Ayah saya sebenarnya seorang yang tak mudah dimengerti (complicated). Tetapi sebenarnya tak lebih complicated daripada manusia umumnya.
Pada malam hari seusai pertemuan dengan panitia penyelenggara Seminar Sarasehan ini, yang membahas tentang Pembagian materi pokok-pokok pembicaraan, saya bermimpi tentang sesuatu hal yang sebenarnya mengerikan, akan tetapi rupanya tak sampai menakutkan saya, hal ini dikarenakan adanya perasaan bahwa saya masih mampu mencegah terjadinya hal-hal yang bukan-bukan tsb. Isi dari mimpi tersebut, adalah tentang gambaran sebuah tubuh manusia yang terpotong-potong dibagian-bagiannya. Saya sadar bahwa mimpi ini disebabkan / masih berhubungan dengan pembicaraan-pembicaraan dengan panitia malam itu. Setelah saya amati lebih jauh, rupanya tubuh itu adalah tubuh ayahku sendiri. Walaupun beban untuk mencegah hal itu sampai dapat terjadi adalah berat sekali, namun didalam hati kecil, saya tahu bagaimana aspek-aspek psychologis ayah saya yang rupanya saling bertentangan dapat dipersatukan dalam suatu Roh manusia.
Ayahku menemui banyak pertentangan dalam peristiwa-peristiwa masyarakat disekelilingnya. Tetapi walaupun demikian ia selalu dapat bersikap sehingga tak suatupun diremehkan. Mungkin kejujuran diri adalah akal dari jelasnya sikap politiknya, yang menyebabkan ia diterima orang banyak selaku pemimpin, karena mereka merasa dia bisa mengerti atas persoalan mereka. Jelaslah ayahku tak mudah memilih partai politik apapun juga , karena terlampau mengerti visi dan misi partai-partai tersebut. Sehingga sikapnya transparan, saya acapkali heran bagaimana seorang seperti ayah dapat terbentuk. Hidupnya membenarkan "Si tou timou tumou tou" dalam arti "Orang menjadi manusia untuk melaksanakan kemanusiaannya"
Saya teringat pada suatu kejadian yang ayah ceritakan kepada saya, pada saat beliau lulus Sekolah Teknik Menengah, pada tahun 1908 berumur 18 tahun, ia dipekerjakan pada Jawatan Kereta api di Jawa, Ia terjangkit Penyakit Malaria Tropika disertai demam keras yang parah sekali, merasa sedang berjalan kedunia lain. Ia tidur digubuknya dan merasa aman & sentausa, seperti tidur diperahu kecil yang dibawa arus aliran air, diantara tumbuhan air dan dibawa kearah suatu kejelasan yang melindunginya….; Tetapi sekonyong-konyong masuklah Dr Rolland Tumbelaka, kawan karibnya yang segera mendiagnose keadaan ayah dan memberi suntikan kina (kinine). Kemudian ….. "Alam hayal kesentausaan yang ada tadinya…" dalam sekejab menjadi hilang sama sekali, dan ayah harus hidup terus, semula dia betul-betul marah dengan Dr Roland, tetapi kemudian dia mengerti akan keadaan sebenarnya.
Saya seorang ahli Psychiatry baru setelah hampir seratus tahun kemudian, mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu, dalam lapangan ilmu psychology telah terbukti secara ilmiah bahwa orang yang mengalami hampir mati dalam kehidupan seterusnya, berubah akan menjadi lebih bijaksana dan lebih dapat mengerti dan merasa isi hati orang lain. Rupanya kejadian tersebut diatas ialah kunci untuk mengerti jiwa politik ayah, yang tak pernah licik dan merugikan orang lain, akan tetapi selalu transparan.
Teringatlah saya pada suatu nasehat, yang guru Polonius memberikan kepada Hamlet (anak raja Denmark),
"… Be true to thine oneself , and it must follow like the day upon the night, thou canst then be false to any other men..".
Bila jujur pada diri sendiri, maka seperti malam menjadi siang, anda tak dapat berbuat curang terhadap orang lain.
Waktu ayahku belajar di Belanda 1913, usia 30 tahun, dia menulis suatu brosur yang bernama Sarikat Islam, yang diterbitkan oleh Humanitas Durat, sebagai reaksi terhadap Pidato Kerajaan Gubernur Jenderal, 13 September 1913, yang mulai dengan perkataan :
" Tenaga yang masih tidur telah bangun, hasrat tersembunyi meperlihatkan diri. Kesadaran umum menyebabkan tuntutan memperoleh buah-buahan dari Barat".
