-kali dikatakan George Soros? Natura non facit saltum (alam tak pernah membuat lompatan). Koreksi mendasar tampaknya harus segera dilakukan agar sistem ekonomi global berevolusi menuju sistem ekonomi yang lebih manusiawi. Kalau tidak, seperti yang dikatakan Krugman pada awal tulisan ini, ekonomi dunia memang sedang bergerak ke arah yang lebih berbahaya. (*)

    Hendrawan Supratikno
    Penulis, Guru Besar FE UKSW Salatiga

    http://economy.okezone.com/index.php...-ekonomi-dunia

    Saatnya dunia berubah ini
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  11. #10
    gabrielle's Avatar
    Join Date
    Dec 2007
    Location
    between hell and heaven
    Posts
    1,038
    Points
    1,245.30
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    akhirnya amerika dan inggris ketar ketir...

    saatnya kebangkitan untuk rusia, china, dan india..

  12. #11
    Menara_Jakarta's Avatar
    Join Date
    Aug 2008
    Location
    Menara Jakarta
    Posts
    1,890
    Points
    2,829.71
    Thanks: 0 / 7 / 7

    Default

    Quote Originally Posted by gabrielle View Post
    akhirnya amerika dan inggris ketar ketir...

    saatnya kebangkitan untuk rusia, china, dan india..
    Ditambah Indonesia

    http://www.indogamers.com/f144/polit...o_ocean-68623/
    Quote of the week:

    "Indonesia is on the move, get on board." — Forbes Asia
    "The optimist proclaims that we live in the best of all possible worlds; and the pessimist fears this is true." James Branch Cabell

    Vote for Komodo National Park:
    http://www.new7wonders.com/nature/en/vote_on_nominees/

  13. #12
    gabrielle's Avatar
    Join Date
    Dec 2007
    Location
    between hell and heaven
    Posts
    1,038
    Points
    1,245.30
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    Quote Originally Posted by Menara_Jakarta View Post
    yup..ditambah indonesia..!!!

  14. #13
    mizuniverse's Avatar
    Join Date
    Sep 2008
    Location
    Rumahku Istanaku Status: Member jelata
    Posts
    366
    Points
    606.40
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    AIG Bangkrut, Dow Jones Anjlok 449,36 Poin

    (MahadanaNews), Thursday, 18 September 2008. Indeks Dow Jones Industrial Averages (DJIA) pada Rabu (17/9) ditutup anjlok 449,36 poin (4,06%) ke level 10.609,66 setelah menguat 141,51 poin (1,32%) pada Selasa (16/9). Indeks Standard & Poor's 500 (S&P500) juga jatuh 57,20 poin (4,71%) menjadi 1.156,39, dan Nasdaq Composite Index (NCI) merosot 109,05 poin (4,94%) ke 2.098,85.

    Kejatuhan indeks bursa saham utama di Amerika Serikat (AS) itu akibat penurunan harga saham terutama saham sektor perbankan dan keuangan setelah tersiar berita, American International Group Inc (AIG) dinyatakan bangkrut. Sebelumnya tidak ada dalam benak masyarakat AS bahwa AIG akan bangkrut.

    Sehari sebelumnya, bank investasi Lehman Brothers Holdings Inc telah dinyatakan bangkrut, siapa lagi selanjutnya. Lehman Brothers dan AIG dinyatakan bangkrut setelah keduanya tidak menemukan investor baru. Kecemasan investor makin memuncak melihat Goldman Sachs Group Inc, Morgan Stanley, dan Washington Mutual Inc masuk dalam daftar antrian perusahaan yang berada di bawah pengawasan.

    Indeks harga saham di bursa Asia seperti Nikkei 225 di Jepang dan Kospi, Korea Selatan pada awal perdagangan Kamis (18/9) merosot. Indeks Nikkei 225 hingga pukul 09:02 waktu setempat anjlok 171,91 poin (1,46%) ke 11.577,88, Kospi hingga pukul 09:23 waktu Korea turun 34,72 poin (2,44%) menjadi 1.390,67, dan All Ordinaries Index, Australia hingga pukul 10:04 waktu setempat terpangkas 46,80 poin (0,98%) ke 4.722,90. (dtc)
    http://www.mahadananews.com/content/view/11497/52/


    Nasabah antri di AIG Singapura, Hongkong dan Taipei



    18 September, 2008.Ratusan nasabah perusahaan asuransi raksasa Amerika yang terkena musibah keuangan, antri di kantor-kantor cabang perusahaan itu di Singapura, Hongkong dan Taipei untuk membatalkan polis asuransi mereka.

