@K4IX
Reina bertujuan mengetes Vince apakah di dapat diperalat ataukah tidak dengan sedikit seduction![]()
Reina is a smart yet cruel girl remember?
Hmmm, bisa disaksikan nanti mengapa Reina keluar malem2
@Mirimon
ntar bakal ada yg lebih seru daripada zombie yg bisa terbang sekalipun
btw sepi yah.. kalo sepi terus mending gw tamatin dolo baru rilis sebagai ebook aja kali ya?
__________________________________________________ __
Story 3
Ellinor Maiken
Chapter 2 : Human Instinct (Part 1)
Aku sendiri tak mengerti mengapa aku berlari kesini, ini adalah tempat zombie-zombie itu pertama kali muncul, dan mengapa kedua kakiku mengantarkanku kesini? Apakah Surviving Instinct ku sudah kacau? Atau bahkan hilang?
*Sambil menatap gedung SD Sidehills yang sangat sepi*
Lalu.. apa yang harus kulakukan sekarang? Dengan hanya bersenjatakan sebuah pemukul baseball aku harus melawan berpuluh-puluh, atau mungkin beribu-ribu zombie di kota ini dimulai dari sekolah ini? Tidak mungkin, hal itu tidak mungkin bisa kulakukan.
*Terdengar suara seperti kayu dipukulkan, bersamaan dengan suara jeritan yang lebih dari satu*
Hah? Masih adakah manusia yang hidup?? Bahkan di tempat zombie-zombie itu pertama kali muncul? Impossible!
Kemudian karena penasaran dengan suara itu, Ellie berlari memasuki halaman sekolah dan segera menuju sumber suara.
Ellie
*terkejut*
I-itu.. tak mungkin! Itu Bu Guru dan teman-teman! Dan.. siapa itu anak yang membawa kayu?
Bu Guru dan teman-teman yang lainnya menjerit histeris, sementara anak lelaki yang membawa kayu itu dengan tanpa rasa takut (setidaknya itu yang terlihat dari mimik wajahnya) menghalau zombie-zombie yang berdatangan, mereka sekarang terpojok di tembok pagar.
Anak itu berusaha mati-matian, sementara Bu Guru dan teman yang lain hanya berteriak-teriak saja, seolah teriakan mereka dapat menolong mereka dari zombie-zombie itu.
Anak itu memukulkan tongkat kayunya kepada tubuh zombie itu. Tapi karena zombie tidak merasakan rasa sakit, hal itu tidak berpengaruh, zombie itu tetap berjalan sementara anak itu terus memukulnya.
Pada akhirnya, tongkat kayu yang anak itu gunakan untuk memukul zombie itu patah, tak ada harapan lagi baginya untuk bertahan.
Tepat pada saat zombie itu akan menyerang anak itu, Ellie datang kemudian memukul tempurung lutut zombie itu hingga sendinya menekuk ke dalam, zombie itu kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.
Ellie
“Tusuk kepalanya! Cepat!”
Anak itu hanya gemetar ketakutan memegangi tongkat kayunya yang patah, sementara zombie itu berusaha kembali berdiri.
Ellie
“Dasar *****!”
Ellie kemudian mengambil patahan tongkat kayu yang berada di tanah kemudian menusukkannya ke kepala zombie tepat sebelum zombie itu berdiri. Darah mengucur dari kepala zombie itu.
Ellie
“Jangan diam saja! Ayo cepat lari!”
Ellie menarik lengan anak laki-laki itu
Mereka akhirnya mendapat celah untuk melarikan diri dari zombie-zombie itu, kemudian mereka berlari mengikuti Ellie yang menarik lengan anak laki-laki itu. Setelah mereka merasa aman, mereka beristirahat sejenak di sebuah taman.
Ellie – nafasnya terengah-engah
“Bodoh, apa yang kau lakukan tadi? Kukira kau berani menusuk kepala zombie itu seperti kau berani menghalau para zombie itu sendirian?”
Steve
“Ma-maaf....”
Ellie
“Siapa namamu?”
Steve
“S-Steve..”
Ellie
“Baiklah Steve, aku punya 2 kata untukmu.”
Steve – penasaran
“Apa itu?”
Ellie
“Kau Pengecut”
Kemudian berbalik badan.
Ellie
“Baiklah, aku pergi.. kita sudah terlalu lama berada disini..”
Ellie berjalan tanpa mengajak siapapun
Steve – hendak berjalan mengikuti Ellie
“Ah, Ellie tunggu aku..”
Bu Guru – menahan Steve
“Steve!”
Steve – menengok kepada Bu Guru
“Tapi Bu...”
Bu Guru – menggelengkan kepalanya
“Tidak Steve, kita sekarang harus ke kantor polisi, lagipula kita tak bisa percaya pada anak itu, dengan tenangnya dia menusuk orang tadi, dia mengerikan!”
