Huiks, FanFic di sini banyakan DotA ya ? Yah, sy ramein dgn FanFic dr game yg saya sempat main duluuuu buanget ^^a Judulnya Queen of Mara. Bagi yg sempat main Tantra, selamat menikmati ^^ Bagi yg nggak main Tantra, mungkin agak kesulitan utk mengenali suku2 yg ada di sana sih, fufufu... tetapi ttp selamat menikmati jg ^^
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Sebuah Penglihatan
Dan dari langit terlihatlah, seekor naga berwarna hitam pekat, terbang menuju bumi.
Dari dalam mulutnya keluarlah api yang menyala-nyala, yang akan menghanguskan semua manusia yang tinggal di muka bumi.
Akan tetapi lihatlah, ada seorang gadis belia berdiri di depan gerbang Shambala.
Pada tangan kirinya terdapat sebuah perisai berwarna merah darah, sementara tangan kanannya memegang tongkat simbol pimpinan 8 Raja.
Ia mengangkat perisainya, dan menahan serangan api Sang Naga Hitam. Sebelum Sang Naga Hitam kembali menyerangnya, ia mengangkat tongkat yang dipegangnya, mengucapkan Mantra, dan tiba-tiba muncul kegelapan di sekitar Sang Naga Hitam. Kegelapan itu menelan Sang Naga.
Melihat perbuatan ajaib itu, seluruh umat manusia bersorak gembira.
Tetapi... mengapa gadis penyelamat umat manusia itu terlihat sedih ?
Kegelapan menyelimuti seluruh daerah. Seorang gadis belia berdiri di tengah-tengah kegelapan itu, memandang sekelilingnya dengan pandangan dingin; Tidak terlihat rasa takut sedikit-pun di matanya.
Dari dalam kegelapan, tiba-tiba terdengar sebuah suara, “Akhirnya aku menemukanmu, putriku.”
Gadis belia itu menengok ke atas, lalu bertanya, “Putrimu ? Aku ? Siapa kamu ?”
“Aku adalah Mara, Sang penguasa kegelapan. Tujuh Yogi harus kujalani dalam siksaan, hingga akhirnya tiba pula hari yang kutunggu-tunggu; Hari dimana aku bisa melihat putriku.”
Gadis belia itu terdiam sejenak, lalu bertanya lagi, “Bagaimana mungkin aku putrimu ? Aku tahu dengan jelas, siapa orang tuaku yang sebenarnya. Tak mungkin aku putrimu !”
Terdengar tawa menggelegar dari dalam kegelapan.
“Bagus, bagus, kamu menentang pendapatku. Aku sangat menyukai keberanianmu, putriku. Tidak apa-apa, kamu pasti akan segera tahu kebenarannya.”
Suara tawa menggelegar itu kembali terdengar, tetapi semakin menjauh.
“He.. hey, tunggu ! Jelaskan lagi apa maksudmu !”
Sementara sebuah suara samar-samar terdengar memanggil-manggil dirinya, “Arwani... Arwani, bangun !”
“Unhh...”, perlahan-lahan gadis itu membuka matanya. Yang pertama-tama terlihat di hadapannya adalah wajah ibunya, yang sedang memandangnya dengan khawatir. Dan ketika melihat ke arah sekelilingnya, ternyata ia terbaring di antara bebatuan karang.
“Aduh kamu ini, kenapa bisa tidur di tempat seperti ini ? Kamu membuatku cemas !”
“Ma.. maafkan aku, ibu. Tadi ketika jalan-jalan, tiba-tiba saja sekelilingku menjadi gelap. Kayak-nya aku pingsan ya ?”
Ibunya hanya memukul lembut kepala putrinya itu sambil menggeleng, lalu berjalan menuju rumah. Arwani mengikutinya, tetapi sekilas ia melihat ke arah langit.
“Tadi itu mimpi ya ? Langit terang seperti ini, rasanya tidak mungkin menjadi gelap pekat.
Tapi... kenapa perasaanku jadi tidak enak begini ?”
“Arwani ! Ngapain kamu bengong disana ?”
“I.. iya, aku datang.”
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya sampai juga mereka di depan sebuah pondok sederhana yang menjadi tempat tinggal mereka. Sebelum masuk ke dalam rumahnya, Arwani mengajukan pertanyaan yang membuat ibunya terkejut.
“Ibu, aku benar-benar putri-mu khan ?”