    Kata para nasabah itu mereka masih khawatir kendati pemerintah Amerika telah mengambil-alih perusahaan asuransi American International Group itu. kata mereka, lebih baik rugi sedikit dengan pembatalan polis asuransi daripada rugi banyak nantinya.

    Kantor-kantor perwakilan AIG lainnya juga melaporkan banyak nasabah yang telah membatalkan polis mereka
    sumber: http://www.lautanindonesia.com/forum...?topic=7279.50

    sumber asli:
    Hundreds more throng AIG Singapore office
    by Bernice Han Thu Sep 18, 2:24 AM ET

    SINGAPORE (AFP) - For the second day hundreds of anxious policyholders lined up in the hot sun outside Singapore offices of global insurance giant American International Group (AIG) Thursday, despite a US government bailout of the firm.
    ADVERTISEMENT

    Hundreds more -- some vowing to terminate their policies -- were already inside the offices of AIG and its wholly-owned subsidiary, American International Assurance Company Limited (AIA). They had returned after lining up on Wednesday without getting served.

    Many in the crowd were unmoved by an announcement from the US Federal Reserve, the central bank, that the United States government would give an unprecedented loan of up to 85 billion dollars to AIG in a bid to avert a global financial calamity.

    "I don't have any more confidence in this company," a woman who gave her name as Annie said after surrendering her two policies. She said the Fed's move made no difference to her decision.

    "I'm a bit apprehensive" about the company's future despite the bailout, said another woman. The retiree, who declined to give her name, said she decided to liquidate her policy because the potential return was not large enough to justify the risk.

    "If my calculation is correct, I will break even" by cancelling the policy, she said.

    An agitated businessman, Chan Foo Choong, also lined up to liquidate his family's policies.

    "If anything happens, will you pay me?" he asked an AFP reporter.

    Others among the queue were simply seeking answers.

    One AIA staff member said employees worked until after midnight to deal with inquiries from the hundreds who thronged the office on Wednesday.

    After lining up to take numbers for service on Thursday, members of the crowd dispersed to pass the time until they were called inside.

    Staff said they gave out 500 numbers on Thursday before more people lined up to collect numbers for Friday.

    An AIA spokeswoman could not say how many customers in Singapore had cancelled their policies.

    In Hong Kong, RTHK radio on Wednesday cited government sources in a report that said more than 1,500 insurance policies with the subsidiary there had been terminated over two days.

    In Taipei on Wednesday, more than 1,200 customers descended on a downtown office of AIG subsidiary Nan Shan Life Insurance.

    Authorities and AIA subsidiaries around the region sought to assure customers that the local firms were not in danger.

    AIA Singapore took out a full-page advertisement in the Straits Times newspaper Thursday telling policyholders it has "more than sufficient capital and reserves to meet all obligations."

    Despite short-term liquidity pressures at AIG, the Singapore unit is a "strong, well-positioned business," Mark O'Dell, the local company's executive vice-president and general manager, wrote in the advertisement.

    He said the funds in Singapore were segregated from AIG.

    The insurance firm appeared to be in a death spiral after more than a week of panic and turmoil in financial markets that led to the failure of US investment giant Lehman Brothers and a sale of Wall Street rival Merrill Lynch.

    They were all casualties in a financial crisis that grew out of troubles in the US subprime, or higher-risk, mortgage sector last year.

    http://news.yahoo.com/s/afp/20080918...e_080918062429
    Others Source :
    http://www.asiaone.com/Business/Business.html
    http://www.asiaone.com/A1Home/A1Home.html
    http://www.asiaone.com/Business/News/News.html
    ----------------

    Kalau kepercayaan orang atau nasabah sudah hancur, bahkan negara super power ekonomi dunia semacam AS pun tak akan sanggup membendung 'rush' nasabah yang ingin mengambil assetnya di lembaga asuransi, keuangan dan investasi lainnnya milik negara adidaya itu.

  15. #14
    krusszz's Avatar
    Join Date
    Dec 2006
    Location
    somewhere over the rainbow
    Posts
    3,255
    Points
    3,695.60
    Thanks: 0 / 0 / 0

    Default

    hmmm....who's next nih...

  16. #15
    gabrielle's Avatar
    Join Date
    Dec 2007
    Location
    between hell and heaven
    Posts
    1,038
    Points
    1,245.30
    Thanks: 0 / 1 / 1

    Default

    Quote Originally Posted by krusszz View Post
    hmmm....who's next nih...
    mudah2an inggris...

Page 1 of 15 1234511 ... LastLast

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •