— Bab Lima —
Pertarungan di Hutan
Sementara itu, Chen dan Roigor dalam perjalan kembali ke Kampung Orc. Sama seperti yang lain, mereka berdua menggunakan Scroll of Town Portal. Dalam sekejap mereka sampai di suatu hutan di pinggiran danau yang sangat luas. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Setelah beberapa saat, mereka berhenti berjalan. Horor memenuhi wajah mereka. Cahaya jingga kemerahan memenuhi pemandangan di depan mereka — cahaya tersebut berasal dari Kampung Orc. Keduanya bergegas menuju arah datangnya cahaya.
Semakin mendekat, suara dan jeritan para Orc meminta pertolongan semakin kuat. Roigor merasakan sesuatu yang tidak lazim, ia memeriksa keadaan sekitar — semakin mereka mendekati Kampung Orc, hutan di sekitar mereka semakin berubah. Ada yang tidak beres terjadi di hutan itu, pepohonan mulai kehilangan dedaunan, menyisakan ranting-ranting yang sudah menghitam, seakan-akan pepohonan tersebut telah mati. Tanah yang biasanya berwarna cokelat sekarang berubah menjadi kehitaman, dan suhu juga menjadi lebih dingin.
“A — apa yang terjadi, Chen, kenapa hutan menjadi seperti ini?” tanya Roigor, tampak begitu ketakutan.
“Tanda-tanda ini …” Chen bergumam, sambil melihat-lihat keadaan sekitar, “tidak, ini buruk, Roigor. Hutan ini … hutan ini telah terkena sihir para Undead! Gawat, kita harus bergegas — aku merasakan firasat buruk, sepertinya — sepertinya Raja Lich ada di Kampung Orc!”
“Apa!?” teriak Roigor. “Ti — tidak mungkin, kita tak punya waktu lagi, Chen, ayo!” Lalu mereka berdua lari sekencang mungkin menembus bagian hutan yang tidak lagi bernyawa itu menuju ke arah datangnya cahaya. Jeritan minta tolong semakin terdengar jelas.
“Berhenti.”
Suara nyaring tersebut tiba-tiba muncul, arahnya dari depan mereka. Chen dan Roigor menghentikan langkah mereka, mencoba mendeteksi apa yang ada di depan mereka. Sesosok makhluk berpakaian serba biru berdiri di jalan mereka. Sosok itu memegang sebuah perisai di tangan kirinya dan tangan kanannya memegang tongkat dengan sesuatu yang mirip dengan kepala seekor domba di ujungnya. Sedangkan wajahnya tidak begitu jelas karena ia memakai topeng, namun giginya yang tumbuh keluar secara mengerikan dapat terlihat jelas. Dia diam di tempat.
“Siapa kau!” gertak Roigor, sambil mengangkat batang pohon miliknya, bersiap-siap bila saja sosok itu menyerang. “Jangan halangi kami, atau kami akan lewat secara paksa!” Makhluk di depan mereka hanya tersenyum meremehkan, memamerkan gigi-giginya yang berwarna perak. Roigor melangkah sedikit ke depan.
“Berhati-hatilah, Roigor,” bisik Chen. “Aku dapat merasakannya … aura yang sangat jahat dari tubuhnya …”
“Tenang saja, Chen, kita berdua, dan dia sendirian,” kata Roigor, mengambil satu lagi langkah ke depan. “Minggir!”
“Hehehehe,” makhluk itu tertawa nyaring. “Maaf, tapi tidakkah kalian bertanya-tanya … apa yang sebetulnya terjadi di belakangku?”
“Oh, kami baru saja akan mengetahui apa yang terjadi dan kau menghalangi jalan kami!” teriak Roigor.
“Oh … benarkah? Hehehehehe,” makhluk itu tertawa lagi. “Aku tidak begitu mengerti, tapi bukankah kalian dapat dengan mudah berjalan melaluiku? Lihat, apakah aku menghalangi kalian? Jalan terbuka dengan sangat lebar! Hehehehehehe.”
Roigor hanya diam. “Tidak … jangan terpancing, Roigor. Dia memiliki Sihir hitam yang sangat kuat …” Sekali lagi makhluk itu tertawa, sekarang dengan suara yang sangat nyaring, dan ada nada yang bersifat meremehkan dalam tawa itu. “Mungkin … mungkin kita harus menggunakan kekuatan kita.”