Kata-kata itu benar, sebagai bukti ialah Budi Utomo sebagai organisasi didirikan oleh pelajar-pelajar Kedokteran di Batavia, yang membuktikan orang Jawa bangun sebagai manusia yang berhak dan berkewajiban sesuai dengan adat Kejawaannya. Sebagai reaksi atas berdirinya Budi Utomo maka terjadilah Minahasa Muda, Ambon Muda dan beberapa organisasi yang lain di Sumatera, tetapi Budi Utomo terutama hanya diikuti oleh kaum intelektual dan priayi, karena itu tidak ditakuti oleh masyarakat Eropa; sebaliknya Serikat Dagang Islam yang didirikan di Solo, didirikan karena pedagang-pedagang kecil di Jawa, merasa disingkirkan oleh pedagang-pedagang kecil ****, ditakuti oleh Masyarakat Eropa. Pegawai Pemerintahan Kolonial takdapat bertindak terhadap para pedagang **** sebab mereka taat kepada pemerintah.
Serikat Dagang Islam kemudian tidak diijinkan. Kemudian didirikan Sarikat Islam di Surabaya antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, yang mampu berpidato dengan kharismatik, sebenarnya tujuan Sarikat Islam adalah agar supaya orang hidup sesuai dengan ajaran Al Quran dan ternyata bahwa dalam daerah-daerah yang banyak pengikutnya, relatif lebih aman dari pencurian dan pembunuhan.
Sebenarnya Pemerintah Kolonial seharusnya menghargai akan keadaan ini, menurut ayah, akan tetapi sebaliknya Sarikat Islam tidak diakui oleh Pemerintah Kolonial dan dalam pers terjadi penghasutan terhadap Sarikat Islam sehingga ada reaksi yang negatif dari masyarakat Islam, karena Sarikat Islam dapat mempersatukan semua lapisan masyarakat Islam, akibat dari penghasutan pers Eropa, juga mengenai semua lapisan masyarakat Islam.
Ayah saya melihat dengan mata kepala sendiri ketika beliau kerja pada Jawatan Kereta api, bagaiman bangsa Eropa berani, melakukan pemukulan bahkan perkosaan pada kaum pribumi, bila terdapat kesalahan sekecil apapun bentuknya. Menurut ayah berita-berita dalam surat kabar tentang kesukaran-kesukaran kuli yang mengancam majikannya, selalu terjadi pada majikan yang biasanya pendatang baru di Indonesia. Dan rupanya merasa sangat superior terhadap orang pribumi. Tetapi hal-hal seperti ini selalu "mengkambing hitamkan" Sarikat Islam, sehingga pertanyaan pada Gubernur Jenderal untuk pengakuan dan pemberian ijin bagi Sarikat Islam, ditolak. Dengan alasan bahwa para pemimpinnya tidak dapat mengendalikan pengikutnya. Ayah saya merasa hal tersebut sangat disayangkan, karena para pemimpin mereka yakni Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat adalah orang-orang yang berkepribadian tinggi yang sebenarnya harus mampu secara dialogis meyakinkan Pemerintah Kolonial bahwa sebenarnya kehadiran Sarikat Islam ini juga baik dan bermanfaat bagi Pemerintah yang sedang berkuasa. Sarikat Islam yang mewakili semua lapisan masyarakat Islam sebenar sudah merupakan langkah maju yang besar untuk menuju Indische Parlemen, tetapi kebodohan Pemerintah Kolonial malah memenjarakan mereka.
Kemudian pada tahun 1914, berdasarkan laporan dari Indische Vereeniging yang merupakan cikal bakal dari Perhimpunan Indonesia dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda, ternyata ada persoalan-persoalan tentang Budi Utomo dan Sarikat Islam, dan ada perasaan bahwa mereka harus menentukan sikap yang jelas. Ayah saya ketika itu dipilih menjadi ketua dari organisasi ini. Beliau memberikan nasehat bahwa organisasinya keluar dari pergolakan politik karena itu memecah belah dan tidak hanya menjadi pengembira dalam politik, tetapi mendalami pengetahuan tentang perasaan orang pribumi di Indonesia dan menyelesaikan lethargie dari rakyat dan membawanya ke fase yang baru serta kesadaran atas hubungan kemasyarakatan. Kita akan berusaha supaya memahami dasar-dasar dari setiap kejadian.
Beliau kemudian memberikan penjelasan mengenai cita-cita Minahasa.
Karena Hindia Belanda adalah daerah yang sangat makmur maka dengan sendirinya salah satu dari negara asia timur utara memanfaatkan situasi peperangan di Eropa untuk memperbesar wilayah kekuasaannya. Terutama karena kepulauan kepulauan diluar Jawa, khususnya Selebes, dapat di duduki tanpa banyak kesukaran.