Steve
“T-tapi mereka itu zombie bu!”
Bu Guru
“Diam Steve, sekarang ayo kita semua pergi ke Kantor Polisi!”
Steve terlihat tidak setuju dengan Bu Guru, tapi apa daya, dia terlalu takut untuk melawannya.. hingga Steve teringat kata-kata Ellie.
“Kau Pengecut”
Setelah terbakar mengingat kata-kata Ellie, keberanian Steve terkumpul, ia menolak tangan Bu Guru yang memegang bahunya kemudian mulai berlari menuju arah yang dilalui oleh Ellie
Bu Guru – Kesal
“Steve! Mau kemana kau!!?”
Steve – sambil berlari
“Pergi dari sini!”
Steve terus berlari hingga suara Bu Guru tak terdengar lagi dan sosok Ellie terlihat sedang berjalan di depannya, membawa sebuah pemukul bisbol dari besi dengan sedikit bercak darah.
Steve – berlari menuju Ellie
“Hei tunggu!!”
Ellie – menengok kepada Steve
“Oh, kukira kau terlalu takut untuk ikut?”
Steve – masih terengah-engah
“Enak saja, aku bukan orang pengecut!”
Ellie – berjalan kembali
“Kudengar tadi kau mengetahui namaku, apa aku mengenalmu?”
Steve – menyadari sesuatu
“Ah ya, ada sesuatu yang harus kukembalikan...”
Steve mencari sesuatu di dalam kantung celananya
Steve
“Ini dia, game Pacmon Platinum yang dulu kupinjam.”
Sambil menyodorkan sebuah cartridge game EDS
Ellie – bingung
“Hah?? Aku tak ingat pernah meminjamkan game ku pada siapapun?”
Steve – terlihat kecewa
“.... Begitu ya....”
Memasukkan cartridge EDS itu kembali ke dalam kantung celananya
Ellie
“Jadi, kembali ke pertanyaanku tadi, apa aku mengenalmu?”
Steve
“... 2 tahun yang lalu...”
Ellie - penasaran
“2 tahun yang lalu?”
Steve
“Ah sudahlah, lupakan saja.., anggap saja kita sudah saling mengenal OK?”
Senyuman terlihat di wajah Steve
Ellie
“Terserahlah...”
Berjalan lebih cepat
Steve
“Hei, jangan berjalan terlalu cepat!”
Ellie
“Kita harus cepat mencari sebuah senjata untuk kau gunakan, tak mungkin kau bertarung tangan kosong dengan zombie..”
Mereka berjalan berdua, hingga beberapa menit, mencapai sebuah avenue, terlihat pemandangan yang mengerikan, mobil-mobil yang remuk bertumpuk seolah telah terjadi tabrakan yang hebat, bahkan beberapa diantaranya terguling, dan tak ada tanda-tanda seorangpun sepanjang jarak pandang mereka. Hanya keheningan dan raungan api dari beberapa kendaraan yang terbakar yang terdengar.
Ini tidak baik, keadaan terlalu sepi, aku tak akan terjebak untuk yang kedua kalinya, aku tak mau kejadian di rumah terulang lagi. Menurut pengalamanku di “Resident Demon”, ini adalah jebakan, bila aku lengah aku bisa terkepung oleh zombie-zombie.. terlebih lagi ada si bodoh ini..
Hei tunggu, kenapa aku jadi peduli pada si bodoh ini? Orang lain hanya akan menghambatku dan mungkin saja akan membuatku terbunuh karenanya, aku tak boleh lengah.
*Ellie melihat sesuatu*
Ah itu, itu toko senjata milik Paman Billy! Mungkin kita bisa mendapatkan senjata disana!
Ellie
“Steve, kau lihat itu?”
Menunjuk toko senjata yang di depannya terdapat billboard iklan snack
Steve
“Ah ya? Ada apa ? Kau mau snack itu? Kebetulan aku bawa beberapa..”
Ellie - swt
“....”
Ellie
“Ah sudahlah, yg jelas saat aku berikan aba-aba, nanti berlarilah ke arahku, OK?”
Steve
“Uh.. Ok.. aku rasa..”
Ellie
“Baiklah, tunggu disini..”
Ellie berjalan pelan-pelan
Ellie berjalan setahap demi setahap , bersembunyi dibalik kendaraan yang rusak, satu demi satu, selangkah demi selangkah, hingga akhirnya Ellie mencapai “Billy’s Gun Shop” dengan selamat.
Saat akan memasuki toko itu dan membuka pintunya, Ellie melihat ke arah Steve..
Ellie
“Steve di belakangmu!”
Pada saat yang bersamaan
Steve
“Ellie, di depanmu!!”
Terlihat seekor zombie tepat berada di depan Ellie.
Ellie – menengok dengan cepat
“!!!”
_____________________________
To Be Continued To Chapter 3
Share This Thread