Dengan mata terbelalak, ibunya balik bertanya, “A.. apa maksudmu, Arwani ? Apa kamu.. meragukan, kalau aku adalah ibumu ?”
Arwani menggeleng, “Tidak kok. Hanya saja ketika tadi pingsan, aku mengalami mimpi aneh.”
“Mimpi aneh ? Bisa kamu ceritakan pada ibu di dalam, Nak ?”
Arwani mengangguk, lalu keduanya masuk ke dalam rumah. Ketika Arwani sedang bercerita, wajah ibunya tiba-tiba menjadi pucat.
“Suara itu.. mengaku sebagai Mara ? Dan ia berkata kalau kamu adalah.. putrinya ?”
“Benar ! Yah, kurasa itu cuma mimpi belaka, tetapi karena perasaanku menjadi tidak enak, aku ingin menanyakannya pada ibu.”
Ibunya tidak menjawab; Hanya saja wajahnya semakin pucat dan tangannya gemetar. Melihat itu, Arwani merasa bingung.
“Ibu kenapa ?”
“Arwani, kamu tentunya tahu mengenai monster yang mulai bermunculan akhir-akhir ini khan ? Mereka biasa disebut sebagai Mara’s Blood.”
“A.. APA ?!”
“Mara’s Blood, mereka adalah pasukan dari Sang penguasa kegelapan, Mara !”
Mendengar kata-kata ibunya, Arwani hanya terhenyak di tempat duduknya. Ibunya menarik nafas dalam-dalam, lalu bertanya, “Arwani, berapa usiamu tahun ini ?”
“Tahun ini aku genap berusia 15 tahun. Kenapa ?”
“15 tahun ya ?”, ibunya tampak setengah termenung, “Benar, usia yang sangat tepat; Usia bagi seseorang dari suku garuda untuk mulai menjalani ujian untuk menjadi penerus dewi Vishnu.”
Arwani memandang ibunya dengan pandangan bertanya.
“Dari suku garuda ? Ta.. tapi kita khan berasal dari suku rakshasa ?”
Sang Ibu memandang putrinya sambil tersenyum, tetapi senyum itu menyiratkan kesedihan.
“Arwani, kurasa sekarang sudah saatnya, aku menceritakan hal yang sebenarnya kepadamu. Semuanya bermula sekitar satu setengah Yogi yang lalu, saat kamu masih bayi...”
2. Masa Lalu Arwani
Ada tradisi unik bagi suku rakshasa, bila sudah cukup umur untuk menikah. Tradisi yang biasa disebut sebagai ‘Perburuan Nachal’ itu adalah tradisi untuk meneruskan generasi mereka. Pejuang muda biasanya akan keluar dari hutan tempat asal mereka, pergi ke pegunungan Mandara, berdoa kepada dewa di kuil untuk menemukan pasangan takdirnya. Setelah dewa menjawab doa mereka dan setelah mereka mengandung, maka mereka akan membunuh pasangannya, lalu kembali ke hutan tempat mereka berasal. Resha muda juga menjalani tradisi tersebut. Ia keluar dari hutan tempatnya dibesarkan, untuk mencari pasangan takdirnya. Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya ia sampai di sebuah kuil tua yang terletak di pegunungan Mandara. Ia masuk untuk berdoa kepada dewa. Tetapi apa yang ditemuinya di dalam kuil, sangat membuatnya terkejut. Di altar kuil, tampak berdiri seseorang yang memakai baju prajurit, dengan sebilah pisau di tangannya. Prajurit tersebut bermaksud hendak menghujamkan pisaunya kepada seorang bayi mungil yang terbaring tanpa daya di atas altar.
“He.. hey, apa yang hendak kau lakukan ?!”, jerit Resha.
Prajurit itu terkejut menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya di dalam kuil itu.
“Jangan ikut campur ! Ini adalah perintah dari Yang mulia !”
Mendengar itu, Resha menjadi semakin bingung.
“Yang mulia ? Apa yang dimaksud adalah Sang Ratu ? Tetapi.. kenapa Sang Ratu menyuruh prajurit membunuh bayi yang tak berdaya itu ?”