Rakyat yang terbesar di Indonesia adalah rakyat Jawa, tetapi kami dari kepulauan yang lain tidak dapat begitu saja meleburkan adat istiadat kami. Kami harus mencari jalan yang sesuai dengan adat istiadat kami. Bagaimana posisi Minahasa terhadap daerah yang lain. Sebenarnya riwayat Minahasa saya sendiri tidak tahu lebih banyak dari pada manuscrip-manuscrip VOC dan Pandita. Jadi sebenarnya rekonstruksi riwayat dapat dibuat sejak kami bertemu dengan orang Eropa. Hanya dalam cerita rakyat kami dapat cerita tentang riwayat ornag Minahasa dahulu kala.
Tapi dalam kenyataan banyak bahwa orang Minahasa dan orang Philipina mempunyai akar yang sama, juga didalam cerita lama dari rakyat ternyata bahwa wanita mendapat tempat yang sangat tinggi dan mungkin lebih tinggi daripada lelaki. Ternyata juga dari tulisan-tulisan Padt Bregge tahun 1678 bahwa perkawinan itu monogram. Mungkin karena itu Sultan Ternate pada tahun 1465 mencoba membawa Islam dengan kekerasan tidak dapat berakar. Ketika itu orang Barat tidak memperdulikan kebutuhan rohani dari rakyat. Mereka hanya berdagang dengan orang Minahasa untuk mendapat beras. Baru pada tahun 1515, pemerintah kolonial mulai memperhatikan hal-hal tersebut. Di Minahasa Residen Jansen, mengusulkan supaya Minahasa mendapat Pandita-pandita pertama, ialah Riedel dan Schwarz. Mereka dari aliran Hoess dari Cekosloakia yang hanya dapat membaptiskan orang bila dapat baca Bijbel. Karena itu mereka banyak mendirikan sekolah-sekolah. Dengan demikian Kristen sangat cepat berkembang di Minahasa, juga karena Minahasa sebelumnya telah mengenal satu Empung (Allah). Tetapi perubahan rakyat besar karena dulu sebagai orang dayak mereka biasa memotong kepala dalam acara ritualnya. Dengan adanya Kristen maka hal tersebut tidak dilakukan lagi.
Dan ditahun 1854, tiga orang Minahasa dikirim ke negeri Belanda dan selesai sebagi guru tahun 1860. Namun ketiganya mau menjadi pandita juga. Mereka lulus dalam ujian tetapi Gereja menganggap mereka tidak matang, karena mereka berasal dari masyarakat yang baru menjadi Kristen. Lalu mereka kembali ke Minahasa dengan perasaan yang tersinggung.
Pengembangan pengetahuan biasanya menyebabkan pengetahuan yang lebih banyak lagi, tapi dengan perkembangan tersebut, membuat masyarakat Minahasa tidak mau bertani lagi. Sehingga anak-anak Minahasa meninggalkan daerahnya dan kerja dikantor-kantor dan sebagainya untuk menjadi pegawai rendah menengah. Ayah saya mengatakan hal itu tidak baik, karena tanah Minahasa cukup subur dan perlu tenaga untuk mengolahnya. Beliau mengemukakan agar segera mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan kehilangan tenaga masyarakat dalam pertanian. Tetapi beliau sudah tahu sebelumnya, bahwa sekolah-sekolah pertanian dan pertukangan gagal di Minahasa karena orang tua menginginkan sekolah tinggi untuk anak-anaknya. Dan anak-anak Minahasa banyak dipekerjakan sebagai pegawai di seluruh Indonesia.
Perlu dikemukakan disini bahwa kebiasaan-kebiasaan orang Minahasa sudah hilang dan mereka hidup sebagai orang Eropa. Dalam pergaulan mereka bersikap sama tinggi dengan orang Eropa. Pekerjaan mereka diluar Minahasa menyebabkan, bahwa mereka dijuluki Belanda Menado. Karena mereka bekerja hanya untuk mendapat uang saja. Tetapi saya tidak tahu bagaimana menghentikan hal ini. Namun sebenarnya tenaga-tenaga yang paling baik yang keluar dari Minahasa, sehingga yang tertinggal hanyalah yang kurang baik. Pikiran beliau bahwa pendidikan di Minahasa harus lebih baik lagi agar dapat mendidik anak-anak Minahasa lebih baik lagi dari daerah daerah lain. Telah terlihat bahwa kepulauan Sangihe Talaut yang juga ikut dengan Minahasa, pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dari Ternate. Dan sebenarnya guru-guru Minahasa telah tersebar di seluruh Celebes. Orang Minahasa yang berguna diseluruh Indonesia, sebenarnya adalah produk-produk dari pandita pioner Riedel dan Schwarz.
Demikianlah catatan tentang Minahasa Ideal dari ayah saya yang ditulis pada tahun 1914.