“Baiklah kalau begitu,” Roigor berkata, ia mengambil kuda-kuda. Makhluk itu berhenti tertawa dan mulai memperhatikan. Roigor mengangkat batang pohon miliknya, lalu dia membantingkannya ke tanah sambil berteriak, “FISSURE!” Tanah di depannya bergetar hebat, lalu kemudian tanah-tanah tersebut terdorong keatas membentuk semacam tebing pendek.
Sosok berbaju biru itu dengan tenang mengangkat tongkatnya. “Impale.” Tongkat miliknya berkelip lalu tanah dibawahnya juga mengangkat keatas, melesat menuju tanah yang diangkat oleh Roigor dan terjadi ledakan kuat ketika kedua tanah bertemu. Bebatuan berterbangan kemana-mana, menghantam apapun yang mereka lalui. Chen dan Roigor menutup mencoba melindungi diri dari bebatuan tersebut dan saat mereka sadar, tebing tinggi telah berdiri di depan mereka, dan diatasnya makhluk berbaju biru itu berdiri, senyum masih belum meninggalkan wajahnya.
“Perkenalkan,” ujar makhluk itu, “Lion the Demon Witch — Lion si Penyihir Hitam!” Lalu ia mengangkat lagi tongkat kepala dombanya dan sekali lagi tanah menancap keatas, namun dengan sigap Roigor menangkis serangan Lion dengan mantra Fissurenya. Tebing baru terbentuk ketika kedua mantra bertemu. “Hahahahaha, sudah lama aku tidak bertarung dengan seseorang yang sedikit kuat sepertimu, ini akan sangat menyenangkan!”
“Chen, mundurlah, biar aku yang tangani penyihir kotor ini!” teriak Roigor.
“Tidak, Roigor, biar—”
Dan sihir Lion mengenai Roigor. Namun sihir itu bukanlah sihir yang ia gunakan sebelumnya — sesuatu yang berbeda. Badan Roigor menyusut, ia menjatuhkan batang pohon miliknya, dan detik berikutnya ia sudah menjadi seekor ayam putih tak berdaya. “Hahahahahaha! Sekarang, rasakan ini, IMPALE!” Sihir itu mengenai Roigor dengan telak, tanah-tanah yang menghantamnya membuatnya terpental jauh ke belakang, lalu saat tubuhnya kembali normal, luka-luka tampak di tubuhnya, ia menjerit keras. Tanpa memperdulikan luka pada tubuhnya, Roigor bangkit dan berlari menuju arah dimana batang kayunya terjatuh untuk mengambilnya.
“Roigor, hati-hati!” Chen berseru, sambil mengangkat tongkatnya—
“IMPAL—”
“PENITENCE!” Chen berteriak. Mantranya tepat mengenai Lion, dan ia menjatuhkan tangannya seakan-akan ada beban berat yang menghantamnya. Sedangkat mantra Lion melenceng, nyaris saja mengenai Roigor yang telah meraih batang kayunya. Ia sekarang berlari menuju Lion, mencoba melawannya dari jarak dekat. Sementara Lion masih belum terlepas dari mantra Chen, ia mencoba berlari namun langkahnya juga terbebani.
“Mati kau iblis!” seru Roigor, dia hanya beberapa senti dari Lion ketika ia menghempas tanah menggunakan batang kayunya, dan tanah di sekitar Lion dan dirinya retak, batuan bumi muncul dari dalam tanah, dan Roigor sekali lagi menghentak tanah, “ECHO SL—”
“Voodoo!” teriak Lion, menghentikan mantra Roigor. Dan untuk ke dua kalinya, Roigor berubah menjadi seekor ayam. Sementara itu, mantra Chen telah menghilang dari Lion, membuatnya leluasa menggunakan sihir. “Sungguh menjengkelkan … aku sudah bosan, akan kubunuh kau sekarang juga!” Lion melompat sedikit ke belakang untuk merapalkan mantra, sedangkan Chen dengan cepat berlari, mencoba menolong Roigor, terlihat ia sedang merapalkan mantra sambil berlari …
“Finger,” Lion merapal, “of …” dia melanjutkan, lalu ia menarik napas dalam-dalam, dan bola energi merah mulai berkumpul diatas tongkat Lion, dan akhirnya ia menghembuskan napas, “DEATH!” Bola energi merah tersebut terlepas dari tongkatnya dan melesat dengan sangat cepat menuju Roigor — yang masih dalam tubuh ayam — bagaikan peluru yang dilepaskan dari pelatuk. Mungkin hanya imajinasi Lion, tapi sesaat sebelum sihirnya mengenai Roigor, tubuh sang Tauren Sage tersebut bersinar, dan ledakan besar terjadi …
Roigor telah lenyap dari pandangan ketika asap akibat ledakan tadi menghilang. “Hehehe … hehehehe … HEHEHEHEHEHEHE!” Lion tertawa dengan suara yang sangat nyaring. “Sepertinya … aku melupakan bahwa musuh yang kuhadapi tidak hanya satu, hehehehehe … Impale!” Dan ledakan tanah melaju kearah Chen, yang berhasil menghindar dari sihir Lion itu.