Sebelum Resha sempat berpikir lebih jauh, tiba-tiba terjadi suatu hal mengerikan di hadapannya; Tiba-tiba muncul kegelapan yang teramat sangat pekat, meliputi Sang bayi, prajurit itu, dan semua daerah di sekitar mereka. Melihat kegelapan itu semakin meluas, akhirnya Resha pergi keluar melarikan diri. Ketika melihat ke belakang, kegelapan itu telah meliputi seluruh bagian kuil, dan tidak meluas lagi. Selang beberapa lama, akhirnya kegelapan itu kembali menyusut. Resha semakin terkejut ketika melihat bahwa kuil itu sudah lenyap tertelan oleh kegelapan. Dan yang tertinggal hanyalah Sang bayi yang terbaring di atas tanah.
“Ke.. kekuatan apa itu tadi ?! Kegelapan itu.. memakan semua yang ada...”
Dengan gemetar, Resha berjalan mendekat ke arah Sang bayi yang masih tidur pulas.
“Mungkinkah ini sebabnya Yang mulia meminta agar prajurit membunuh bayi ini ?
Kalau begitu, aku juga tidak bisa membiarkan bayi ini hidup !”
Resha mengambil shamsirnya. Untuk sesaat ia merasa ragu, karena kemungkinan dirinya akan mengalami nasib yang sama dengan yang dialami prajurit tadi. Tetapi kemudian ia menggeleng keras-keras.
“Walau harus mengorbankan nyawaku, aku tetap harus membunuhnya !
Terlalu berbahaya membiarkan bayi ini tumbuh menjadi dewasa !”
Resha mengangkat shamsirnya, tetapi ketika hendak menebaskan shamsir tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah suara dari dalam benaknya.
‘Wahai pejuang muda dari suku rakshasa, janganlah kamu bunuh bayi ini !’
Resha terkejut, lalu menengok ke sekelilingnya.
“Siapa itu ? Siapa yang berbicara denganku ?”
‘Aku adalah Vishnu, penjaga keseimbangan dunia dan semesta ini. Kuharap kamu bersedia menyarungkan pedangmu kembali.’
“Te.. tetapi dewi, bayi ini mempunyai kekuatan gelap yang sangat mengerikan ! Kalau dibiarkan, tentulah banyak orang yang akan menjadi korban karenanya.”
‘Itu memang benar, di dalam tubuh bayi ini mengalir darah kegelapan Mara. Tetapi ia juga merupakan penerus Ratu Garuda yang dahulu mengurung Mara. Aku mempunyai suatu rencana untuknya.’
Mendengar kata-kata Dewi Vishnu, Resha terdiam. Ia memperhatikan bayi itu dengan seksama. Rasa-rasanya memang sulit untuk mempercayai, bayi yang begitu mungil bisa memiliki kekuatan yang mengerikan seperti yang tadi dilihatnya itu. Setelah menarik nafas panjang, Resha kembali bertanya, “Lalu, apa yang harus kulakukan ?”
‘Wahai pejuang muda dari suku rakshasa, kumohon padamu, tolong rawatlah bayi itu hingga waktunya tiba.’
“Waktunya tiba ? Apa maksud dewi ?”
‘Waktu yang tepat dimana ia bisa menjalani ujian kekuatan Mantra, untuk dipilih menjadi orang yang akan melayaniku. Tolong rawat ia hingga waktu itu tiba.’
Suara Sang dewi perlahan menghilang. Resha masih terus memperhatikan bayi itu. Di dalam batinnya timbul pertentangan besar.
- Resha, kamu harus membunuhnya ! Kalau kau biarkan bayi ini tumbuh dewasa, akan banyak orang yang akan menjadi korban !
- Tidak Resha, kamu harus mendengarkan kata-kata Dewi Vishnu ! Bayi ini telah dipilih sendiri oleh-Nya, untuk menjadi pelayan-Nya !
Pertentangan batinnya itu begitu kuat, sampai Resha tidak bisa tidur melewati malam yang dingin itu. Ketika matahari terbit keesokan paginya, Resha akhirnya memutuskan untuk mendengarkan kata-kata Dewi Vishnu. Tetapi, ia juga memilih mengasingkan diri, menjauhkan diri dari orang lain.
“Kalau memang ini adalah takdirku, aku akan menjalaninya. Dan kalau aku memang harus membunuhnya, biarlah aku sendiri saja yang menjadi korban.”
Dan mulai sejak hari itu, Resha tinggal berdua saja dengan bayi itu.
3. Selamat Tinggal... Ibu...
“... dan sekarang waktu itu telah tiba.”, demikian Resha mengakhiri ceritanya.
Arwani hanya terdiam, tetapi pandangan matanya menerawang jauh.