Ternyata dalam tulisan-tulisan beliau ketika masih sangat muda, beliau telah memikirkan keadaan Minahasa dalam Indonesia, dan sudah sedikit terlihat bagaimana tenaga-tenaga Indonesia pada umumnya akan dapat berkembang. Sebenarnya kehendak rakyat tidak dapat di kekang, karena kehendak itu biasanya akibat dari aliran-aliran yang akan tumbuh besar. Bila tidak diakui maka yang tidak mengakuinya akan menjadi korbannya. Jadi kekuatan ayah saya dalam hal politik ialah mengenal dan mengakui kemauan rakyat walaupun mungkin tidak sejalan dengan kemauannya sendiri.
Saya hendak mengemukakan satu kesan yang mendalam tentang ayah saya.
Waktu tahun 1945 – 1946, ayah saya menjadi gubenur Sulawesi, dan dibelakangnya belum ada organisasi-organisasi yang kuat untuk mempertahankannya. Jadi jalan yang terbuka untuknya hanya ialah jalan sebagai Gubernur Republik Indonesia di Sulawesi yang cari kerjasama dengan tentara Australia (Sekutu) yang berkedudukan di Sulawesi Selatan, secara resmi. Dan sebenarnya tak ada satu tindakannya yang dapat dianggap sebagai pemberontakkan dan sebagainya, hanya beliau mengharap untuk diakui sebagai gubernur RI. Karena itu tidak dibenarkan untuk menangkapnya. Pun ketika NICA Belanda masuk, selalu ada pertukaran pikiran antara gubernur RI dengan pihak yang berkuasa. Tetapi sambil diskusi itu organisasi politik di Sulawesi mulai terbentuk. Hal mana tidak menjadikan alasan juridis untuk menangkap ayah saya. Tetapi walaupun demikian ayah yang diambil dari rumah lantas dibawa kekapal dengan pengawalan sangat ketat untuk dibawa ke Serui.
Baru sekarang saya mengetahui bahwa Belanda ketika itu sangat takut kehilangan pulau Sulawesi. Pun karena pemberontakan Sulawesi Utara pada bulan Pebruari 1946, ayah saya dibuang ke Serui pada bulan April 1946 dan ternyata General Spoor sedemikian takut sehingga dia kirim DST (Depot Speciale Troepen) yang merupakan kesatuan khusus dibawah pimpinan Kapten Westerling yang sebenar dididik untuk melawan Jerman. Kejadian-kejadian sesudahnya yang membawa banyak korban di Sulawesi Selatan, yang sekarang banyak disesalkan oleh orang Belanda. Sebenarnya setiap kejadian pembantaian massal, dilaporkan atas nasehat ayah dan rupanya diserahkan kepada Tadjudin Noor SH., yang kemudian menjadi ketua parlemen Indonesia Timur.
Data-data ini digunakan oleh Tadjudin Noor SH untuk menghindarkan hukuman mati bagi Datuk Supa, raja dari Bone yang dalam penjara. Dan ketika itu Tadjudin Noor diharuskan memberikan bukti-bukti bahwa tindakan tentara belanda di Sulawesi Selatan sangat buruk. Ternyata dalam 24 jam beliau dapat menyerahkan 11 halaman sebagai bukti, dan Gubernur General memutuskan tidak boleh dihukum mati. Tetapi anak buah Westerling, dalam perjalanan dari penjara Pare-pare ke Makasar, Raja Bone yang dikawal mereka, mereka bunuh dengan alasan mencoba melarikan diri. Hal ini oleh pihak Belanda pun tidak dipercaya, dan cerita tentang pembunuhan massal di Sulawesi Selatan oleh Westerling masuk surat kabar belanda NRC bulan Juli 1947, kemudian data-data ini digunakan oleh duta besar Indonesia Palar di PBB dan pemerintah Republik Indonesia juga menerbitkan suatu brosur dengan judul ‘Massacre Macassar’.
Mungkin saya tidak harus lagi harus memberikan penjelasan lebih lanjut tetang Sam Ratulangi sebagai pejuang kemerdekaan. Kecuali satu hal walaupun beliau dibuang ke Serui, namun ketika beliau keluar dari pembuangan dan berada di Jakarta, kami keluarga besar Ratu Langi berjalan dengan bus ke Cilincing dan waktu kembali ke rumah, melihat bendera Belanda berkibar setengah tiang. Kami mendapat berita bahwa General Spoor meninggal dan kami pun bersorak sorai bergembira karena dia yang mengirimkan Westerling ke Sulawesi Selatan. Ayah tertegun dan terus mengatakan:
"…….Janganlah begitu, Spoor itu seorang yang menjalankan tugasnya sebagaimana yang dimengertinya……………."
Waktu saya cerita ini kepada wartawan muda Amerika, dia berkata:
"…………mudah-mudah Indonesia masih mempunyai pemimpin-pemimpin seperti itu………….."
Share This Thread