“Sihirmu melemah,” gumam Chen. “Sepertinya mantra terkuatmu tadi telah melahap habis energimu, tak akan sulit untuk mengalahkanmu sekarang.”
“Jenius, hehehehe … sihirmu memang unik, Orc,” puji Lion. “Tapi … sebelum kau mengalahkanku, boleh aku bertanya sihir apa yang kau gunakan pada Roigor …? Aku hanya ingin tahu, hehehehe …”
“… kau pikir aku bodoh?” jawab Chen, tetap tenang. “Dari tadi kau hanya berusaha menahan kami, tebing-tebing ini hanya akan menghalang jalan menuju Kampung Orc, bila tadi aku berencana untuk mengalahkanmu bersama Roigor …”
Lion tertawa.
“Bila saja aku tidak mempunyai sihir itu, Roigor mungkin telah mati sekarang,” Chen melanjutkan, “nah, penyihir, menyerahlah sekarang dan kau akan kubiarkan lari. Tapi jika kau masih saja menghalangiku, aku tak akan ragu untuk mengalahkanmu.”
Lion tertawa lagi. “Orc yang baik hati, tunggu sebentar … satu lagi pertanyaan — ke manakah kau mengirim Tauren tadi?”
“Maaf, jika kau tidak pergi sekarang aku akan membunuh—”
“ORC! Jika kau telah mengirimkannya ke Kampung Orc, maka aku pastikan dia akan terbunuh sia-sia oleh rekanku!” sela Lion, mengakhiri kalimatnya dengan tawa. Tangan Chen bergetar ketika mendengar ini, namun ia tidak menurunkan tangannya.
“Roigor tak selemah yang kau kira—”
“Dan yakinlah, rekan-rekanku sangatlah kuat! Hehehehehehe …”
“TEST OF—ARGH!” Benang-benang biru benderang bermunculan secara tiba-tiba dari tubuh Chen, lalu terbang memasuki tubuh Lion. “Energiku …”
“Hahahahaha, ini bagus! Sekarang aku mempunyai cukup energi untuk … membunuhmu, HAHAHAHAHAHA!” seru Lion, yang kembali membuat bumi bergetar dengan mantranya. Sihir itu sangat kuat dan cepat sehingga Chen tak dapat mengelakkannya dan terlempar keatas dan jatuh ke daratan dengan bunyi BAM yang keras.
“Ugh … ugh …” gumam Chen kesakitan. Ia mencoba berdiri dan mengangkat tongkatnya, dan saat itulah bumi kembali bergetar dan untuk yang ke dua kalinya. Kali ini sihir itu menghantam Chen dengan telak, sehingga membuatnya tak berdaya. Badannya mencoba bergerak, namun tak satu ototpun berkelit.
“Kau tak akan bisa lari lagi, Orc,” kata Lion dingin.
“Fe—Fenrir …” gumam Chen.
“Finger of Death,” Lion dengan mantap merapal, dan energi merah itu kembali berkumpul di tongkatnya, dan melesat menuju Chen yang tak berdaya …
===================================
Hmm, keterima universitas malah tambah sibuk @_@ chapter enam belom selesai ditulis, mungkin bakal di post dalam waktu dua minggu! Eniweis, komentar, kritik, saran, cendol, dll dengan senang hati saya terima! :P
Share This Thread