“Tidak saja aku bukan putri dari ibuku, tetapi aku juga memilki kekuatan gelap yang begitu mengerikan. Apa lagi yang dapat kupercaya sekarang ?!”
Tiba-tiba terdengar suara-suara aneh, berasal dari luar; Suara makhluk-makhluk kegelapan Mara ! Resha tahu, waktunya telah tiba. Ia harus melindungi Arwani dari incaran makhluk-makhluk itu, kalau perlu mempertaruhkan nyawanya. Segera ia mengambil shamsir yang selama ini disimpan di dinding rumahnya, lalu menarik Arwani untuk berlindung di belakang dirinya.
“Arwani, apapun yang terjadi, kuharap kamu mau berjanji satu hal kepadaku. Kamu harus pergi ke Kuil Dewi Vishnu, dan mengikuti ujian kekuatan Mantra untuk menjadi orang pilihan Sang Dewi !”
“Kita akan pergi bersama-sama khan ?”
Resha menengok ke arah putrinya tersebut sambil tersenyum, tetapi senyumnya menyiratkan kesedihan.
“Aku tidak tahu, apakah aku bisa bertahan menghadapi serangan lawan yang sedemikian banyak atau tidak. Aku sudah tidak sekuat dulu lagi. Yang dapat kulakukan sekarang hanyalah berusaha menahan mereka, sementara kamu melarikan diri. Jadi Arwani, tolong berjanjilah padaku, kamu akan menjalankan ujian tersebut.”
Arwani menggelengkan kepala keras-keras.
“Tidak ! Aku tidak akan pergi jika tidak bersama dengan ibu !”
PLAK ! Sebuah tamparan keras dari Resha, membuat Arwani tercengang.
“Jangan manja ! Jangan lupa Arwani, kalau bukan karena permintaan Dewi Vishnu, saat itu aku pasti akan membunuhmu ! Karena dewi-lah, kamu dan aku bisa hidup bersama seperti sekarang. Nah, berjanjilah bahwa kamu akan melayani Dewi Vishnu !”
Sebuah suara keras terdengar dari depan; Sepertinya makhluk-makhluk kegelapan Mara sedang berusaha mendobrak masuk ke dalam gubuk kecil itu. Resha segera menarik shamsirnya dari dalam sarungnya.
“Tidak ada waktu lagi. Persiapkan dirimu, Nak !”
Arwani tak dapat membantah, ia hanya mengangguk saja. Dan, tak lama kemudian, pintu depan rumah sudah roboh akibat hantaman keras gada berduri. Makhluk yang menyerang mereka adalah serbinda, prajurit kegelapan Mara. Melihat itu, Resha tersenyum pahit.
“Rupanya Sang penguasa kegelapan Mara tidak main-main ingin merebut kembali putrinya. Ia mengirim salah satu pasukan terbaiknya, bukan sekedar monster biasa
Baiklah, aku juga akan mengeluarkan kemampuan terbaikku untuk melawan mereka !”
Sebuah serangan berhasil dihindari Resha berkat kelincahan tubuhnya. Pada saat bersamaan, ia menyerang balik dan langsung merobohkan dua serbinda dalam satu serangan. Ia segera keluar dengan diikuti oleh Arwani. Tetapi yang menunggu mereka di luar adalah, pengepungan besar oleh serbinda dengan jumlah yang sangat banyak !
Salah seekor serbinda itu maju sambil berkata, “Hey wanita, kalau ingin nyawamu selamat, serahkanlah gadis itu !”
Sambil tersenyum mengejek, Resha menjawab, “Wah, tak kusangka, makhluk kegelapan Mara bisa juga bicara dalam bahasa manusia ya ? Kupikir selama ini kalian hanya bisa menggeram saja.”
“Jaga mulutmu, wanita ! Serahkan gadis itu, atau kami akan membunuhmu !”
Resha mengangkat shamsirnya, lalu menebaskannya di dekat serbinda tersebut.
“Ini jawabanku !”, tidak sedikit-pun terdengar perasaan takut atau ragu dalam kata-katanya.
Serbinda itu menggeram marah, lalu berkata, “Baiklah kalau itu pilihanmu !”
Kemudian ia mengangkat tangannya, dan serbinda yang jumlahnya sangat banyak itu-pun maju menyerang mereka.
“Jangan terpisah dariku !”, demikian kata Resha kepada Arwani.
Walau tidak sehebat dahulu, Resha tetap lincah dalam menghindari serangan lawan. Apalagi gerakan serbinda sebenarnya lamban. Tetapi menghadapi serbinda dalam jumlah besar, ditambah harus melindungi Arwani, Resha terdesak juga. Akhirnya Resha memutuskan untuk menerobos kepungan serbinda itu, membuka jalan bagi Arwani agar dapat meloloskan diri.
“Arwani, begitu kubilang lari, teruslah berlari dan jangan menengok ke belakang lagi !”
Setelah merobohkan 4 serbinda yang sedang mengepung mereka, Resha-pun menjerit, “Lari !”
Arwani berlari, sementara dari belakang Resha berusaha mati-matian menahan serbinda-serbinda itu agar tidak bisa menyentuh Arwani. Tetapi akhirnya sebuah pukulan keras gada serbinda mendarat juga di bahu Resha.
Jeritan Resha menggema di tengah keheningan malam. Arwani menghentikan larinya, menengok ke belakang, dan melihat Resha jatuh berlutut di tanah sambil memegang bahunya yang terluka. Seekor serbinda kembali mengayunkan gadanya tepat mengenai pelipis Resha, dan tubuh Resha terlontar cukup jauh. Dua ekor serbinda berhasil memegang lengan Arwani, tetapi tepat saat itu, terjadilah keanehan pada diri Arwani. Dengan kepala setengah tertunduk, Arwani mengucapkan sebuah Mantra kegelapan, yang bahkan tidak dapat dipahami oleh para serbinda. Selesai mengucapkan Mantra, Arwani kembali menegakkan kepalanya, dan memandang para serbinda dengan tatapan tajam yang aneh; Seluruh bagian matanya terlihat menghitam, dan tampak aura gelap di sekeliling tubuhnya. Bahkan kedua serbinda yang sedang memegangnya, langsung melepaskan pegangan mereka dan melangkah mundur.
Arwani mengangkat lengannya, lalu sambil menengadah ke langit, ia menjerit, “Rhaga !”
Serbinda-serbinda itu menjerit kesakitan, lalu mereka jatuh berlutut sambil memegang kepalanya. Tak lama kemudian, dari dalam tubuh mereka timbul nyala api berwarna putih. Api tersebut tidak membakar tubuh mereka, tetapi seakan membakar jiwa mereka. Tubuh-tubuh tanpa jiwa itu-pun jatuh bergeletakkan satu demi satu.
Dalam keadaan terluka parah, Resha sadar bahwa ia harus menghentikan Arwani. Dengan kekuatannya yang tersisa, ia mengambil shamsirnya, lalu melemparkannya hingga tepat menancap tanah di hadapan Arwani. Arwani terkejut, dan kekuatan gelap dalam tubuhnya langsung menjadi kacau. Ia jatuh berlutut dengan tatapan nyalang, kemudian ia berguling di tanah menahan rasa sakit yang luar biasa. Akhirnya aura gelap yang mengelilingi tubuhnya perlahan menghilang, dan kesadarannya kembali pulih. Arwani yang telah tersadar bangkit berdiri. Melihat tubuh-tubuh serbinda bergeletakan tanpa jiwa, ia tampak sangat tenang, tidak terkejut sedikit-pun. Perlahan ia berjalan mendekati Resha yang terbaring sekarat.
“Maaf Nak, ibu.. tidak dapat.. mendampingimu.. lagi...”
Resha terbatuk darah, lalu meninggal. Pandangan Arwani dingin, tetapi tampak air mata mengalir di pipinya. Kemudian ia mengambil shamsir milik Resha, menggali tanah dengan shamsir itu, dan memakamkan Resha.
Sambil berlutut di depan makam, ia berkata, “Ibu, aku akan memenuhi janjiku pada ibu. Aku akan pergi ke kuil Dewi Vishnu, dan akan menjalani ujian kekuatan Mantra. Tetapi semua itu bukan demi dewi, melainkan karena aku sudah berjanji pada ibu !”
Arwani bangkit, lalu sambil memeluk shamsir milik Resha, ia berjalan meninggalkan daerah tempat tinggalnya selama ini, pergi menuju Mandara.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yah, ini merupakan cerita awal dari perjalanan Sang Putri Mara, Arwani. Di dalam perjalanannya nanti, ia akan berjumpa dgn banyak org (termasuk bbrp NPC yg ada di dlm game-nya sendiri, bagi yg masih ingat, fufufu...)
Share This Thread